DOSEN PENGAMPU:
NUR SUCI ROMADLIYAH, S.E, M.E.
OLEH:
FELIN DZARROTUN ATIQOH (C92218131)
HANIFA ROSIDA (C92218135)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan
limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang “Bentuk dan Isi Putusan Arbitrase di Bidang Hukum Ekonomi dan Bisnis
Islam”. Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan kajian ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Mediasi HES.
Penulis berharap semoga kajian ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
petunjuk atau pedoman serta memberikan manfaat maupun inspirasi kepada pembaca.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca demi perbaikan pada karya tulis berikutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
A. Pengertian Putusan Arbitrase di Bidang Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam...3
B. Bentuk Putusan Arbitrase di Bidang Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam........4
C. Isi Putusan Arbitrase di Bidang Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam................7
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu upaya untuk memajukan kehidupan masyarakat Indonesia ialah
dengan memperbaiki dan memajukan perekonomian masyarakatnya. Salah
satunya bisa dengan cara berdagang atau berbisnis. Kemajuan sistem iptek
dari zaman dahulu hingga sekarang sangat berkembang pesat untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi dalam berbisnis. Akan tetapi dalam berbisnis
tidak jarang para pebisnis satu dengan yang lainnya terjadi perbedaan
pendapat yang hadir dikarenakan saling mempertahankan pendapatnya
masing-masing tanpa melihat dampak yang akan terjadi kemudian hari
sehingga bisa menciptakan kerugian yang akan berujung pada persengketaan
antar pebisnis.
Persengketaan tersebut yang hadir ditengah-tengah para pebisnis tidak bisa
dibiarkan berlarut-larut karena bisa merugikan seluruh pelaku bisnis. Maka
dari itu sangat diperlukan cara untuk menyelesaian suatu perkara
persengketaan antar pelaku pebisnis sebagai jalan terang untuk kemudahan
bisnis selanjutnya untuk para pelaku bisnis. Jalan keluar yang bisa ditempuh
saat ada terjadinya persengketaan dalam berbisnis ialah menyelesaikan di
peradilan. Namun, sering kali para pelaku tidak bisa selalu kut serta dalam
proses penyelesaian di dalam peradilan. Dengan demikian para pelaku bisnis
mencari jalan lain untuk menyelesaikan sengketanya diluar jalur peradilan
yakni dengan cara negoisasi, konsultasi, mediasi ataupun arbitrase dan bentuk
lainnya. Dalam makalah ini kita akan membahas mengenai pengertian
arbitrase, bentuk maupun isi putusan arbitrase.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian putusan arbitrase di bidang hukum ekonomi dan bisnis
islam?
2. Apa saja bentuk putusan arbitrase di bidang hukum ekonomi dan bisnis
islam?
3. Apa saja isi putusan arbitrase di bidang hukum ekonomi dan bisnis islam?
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian putusan arbitrase di bidang hukum ekonomi
dan bisnis islam.
2. Untuk mengetahui bentuk putusan arbitrase di bidang hukum ekonomi dan
bisnis islam
3. Untuk mengetahui isi putusan arbitrase di bidang hukum ekonomi dan
bisnis islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Cicut Sutiarso, “Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Bisnis”, (Jakarta: Yayasan
Pustaka Oboor Indonesia, 2011), hal. 162-163.
2
Ahmad Mujahidin, “Ruang Lingkup dan Praktik Mediasi Sengketa Ekonomi Syariah”,
(Yogyakarta: Deepublish, 2018), hal. 150.
3
Amran Suadi, “Eksekusi Jaminan dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah”, (Jakarta:
Kencana, 2019), hal. 235.
3
menyatakan bahwa sengketa tersebut bukan kewenangannya sehingga pihak
yang dilawan tidak perlu mengajukan eksepsi atas pengadilan yang tidak
memiliki kewenangan tersebut. Hal demikian dikarenakan pengadilan dengan
sendirinya menyatakan tidak memiliki kewenangan atas sengketa tersebut.4
Putusan arbitrase adalah suatu produk hukum yang tertulis dan ditetapkan
berdasarkan hasil pemeriksaan dalam menyelesaikan suatu sengketa di luar
pengadilan melalui lembaga arbitrase yang merupakan putusan bersifat final
atau terakhir, berkekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak yang
bersangkutan (final and binding).5
Walaupun putusan arbiter itu bersifat final and binding, namun peraturan
prosedur Badan Arbitrase Syariah Nasional memberikan kemungkinan
kepada salah satu pihak untuk mengajukan permintaan pembatalan putusan
(annulment of the award) arbitrase secara tertulis kepada sekretaris
BASYARNAS dan meminta tembusan kepada pihak yang dilawan sebagai
bentuk pemberitahuan.6
Pengajuan pembatalan putusan arbitrase diajukan paling lambat dalam
waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak putusan diterima, kecuali terkait
alasan penyelewengan berlaku paling lama dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak
putusan tersebut dijatuhkan.7 Pengajuan pembatalan putusan hanya dapat
dilakukan berdsarkan salah satu alasan di bawah ini:8
- Penunjukan arbiter tungal atau majelis yang tidak sesuai dengan ketentuan
BASYARNAS.
