Anda di halaman 1dari 13

ARBITRASE.

By
Kelompok 5 :
Clara Roose Situmeang
Loviana Uli Manurung
Octavia Siregar
Sri Karina Br Sebayang

Kelas : A Pendidikan Akuntansi 2019


Pengertian Arbitrase 

Arbitrase adalah salah satu cara atau proses pemeriksaan, pemutusan dan penyelesaian
sengketa tidak menggunakan jalur pengadilan, namun berdasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat secara tertulis serta disepakati oleh para pihak lebih dari satu orang dan
pemecahannya akan didasarkan kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak.

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata
di luar pengadilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Perbedaan Arbitrase dengan Pengadilan

Perbedaan antara arbitrase dan pengadilan adalah apabila jalur pengadilan menggunakan satu peradilan
permanen, sedangkan arbitrase menggunakan forum tribunal yaitu forum yang dibentuk khusus untuk
kegiatan menyelesaikan sengketa yang terjadi. Dalam arbitrase, arbiter bertindak sebagai hakim dalam
mahkamah arbitrase, yang mana status hakim tersebut bersifat tidak permanen dan pembentukan-nya
semula dimaksudkan hanya untuk sementara waktu dan untuk menangani peristiwa tersebut.

Berikut definisi dan pengertian arbitrase dari beberapa sumber buku:


• Menurut Subekti (1992), arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim
atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk atau menaati keputusan yang
diberikan oleh hakim yang mereka pilih. 
• Menurut Abdurrasyid (1996), arbitrase adalah suatu proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan
yudisial seperti oleh para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada bukti-
bukti yang diajukan oleh para pihak. 
• Menurut Marwan dan Jimmy (2009), arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa perdata di luar
pengadilan umum yang hanya didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dimuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa. 
• Menurut Harahap (1991), arbitrase merupakan ikatan kesepakatan di antara para pihak, bahwa mereka
akan menyelesaikan perselisihan yang timbul dari perjanjian oleh badan arbitrase. Para pihak sepakat
untuk tidak mengajukan persengketaan yang terjadi ke badan peradilan
Jenis-jenis Arbitrase 
Menurut Emirzon (2011), berdasarkan eksistensi dan kewenangan untuk memeriksa dan
memutus sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa, terdapat dua jenis
arbitrase yaitu arbitrase institusional dan arbitrase adhoc. Adapun penjelasan dari dua
jenis arbitrase tersebut adalah sebagai berikut:
a. Arbitrase Institusional (Permanent) 
• Arbitrase Institusional merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen,
sehingga disebut juga permanentarbitralbody yaitu selain dikelola dan diorganisasikan
secara tetap, keberadaannya juga terus menerus untuk jangka waktu tidak terbatas. Ada
sengketa maupun tidak ada, lembaga tersebut akan tetap berdiri dan tidak akan bubar,
sekalipun setelah sengketa yang ditanganinya telah selesai diputus. Didirikannya
arbitrase ini dengan tujuan dalam rangka menyediakan sarana penyelesaian sengketa
alternatif di luar pengadilan.Arbitrase institusional pada umumnya dipilih oleh para
pihak sebelum sengketa terjadi, yang dituangkan dalam perjanjian arbitrase.
b. Arbitrase Adhoc (Volunteer) 
• Arbitrase Adhoc atau Volunteer merupakan bentuk alternatif dari arbitrase institusional.
Arbitrase adhoc adalah arbitrase yang tidak diselenggarakan atau tidak melalui suatu
badan atau lembaga arbitrase tertentu (institutionalarbitration). Arbitrase ini dilakukan
oleh tim-tim arbitrase yang sifatnya temporer dan hanya dibentuk secara insidential
untuk setiap sengketa yang terjadi. Para pihak dapat mengatur cara-cara pelaksanaan
pemilihan para arbiter, kerangka kerja prosedur arbitrase dan aparatur administratif dari
Menurut Harahap (2001), terdapat dua jenis perjanjian arbitrase, yaitu pactumdecompromittendo dan akta
komparis. Penjelasan kedua perjanjian arbitrase tersebut adalah sebagai berikut:
a. PactumDeCompromittendo 
Pactumdecompromittendo artinya kesepakatan setuju dengan keputusan arbiter. Adapun penjelasan atas
Pactumdecompromittendo diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999, yaitu: undang-
undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan
hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua
sengketa atau beda pendapat yang timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara
arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa.

b. Akta Kompromis 
Akta kompromis adalah perjanjian arbitrase yang dibuat setelah timbul perselisihan antara para pihak atau
dengan kata lain dalam perjanjian tidak diadakan persetujuan arbitrase. Lebih lanjut mengenai akta
kompromis diatur dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999, yaitu sebagai berikut:

