Anda di halaman 1dari 93

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdurrasyid, Priyatna, 1996. Penyelesaian Sengketa Komersial (Nasional dan


Internasional) di luar Pengadilan, Makalah, September, Bandung.

Abdurrasyid, Priyatna, dkk., 2001. Prospek Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia,


Citra Aditya Bakti. Bandung

Chomzah, Ali. Achmad, 2003. Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa
Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi
Pemerintah, Prestasi Pustaka, Jakarta.

Fuady, Munir, 2009. Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis,


Citra AdityaBhakti. Bandung.

Goodpaster, Gary., Felix O. Soebagjo, dan Fatimah Jatim, 1995. Tinjauan


Terhadap Arbitrase Dagang Secara Umum dan Arbitrase Dagang di
Indonesia, Arbitrase di Indonesia, Seri Dasar-Dasar Hukum Ekonomi 2,
diedit/diterjemahkan oleh Felix O. Soebagjo, PT Ghalia, Jakarta.

Harahap, M. Yahya, 1996. Segi‐Segi Hukum Perjanjian, Alumni. Bandung.

________________, 2001. Arbitrase Ditinjau dari Reglement Acara Perdata,


Peraturan Prosedur BANI, ICSID, dan Peraturan Arbitrase UNCITRAL,
Sinar Grafika. Jakarta.

Kadir, Abdul, 1995. Energi Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik, dan Potensi
Ekonomi, UI Prress. Jakarta.

Margono, Suyud. 2000. ADR dan Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek
Hukum, Ghalia Indonesia. Jakarta.

Poerwosutjipto, H.M.N., 1992. Pokok-pokok Hukum Dagang, Perwasitan,


Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Cetakan III, Djambatan. Jakarta.

Sarjita,2005. Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Tugujogja


Pustaka. Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono, 2010. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press. Jakarta.

Soetopo, HB, 2002. Metode Penelitian Kualitatif. UNS Press. Surakarta.

Suryanto, F, 1996. Dasar-Dasar Teknik Listrik, Rineka Cipta. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


Syahrani, Riduan, 2009. Buku Materi Dasar hukum Acara Perdata. Citra Aditya
Bakti, Bandung.

Usman, Rachmadi, 2002. Hukum Arbitrase Nasional, Gramedia Widiasarana


Indonesia, Jakarta.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, 2001. Seri Hukum Bisnis (Hukum
Arbitrase), Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian


Sengketa Alternatif.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok


Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1968 Tentang Penyelesaian Perselisihan Antara


Negara dan Warga Asing Mengenai Penanaman Modal.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1981 Presiden Republik


Indonesia

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 Tentang Tata Cara


Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Artikel/Makalah

Santoso, Mas Achmad. Perkembangan ADRD Indonesia, 1999. Makalah


Disampaikan dalam Lokakarya Hasil Penelitian Teknik Mediasi Tradisional,
Diselenggarakan The Asia Fondation Indonesia Centre for Environmental
Law, kerjasama dengan Pusat Kajian Pihak Penyelesaian Sengketa
Universitas Andalas. Di Sedona Bumi Minang, 27 November. Padang

Universitas Sumatera Utara


Internet

http://yuarta.blogspot.com/2011/03/definisi-sengketa.html (diakses tanggal 12 Juli


2015)
Budhy Budiman. Mencari Model Ideal penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap
praktik Peradilan Perdata Dan undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999.http://www.uika-bogor.ac.id/jur05.htm. Diakses 3 November 2015)

https://blackangelinhell.wordpress.com/2010/06/08/arbitrase-pengertian-dan-
dasar-hukum/ (diakses tanggal 1 November 2015)

Eddy Leks, http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2013/01/07/arbitrase-sebagai-


alternatif-penyelesaian-sengketa-bisnis/, artikel, (diakses 10 November 2015)

www.badilag.net (Lembaga Peradilan Dan Penyelesaian Sengketa Alternatif),


(diakses tanggal 11 Juli 2015).

http://sofian-memandang.blogspot.co.id/2015/03/perbedaan-konflik-dan-
sengketa.html (diakses tanggal 2 November 2015)

http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2013/01/07/arbitrase-sebagai-alternatif-
penyelesaian-sengketa-bisnis/ (diakses tanggal 1 November 2015).

http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.com/2013/12/macam-macam-perjanjian-
arbitrase-dan.html , artikel, (diakses 1 November 2015)

https://tommirrosandy.wordpress.com/2011/03/14/pengantar-hukum-arbitrase-di-
indonesia/ (diakses tanggal 1 November 2015)

http://strategihukum.net/prosedur-penyelesaian-sengketa-melalui-arbitrase
(diakses tanggal 1 November 2015)

http://www.pln.co.id/sumut/?p=62 (diakses tanggal 21 Agustus 2015).

