Anda di halaman 1dari 7

Assalamualaikum wr.

wb

Nama saya Siti Widia Farhah NIM 191420049 Kelas PBS 6 B Mata Kuliah Arbitrase Syariah
Dosen Pengampu Dr. H. Syaeful Bahri.,S.Ag.M.M

POINT 2 MENGENAL ARBITRASE SYARIAH

Pada kesempatan kali ini saya ingin membahas mengenai Mengenal Arbitrase Syariah, dimana
poin-poin pembahasan yang akan saya bahas yaitu mengenai para pihak, sifat , bebtuk isi

A. Para Pihak Arbitrase


B. Sifat
Perjanjian arbitrase adalah perjanjian yang berbentuk klausula arbitrase dinyatakan dalam
perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak sebelum timbul sengketa, atau
perjanjian arbitrase itu sendiri diajukan oleh para pihak setelah timbul sengketa dipahami
bahwa perjanjian arbitrase adalah perjanjian penilai, dan bukan dilampirkan ke unit
dengan akord mayor. Karena ada sebagai perjanjian tambahan, perjanjian arbitrase tidak
mempengaruhi pelaksanaan perjanjian utama. Tidak ada klausul arbitrase, pelaksanaan
perjanjian utama tidak dihalangi. Batalkan atau nonaktifkan Perjanjian Arbitrase tidak
membatalkan atau membatalkan perjanjian pohon. Namun dalam hal lain, perjanjian
pokok itu batal atau tidak berlaku, yaitu secara virtual membuat klausul arbitrase tidak
valid dan tidak mengikat.
Oleh karena itu jelas bahwa perjanjian arbitrase adalah perjanjian asosiasi yang berisi
spesifik tentang cara menghadapinya sengketa yang timbul dari perjanjian pokok. Apa
yang masih harus dilakukan? di bawah perjanjian arbitrase adalah persyaratan yang
tercantum Pasal sampai 1320 KUHPerdata tentang keadaan hukum suatu akord, yaitu:
1. Harus ada kesepakatan antara para pihak dalam Perjanjian Induk untuk
menyelesaikan perselisihan yang telah atau akan timbul melalui forum arbitrase non-
paksaan
2. Para pihak harus dapat menuntut, cukup umur dan tidak dalam tahanan;
3. Ini harus menjadi subjek tertentu, yaitu perjanjian itu sendiri
Ada motif atau sebab yang sah, yang berarti bahwa perjanjian arbitrase tidak
dapat bertentangan dengan hukum, untuk ketertiban umum dan kesusilaan.

i
C. Bentuk Arbitrase
Menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 bentuk arbitrase, memiliki dua bentuk
klausula arbitrase, yaitu:
1. Pactum de Compromittendo
Dalam pactum de compromittendo, para pihak mengikat kesepakatan akan
menyelesaikan perselisihan melalui forum arbitrase sebelum terjadi perselisihan yang
nyata. Bentuk klausula pactum de compromittendo ini diatur dalam pasal 7 Undang-
Udang No. 30 Tahun 1999 yang berbunyi: “Para pihak dapat menyetujui suatu
sengketa yang terjadi atau uang akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan
melalaui arbitrase” Cara pembuatan klausula pactum de compromittendo ada dua cara
yaitu dengan mencantumkan klausula arbitrase yang bersangkutan dalam perjanjian
pokok. Cara ini adalah cara yang paling lazim. Selain itu, klausula pactum de
compromittendo dapat dibuat terpisah dalam akta tersendiri.
2. Akta Kompromis
Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 akta kompromis diatur dalam
pasal 19 yang berbunyi:
a. Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah
sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu
perjanjian tertulis yang ditandatangai oleh para pihak.
b. Dalam para pihak tidak dapat menandatangati perjanjian tertulis sebagimana
dimaksud dalam ayat (1), perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam
bentuk akta notaris.
c. Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memuat:
1) Masalah yang dipersengketakan
2) Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak
3) Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majlis arbitrase
4) Tempat arbiter atau majlis arbiter mengambil keputusan
5) Nama lengkap sekretaris
6) Jangka waktu penyelesaian sengketa
7) Pernyataan kesediaan arbite