1.Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan
mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. 
2.Dalam hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris. 
3.Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud harus memuat hal-hal sebagai berikut: a) Masalah yang
dipersengketakan; b) Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak; c) Nama lengkap dan tempat tinggal
arbiter atau majelis arbiter; d) Tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan; e) Nama
lengkap sekretaris; f) Jangka waktu penyelesaian sengketa; g) Pernyataan kesediaan dari arbiter; dan h)
Pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk
penyelesaian sengketa melalui arbitrase; 
4.Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) batal demi hukum.
Sumber Hukum Arbitrase 

a. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 


• Berdasarkan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dianut prinsip bahwa kekuasaan kehakiman
dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, dalam Pasal 58 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
ditegaskan, upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif
penyelesaian sengketa. Ketentuan tersebut menunjukkan adanya legalitas dan peran arbitrase dalam tata hukum Indonesia.

b. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa 
• Arbitrase yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999 merupakan cara penyelesaian suatu sengketa di luar pengadilan umum
yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya
sengketa mengenai hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas dasar kata sepakat.
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 tentang Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warga Negara Asing
Mengenai Penanaman Modal 
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 merupakan Persetujuan atas Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara
dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal (ConventionontheSettlementofInvesmentDisputesbetween States and
National ofOther States). Tujuan menetapkan persetujuan ratifikasi atas konvensi tersebut adalah untuk mendorong dan
membina perkembangan penanaman modal asing atau jointventure di Indonesia. Dengan pengakuan dan persetujuan atas
Konvensi tersebut, Indonesia menempatkan diri untuk tunduk pada ketentuan International Centre fortheSettlementof
Investment DisputesBetween States andNationalsofOther States (ICSID) yang melahirkan Dewan Arbitrase ICSID.
d. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang Pengesahan
ConventionontheRecognitionandEnforcementofForeignArbitralAward
• Peraturan lain yang menjadi sumber hukum berlakunya arbitrase di Indonesia adalah Keputusan Presiden
(Keppres) No. 34 Tahun 1981 yang ditetapkan tanggal 5 Agustus 1981. Ketentuan ini bertujuan untuk
memasukkan ConventionontheRecognitionandtheEnforcementofForeignArbitralAward atau yang lazim disebut
Konvensi New York 1958, ke dalam tata hukum di Indonesia.

e. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing 
• Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 1990 tanggal 1 Maret 1990, yang bertujuan untuk
mengantisipasi hambatan atau permasalahan pengakuan dan pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase asing.
Alasan dikeluarkannya Perma No. 1 Tahun 1990 tersebut adalah bahwa ketentuan-ketentuan hukum acara
perdata Indonesia sebagaimana diatur dalam HIR atau Reglemen Indonesia yang Diperbaharui dan Reglement
op deRechtsvordering (Rv) tidak memuat ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan putusan arbitrase asing.

f. UNCITRAL ArbitrationRules 
• Sumber hukum arbitrase lain yang sudah dimasukkan ke dalam sistem hukum nasional Indonesia adalah
UNCITRAL ArbitrationRules. UNCITRAL dilahirkan sebagai Resolusi sidang Umum PBB Tanggal 15
Desember 1976 (Resolution 31/98 Adoptedbythe General Assembly in 15 December 1976). Tujuan PBB
melahirkan UNCITRAL adalah untuk mengglobalisasikan dan menginternasionalisasikan nilai-nilai dan tata
cara arbitrase dalam menyelesaikan persengketaan yang terjadi dalam hubungan perdagangan internasional.
Keunggulan Arbitrase 
Para pihak di dalam Arbitrase dapat Para pihak juga dapat menetapkan
memilih Hakim yang diinginkan, hukum yang mana yang akan
diaplikasikan dalam pemeriksaan
sehingga dipandang dapat
sengketa, dan melalui hal ini dapat
menjamin netralitas dan keahlian ditekan rasa takut, was-was dan
yang diperlukan dalam ketidakyakinan mengenai hukum
menyelesaikan sengketa.  substansi dari negara. 

Kerahasiaan dalam proses penyelesaian melalui


Arbitrase akan melindungi para pihak dari
pengungkapan kepada umum mengenai segala
sesuatu hal yang dapat merugikan. Selain itu proses
penyelesaian Arbitrase seringkali dipandang sebagai
penyelesaian sengketa yang lebih efisien dalam
biaya maupun waktu pelaksanaannya, jika
dibandingkan penyelesaian melalui Peradilan umum.