Wawancara
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan
K3 PT. PLN (Persero) Area Medan, 27 Agustus 2015

Universitas Sumatera Utara


BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG ARBITRASE

A. Pengertian dan Sumber Hukum Arbitrase

Arbitrase merupakan suatu bentuk peradilan yang diselenggarakan oleh

dan berdasarkan kehendak serta itikad baik dari pihak-pihak yang berselisih agar

perselisihan mereka tersebut diselesaikan oleh hakim yang mereka tunjuk dan

angkat sendiri, dengan pengertian bahwa putusan yang diambil oleh hakim

tersebut merupakan putusan yang bersifat final (putusan pada tingkat terakhir) dan

yang mengikat kedua belah pihak untuk melaksanakannya. Hakim-hakim tersebut

dikenal juga dengan nama wasit menurut Reglement of de Rechtsvordering

(selanjutnya disebut Rv). Dari pengertian yang diberikan ini, tampak bagi bahwa

arbitrase tidak lain merupakan suatu badan peradilan, yang putusannya memiliki

sifat final dan yang mengikat para pihak yang menginginkan penyelesaian

perselisihan mereka dilakukan lewat pranata arbitrase ini. Pasal 615 angka (1) Rv,

menguraikan :“adalah diperkenankan kepada siapa saja yang terlibat dalam suatu

sengketa yang mengenai hak-hak yang berada dalam kekuasaannya untuk

melepaskannya, untuk menyerahkan pemutusan sengketa tersebut kepada seorang

atau beberapa orang wasit”. 27

Pengertian arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di

luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian dibuat secara tertulis oleh pihak

yang bersengketa. Sebagai salah satu cara penyelesaian di luar peradilan, arbitrase

27
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit, hal 17.

Universitas Sumatera Utara


dijalankan atas dasar kehendak sendiri dari para pihak yang bersengketa dalam

bentuk perjanjian arbitrase. 28

Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar

peradilan umum yang di dasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara

tertulis oleh para pihak yang bersengketa Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999.

Sumber Hukum Arbitrase di Indonesia adalah sebagai berikut: 29

1. Pasal I Aturan Peralihan UUD NRI Thn 1945

Pasal I Aturan Peralihan UUD NRI Thn 1945 menentukan bahwa “semua

peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru

menurut UUD ini.” Demikian pula halnya dengan Herzien Indonesis Reglement

(selanjutnya disebut HIR) yang diundang pada zaman Koloneal Hindia Belanda

masih tetap berlaku, karena hingga saat ini belum diadakan penggantinya yang

baru sesuai dengan Peraturan Peralihan UUD NRI Thn 1945 tersebut.

2. Pasal 377 HIR Staatsblad 1941 : 44

Ketentuan mengenai arbitrase dalam HIR tercantum dalam Pasal 377 HIR

Staatsblad 1941 : 44 atau Pasal 705 Rechtsreglement Buitengewesten (selanjutnya

disebut RBg) Staatsblad 1927: 227 yang menyatakan bahwa jika orang Indonesia

atau orang Timur Asing menghendaki perselisihan mereka diputus oleh juru pisah

atau arbitrase maka mereka wajib memenuhi peraturan pengadilan yang berlaku

bagi orang Eropa. Sebagaimana dijelaskan di atas, peraturan pengadilan yang

28
Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar hukum Acara Perdata. (Bandung:Citra Aditya
Bakti, 2009), hal 18.
29
https://blackangelinhell.wordpress.com/2010/06/08/arbitrase-pengertian-dan-dasar-
hukum/ (diakses tanggal 1 November 2015).

Universitas Sumatera Utara


berlaku bagi Bangsa Eropa yang dimaksud Pasal 377 HIR ini adalah semua

ketentuan tentang Acara Perdata yang diatur dalam Rv.

3. Pasal 615 s/d 651 Rv Staatsblad 1847:52

Peraturan mengenai arbitrase dalam Rv tercantum dalam Buku ke Tiga

Bab Pertama Pasal 615 s/d 651 Rv, yang meliputi :

a. Persetujuan arbitrase dan pengangkatan para arbiter Pasal 615 s/d 623 Rv.

b. Pemeriksaan di muka arbitrase Pasal 631 s/d 674 Rv.

c. Putusan Arbitrase Pasal 631 s/d 674 Rv.

d. Upaya-upaya terhadap putusan arbitrase Pasal 641 s/d 674 Rv.

e. Berakhirnya acara arbitrase Pasal 648-651 Rv. 30

4. Pasal 3 angka (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut UU No. 14

Tahun 1970)

Setelah Indonesia merdeka, ketentuan yang tegas memuat pengaturan

lembaga arbitrase dapat ditemukan dalam memori penjelasan Pasal 3 angka (1)

UU No. 14 tahun 1970, yang menyatakan “ Penyelesaian perkara diluar

pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit atau arbitrase tetap

diperbolehkan”.

5. Pasal 80 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

(selanjutnya disebut UU No. 14 Tahun 1985)

Satu-satunya undang-undang tentang Mahkamah Agung yang berlaku di

Indonesia yaitu UU No. 14 Tahun 1985, sama sekali tidak mengatur mengenai

30
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


arbitrase. Ketentuan peralihan yang termuat dalam Pasal 80 UU No. 14 Tahun

1985, menentukan bahwa semua peraturan pelaksana yang telah ada mengenai

Mahkamah Agung, dinyatakan tetap berlaku sepanjang peraturan tersebut tidak

bertentangan dengan UU No. 14 Tahun 1985 ini. Dalam hal ini perlu merujuk

kembali Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Susunan Kekuasaan dan

Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia (selanjutnya disebut UU No. 1

Tahun1950) menunjuk Mahkamah Agung sebagai pengadilan yang memutus

dalam tingkat yang kedua atas putusan arbitrase mengenai sengketa yang

melibatkan sejumlah uang lebih dari Rp. 25.000,- (Pasal 15 Jo. Pasal 108 UU No.

1 Tahun 1950).

6. Pasal 22 angka (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang

Penanaman Modal Asing (selanjutnya disebur UU No. 1 Tahun 1967)

Dalam hal ini Pasal 22 angka (2) UU No. 1 Tahun 1967 menyatakan:

“Jikalau di antara kedua belah pihak tercapai persetujuan mengenai jumlah,

macam,dan cara pembayaran kompensasi tersebut, maka akan diadakan arbitrase

yang putusannya mengikat kedua belah pihak”.

Pasal 22 angka (3) UU No. 1 Tahun 1967 :

“Badan arbitrase terdiri atas tiga orang yang dipilih oleh pemerintah dan pemilik

modal masing-masing satu orang, dan orang ketiga sebagai ketuanya dipilih

bersama-sama oleh pemerintah dan pemilik modal”.

7. Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1968 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Antara Negara dan Warga Asing Mengenai Penanaman Modal (selanjutnya

disebut UU No. 5 Tahun 1968)

Universitas Sumatera Utara


Yaitu mengenai persetujuan atas “Konvensi Tentang Penyelesaian

Perselisihan Antara Negara dan Warga Asing Mengenai Penanaman Modal” atau

sebagai ratifikasi atas “International Convention On the Settlement of Investment

Disputes Between States and Nationals of Other States”. Dengan undang-undang

ini dinyatakan bahwa pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan

persetujuan agar suatu perselisihan mengenai penanaman modal asing diputus

oleh International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSD) di

Washington.

8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1981 Presiden

Republik Indonesia

Pemerintah Indonesia telah mengesahkan “Convention On the Recognition

and Enforcement of Foreign Arbitral Awards” disingkat New York Convention

(1958), yaitu Konvensi Tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase

Luar Negeri, yang diadakan pada tanggal 10 Juni 1958 di New York, yang

diprakarsai oleh PBB.

9. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 Tentang Tata Cara

Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing (selanjutnnya disebut PERMA No. 1

Tahun 1990)

Selanjutnya dengan disahkannya Konvensi New York dengan Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1958 Presiden Republik Indonesia,

oleh Mahkamah Agung di keluarkan PERMA No. 1 Tahun 1990, pada tanggal 1

maret 1990 yang berlaku sejak tanggal di keluarkan.

Universitas Sumatera Utara


10. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

Sebagai ketentuan yang terbaru yang mengatur lembaga arbitrase, maka

pemerintah mengeluarkan UU No. 30 Tahun 1999, pada tanggal 12 Agustus 1999

yang dimaksudkan untuk mengantikan peraturan mengenai lembaga arbitrase

yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan perdagangan

internasional. Oleh karena itu ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 615 s/d 651 Rv. Pasal 377 HIR Staastblad 1941:44, dan

Pasal 705 RBg, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian ketentuan hukum

acara dari lembaga arbitrase saat ini telah mempergunakan ketentuan yang

terdapat dalam UU No. 30 Tahun 1999.

B. Unsur dan Jenis Arbitrase

Arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa secara non-litigasi atau

di luar peradilan yang di dasari atas adanya perjanjian yang dibuat secara tertulis

oleh para pihak baik sebelum ataupun sesudah terjadinya sengketa Dari defenisi

atau pengertian tersebut dapat diambil suatu bagian unsur-unsur dari arbitrase

secara umum, yaitu meliputi :

a. Penyelesaian sengketa.

b. Di luar peradilan umum.

c. Berdasarkan perjanjian tertulis. 31

31
Eddy Leks, http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2013/01/07/arbitrase-sebagai-alternatif-
penyelesaian-sengketa-bisnis/ , artikel, (diakses 10 November 2015) .

Universitas Sumatera Utara


Telah jelas bahwa pada poin c dikatakan bahwa unsur dari arbitrase adalah

berdasarkan perjanjian tertulis. Sebagaimana tertera di dalam Pasal 1 angka 3 UU

No. 30 Tahun 1999 bahwa “perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa

klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para

pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang

dibuat para pihak setelah timbul sengketa”. Dengan adanya perjanjian arbitrase

ini, berarti meniadakan hak para pihak yang bersengketa untuk mengajukan

gugatan terhadap penyelesaian sengketa ke Pengadilan Negeri. Dikarenakan suatu

perjanjian arbitrase dapat dibuat sebelum ataupun sesudah terjadinya sengketa,

menjadi dua bentuk yaitu klausula yang berbentuk pactum de compromittendo dan

klausula yang berbentuk akta kompromis. Klausula yang berbentuk pactum de

compromittendo dibuat oleh para pihak dalam perjanjiannya sebelum timbulnya

sengketa. Dalam hal ini para pihak menyetujui atau menyepakati untuk

menyelesaikan sengketa yang mungkin akan timbul atau terjadi dikemudian hari

melalui arbitrase kepada lembaga arbitrase ataupun arbitrase ad-hoc.

