MATA KULIAH
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
DOSEN PENGAMPU :
Drs. DAITIN TARIGAN, M.Pd
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tugas CRITICAL
BOOK REPORT, mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Penulis juga
berterima kasih kepada Bapak Dosen (Drs. Daitin Tarigan, M.Pd) selaku
dosen pengampu mata kuliah Perkembangan Peserta Didik, yang telah
membimbing penulis dalam hal penyelesaian tugas ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................II
DAFTAR ISI..................................................................III
BAB I PENDAHULUAN.....................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................2
3.1 KESIMPULAN..........................................................................34
3.2 SARAN..................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA........................................................35
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
No : ISBN 979-412-018-9
Edisi : Edisi ke - 4
6. Memilih dan Memilih pekerjaan Kuat dan tangkas Minat utama tertuju
menyiapkan yang memerlukan untuk memilih dan pada pemilihan dan
lapangan pekerjaan. kemampuan serta menyiapkan diri mempersiapkan
mempersiapkan memperoleh lapangan pekerjaan.
pekerjaan. lapangan pekerjaan. Prestasi disekolah, apa
yang dicita – citakan,
kemana akan
melanjutkan
pendidikan, dapat
menjadi gambaran
tentang lapangan
pekerjaan yang
diminatinya.
BAB V
KEBUTUHAN DAN PERBEDAAN KEBUTUHAN REMAJA
5.1 Teori Kebutuhan
Dikemukakan oleh Abraham H. Maslow, bahwa manusia sebagai makhluk yang tidak
pernah berada dalam keadaan sepenuhnya puas. Hierarki kebutuhan dari yang paling dasar
sampai yang paling tinggi, yaitu :
1. Kebutuhan fisiologi.
2. Kebutuhan ingin rasa aman.
3. Kebutuhan rasa memiliki dan kasih sayang.
4. Kebutuhan penghargaan.
5. Kebutuhan ingin rasa tahu.
6. Kebutuhan estetik.
7. Kebutuhan pertumbuhan, dan
8. Kebutuhan aktualisasi diri.
Pemenuhan suatu kebutuhan di bawahnya akan mendasari dan mendorong
pemenuhan
kebutuhan yang lebih tinggi manakala kebutuhan di bawahnya atau kebutuhan yang lebih
dasar sudah terpenuhi lebih dahulu, namun dapat saja bersifat dinamis dan terjadi improvisasi
dari hierarki yang ada.
5.2 Kebutuhan Remaja Dalam Perkembangannya.
Tujuh kebutuhan khusu remaja, yaitu :
1. Kebutuhan akan kasih sayang.
2. Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok.
3. Kebutuhan untuk berdiri sendiri yang dimulai sejak usia lebih muda (remaja awal).
4. Kebutuhan untuk berprestasi.
5. Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain.
6. Kebutuhan untuk dihargai.
7. Kebutuhan memperoleh falsafah hidup yang utuh.
Wujud – wujud tingkah laku sebagai pernyataan kebutuhan yang menonjol kiranya perlu
diingat bahwa :
1. Banyak kebutuhan – kebutuhan yang dapat melahirkan wujud – wujud perubahan
yang sama.
2. Banyak wujud – wujud perbuatan yang dilahirkan oleh kebutuhan – kebutuhan yang
sama.
3. Kebutuhan – kebutuhan itu saling berkaitan satu sama lain.
5.3 Perbedaan Kebutuhan Remaja Usia Sekolah Menengah
Kebutuhan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu factor internal dan factor eksternal. Factor
internal adalah factor yang mempengaruhi kebutuhan dari dalam diri individu, atau tujuannya
ada dalam kegiatan itu sendiri. Sedangkan factor eksternal adalah factor yang mempengaruhi
kebutuhan individu dari luar, atau tujuan suatu kegiatan berada di luar kegiatannya itu
sendiri.
Menurut Murray, kebutuhan yang dominan pada usia sekolah menengah adalah :
1. Need For Affiliation (n Aff), adalah kebutuhan utnuk berhubungan dengan orang lain.
2. Need For Aggreession (n Agg), yaitu kebutuhan untuk melakukan tindakan kekerasan,
meyerang pandangan yang berbeda, yang menyebabkan anak remaja suka melakukan
tawuran / perkelahian.
3. Autonomy Needs (n Aut), yaitu kebutuhan untuk bertindak secara mandiri.
4. Counteraction, yaitu kebutuhan untuk mencari bentuk yang berbeda dari yang telah
mapan, seperti sebagai oposisi.