- Putusan melampaui batas kewenanga BASYARNAS.
- Putusan melebihi dari apa yang diminta oleh para pihak.
- Salah seorang arbiter melakukan penyelewengan.
- Putusan menyimpang dari ketentuan pokok dan tidak memuat alasan yang
menjadi landasan pengambilan putusan.
4
Khoirul Anwar, “Peran Pengadilan dalam Arbitrase Syariah”, (Jakarta: Kencana, 2018), hal. 96.
5
Cicut Sutiarso, “Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Bisnis”, hal. 163.
6
Mardani, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi dan Bisnis Syariah: Litigasi & Nonlitigasi”, (Jakarta:
Kencana, 2020), hal. 101.
7
Ibid.
8
Nilam Sari, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Lembaga Arbitrase”, (Banda
Aceh: PeNA, 2016), hal. 65.
4
Sebuah putusan dapat dijadikan bukti konklusif atas fakta-fakta yang telah
ditemukan arbiter selama pemeriksaan dilangsungkan apabila isi putusan
tersebut memenuhi syarat sebagaimana diatur oleh undang-undang baik
terkait pertimbangan hukum yang cukup dan amar putusannya jelas serta
menyeluruh sehingga putusan tersebut mengikat dan dapat dilaksanakan.9
5
Pada prinsipnya, seluruh pihak yang menggunakan jalan arbitrase harus
sukarela, akan tetapi jika tidak bisa dilaksanakan dengan sukarela maka
pelaksanaan putusana arbitrase syariah bisa dilakukan oleh pengadilan agama.
Putusan arbitrase nasional sifatnya adalah mandiri, final serta mengikat. Sama
seperti putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga ketua
pengadilan tidak diperbolehkan untuk memeriksa alasan atau bahkan
pertimbangan dari putusan arbitrase nasional. Ketua pengadilan hanya
berwenang untuk memeriksa secara formal atas putusan arbitrase nasional
yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbiter.12
Berdasarkan Pasal 11 ayat (2) dijelakan bahwa Pengadilan tidak
mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara di mana para pihak yang
berrsangkutan telah sepakat untuk meneyelesaikan melalui arbitrase.
Pengadilan harus menolak dan tidak diperkenankan ikut campur tangan dalam
menyelesaikan suatu sengketa yang ditangani melalui arbitrase. Hal demikian
inilah disebut prinsip limited court involment.13
Sementara untuk putusan arbitrase internasional, sesuai dengan Undang-
Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa di dalamnya dijelaskan bahwa UU Arbitrase menurut pasa asas
territorial untuk menetapkan suatu putusan arbitrase masuk pada putusan
arbitrase nasional atau masuk pada putusan arbitrase internasional. Pada UU
Arbitrase Pasal 1 angka [9] berbunyi: “putusan arbitrase internasional ialah
suatu putusan yang ditetapkan dan diputuskan dari suatu lembaga arbitrase
atau arbiter perseorangan namun diluar wilayah Negara Republik Indonesia,
atau suatu putusan dari suatu lembaga arbitrase atau arbiter perseorangan
yang sesuai dengan ketentuan hukum Negara Republik Indonesia telah
ditetapkan sebagai putusan arbitrase internasional.14
Menurut Pasal 62 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, sebelum
memberi arahan pelaksanaan, ketua pengadilan bisa melihat terlebih dahulu
apakah putusan arbitrase tersebut mencukupi Pasal 4 dan Pasal 5. Apabila
12
Ibid., 241-242.
13
Ibid.
14
Anonim, “Kedudukan Putusan Arbitrase Nasional dan Internasional”,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58172539bb270/kedudukan-putusan-
arbitrase-nasional-dan-internasional/, diakses pada 15 Maret 2021.