Arbiter pada umumnya memiliki Penyelesaian melalui Arbitrase


kearifan dalam memeriksa dipandang lebih cepat jika penyelesaian
sengketa melalui Peradilan umum,
sengketa, menyelesaikan dan
karena penyelesaian melalui Arbitrase di
menerapkan prinsip hukum serta berikan batas waktu paling lama 180
pertimbangan-pertimbangan (seratus delapan puluh) hari sejak
hukum. Arbitrase terbentuk.
Kelemahan Arbitrase
Bahwa untuk mempertemukan kehendak Dalam arbitrase tidak dikenal adany
para pihak yang bersengketa kepada
preseden hukum atau keterikatan
arbitrase tidaklah mudah, karena kedua
kepada putusan-putusan arbitrase
pihak harus sepakat terlebih dahulu
sebelumnya. Maka adalah logis adan
padahal untuk mencapai kesepakatan
atau persetujuan itu kadang-kadang kemungkinan timbulnya keputusan
memang sulit.  keputusan yang saling berlawanan

Arbitrase ternyata tidak memberikan


jawaban yang definitif terhadap
semua sengketa hukum.

Keputusan arbiter selalu bergantung


kepada bagaimana mengeluarkan Arbitrase dapat berlangsung lama
keputusan yang memuaskan keinginan
dan karenanya membawa akibat
para pihak. Karena hal ini pula timbul
adanya pernyataan populer tentang biaya yang tinggi, terutama dalam
arbitrase, yaitu: anarbitrationis a good as hal arbitrase luar negeri.
arbitrators.
Kesepakatan Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase harus disetujui oleh pihak kedua terlebih dahulu. Perjanjian untuk review
menyelesaikan Sengketa through arbitrase mengikuti Peraturan Yang Telah diatur hearts Pasal 1320 KUHPerdata
 Mengenai Syarat sahnya perjanjian.
Pendaftaran dan Permohonan Arbitrase
Berdasarkan Pasal 8 ayat 2 
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Aternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase),
arbitrase yang dilakukan secara tertulis dan lengkap berisi informasi tentang nama dan alamat Pemohon dan
Termohon; penunjukan klausula arbitrase yang berlaku pada perjanjian; perjanjian yang menjadi persetujuan; dasar
peraturan; jumlah yang dituntut; cara meminta sengketa yang dikehendaki; dan pengajuan jumlah arbiter yang
dikehendaki.
Penunjukan Arbiter
Merujuk pada UU Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2, Pemohon dan Termohon dapat memiliki perjanjian tentang
arbiter. Kesepakatan ini dikirimkan pada arbitrase yang disampaikan Pemohon dan dalam jawaban Termohon. Forum
arbitrase dapat dipimpin oleh hanya satu orang arbiter (arbiter tunggal) atau majelis, sesuai dengan kesepakatan
kedua belah pihak. Jika dalam waktu 14 hari tidak ditemukan kesepakatan antara para pihak, maka Ketua Pengadilan
dapat melakukan pengangkatan arbiter tunggal. Keputusan ini kemudian akan mengikat kedua belah pihak.
Respon Termohon dan Tuntutan Balik (Rekonvensi)
Setelah disetujui, pengurus Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) akan memeriksa dan memutuskan apakah
BANI memang meminta untuk melakukan pemeriksaan sengketa. Kemudian sekretariat BANI akan mengirimkan
permohonan arbitrase Pemohon dan dokumen lampiran lainnya untuk disampaikan kepada Termohon. Termohon
memiliki waktu 30 hari untuk memberikan jawaban, dan dapat diperpanjang hingga 14 hari.
Jawaban tersebut, Termohon dapat melampirkan data dan bukti lain yang relevan terhadap kasus yang
dipersengketakan untuk permohonan verifikasi balik atau disebut sebagai rekonvensi. Tuntutan balik ini dapat
disertakan bersama jawaban Termohon.
Sidang Pemeriksaan
Pada proses pemeriksaan arbitrase, dilaksanakan disetujui yang telah diatur dalam undang-undang. Pengaturan ini
antara lain: pemeriksaan dilakukan secara tertutup, menggunakan Bahasa Indonesia, harus dibuat secara tertulis, dan
mendengarkan pernyataan dari para pihak.
Putusan akhir paling lama ditetapkan dalam kurun waktu 30 hari sejak ditutupnya persidangan.
Contoh Bedah Kasus Arbitrase