Pengaturan bentuk klausula pactum de compromittendo ini dapat dijumpai

dalam Pasal 27 UU No. 30 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa, “para pihak

dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka

untuk diselesaikan melalui arbitrase”. Sebelumnya diatur dalam Pasal 615 angka

(3) Rv yang menentukan “bahwa diperkenankan mengikat diri satu sama lain,

untuk menyerahkan sengketa-sengketa yang mungkin timbul di kemudian hari,

kepada pemutusan seorang atau beberapa orang wasit. Juga dijumpai dalam Pasal

II angka (2) Konvensi New York 1958 yang antara lain menentukan “......the

Universitas Sumatera Utara


parties under take to submit to arbitration all or any differences....which may

arise between them. maka bentuk klausula arbitrase pun dapat dibagi 32

Suatu perjanjian arbitrase tidak dapat dibatalkan dikarenakan oleh hal-hal

sebagai berikut :

a. Meninggalnya salah satu pihak.

b. Bangkrutnya salah satu pihak.

c. Novasi (pembaruan utang).

d. Insolvensi atau keadaan tidak mampu membayar dari salah satu pihak.

e. Pewarisan.

f. Berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok.

g. Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga

dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut.

h. Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok. 33

Bentuk klausula lain adalah akta kompromis. Klausula ini di buat setelah

timbul atau terjadinya sengketa. Pada perjanjian pokok yang telah dibuat

sebelumnya, para pihak belum mencantumkan klausula arbitrase, lalu setelah

terjadinya sengketa maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa yang

terjadi diantara mereka melalui arbitrase. Perjanjian mengenai hal tersebut dibuat

secara tersendiri serta terpisah dari perjanjian pokok yang mana di dalamnya

tertera mengenai penyerahan penyelesaian sengketa secara arbitrase. Disimpulkan

dari Pasal 9 UU No. 30 Tahun 1999 bahwa pembuatan suatu akta kompromis

32
Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm.24 .
33
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa
Alternatif Pasal 10.

Universitas Sumatera Utara


dapat diancam batal demi hukum jika tidak memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

a. Pemilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase oleh para pihak

dilakukan setelah sengketa terjadi.

b. Persetujuan mengenai tata cara penyelesaian sengketa harus dibuat secara

tertulis, tidak boleh diperjanjikan secara lisan.

c. Harus ditandatangani oleh para pihak. Jika para pihak tidak dapat

menandatangani perjanjian tersebut maka perjanjian tersebut dibuat dalam

bentuk akta notaris.

d. Isi dari perjanjian harus memuat masalah yang dipersengketakan, nama

lengkap dan tempat tinggal para pihak, nama lengkap dan tempat tinggal

arbiter atau majelis arbiter, tempat arbiter atau majelis arbiter akan

mengambil keputusan, nama lengkap sekretaris, jangka waktu

penyelesaian sengketa, pernyataan kesediaan arbiter serta pernyataan

kesediaan para pihak untuk menanggung segala biaya yang dibutuhkan

untuk penyelesaian sengketa.

Secara umum, klausula arbitrase akan mencakup :

1. Komitmen/kesepakatan para pihak untuk melaksanakan arbitrase

2. Ruang lingkup arbitrase

3. Apakah arbitrase akan berbentuk arbitrase institusional atau ad.hoc.

apabila memliki bentuk ad.hoc, maka klausula tersebut merinci metode

penunjukan arbiter atau majelis arbitrase

4. Aturan prosedural yang berlaku

Universitas Sumatera Utara


5. Tempat dan bahasa yang digunakan dalam arbitrase

6. Pilihan hukum substantif yang berlaku bagi arbitrase

7. Klausula-klausula stabilitasi dan hak kekebalan (imunitas). 34

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa unsur

perjanjian tertulis tersebut merupakan ciri khas penyelesaian sengketa melalui

arbitrase. Karena tanpa adanya perjanjian tertulis yang dibuat antara para pihak

yang bersengketa, penyelesaian sengketa tidak dapat diselesaikan melalui jalan

arbitrase. Berbicara tentang perjanjian, maka pembuatan perjanjian atau klausula

arbitrase juga tunduk pada aturan yang tertera di dalam hukum perjanjian pada

Buku III KUHPerdata. Jadi, sah atau tidaknya perjanjian arbitrase tidak terlepas

dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH

Perdata. 35

Berdasarkan terkoordinasi dan tidak terkoordinasinya arbitrase oleh suatu

lembaga, maka jenis arbitrase terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Arbitrase ad-hoc

2. Arbitrase institusional

Arbitrase ad-hoc atau disebut juga arbitrase volunter adalah arbitrase yang

dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu.

