Arbitrase
Istilah arbitrase berasal dari kata Arbitrare (bahasa Latin) yang berarti
kekuasaan
untuk
menyelesaikan
sesuatu
perkara
menurut
kebijaksanaan. Definisi secara terminologi dikemukakan berbeda-beda
oleh para sarjana saat ini walaupun pada akhirnya mempunyai inti makna
yang sama.
Subekti menyatakan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan
persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan
yang diberikan oleh hakim yang mereka pilih1.
H. Priyatna Abdurrasyid menyatakan bahwa arbitrase adalah suatu proses
pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara yudisial seperti oleh
para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada
bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak2.
H.M.N. Purwosutjipto menggunakan istilah perwasitan untuk arbitrase
yang diartikan sebagai suatu peradilan perdamaian, di mana para pihak
bersepakat agar perselisihan mereka tentang hak pribadi yang dapat
mereka kuasai sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak
memihak yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya mengikat
bagi kedua belah pihak.
Pada dasarnya arbitrase adalah suatu bentuk khusus Pengadilan. Poin
penting yang membedakan Pengadilan dan arbitrase adalah bila jalur
Pengadilan (judicial settlement) menggunakan satu peradilan permanen
atau standing court, sedangkan arbitrase menggunakan forum tribunal
yang dibentuk khusus untuk kegiatan tersebut. Dalam arbitrase, arbitrator
bertindak sebagai hakim dalam mahkamah arbitrase, sebagaimana
hakim permanen, walaupun hanya untuk kasus yang sedang ditangani.
Menurut Frank Elkoury dan Edna Elkoury, arbitrase adalah suatu proses
yang mudah atau simple yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang
ingin agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan
Adanya kesepakatan untuk menyerahkan penyelesaian sengketasengketa, baik yang akan terjadi maupun telah terjadi kepada seorang
atau beberapa orang pihak ketiga di luar peradilan umum untuk
diputuskan;
2.
3.
Kolonial Hindia Belanda masih tetap berlaku, karena hingga saat ini
belum diadakan pengantinya yang baru sesuai dengan Peraturan
Peralihan UUD 1945 tersebut.
3
4
Pasal80UUNo.14Tahun1985tentangMahkamahAgung
Satu-satunya
Pasal 22 ayat (2) dan (3) UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing Dalam hal ini Pasal 22 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1967
menyatakan: Jikalau di antara kedua belah pihak tercapai
persetujuan mengenai jumlah, macam,dan cara pembayaran
kompensasi tersebut, maka akan diadakan arbitrase yang
putusannya mengikat kedua belah pihak. Pasal 22 ayat (3) UU No.
1 Tahun 1967 : Badan arbitrase terdiri atas tiga orang yang dipilih
oleh pemerintah dan pemilik modal masing-masing satu orang, dan
orang ketiga sebagai ketuanya dipilih bersama-sama oleh
pemerintah dan pemilik modal. UU No. 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing kemudian dicabut dan digantikan dengan
UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pada Pasal 32
menyatakan :
5
(2)
Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian
sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Obyek Arbitrase
Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar
pengadilan melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa lainnya) menurut Pasal 5 ayat (1) UU No. 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, hanyalah
sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum
dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa.
Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan,
perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik
intelektual. Sementara itu Pasal 5 ayat (2) UU No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, memberikan perumusan
negatif bahwa sengketa-sengketa yang dianggap tidak dapat diselesaikan
melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundangundangan tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam
KUH Perdata Buku III bab kedelapan belas Pasal 1851 s/d 1854.
Jenis Arbitrase
Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase
melalui badan permanen (institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan
berdasarkan aturan-aturan yang sengaja dibentuk untuk tujuan arbitrase,
misalnya UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL Arbitarion Rules. Pada umumnya
arbitrase ad-hoc ditentukan berdasarkan perjanjian yang menyebutkan
penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang disepakati
oleh para pihak. Penggunaan arbitrase Ad-hoc perlu disebutkan dalam
sebuah klausul arbitrase.
Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh
berbagai badan arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka
tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase yang
dikeluarkan oleh badan- badan arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional
Nation
Comission
of
Referensi :
Gatot Soemartono. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2006).
UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa;
Subekti, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Bandung, 1992;
Budhy Budiman, Mencari Model Ideal penyelesaian Sengketa, Kajian
Terhadap Praktik Peradilan Perdata Dan undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999, http://www.uika- bogor.ac.id/jur05.htm