Anda di halaman 1dari 19

ARBITRASE

PENGERTIAN ARBITRASE

Secara Etimologi :

Kata arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin), arbitrage (belanda),


arbitration (inggris), schiedspruch (jerman), dan arbitrage (prancis), yang
berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau
damai oleh arbiter atau wasit.
Pengertian Arbitrase
Menurut KBBI [Kamus Besar Bahasa Indonesia]

Usaha Perantara Dalam Meleraikan Sengketa

Dalam hal ini:


Ada Perantara = Arbiter / Majelis Arbitrase
Pengertian

Arbitrase adalah suatu proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan


secara yudisial seperti oleh para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya
akan didasarkan kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak-pihak. -
H. Priyatna Abdurrasyid
Pengertian

Suatu proses yang mudah dan simpel yang dipilih oleh para piahak secara
sukarela yang ingin perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai
dengan pilihan mereka dimana keputusan berdasarkan dalil-dalil dalam
perkara tersebut secara final dan mengikat. - Frank Elkoury dan Edna
Elkoury
Pengertian

Penyelesaian suatu perselisihan (perkara) oleh seseorang atau beberapa orang


wasit ( arbiter) yang bersama sama di tunjuk oleh para pihak yang berperkara
dengan tidak di selesaiakn lewat pengadilan. - R. Subekti
Pengertian
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa

 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa di luar peradilan umum yang berdasarkan pada
perjanjian arbitrase secara tertulis oleh para para pihak yang bersengketa. 

 Dari definisi tersebut, ada 3 hal yang dapat dikemukakan dari definisi yang diberikan :
A. Arbitrase merupakan salah satu bentuk perjanjian
B. Perjanjian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis
C. Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa yang
dilaksanakan di luar pengadilan umum.
RUANG LINGKUP MENURUT
UU NO. 30 TAHUN 1999 Pasal 66 huruf b UU No. 30/1999,
disebutkan yang dimaksud dengan
ruang lingkup hukum perdagangan
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui adalah kegiatan-kegiatan antara lain
arbitrase hanya sengketa di bidang bidang :
perdagangan dan mengenai hak yang
menurut hukum dan peraturan perundang- a. Perniagaan
undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak b. Perbankan
yang bersengketa
c. Keuangan
d. penanaman modal industri
e. hak kekayaan intelektual.
SEJARAH
ARBITRASE
Arbitrase di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari
sejarah arbitrase di negeri Belanda

Sebenarnya, sejak zaman pemerintahan Hindia


Belanda, telah terdapat landasan hukum untuk dapat
menggunakan sistem pemeriksaan perkara lewat
arbitrase secara Prosedural, sementara secara
material, dasar hukum berlakunya arbitrase adalah
lewat prinsip kebebasan berkontrak seperti terdapat
dalam Pasal 1320 Juncto Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata
Sejarah Arbitrase
Arbitrase diperkenalkan di Indonesia bersamaan
dengan dipakainya Reglement op de
Rechtsvordering (RV) dan Het Herziene
Indonesisch Reglement (HIR) ataupun
Rechtsreglement Bitengewesten (RBg), karena
semula Arbitrase ini diatur dalam pasal 615 s/d 651
reglement of de rechtvordering.
Merujuk pada sumber-sumber hukumnya, yakni :

a. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945


Menentukan bahwa “semua peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama
belum diadakan yang baru menurut UUD ini.” Demikian pula halnya dengan HIR
yang diundangkan pada zaman Kolonial Hindia Belanda masih tetap berlaku, karena
hingga saat ini belum diadakan pengantinya yang baru sesuai dengan Peraturan
Peralihan UUD 1945 tersebut.

b. Pasal 377 HIR dan 705 RBg


Ketentuan mengenai arbitrase dalam HIR tercantum dalam Pasal 377 HIR atau Pasal
705 RBg yang menyatakan bahwa : “Jika orang Indonesia atau orang Timur Asing
menghendaki perselisihan mereka diputus oleh juru pisah atau arbitrase maka
mereka wajib memenuhi peraturan pengadilan yang berlaku bagi orang Eropa”.

11
c. Pasal 615 s/d 651 RV
Peraturan mengenai arbitrase dalam RV tercantum dalam Buku ke Tiga Bab Pertama
Pasal 615 s/d 651 RV, yang meliputi :
1) Persetujuan arbitrase dan pengangkatan para arbiter (Pasal 615 s/d 623 RV)
2) Pemeriksaan di muka arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
3) Putusan Arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
4) Upaya-upaya terhadap putusan arbitrase (Pasal 641 s/d 674 RV)
5) Berakhirnya acara arbitrase (Pasal 648-651 RV)

d. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970


tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Setelah Indonesia merdeka, ketentuan yang tegas memuat pengaturan lembaga
arbitrase dapat kita temukan dalam memori penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14
tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang
menyatakan “ Penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau
melalui wasit atau arbitrase tetap diperbolehkan”.