34
Goodpaster, Gary., Felix O. Soebagjo, dan Fatimah Jatim, Tinjauan Terhadap Arbitrase
Dagang Secara Umum dan Arbitrase Dagang di Indonesia, Arbitrase di Indonesia, Seri Dasar-
Dasar Hukum Ekonomi 2, diedit/diterjemahkan oleh Felix O. Soebagjo, (Jakarta: Ghalia, 1995)
hal.25.
35
http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.com/2013/12/macam-macam-perjanjian-arbitrase-
dan.html , artikel, (diakses 1 November 2015).

Universitas Sumatera Utara


Arbitrase ini bersifat insidental dan jangka waktunya tertentu sampai sengketa itu

diputuskan. 36

Arbitrase ad-hoc ini dibentuk setelah suatu sengketa terjadi. Arbitrase ini

tidak terikat dengan salah satu badan arbitrase, jadi dapat dikatakan bahwa

arbitrase ini tidak memiliki aturan ketentuan sendiri mengenai tata cara

pelaksanaan pemeriksaan sengketa maupun pangikatan arbiternya. Dalam hal ini

arbitrase ad-hoc tunduk sepenuhnya mengikuti aturan tata cara yang ditentukan

dalam perundang-undangan. 37

Lain halnya dengan arbitrase institusional, adalah arbitrase yang

melembaga yang didirikan dan melekat pada suatu badan (body) atau lembaga

(institution) tertentu. Sifatnya permanen dan sengaja dibentuk guna

menyelesaikan sengketa yang terjadi sebagai akibat pelaksanaan perjanjian.

Setelah selesai memutus sengketa, arbitrase institusional tidak berakhir. Pada

umumnya, arbitrase institusional memiliki prosedur dan tata cara pemeriksaan

sengketa tersendiri. Arbiternya ditentukan dan diangkat oleh lembaga arbitrase

institusional sendiri.38

Akibat kesulitan yang dialami para pihak dalam melakukan negosiasi dan

menetapkan aturan-aturan prosedural dari arbitrase serta dalam merencanakan

metode-metode pemilihan arbiter yang dapat diterima kedua belah pihak, para

36
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal 52.
37
M. Yahya Harahap, Arbitrase Ditinjau dari Reglement Acara Perdata, Peraturan
Prosedur BANI, ICSID, dan Peraturan Arbitrase UNCITRAL, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001),
hal.150.
38
Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional,(Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2002) hal.29.

Universitas Sumatera Utara


pihak sering kali memilih jalan penyelesaian sengketa melalui arbitrase

institusional.39

Arbitrase institusional tersebut menyediakan jasa administrasi arbitrase,

yang meliputi pengawasan proses arbitrase, aturan-aturan prosedural sebagai

pedoman bagi para pihak dan pengangkatan para arbiter. 40 Karena arbitrase

institusional sangat mendukung pelaksanaan arbitrase, para pihak yang

bersengketa dapat dan sering kali sepakat menggunakan jasa-jasa lembaga

arbitrase atau arbitrase institusional. Aturan-aturan umum tentang kebebasan dan

otonomi para pihak juga diterapkan, bahkan para pihak yang menggunakan

lembaga arbitrase dapat menyesuaikan proses arbitrase mereka. 41 Ada beberapa

lembaga arbitrase institusional yang menyediakan jasa arbitrase, diantaranya

bersifat Internasional dan yang bersifat Nasional. Yang bersifat Internasional

misalnya :

1. The International Centre for Setlement of Investment Dispute (ICSID),

didirikan oleh World Bank. Diratifikasi melalui UU No. 5 Tahun 1968.

2. Court of Arbitration of The International Chamber of Commerce (ICC),

bertempat di Paris.

3. United Nation Commisson on International Trade Law (UNCITRAL),

didirikan pada tanggal 21 Juni 1985.

Sedangkan lembaga arbitrase yang bersifat Nasional antara lain :

a. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)

b. Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)


39
Gary Goodpaster, Felix O. Soebagjo, Fatmah Jatim, Op.Cit. hal 25.
40
Ibid., hal 26.
41
Ibid., hal 27.

Universitas Sumatera Utara


Dalam bagian ini sedikit akan dibahas tentang Badan Arbitrase Nasional

Indonesia (BANI) sebagai sebuah lembaga arbitrase institusional dalam lingkup

Nasional yang bertujuan untuk memberikan penyelesaian sengketa yang timbul

mengenai permasalahan perdagangan, industri, keuangan, baik yang bersifat

nasional maupun yang bersifat internasional secara adil dan cepat.

C. Kelebihan dan Kekurangan Arbitrase

Berdasarkan Pasal 1 angka (1) UU No. 30 Tahun 1999, Arbitrase adalah

cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan

pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang

bersengketa. Dalam Pasal 53 UU No. 30 Tahun 1999 dinyatakan pula bahwa para

pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat

dari Lembaga Arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian.

Lembaga arbitrase disini adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang

bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga

tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu

hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.

Dibandingkan dengan pengadilan konvensional, maka arbitrase

mempunyai kelebihan atau keuntungan, antara lain: 42

1. Prosedur tidak berbelit dan keputusan dapat dicapai dalam waktu relatif

singkat.

2. Biaya lebih murah.

3. Dapat dihindari expose dan keputusan didepan umum.

42
Munir Fuady, Op.Cit, hal 94.

Universitas Sumatera Utara


4. Hukum terhadap prosedur dan pembuktian lebih rilek.

5. Para pihak dapat memilih hukum mana yang akan diberlakukan oleh

arbiter.

6. Para pihak dapat memilih sendiri para arbiter.

7. Dapat dipilih para arbiter dari kalangan ahli dalam bidangnya.

8. Keputusan dapat lebih terkait dengan situasi dan kondisi.

9. Keputusannya umumnya final dan binding (tanpa harus naik banding atau

kasasi).

10. Keputusan arbitrase umumnya dapat diberlakukan dan dieksekusi oleh

pengadilan dengan sedikit atau tanpa review sama sekali.

11. Proses / prosedur arbitrase lebih mudah dimengerti oleh masyarakat luas

12. Menutup kemungkinan untuk dilakukan “forum shopping”. 43

Bila dibandingkan dengan konvensional kelebihan-kelebihan, kelemahan

dan kritikan terhadap arbitrase sering diajukan, antara lain sebagai berikut:

1. Hanya baik dan tersedia dengan baik terhadap perusahaan-perusahaan

bonafide.

2. Due process kurang terpenuhi

3. Kuranganya unsur finalty

4. Kurangnya power untuk menggiring para pihak ke settlement.

5. Kurangnya power untuk menghadirkan barang bukti, saksi dan putusan.

6. Kurangnya power untuk hal law anforcement dan eksekusi keputusan.

7. Dapat menyembunyikan dispute dari public scrutiny.

43
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


8. Tidak dapat menghasilkan solusi yang bersifat preventif.

9. Kemungkinan timbulnya keputusan yang saling bertentangan satu sama

lain karena tidak ada sistem “precedent” terhadap keputusan sebelumnya

dan juga karena unsur fleksibelitas dari arbiter. Karena itu kepatuhan

arbitrase tidak predektif.

10. Kualitas keputusannya sangat bergantung, pada kualitas para arbiter itu

sendiri, tanpa ada norma yang cukup untuk menjaga standar mutu

keputusan arbitrase. Oleh karena itu, sering dikatakan “an arbitration is as

good as arbitrators”

11. Berakibat kurangnya upaya untuk mengubah sistem pengadilan

konvensional yang ada.

12. Berakibat semakin tinggi rasa permusuhan kepada pengadilan.

D. Sengketa yang dapat diselesaikan Melalui Arbitrase

Sengketa merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan di dalam dunia

bisnis. Diingini atau tidak, sengketa sering kali timbul dan harus dihadapi oleh

setiap pihak yang terlibat di dalamnya. Sengketa dapat diselesaikan secara

kekeluargaan (di luar pengadilan) atau melalui pengadilan. Jika perselisihan yang

ada tetap dapat dibicarakan dan diselesaikan secara baik, penyelesaian secara

kekeluargaan merupakan jalur yang sangat wajar dan efisien. 44 Waktu yang

terbuang tidak banyak dan biaya yang dikeluarkan tidak besar. Namun,

penyelesaian sengketa juga sering dilakukan melalui pengadilan. Dalam hal ini,

44
http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2013/01/07/arbitrase-sebagai-alternatif-penyelesaian-
sengketa-bisnis/ (diakses tanggal 1 November 2015).

Universitas Sumatera Utara


waktu yang terpakai akan banyak dan harus melalui tahap-tahapan peradilan yang

ada, yang tentunya juga melibatkan biaya yang tidak sedikit. Secara fakta, masih

banyak pihak yang menyelesaikan sengketanya melalui pengadilan karena pihak-

pihak yang bersengketa ingin memperoleh kepastian dan kejelasan secara hukum

melalui putusan pengadilan tentang obyek sengketa yang ada. Tentunya, putusan

pengadilan secara umum bersifat menang-kalah (win-lose).

Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa melalui “adjudikatif

privat”, yang putusannya bersifat final dan mengikat. Arbitrase sekarang diatur

UU No. 30 Tahun 1999. Ketentuan Pasal 3 UU No. 30 Tahun 1999 disebutkan

bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak

yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Adapun objek pemeriksaan Arbitrase

adalah memeriksa sengketa keperdataan, tetapi tidak semua sengketa keperdataan

dapat diselesaikan melalui arbitrase, hanya bidang tertentu yang disebutkan dalam

Pasal 5 angka (1) UU No. 30 Tahun 1999 yaitu :“sengketa yang dapat

diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan

mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai

sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa”.