5. Needs For Dominance (n Dom), atau kebutuhan mendominasi, yaitu kebutuhan untuk
menguasai lingkungan manusia, membantah pendapat orang lain, hingga mendiktekan
apa yang harus dikerjakan oleh orang lain.
6. Exhibition (n Exh) atau kebutuhan pamer diri, yaitu kebutuhan untuk memamerkan
diri, menarik perhatian orang lain, dorongan untuk menceritakan keberhasilannya.
7. Sex, yaitu kebutuhan utnuk membangun hubungan yang bersifat erotis.
Melihat kajian di atas, seorang guru semestinya peka terhadap kebutuhan siswanya,
guru dapat menciptakan suasana kelas yang demokratis, merencanakan pembelajaran
yang bervariasi, serta mengadakan hubungan atau komunikasi dengan menggunakann
pendekatan pribadi.
BAB VI
PERKEMBANGAN KONSEP DIRI
6.1 Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang mencakup keyakinan. Pandangan
dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri dapat digambarkan sebagai
system operasi yang menjalankan computer mental yang mempengaruhi kemampuan berpikir
seseorang.
Dengan konsep diri yang jelek / negative akan mengakibatkan tumbuh rasa tidak
percaya diri, takut gagal sehingga tidak berani mencoba hal – hal yang baru dan menantang,
merasa diri bodoh, rendah diri, merasa diri tidak berguna, pesimis, serta berbagai perasaan
dan perilaku inferior lainnya.
6.2 Dimensi Konsep Diri
Terdapat 3 dimensi konsep diri :
1. Pengetahuan adalah apa yang kita ketahui tentang diri sendiri atau penjelasan dari
“siapa saya” yang akan memberi ganbaran tentang diri saya. Persepsi kita tentang diri
kita sering kali dengan kenyataan andanya diri kita yang sebenar-nya. Gambaran yang
kita berikan tentang diri kita juga tidak bersifat permanen.
2. Harapan, kita mempunyai sejurnal pandangan tentang kemungkinan menjadi apa kita
di masa mendatang. Singkatnya, kita juga mempunyai pengharapan diri kita sendiri.
Pengharapan ini merupakan diri-ideal (self-ideal) atau diri yang di cita-citakan. Cita-cita
akan menentutan konsep diri anda dan menjadi faktor paling penting dalam
menentukan perilaku. Cita-cita diri yang terlalu tinggi akan seseorang akan mengalami
stres atau kekecewaan. Sebaiknya, cita-cita diri yang terlalu rendah, akan
menyebabkan kurangnya kemauan seseorang untuk mencapai suatu prestasi atau
tujuan yang sebenarnya ia mampu meraihnya.
3. Penilaian, dimensi penilaian diri sendiri merupakan pandangan kita tentang harga atau
kewajaran kita sampai pribadi. Orang yang hidup dengan standar dan harapan-
harapan untuk dirinya sendiri – yang menyukai siapa dirinya, apa yang sedang
dikerjakannya, dan akan kemana dirinya – akan memiliki rasa harga diri yang tinggi
(high self-estee). Sebaliknya, orang yang terlalu dari standard an harapan-harapan
akan memiliki rasa harga diri yang rendah (low self-esteem). Dengan demikian dapat
dipahami bahwa penilaian akan membentuk penerimaan terhadap diri (self-
acceptance), serta harga diri (self-esteem) seseorang.
a. Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat,
merasa salah dimengerti dan bernasip kurang baik cenderung berperilaku kurang
dapat menyesuaikan diri.
b. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun
perbedaan yang menambah daya tarik fisik.
c. Nama dan julukan
Remaja peka dan akan terasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya
buruk atau bila mereka memberi nama julukan (label) yang bernada cemoohan.
d. Hubungan keluarga
Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seseorang anggota
keluarga akan mengidentifikasi diri dengan ini dan ingin mengembangkan pola
kepribadian yang sama.
e. Teman-teman sesama
Konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman
tentang dirinya dan keduanya, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkian ciri-
ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.
f. Kretifitas
Semasa kanak-kanak remaja didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas
tugas akademis yang memberikan pengaruh baik pada konsep dirinya. Remaja yang
sejak awal masa kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan
kurang mempunyai perasaan identitas dan individualitas.
g. Cita-cita
Remaja yang mempunyai cita-cita yang tidak realistic akan mengalami kegagalan.
Remaja yang realistic tentang kemampuannya lebih banyak mengalami keberhasilan
dari pada kegagalan.
6.4 Perkembangan Konsep Diri Remaja
Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir, namun terbentuk melalui proses
belajar yang berlangsung sejak masa pertumbuhan hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman,
dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan
konsep diri seseorang.