12
e. Pasal 80 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Memberlakukan UU No. 1/1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan
Mahkamah Agung Indonesia. UU No. 1/1950 menunjuk Mahkamah Agung sebagai
pengadilan yang memutus dalam tingkat yang kedua atas putusan arbitrase mengenai
sengketa yang melibatkan sejumlah uang lebih dari Rp. 25.000,- (Pasal 15 Jo. Pasal 108
UU No. 1/1950)

f. Pasal 22 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing
● Dalam hal ini Pasal 22 ayat (2) UU No. 1/1967 menyatakan: “Jikalau di antara kedua
belah pihak tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam,dan cara pembayaran
kompensasi tersebut, maka akan diadakan arbitrase yang putusannya mengikat
kedua belah pihak”.
● Pasal 22 ayat (3) UU No. 1/1967 : “Badan arbitrase terdiri atas tiga orang yang
dipilih oleh pemerintah dan pemilik modal masing-masing satu orang, dan orang
ketiga sebagai ketuanya dipilih bersama-sama oleh pemerintah dan pemilik modal”.
13
g. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 tentang Penyelesaian
Perselisihan Antara Negara Dan Warganegara Asing Mengenai
Penanaman Modal
Dengan undang-undang ini, dinyatakan bahwa pemerintah mempunyai wewenang
untuk memberikan persetujuan agar suatu perselisihan mengenai penanaman modal
asing diputus oleh International Centre for the Settlement of Investment Disputes
(ICSID) yang ada di Wasington.

h. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981


Pemerintah Indonesia mengesahkan “Convention On the Recognition and
Enforcement of Foreign Arbitral Awards” disingkat New York Convention (1958),
yaitu Konvensi Tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Luar Negeri,
yang diadakan pada tanggal 10 Juni 1958 di New York, yang diprakarsai oleh PBB

14
i. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Putusan Arbitrase Asing
Dengan disahkannya Konvensi New York dengan Kepres No. 34/1981, Mahkamah Agung
mengeluarkan PERMA No. 1/1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing,
yang berlaku sejak tanggal di keluarkan, yakni: 1 Maret 1990

j. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian


Sengketa
Sebagai ketentuan yang terbaru, yang mengatur lembaga arbitrase, maka muncullah UU
No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada tanggal 12
Agustus 1999, yang dimaksudkan untuk mengantikan peraturan mengenai lembaga
arbitrase yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan perdagangan
internasional. Oleh karena itu, ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 615 s/d 651 RV, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 RBG, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dan dengan demikian, ketentuan hukum acara dari lembaga arbitrase saat ini,
mempergunakan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 30/1999 tersebut.

15
Perkembangan Arbitrase di
Indonesia
Secara Nasional, Arbitrase di Indonesia
berkembang sejak tahun 1977 dengan
dibentuknya Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI).

Pembentukan BANI tahun 1977, dimana


kurang lebih 7 tahun setelah UU No. 14
Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman, membutuhkan perjuangan dan
komitmen untuk tetap dapat berkembang
hingga pada saat ini
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Marsekal Purn.
Sowoto A. Sukendar memprakarsai berdirinya Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI) di Jakarta bersama Prof. Soebekti, SH (Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia), Haryono Tjitrosoebono (Ketua IKADIN), Prof. H. Priyatna
Abdurrasyid, SH., PhD dan J.R. Abubakar, SH.

Hingga saat ini BANI merupakan arbitrase dalam bentuk lembaga (institusional)
yang tertua di Indonesia.

Perkembangan dalam praktek arbitrase terdiri dari dua jalur yaitu :


1. Arbitrase Ad-hoc, dimana para pihak menyerahkan penyelesaian
sengketanya kepada seseorang atau beberapa orang yang bukan lembaga
arbitrase untuk diputuskan.
2. Arbitrase Institusional, dimana proses penyelesaian sengketa yang
keputusannya ditetapkan oleh satu atau beberapa orang dari lembaga
arbitrase.
Pada jaman Hindia Belanda, Arbitrase dipakai oleh para pedagang baik
sebagai eksportir maupun importir dan pengusaha lainnya.

Pada waktu itu ada tiga badan arbitrase tetap yang dibentuk oleh
Pemerintah Belanda, yaitu :
a. Badan arbitrase bagi badan ekspor hasil bumi Indonesia
b. Badan arbitrase tentang kebakaran
c. Badan arbitrase bagi asuransi kecelakaan

18
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai