Anda di halaman 1dari 12

PERJANJIAN ARBITRASE

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Arbitrase

Dosen Pengampu: Jahirin, S.sy. M.H.

Disusun Oleh:

Didi Irawan (1221055)

Muhammad Bintara Jaya (1221058)

Viki Muhammad Widiyanto (1221073)

FAKULTAS SYARIAH

HUKUM EKONOMI SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI KH. ABDURRAHMAN WAHID

PEKALONGAN 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
petunjuknya, sehingga makalah yang berjudul “PERJANJIAN ARBITRASE” ini dapat
diselesaikan dengan baik dan lancar. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Arbitrase. Dalam penyusunan makalah ini, kami dibantu oleh beberapa pihak. Oleh karena itu
ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Jahirin, S.sy. M.H. selaku dosen mata kuliah
Arbitrase, dan semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih baik lagi
dalam menulis makalah ini. Semoga makalah yang kami buat bermanfaat bagi yang pembaca.

Pekalongan, September 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1


A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 3
A. Fungsi Perjanjian Arbitrase .................................................................................. 3
B. Bentuk Perjanjian Arbitrase ................................................................................. 5
C. Sifat Akibat Hukum ............................................................................................. 7
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 14
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Arbitrase, baik nasional maupun internasional memiliki peran dan fungsi yang
makin lama makin penting dalam kerangka proses penyelesaian sengketa. Khusus bagi
Indonesia sebagai negara niaga kecil yang telah memastikan diri untuk memasuki arena
ekonomi dunia yang terintegrasi, arbitrase sangat penting karena tidak ada pengadilan
dunia yang dapat menangani sengketa-sengketa komersial yang terjadi dari
perdagangan internasional. Arbitrase merupakan salah satu model penyelesaian
sengketa yang dapat dipilih di antara berbagai sarana penyelesaian sengketa komersial
yang tersedia. Oleh karena arbitrase diyakini sebagai forum tempat penyelesaian
sengketa komersial yang reliable, efektif, dan efisien.
Lambatnya penyelesaian perkara melalui pengadilan terjadi karena proses
pemeriksaan yang berbelit dan formalistik. Oleh karena itu, tidak heran jika para pelaku
bisnis sejak awal sudah bersiap-siap dan bersepakat di dalam kontrak mereka apabila
terjadi perselisihan, akan diselesaikan melalui forum di luar pengadilan negeri
Fungsi mengadili dapat dilakukan dan berlangsung di banyak lokasi, atas dasar
hal itu, maka memilih forum arbitrase untuk menyelesaikan sengketa-sengketa bisnis
merupakan kecenderungan beralihnya minat masyarakat pencari keadilan dari
menggunakan jalur litigasi pada pengadilan kepada jalur lain yang formatnya lebih
tidak terstruktur secara formal. Namun demikian, bentuk yang disebut terakhir itu
diyakini oleh para penggunanya akan mampu melahirkan keadilan substansial.
Adapun faktor yang membedakan adalah, pengadilan mengedepankan metode
pertentangan (adversarial), sehingga para pihak yang bertikai bertarung satu sama lain
dengan hasil akhir yang kuat yang akan menang. Sedangkan arbitrase lebih
mengutamakan itikad baik, non-konfrontatif, serta lebih kooperatif. Pada arbitrase para
pihak tidak bertarung melainkan mengajukan argumentasi di hadapan pihak ketiga yang
akan bertindak sebagai pemutus sengketa.1

1
Mochammad Tanzil Multazam, Arbitrase Sebagai Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia,
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Hlm. 2.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Fungsi Perjanjian Arbitrase?
2. Bagaimana Bentuk Perjanjian Arbitrase?
3. Bagaimana Sifat dan Akibat Hukum Arbitrase?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Fungsi Perjanjian Arbitrase.
2. Untuk Mengetahui Bentuk Perjanjian Arbitrase.
3. Untuk Mengetahui Sifat Sifat dan Akibat Hukum Arbitrase.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fungsi Perjanjian Arbitrase


Penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 penyelesaian sengketa melalui
Arbitrase secara umum, mengatur prosedur penyelesaian sengketa yang didaftarkan
melalui Pengadilan Negeri, kemudian para pihak yang bersengketa berhak memilih
seorang arbiter yang akan mendampingi kedua bela pihak yang disetujui oleh hakim
Pengadilan Negeri, dalam proses penyelesaian bersifat tertutup yang tidak diketahui
oleh pihak lain dan keputusan yang dihasilkan oleh kedua belah pihak besifat final dan
individu yang tidak bisa banding, khasasi, dan PK. Putusan Arbitrase Nasional
pelaksanaan dilakukan berdasarkan Pasal 59 sampai dengan Pasal 64 Undang-Undang
Arbitrase. Tahapannya adalah:
a. Pendaftaran Putusan Arbitrase ke Pengadilan Negeri, Oleh arbiter atau kuasanya
b. Permohonan eksekusi kepada Panitera Pengadilan Negeri. Atas permohonan
ini, Ketua Pengadilan Negeri akan mengeluarkan penetapan menerima atau
menolak pelaksanaan eksekusi. Setelah ada penetapan ini, maka putusan
Arbitrase tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam
perkara perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penjelasan kedua yang diatas yang telah digaris bawahi, bisa menerima atau
menolak seakan-akan tidak ada kekuatan hukum yang tetap atau tidak ada kepastian
hukum. Untuk putusan Arbitrase Internasional, pelaksanaan dilakukan berdasarkan
Pasal 65 sampai dengan Pasal 69 Undang-Undang Aebitrase. Tahapannya adalah:
c. Tahap Pendaftaran.
d. Setelah pendaftaran ini, diajukan permohonan eksekuatur kepada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat (Pasal 67 UndangUndang Abitrase). Terhadap
permohonan ini, Ketua Pengadilan Negeri akan mengeluarkan perintah yang
mengakui dan memerintahkan pelaksanaan putusan Arbitrase asing ini.
e. Setelah perintah Ketua Pengadilan Negeri diterima, pelaksanaan selanjutnya
dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memiliki kompetensi relatif
untuk melaksanakannya (Pasal 69 ayat(1) Undang-Undang Arbitrsae) tetap cara
pelaksanaan eksekusi sendiri dilakukan sesuai ketentuan Hukum Acara Perdata.

3
Peran dari Penyelesian Sengketa di luar pengadilan bukan lagi menjadi hal yang
formal di dalam masyrakat tapi sudah menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat untuk
menyelesaikan masalah dalam bentuk perwasitan atau Arbitrase. arbitrase juga lebih
memudahkan masyarakat dalam menyelesaikan sengketa ketimbang melalui
penyelesaian di dalam pengadilan. Akan tetapi dalam penyelesaian sengketa diluar
pengadilan atau Arbitrase juga banyak ditemukan berbagai aturan yang tidak menjamin
kepastian hukum, sehingga maksud dari penyelsaian sengketa di luar pengadilan untuk
lebih memudahkan jauh dari pencapaian yang diharapkan. 2

B. Bentuk Perjajian Arbitrase


Bentuk perjanjian arbitrase terdiri dari dua macam, yaitu:
1. Pactum de Compromitttendo
Pactum de Compromitttendo yakni suatu klausula dalam perjanjian dimana
ditentukan bahwa para pihak diharuskan mengajukan perselisihannya kepada
seorang atau majelis wasit. Pactum de compromittendo ini hanyalah merupakan
sebagian saja dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian. Pada waktu
membuat pactum de compromittendo sama sekali belum terjadi perselisihan.
Bentuk klausula pactum de compromitttendo ini diatur dalam pasal 7 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 yakni para pihak dapat menyetujui suatu sengketa
yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui
arbitrase.
Cara pembuatan klausula pactum de compromitttendo ada dua cara, yaitu:
a. Dengan mencantumkan klausula arbitrase yang bersangkutan dalam perjanjian
pokok. Cara ini adalah cara yang paling lazim.
b. Klausula pactum de compromitttendo dibuat terpisah dalam akta tersendiri. 3
2. Akta kompromis
Akta Kompromis yakni perjanjian khusus yang dibuat setelah terjadinya
perselisihan guna mengatur tentang cara mengajukan perselisihan yang telah terjadi
itu kepada seorang wasit untuk diselesaikan. Di dalam akta kompromis ditentukan
batas waktu untuk memutuskan sengketa oleh wasit. Kalau tidak ditentukan maka