Penjelasannya tidak memberikan apa yang termasuk dalam bidang

perdagangan. Jika dihubungkan dengan penjelasan Pasal 66 UU No. 30 Tahun

1999, termasuk dalam ruang lingkup perdagangan adalah kegiatan-kegiatan antara

lain bidang : 45

45
https://tommirrosandy.wordpress.com/2011/03/14/pengantar-hukum-arbitrase-di-
indonesia/ (diakses tanggal 1 November 2015).

Universitas Sumatera Utara


1. Perniagaan

2. Perbankan

3. Keuangan

4. Penanaman modal

5. Industri dan;

6. Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)

Selanjutnya Pasal 5 angka (2) menyebutkan bahwa : “Sengketa yang tidak

dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan

perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian”. Dengan menggunakan

penafsiran argumentum a contrario, maka kompetensi arbitrase adalah sengketa

di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan

perundang-undangan dapat diadakan perdamaian.

E. Prosedur Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase

Di samping berbagai kelebihan dari penyelesaian sengketa di arbitrase,

yang menurut beliau menjadi keunggulan adalah arbiter pemeriksa perkara adalah

ahli yang memiliki kompetensi dalam bidang usaha yang dipersengketakan.”

Berbeda dengan sidang perdata di tingkat pengadilan negeri, dalam proses

arbitrase didahului dengan pengajuan permohonan arbitrase disertai dengan

permohonan penunjukkan arbitrer yang akan dipilih oleh pemohon untuk

menangani sengketa di arbitrase hingga bukti-bukti yang akan diajukan oleh

pemohon untuk mendukung permohonannya (statement of claim). 46 Arbitrase

46
http://strategihukum.net/prosedur-penyelesaian-sengketa-melalui-arbitrase (diakses
tanggal 1 November 2015).

Universitas Sumatera Utara


sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat menjatuhkan

putusan yang bersifat final dan mengikat. Idealnya, para pihak yang

menyelesaikan sengketa di arbitrase tidak lagi membawa permasalahan ke

pengadilan, baik dalam hal eksekusi ataupun membatalkan putusan arbitrase.

Walaupun hanya berupa quasi judicial, lembaga arbitrase akan lebih

efektif dipilih untuk menyelesaikan sengketa bisnis, sepanjang dilakukan secara

sukarela dan dengan itikad baik. Karena secara prinsip, para pihak memilih

arbitrase untuk menghindari pengadilan. Salah satu alasannya karena sifat tertutup

arbitrase yang dapat menjaga kerahasiaan kasus mereka. Mengingat, publikasi

tentang sengketa kurang baik bagi pebisnis. Yang menarik dalam arbitrase,

sebelum sidang dimulai, para pihak sudah mengetahui posisi dan sikap masing-

masing pihak sebagaimana tertuang dalam permohonan arbitrase dan jawaban

terhadap permohonan arbitrase. Bahkan, para pihak pun sudah menyerahkan

daftar bukti untuk mendukung dalilnya. Sehingga, pada saat sidang pemeriksaan

arbitrase, para pihak mendapatkan keleluasaan untuk mengutarakan argumennya

secara verbal dan juga dapat menyertakan bukti tambahan.

Pemandangan sidang arbitrase jauh berbeda dengan sidang perdata di

pengadilan negeri yang terkadang hanya bertukar dokumen sidang. Agenda

pembuktian pun seperti seremonial penyerahan dokumen semata, jika tidak ada

saksi yang diajukan dalam perkara tersebut.

Lebih jauh mengenai permohonan arbitrase juga telah diatur dalam UU

No. 30 Tahun 1999. Selanjutnya, Setya Kandhy akan menggunakan pendekatan

Universitas Sumatera Utara


dalam prosedur berarbitrase di Badan arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

Berikut adalah tahapan prosedurnya. 47

1. Permohonan Arbitrase

Prosedur arbitrase dimulai dengan pendaftaran dan penyampaian

Permohonan Arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase pada Sekretariat

BANI. Di dalam permohonan tersebut, pemohon menjelaskan baik dari sisi formal

tentang kedudukan pemohon dikaitkan dengan perjanjian arbitrase, kewenangan

arbitrase (dalam hal ini BANI) untuk memeriksa perkara, hingga prosedur yang

sudah ditempuh sebelum dapat masuk ke dalam penyelesaian melalui forum

arbitrase.

Penyelesaian sengketa di arbitrase dapat dilakukan berdasarkan

kesepakatan para pihak berperkara. Kesepakatan tersebut dapat dibuat sebelum

timbul sengketa (Pactum De Compromittendo) atau disepakati para pihak saat

akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase (akta van compromis).

Sebelum mendaftarkan permohonan ke BANI, Pemohon terlebih dahulu

memberitahukan kepada Termohon bahwa sehubungan dengan adanyasengketa

antara Pemohon dan Termohon maka Pemohon akan menyelesaikan sengketa

melalui BANI. Sesuai dengan Pasal 8 angka (1) dan (2) UU No. 30 Tahun 1999,

pemberitahuan sebagaimana dimaksud di atas harus memuat dengan jelas:

a. nama dan alamat para pihak;

b. penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku;

c. perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;

47
http://dwellerofearth.blogspot.co.id/2015/07/penyelesaian-sengketa-melalui-
arbitrase.html (diakses tanggal 30 Desember 2015)

Universitas Sumatera Utara


d. dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;

e. cara penyelesaian yang dikehendaki; dan

f. perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau

apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat

mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah

ganjil.