6.5 Karakteristik Konsep Diri Remaja (SMP-SMA)
Santrock (1998) menyebutkan sejumlah karakteristik penting perkembangan konsep
diri pada masa remaja, yaitu :
1. Abstrack and idealistic. Pada masa remaja, anak-anak lebih mungkin membuat
gambaran tentang diri mereka dengan kata-kata yang abstrak dan idealistic
2. Differentiated. Remaja lebih mungkin untuk mengambarkan dirinya sesuai dengan
konteks atau situasi yang semakin terdiferensiasi. Dibanding dengan anak-anak,
remaja lebih mungkin memahami bahwa dirinya memiliki ciri – ciri yang berbeda –
beda (differentiated selves), sesuai dengan peran atau konteks tertentu.
3. Contradictions within the self. Harter menemukan bahwa terdapat sejumlah istilah
yang kontradiktif yang digunakan remaja dalam mendeskripsikan dirinya.
4. The fluctiating self. Sifat fluktuasi dari diri remaja tersebut dengan metafora “the
barometric self” (diri barometik).
5. Real and ideal, live and false selves. Kemampuan untuk menyadari adanya perbedaan
antara diri yang nyata (real self) dengan diri yang ideal (ideal self) menunjukkan
adanya peningkatan kemampuan kognitif mereka. Adanya perbedaan yang terlalu jauh
antara diri yang nyata dengan diri ideal menunjukkan ketidakmampuan remaja untuk
menyesuaikan diri. Remaja cenderung menunjukkan diri yang palsu ketika berada di
lingkungan teman – teman sekelasnya. Namun, ketika berada bersama teman – teman
dekatnya kecil kemungkinan remaja menunjukkan dirinya yang palsu.
6. Social comparison. Dibandingkan dengan anak – anak remaja lebih sering
menggunakan social comparison (perbandingan social) untuk mengevaluasi diri
mereka sendiri. Menurut remaja, perbandingan social itu tidaklah diinginkan.
7. Self – conscious. Remaja menjadi lebih intropektif, yang mana hal ini merupakan
bagian dari kesadaran diri mereka dan bagian dari eksplorasi diri.
8. Self – protective. Dalam upaya melindungi dirinya, remaja cenderung menolak adanya
karakteristik negative dalam diri mereka. Gambaran diri yang positif seperti menarik,
suka bersenang – senang, sensitive, penuh kasih sayang, dan ingin tahu, lebih sering
disebutkan sebagai bagian inti dari diri remaja yang penting.
9. Unconscious. Remaja yang lebih tua, lebih yakin akan adanya aspek – aspek tertentu
dari pengalaman mental diri mereka yang berada di luar kesadaran atau control
mereka dibandingkan dengan remaja yang lebih muda.
10. Self – integration. Remaja yang lebih tua, lebih mampu mendeteksi adanya ketidak
konsistenan dalam gambaran diri mereka pada masa sebelumnya ketika ia berusaha
untuk mengkontruksikan teori mengenai diri secara umum atau suatu pemikiran yang
terintegrasi dan identitas.
6.6 Konsep Diri dan Perilaku
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah laku seseorang.
Perilaku individu akan selaras dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila
individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan
untuk melakukan suatu tugas, makan selurruh perilakunya akan menunjukkan ketidak
mampuannya tersebut.
6.7 Konsep Diri dan Prestasi Belajar
Sejumlah ahli psikolagi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep diri dan prestasi
belajar mempunyai hubungan yang erat. Siswa yang mempunyai konsep diri yang positif,
memperlihatkan prestasi yang baik di sekolah, atau siswa yang berprestasi tinggi di
sekolah memilliki penilaian diri yang tinggi, serta menunjukkan hubungan antar pribadi
yang positif pula. Meraka menentukan target prestasi belajar yang realitas dan
mengarahkan kecemasan akademis dengan belajar keras dan tekun. Kelompok berprestasi
kurang (underachievers). Siswa yang tergolong underachiever mempunyai konsep diri
yang negatif, serta memperlihatkan beberapa karakteristik kepribadian; 1) mempunyai
perasaan dikritik, ditolak, dan diisolir; 2) melakuakan mekanisme pertahanan diri dengan
cara menghindar dan bahkan bersikap menentang; 3) tidak mampu mengekspresikan
perasaan dan perilakunya.
Siswa yang memandang dirinya negatif ini, pada giliran-nya akan menganggap
keberhasilan yang dicapai bukan karena kemampuan yang dimilikinya, melaikan lebih
meraka kebetulan atau karena faktor keberuntungan saja. Lain dengan siswa yang
memandang dirinya positif akan menganggap keberhasilan adalah ssebagai hasil kerja
keras dan karena faktor kemampuannya.