2
Klenen Wowor, “Fungsi Peradilan Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan”
(Lex rt Societis, Vol.III/No.10/Nov/2015. Hlm.98
3
Gunawan Widjadja dan Ahmad Yani, 2000. Hukum Arbitrase, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 48.

4
batas waktunya adalah enam bulan. 4 Bentuk klausula ini diatur dalam pasal 9 ayat
(1) dan (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Pasal 9 ayat (1) menyatakan
dalam hal para pihak menyelesaikan sengketa melalui arbitrase setelah sengketa
terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian
tertulis yang ditandatangani oleh para pihak, dan pasal 9 ayat (2) dijelaskan dalam
hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta
notaris.
Pada dasarnya antara istilah pactum de compromittendo dan akta kompromis
tidak ada perbedaan yang signifikan karena keduanya mempunyai akibat hukum,
yaitu:
1. Sengketa yang akan atau telah timbul tidak akan diperiksa dan diputus oleh
pengadilan, sehingga tidak perlu diselesaikan melalui prosedur beracara gugat-
menggugat dan banding.
2. Sengketa yang timbul akan diperiksa dan diputus oleh seorang arbiter atau para
arbiter, dimana kedua belah pihak berkewajiban membantu pelaksanaan dan
kelancaran arbitrase, serta menaati putusan yang dijatuhkan. 5

C. Sifat Akibat Hukum


Sifat yang paling mendasar dari arbitrase adalah suatu perjanjian yang bersifat
terpisah dan berdiri sendiri karena sifat arbitrase tidak terikat dengan kontrak komersial
yang mengatur hukum para pihak yang bersangkutan, itu artinya hukum yang diambil
dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase dipilih oleh pihak yang
bersengketanya. Disamping itu, sifat dari perjanjian arbitrase yaitu bebas, dalam artian
bebas untuk menentukan jenis arbitrase yang ingin digunakan dan bebas untuk memilih
orang untuk menjadi arbiternya karena dalam proses arbitrase tidak terpaku dengan
hukum nasional. Kemudian, sifat dari keputusan arbitrase yaitu bersifat final and
binding yang artinya segala keputusan yang muncul dari proses arbitrase tidak bisa diuji
kembali dan bersifat mengikat para pihak yang bersengketanya.

4
Sudikno Mertokusumo, 1985, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm. 225.
5
Erisa Ardika Prasada, Kajian Hukum Perjanjian Arbitrase, Jurnal Hukum Uniski, Vol. 11, No. 2 (2022), Hlm
175.

5
Selain sifat-sifat yang sudah disebutkan diatas, perjanjian arbitrase juga
memiliki sifat-sifat sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 10 Undang-Undang
No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dalam
undang undang tersebut disebutkan bahwa suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal
karena disebabkan oleh meninggalnya salah satu pihak, bangkrutnya salah satu pihak,
novasi yang berarti pembaharuan hutang, insolvensi atau keadaan tidak mampu
membayar pada salah satu pihak, pewarisan, berlakunya syarat-syarat hapusnya
perikatan pokok, bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak
ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut, dan
berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok. 6
Adapun akibat hukum yang ditimbulkan Klausula Arbitrase diatur dan
ditegaskan dalam Pasal 3 jo. Pasal 11 UU Arbitrase No.30/1999, dapat dijelaskan
sebagai berikut:7
1. Mengakibatkan gugur atau kehilangan kewenangan dari Pengadilan Negeri untuk
mengadili sengketa yang timbul dari perjanjian tersebut. Oleh karena itu, akibat
hukum pertama yang ditimbulkan Klausula Arbitrase adalah mengakibatkan
Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara/sengketa yang timbul dari
perjanjian yang bersangkutan. Artinya, sengketa/perkara yang timbul dari
perjanjian tersebut:
a. Secara mutlak atau absolut menjadi yurisdiksi atau kompetensi absolut lembaga
arbitrase yang dipilih.
b. Pengadilan Negeri secara mutlak atau absolut tidak memiliki yurisdiksi atau
kompetensi lagi untuk mengadilinya.