6
tidak mencukupi pasal-pasal tersebut maka ketua pengadilan bisa menolak
permohonan arbitrase dan pada penolakan tersebut tidak ada upaya hukum
apapun.15
Putusan arbitrase syariah internasional dapat dieksekusi atau dilaksanakan
oleh Pengadilan Jakarta Pusat apabila ada perjanjian bilateral maupun
multilateral anatar negara Indonesia dengan negara di mana majelis arbiter
yang memutus sengekta tersebut. Jika tidak ada perjanjian sebelumnya, maka
putusan tersebut tidak dapat dieksekusi karena hal demikian melanggar
ketertiban umum (public policy).16
Di dalam ketentuan Pasal 60 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, kekuatan hukum putusan
arbitrase baik melewati lembaga arbitrase pada skala nasional ataupun pada
skala interasional ialah final and binding. Dengan demikian, arbitrase
nasional maupun internasional langsung menjadi putusan pada tingkat
pertama sekaligus tingkat terakhir. Selain itu, putusan arbitrase mengikat
diantara seluruh pihak yang bersengketa dan secara otomatis akan tertutup
pula untuk banding maupun kasasi.17
Dalam pelaksanaan putusan arbitrase, pada dasarnya harus dilakukan
secara sukarela. Namun, jika para pihak yang bersengketa tidak bisa secara
sukarela maka putusan tersebut bisa dilakukan secara paksa. Dalam
prakteknya, ada beberapa perbedaan pada pelaksanaan putusan arbitrase
nasional dengan putusan arbitrase internasional, antara lain:18
1) Pelaksanaan putusan arbitrase nasional:
a. Putusan arbitrase dideponir di kepaniteraan pengadilan.
b. Waktu 30 hari pelaksanaan secara sukarela, apabila tidak akan
dilakukan secara paksa oleh pengadilan.
2) Pelaksanaan putusan arbitrase internasional:
a. Putusan arbitrase dideponir di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
b. Permohonan eksekusi ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
15
Amran Suadi, “Eksekusi Jaminan Dalam Penyelesaian...”, hal. 243.
16
Ibid.
17
Ibid.
18
Ibid., hal. 244.
7
C. Isi Putusan Arbitrase di Bidang Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam
Mengenai isi putusan arbitrase, tidak jauh berbeda dengan format putusan
di pengadilan. Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah ditentukan
apa saja hal yang harus dimuat dalam suatu putusan arbitrase, yaitu:19
1. Kepala putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
2. Nama lengkap dan alamat para pihak;
3. Uraian singkat sengketa;
4. Pendirian para pihak (dalil);
5. Nama lengkap dan alamat arbiter;
6. Pertimbangan (alasan) dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase
mengenai keseluruhan sengketa;
7. Pendapat tiap-tiap arbiter apabila terjadi perbedaan pendapat dalam
majelis arbitrase;
8. Amar putusan;
9. Tempat dan tanggal putusan; dan
10. Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase
19
Amran Suadi, “Eksekusi Jaminan dalam Penyelesaian...”, hal. 242.
20
Ibid.
8
Di dalam penyelesaian suatu sengketa melalui arbitrase, sebutan pihak
penuntut atau penggugat menggunakan istilah “Pemohon” (claimant),
sementara pihak yang dituntut atau tergugat memakai istilah “Termohon”
(respondent).21 Putusan arbitrase wajib disampaikan secara langsung kepada
para pihak yang bersangkutam, para arbiter tidak boleh mengumumkan
kecuali mendapatkan izin dari para pihak.22
21
Cicut Sutiarso, “Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Bisnis...”, hal. 164.
22
Gatot Soemartono, “Arbitrase dan Mediasi di Indonesia”, (Jakarta: Gramedia, 2008), hal. 65.
23
Cicut Sutiarso, “Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Bisnis...”, hal. 165.
9
langsung dilakukan secara paksa. Dalam hal ini belum memiliki kekuatan
eksekutorial seperti putusan pengadilan berupa putusan yang terakhir24
Pada prinsipnya, putusan arbitrase harus dilaksanakan para pihak yang
bersangkutan secara sukarela, namun jika tidak dilakukan secara sukarela
maka pelaksanaan putusan arbitrase syariah dapat dilakukan dengan meminta
bantuan pengadilan dalam hal pelaksanaan eksekusinya. Hal ini menunjukkan
bahwa bahwa putusan arbitrase hanya sebatas quasi pengadilan, sehingga
putusan arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial.25
Sebuah putusan arbitrase yang dapat dikatakan final dan memiliki
kekuatan hukum tetap serta mengikat seluruh pihak sebenarnya untuk dapat
dilaksanakan sejatinya harus didaftarkan terlebih dahulu di pengadilan.
Putusan dilakukan pendaftaran oleh arbiter atau kuasanya ke pengadilan
merupakan keharusan karena jika tidak dilaksanakan maka putusan arbitrase
yang sifatnya terakhir dan mengikat tidak akan bisa dilaksakan. Dalam hal
ini, putusan arbitrase belum bisa dilaksanakan secara paksa melalui tatacara
eksekusi. Meskipun dalam praktiknya boleh dilaksanakan secara sukarela
apabila para pihak yang bersangkutan puas dengan hasil putusan arbitrase.26
Dalam mendaftarkan dan memohon perintah eksekusi atas putusan
arbitrase kepada pengadilan, ketua pengadilan tidak berwenang memeriksa
kembali alasan atau yang dijadikan pertimbangan dalam putusan arbitrase
tersebut. Hal demikian ditujukan untuk memberikan perlindungan atau
jaminan oleh undang-undang terhadap putusan arbitrase yang sifatnya
mandiri, final, dan mengikat.27
24
Ibid., hal. 169-170.