Arbitrase Pertamina dan PT. Lirik Petroleum: Antara pelaksanaan dan membatalkan di Indonesia
13 Juni 2009 Oleh: Farid Hanggawan
Pada tanggal 27 Februari 2009, arbitrator (dalam UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase menggunakan peristilahan "arbiter") dari
IntermationalChamberofCommerce (ICC) di Paris, Perancis, dalam final award memutuskan bahwa Pertamina dan Pertamina EP diharuskan
membayar ganti rugi 34,49 juta dollar AS atau sckitar Rp 344,9 miliar kepada PT.LirikPetroleum.PT.Lirik Petroleum adalah mitra Pertamina
dalam pengelolaan lapangan Lirik lewat mekanisme badan operasi bersama atau joinoperatingbody (JOB) pada tahun 1995. Kasus ini berawal
pada tahun 1995-1996 yang pada waktu itu Pertamina, selain bertindak sebagai "pemain", juga sebagai Regulator (yang setelah keluarnya UU saat
itu PT. Lirik Petroleum mengajukan rencana pengembangan (Plan of Development/POD) kepada Pertamina terhadap 4 lapanganminyak, yaitu
North Pulai, South Pulai. Molek, dan Lirik. Dari keempat lapangan minyak tersebut, hanya Lirik yang menurut penilaian Pertamina komersial.
Penentuan komersialitas ini perlu karena nantinya Pemerintah yang akan membayar costrecovery terhadap PT. Lirik Petroleum. 2001 tentang
Migas hinggasaat ini dilakukan oleh BP Migas).
• -Putusan Arbitrase Internasional diterbitkan dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang
alokasi hukum perdagangan. Putusan arbitrase dalam kasus ini merupakan putusan atas permohonan ganti rugi oleh PT. Lirik Petroleum dalam
bidang kegiatan hulu migas yang ada di dalam klasifikasi hukum di Indonesia.
• -Putusan Arbitrase Internasional disetujui dalam huruf a hanya dapat dilakukan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak dapat dibandingkan
dengan ketentuan umum. Masalah ketertiban umum (Kebijakan Publik / Publik) adalah sesuatu yang sudah cukup lama diperdebatkan oleh para
ahli hukum, khususnya dalam hukum perdata internasional. Tidak ada ketentuan yang baku tentang batasan-batasan umum yang bisa
menimbulkan polemik yang berkepanjangan. Pasal 4 ayat (2). Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Putusan Arbitrase. Apakah pertanyaan itu? Jauh lebih baik dibandingkan dengan sendi-sendi itu? Beberapa ahli hukum menyatakan bahwa dengan
ditabraknya sendi-sendi pada suatu negara maka akan menimbulkan kegoncangan yang luar biasa hebat dari suatu negara. Adanya putusan dari
arbitrase yang meminta Pertamina dan Pertamina EP membayar ganti rugi untuk PT. Lirik Petroleum diterbitkan masih terlalu jauh untuk disetujui
sebagai putusan yang menggoncangkanssendi-sendi terjamin Indonesia.
• -Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia, namun setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Pada tanggal 21 April 2009 PT. Lirik Petroleum meminta untuk melaksanakan putusan arbitrase. Termohon yaitu Pertamina dan Pertamina.
EP. Memperhatikan penjelasan sebelumnya yang mana arbitrase ini dapat dijelaskan merupakan arbitrase internasional maka pasal ini tidak
berlaku dalam kasus ini, karena pasal 59 ayat (1) masuk ke dalam BAB IV Bagian Pertama dari UU 30/1999 tentang Arbitrase Nasional. Atas
dasar hal tersebut maka arbitrase dalam pasal 59 (1) adalah arbitrase nasional. Sehingga PT lirik petroleum tidakterikat oleh pasal tersebutuntuk
kapan mendaftar putusan arbitrase tersebut.
Sementara pihak Pertamina dan Pertamina EP menyatakan akan mengajukan pembatalan atas dasar putusan arbitrase yang bertentangan dengan
ketertiban umum, melawan asas ultra petita, mengandung cacat kontroversi, serta bertentangan dengan Pasal 59 (1) huruf a No.30 / 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa . Harus dibedakan mana pembatalan (pembatalan) dan penolakan (pembatalan), karena terkait
dengan hukum yang berbeda, pembatalan harus diterima putusan tersebut sementara disetujui tidak dapat dilaksanakannya putusan, tetapi putusan
tersebut tetap ada.
Referensi Dan Sitiasi
• Subekti. 1992. Arbitrase Perdagangan. Bandung: Bina Cipta.
• Abdurrasyid, H. Priyatna. 1996. Penyelesaian Sengketa Komersial Nasional dan
Internasional di luar Pengadilan. Semarang: Makalah. 
• Marwan, M. dan Jimmy, P. 2009. Kamus Hukum. Surabaya: Reality Publisher.
• Harahap, M. Yahya. 1991. Arbitrase. Jakarta: Pustaka Kartini.
• Harahap, M. Yahya. 2001. Arbitrase Ditinjau dari Reglemen Acara Perdata (Rv),
Peraturan Prosedur Bani, Internasional Centre for the Settlement of Investment
disputes, UNICITRAL Arbitration Rules. Jakarta: Sinar Grafika.
• Basarah, Moch. 2011. Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase
Tradisional dan Modern (Online). Bandung: Genta Publishing
• .Emirzon, Joni. 2011. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama..

Anda mungkin juga menyukai