2. Akibat hukum berikut yang ditimbulkan Klausula Arbitrase, diatur dalam Pasal 11
UU Arbitrase No.30/1999 yang menyatakan:
a. Meniadakan hak para pihak untuk mengajukan gugatan atau penyelesaian
sengketa yang timbul dari perjanjian itu ke PN.
b. Akibat hukum kedua yang ditegaskan dalam Pasal 11 Ayat (2) adalah
Pengadilan Negeri berkewajiban untuk menolak atau tidak campur tangan

6
https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1999_30.pdf (Diakses pada 30 September 2023, 21.00 WIB).
7
https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1999_30.pdf (Diakses pada 30 September 2023, 21.04 WIB).

6
dalam penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian yang menyepakati
Klausula Arbitrase.

7
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 penyelesaian sengketa melalui Arbitrase secara
umum, mengatur prosedur penyelesaian sengketa yang didaftarkan melalui Pengadilan Negeri,
kemudian para pihak yang bersengketa berhak memilih seorang arbiter yang akan
mendampingi kedua bela pihak yang disetujui oleh hakim Pengadilan Negeri, dalam proses
penyelesaian bersifat tertutup yang tidak diketahui oleh pihak lain dan keputusan yang
dihasilkan oleh kedua belah pihak besifat final dan individu yang tidak bisa banding, khasasi,
dan PK. Peran dari Penyelesian Sengketa di luar pengadilan bukan lagi menjadi hal yang formal
di dalam masyrakat tapi sudah menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat untuk menyelesaikan
masalah dalam bentuk perwasitan atau Arbitrase
Bentuk perjanjian arbitrase terdiri dari dua macam, yang pertama yaitu Pactum de
Compromitttendo yakni suatu klausula dalam perjanjian dimana ditentukan bahwa para pihak
diharuskan mengajukan perselisihannya kepada seorang atau majelis wasit. Dan yang kedua
Akta Kompromis yakni perjanjian khusus yang dibuat setelah terjadinya perselisihan guna
mengatur tentang cara mengajukan perselisihan yang telah terjadi itu kepada seorang wasit
untuk diselesaikan.
Sifat yang paling mendasar dari arbitrase adalah suatu perjanjian yang bersifat terpisah
dan berdiri sendiri karena sifat arbitrase tidak terikat dengan kontrak komersial yang mengatur
hukum para pihak yang bersangkutan, itu artinya hukum yang diambil dalam penyelesaian
sengketa melalui arbitrase dipilih oleh pihak yang bersengketanya. Disamping itu, sifat dari
perjanjian arbitrase yaitu bebas, dalam artian bebas untuk menentukan jenis arbitrase yang
ingin digunakan dan bebas untuk memilih orang untuk menjadi arbiternya karena dalam proses
arbitrase tidak terpaku dengan hukum nasional

8
DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno 1985, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Liberty,Yogyakarta.


Multazam, Mochammad Tanzil. Arbitrase Sebagai Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa
di Indonesia. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Prasada, Erisa Ardika. 2022. kajian hukum perjanjian arbitrase. jurnal hukum uniski vol. 11 no.
2. Universitas islam ogan komering ilir kayuagung
Widjadja, Gunawan dan Ahmad Yani, 2000, Hukum Arbitrase, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Wowor, Klenen. 2015. “Fungsi Peradilan Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
di Luar Pengadilan” (Lex rt Societis, Vol.III/No.10

https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1999_30.pdf (Diakses pada 30 September


2023).

Anda mungkin juga menyukai