ii
8) Pernyataan kesediaan para pihak yang bersengketa untuk menanggun segala
biaya yang diperluakan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
d. Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) batal demi hukum
Perbedaan antara pactum de compromittendo dan akad kompromis hanya
terletak pada “saat” pembuatan perjanjian. Bila pactum de compromittendo dibuat
sebelum perselisihan terjadi, sedangkan akta kompromis dibuat setelah perselisihan
atau sengketa terjadi. Dari segi perjanjian diantaranya keduanya tidak ada perbedaan
D. Jenis-Jenis Arbitrase
Menurut Candra Irawan dalam bukunya yang berjudul Hukum Alternatif Penyelesaian
Sengketa Di Indonesia Edisi Revisi menuturkan bahwa dalam Undang-Undang No. 30
Tahun 1999 dan Konvensi Internasional, serta dalam praktiknya, Arbitrase terbagi
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu arbitrase institusional dan arbitrase ad hoc.
1. Arbitrase Institusional
Arbitrase jenis ini biasanya disebut juga arbitrase tetap, memiliki lembaga permanen
yang sengaja didirikan untuk menjadi lembaga permanen penyelesaian sengketa
arbitrase, baik itu dalam bingkai nasional maupun internasional.
Adapun lembaga-lembaga permanen Arbitrase, baik itu yang bersifat nasional
maupun internasional, yaitu sebagai berikut:
a. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
b. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
c. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI)
d. Court of Arbitration of International Chamber of Commerce (ICC International
Court Arbitration)
e. The International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID).
2. Arbitrase Ad Hoc
Arbitrase Ad Hoc atau Voluntary Arbitration merupakan suatu arbitrase yang
dibentuk secara insidental (jika sengketa terjadi) untuk menyelesaikan sengketa
tertentu dengan jangka waktu tertentu.
Kemudian apabila sengketa tersebut sudah diselesaikan, maka dengan sendirinya
arbitrase tersebut bubar atau membubarkan diri. Arbitrase jenis ini biasanya
digunakan oleh masyarakat hukum adat, sengketa perburuhan, dan ganti rugi.

iii
Menurut Gunawan Widjaja yang dikutip oleh Candra Irawan dalam Hukum Alternatif
Penyelesaian Sengketa Di Indonesia Edisi Revisi bahwa para pihak dapat mengatur
sendiri jalannya suatu arbitrase, mulai dari administrasinya, hingga arbiter yang akan
menjadi wasit dalam penyelesaian sengketa tersebut.
Namun dalam prakteknya, menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase Ad Hoc terdapat
beberapa kendala yang biasanya dijumpai, yaitu:
a. Kesulitan melakukan negosiasi dan menetapkan aturan prosedur arbitrase.
b. Kesulitan dalam merencanakan metode pemilihan arbitrase yang dapat diterima kedua
belah pihak.

Dengan alasan-alasan tersebut,sehingga pada akhirnya, jenis arbitrase yang digunakan


adalah Arbitrase Institusional.

E. Keunngulan dan Kelemahan


Pada bagian Umum UU Klarifikasi No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, terdapat beberapa keuntungan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dalam proses peradilan, yaitu:
1. Kerahasiaan sengketa sengketa antara para pihak terjamin;
2. keterlambatan yang disebabkan oleh masalah prosedural dan administratif dapat
dihindari
3. para pihak dapat memilih arbiter yang terlatih dan berpengalaman informasi yang
lengkap tentang masalah yang dipersengketakan, serta jujur dan adil
4. para pihak dapat memutuskan untuk memilih hukum penyelesaian masalah para pihak
dapat memilih tempat arbitrase
5. Putusan arbitrase adalah putusan yang mengikat para pihak dengan cara: Prosedur
sangat sederhana atau dapat dilakukan secara langsung.
Menurut Profesor Subekti, bagi dunia perdagangan atau bisnis, untuk menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase atau arbitrase, ada beberapa: Keuntungan dari adalah dapat
dilakukan dengan cepat, oleh para profesional, dan secara rahasia.
Sementara itu, HMN Purwosutjipto menyatakan pentingnya majelis arbitrase (arbitrase)
adalah:
1. Perselisihan dapat diselesaikan dengan cepat
2. Para arbiter terdiri dari para ahli di bidang sengketa yang diharapkan mampu
mengambil keputusan yang memuaskan para pihak
3. Putusan akan lebih sesuai dengan rasa keadilan para pihak
4. Keputusan majelis arbitrase akan dijaga kerahasiaannya dan tidak diungkapkan kepada
publik inilah yang diinginkan oleh para pengusaha.
Michael B. Metzger berpendapat mengenai penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini:
1. penyelesaian sengketa lebih cepat
2. mengurangi biaya dari segi waktu dan uang bagi para pihak