25
Anonim, “Prosedur Mendaftarkan Putusan Arbitrase di Pengadilan Negeri”,
https://bplawyears.co.id/2016/07/12/prosedur-mendaftarkan-putusan-arbitrase-di-pengadilan-
negeri/, diakses pada 15 Maret 2021.
26
Cicut Sutiarso, “Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Bisnis...”, hal. 170.
27
BAPMI, “Putusan Arbitrase”, https://www.bapmi.org/in/arbitration_awards.php, diakses pada
15 Maret 2021.
10
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Putusan arbitrase adalah suatu produk segi hukum yang tertulis serta
ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan pada proses penyelesaian sengketa di
luar pengadilan menempuh lembaga arbitrase yang menjadi putusan yang sifatnya
final dan akhir, memiliki kekuatan hukum yang tetap serta mengikat untuk seluruh
pihak yang berkaitan (final and binding). Kompetensi absolut arbitrase syariah
(hukum ekonomi dan bisnis islam) merujuk pada Pasal 30 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
bahwa kompetensi absolut pranata arbitrase termasuk arbitrase syariah. Apabila
terdapat sengketa perdata termasuk perbankan syariah di mana para pihak telah
sepakat untuk menyelesaikan melalui arbitrase maka pengadilan agama tidak
berwenang untuk memeriksa atau memutus perkara tersebut.
Bentuk putusan arbitrase pada umumnya dibedakan menjadi dua bentuk,
yaitu putusan arbitrase nasional dan putusan arbitrase intenasional. Terdapat dua
hal pokok yang harus diperhatikan untuk mengetahui putusan arbitrase tersebut
merupakan putusan arbitrase nasional atau arbitrase internasional, yaitu wilayah
ditetapkannya putusan arbitrase dan ketentuan hukum digunakan dalam
penyelesaian sengketa arbitrase tersebut. Apabila putusan tersebut ditetapkan di
wilayah negara Indonesia, namun proses penyelesaiannya menggunakan hukum
asing, maka dikategorikan putusan arbitrase internasional. Apabila pihak yang
bersengketa bukan warga negara Indonesia, namun putusan arbitrasse memakai
hukum di Indonesia, maka putusan tersebut termasuk putusan arbitrase nasional.
Isi putusan arbitrase tidak jauh berbeda dengan format putusan hakim di
pengadilan. Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999
telah menetukan apa saja hal yang harus dimuat dalam suatu putusan arbitrase,
yaitu: kepala putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”, nama lengkap dan alamat para pihak,
penjelasan ringkas sengketa, pendirian para pihak, nama lengkap dan alamat
arbiter, pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase terhadap
sengketa, pendapat setiap arbiter apabila terjadi perbedaan pendapat, amar
11
putusan, tempat dan tanggal putusan, dan tanda tangan arbiter atau majelis
arbitrase.
12
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Anwar, Khoirul. 2018. Peran Pengadilan dalam Arbitrase Syariah. Jakarta.
Kencana.
Mardani. 2020. Penyelesaian Sengketa Ekonomi dan Bisnis Syariah: Litgasi &
Nonlitigasi. Jakarta. Kencana.
Mujahidin, Ahmad. 2018. Ruang Lingkup dan Praktik Mediasi Sengketa Ekonomi
Syariah. Yogyakarta. Deepublish.
Sari, Nilam. 2016. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Lembaga
Arbitrase. Banda Aceh. PeNA.
Soemartono, Gatot. 2008. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta. Gramedia.
Suadi, Amran. 2019. Eksekusi Jamnan dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Syariah. Jakarta. Kencana.
Sutiarso, Cicut. 2011. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Dalam Sengketa Bisnis.
Jakarta. Yayasan Pustaka Oboor Indonesia.
Internet
Anonim. Kedudukan Putusan Arbitrase Nasional dan Internasional.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58172539bb270/kedu
dukan-putusan-arbitrase-nasional-dan-internasional/. Diakses pada 15
Maret 2021.
Anonim. Prosedur Mendaftarkan Putusan Arbitrase di Pengadilan Negeri.
https://bplawyears.co.id/2016/07/12/prosedur-mendaftarkan-putusan-
arbitrase-di-pengadilan-negeri/. Diakses pada 15 Maret 2021.
BAPMI. Putusan Arbitrase. https://www.bapmi.org/in/arbitration_awards.php. Diakses
pada 15 Maret 2021.
13