iv
3. Ketersediaan tenaga ahli, yang seringkali ahli di bidangnya perselisihan

Selain keuntungan di atas, arbitrase juga memiliki kelemahan, yaitu: masih sulit untuk
mencoba menegakkan putusan arbitrase, bahkan jika aturannya untuk menegakkan putusan
arbitrase nasional dan internasional sudah cukup jelas, hal ini terutama terjadi di Indonesia
sejak praktek arbitrase telah bekerja sejauh ini. Selain itu, di beberapa negara, proses hukum
mungkin lebih cepat dari proses arbitrase.

Beberapa kelemahan arbitrase adalah:

1. Arbitrase tidak diketahui secara luas, baik oleh masyarakat umum maupun masyarakat
umum komunitas bisnis, bahkan oleh civitas akademika itu sendiri. Suka Misalnya,
masih banyak orang yang tidak tahu tentang keberadaan dan kontribusi dari organisasi
seperti BANI, BASYARNAS dan P3BI.
2. Orang-orang belum cukup percaya pada mereka, jadi mereka masih malu-malu.
mengajukan kasus tersebut ke lembaga arbitrase. Bisa dianggap di antara beberapa
kasus yang telah diajukan dan diselesaikan oleh lembaga arbitrase yang ada.
3. Lembaga arbitrase tidak memiliki kekuatan atau otoritas yang memaksa melanjutkan
untuk melaksanakan keputusannya.
4. Ketidakpatuhan para pihak terhadap hasil penyelesaian dicapai dalam arbitrase, jadi
mereka biasanya memperbarui dengan dalam berbagai cara, baik melalui penahanan,
perlawanan, kesalahan dan seterusnya.
5. Tidak adanya pihak bisnis yang beretika. Sebagai mekanisme Selain peradilan, arbitrase
hanya dapat didasarkan pada etika bisnis, seperti: jujur dan adil.
F. Prosedur

Dalam hal terjadi perselisihan, penyelesaian dengan kesepakatan arbiter, prosedur yang

harus ditempuh adalah sebagai berikut

1. Permintaan arbitrase

Tahap pertama arbitrase dimulai dengan pengajuan permintaan arbitrase.

Dilampirkan pada surat permohonan harus salinan draft atau dokumen perjanjian,

khusus menyerahkan keputusan sengketa kepada arbiter atau majelis arbitrase (akta

perjanjian); atau perjanjian berisi ketentuan bahwa perselisihan yang timbul dari

perjanjian harus diselesaikan melalui arbitrase atau oleh majelis arbitrase (Pactum

The Compromitendo).

v
Dalam surat permohonan harus memuat (Pasal 38 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999)

a. Nama lengkap dan tempat tinggal dan tempat tinggal para pihak

b. Deskripsi singkat tentang perselisihan dengan bukti terlampir

2. Para pihak tidak menunjuk seorang arbiter

Jika para pihak tidak menunjuk seorang arbiter, maka oleh ketua arbitrase terpilih

akan menunjuk (membentuk) tim yang terdiri dari tiga arbiter yang akan meninjau

dan memutuskan perselisihan. Jika perselisihan dianggap sederhana dan mudah, itu

menunjuk seorang arbiter tunggal untuk meninjau dan memutuskan kasusnya.

3. Prosedur inspeksi dan waktu perpanjangan yang diminta berdasarkan UU No. 30

Tahun 1999, Para Pihak perusahaan dan perjanjian tertulis, dengan bebas

mendefinisikan metode (proses ujian) wasit digunakan dalam ujian selama tidak

bertentangan dengan UU No. 30 Tahun 1999. Demikian pula para pihak bebas

menentukan waktu dan tempat organisasi pemeriksaan atau percobaan, termasuk

arbiter dan majelis arbitrase.

Jika para pihak dalam jangka waktu paling lama 14 hari dengan bantuan satu atau lebih

penasihat ahli atau mediator gagal mencapai kesepakatan, atau mediator gagal menemukan

kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi arbitrase atau organisasi

penyelesaian sengketa alternatif untuk menunjuk seorang mediator.

a. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1981 Tentang Pengesahan Konvensi New York

pada tahun 1958.

b. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990 tentang Peraturan lebih lanjut tentang

pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing.

vi
vii

Anda mungkin juga menyukai