Setelah menerima Permohonan Arbitrase dan dokumen-dokumen serta

biaya pendaftaran yang disyaratkan, Sekretariat harus mendaftarkan Permohonan

itu dalam register BANI. Badan Pengurus BANI juga akan memeriksa

Permohonan tersebut untuk menentukan apakah perjanjian arbitrase atau klausul

arbitrase dalam kontrak telah cukup memberikan dasar kewenangan bagi BANI

untuk memeriksa sengketa tersebut.

2. Penunjukan Arbiter

Pada dasarnya, para pihak dapat menentukan apakah forum arbitrase akan

dipimpin oleh arbiter tunggal atau oleh Majelis. Dalam hal forum arbitrase

dipimpin oleh arbiter tunggal, para pihak wajib untuk mencapai suatu kesepakatan

tentang pengangkatan arbiter tunggal pemohon secara tertulis harus mengusulkan

kepada termohon nama orang yang dapat diangkat sebagai arbiter tunggal. Jika

dalam 14 (empat belas) hari sejak termohon menerima usul pemohon para pihak

tidak berhasil menentukan arbiter tunggal maka dengan berdasarkan permohonan

dari salah satu pihak maka Ketua Pengadilan dapat mengangkat arbiter tunggal.

Dalam hal forum dipimpin oleh Majelis maka para pihak akan mengangkat

masing-masing 1 (satu) arbiter. Dalam forum dipimpin oleh Majelis arbiter yang

Universitas Sumatera Utara


telah diangkat oleh Para Pihak akan menunjuk 1 (satu) arbiter ketiga (yang

kemudian akan menjadi ketua majelis arbitrase). Apabila dalam waktu 14 (empat

belas) hari setelah pengangkatan arbiter terakhir belum juga didapat kata sepakat

maka atas permohonan salah satu pihak maka Ketua Pengadilan Negeri dapat

mengangkat arbiter ketiga.

Apabila setelah 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan diterima oleh

termohon dan salah satu pihak ternyata tidak menunjuk seseorang yang akan

menjadi anggota majelis arbitrase, arbiter yang ditunjuk oleh pihak lainnya akan

bertindak sebagai arbiter tunggal dan putusannya mengikat kedua belah pihak.

3. Tanggapan Termohon

Apabila Badan Pengurus BANI menentukan bahwa BANI berwenang

memeriksa, maka setelah pendaftaran Permohonan tersebut, seorang atau lebih

Sekretaris Majelis harus ditunjuk untuk membantu pekerjaan administrasi perkara

arbitrase tersebut. Sekretariat harus menyampaikan satu salinan Permohonan

Arbitrase dan dokumen-dokumen lampirannya kepada Termohon, dan meminta

Termohon untuk menyampaikan tanggapan tertulis dalam waktu paling lama 30

(tiga puluh) hari.

Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah menerima

penyampaian Permohonan Arbitrase, Termohon wajib menyampaikan Jawaban.

Dalam jawaban itu, Termohon dapat menunjuk seorang Arbiter atau menyerahkan

penunjukan itu kepada Ketua BANI. Apabila, dalam Jawaban tersebut, Termohon

tidak menunjuk seorang Arbiter, maka dianggap bahwa penunjukan mutlak telah

diserahkan kepada Ketua BANI.

Universitas Sumatera Utara


Ketua BANI berwenang, atas permohonan Termohon, memperpanjang

waktu pengajuan Jawaban dan atau penunjukan arbiter oleh Termohon dengan

alasan-alasan yang sah, dengan ketentuan bahwa perpanjangan waktu tersebut

tidak boleh melebihi 14 (empat belas) hari.

4. Tuntutan Balik

Apabila Termohon bermaksud mengajukan suatu tuntutan balik

(rekonvensi) atau upaya penyelesaian sehubungan dengan sengketa atau tuntutan

yang bersangkutan sebagai-mana yang diajukan Pemohon, Termohon dapat

mengajukan tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut bersama

dengan Surat Jawaban atau selambat-lambatnya pada sidang pertama. Majelis

berwenang, atas permintaan Termohon, untuk memperkenankan tuntutan balik

(rekonvensi) atau upaya penyelesaian itu agar diajukan pada suatu tanggal

kemudian apabila Termohon dapat menjamin bahwa penundaan itu beralasan.

Atas tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut

dikenakan biaya tersendiri sesuai dengan cara perhitungan pembebanan biaya

adminsitrasi yang dilakukan terhadap tuntutan pokok (konvensi) yang harus

dipenuhi oleh kedua belah pihak berdasarkan Peraturan Prosedur dan daftar biaya

yang berlaku yang ditetapkan oleh BANI dari waktu ke waktu. Apabila biaya

administrasi untuk tuntutan balik atau upaya penyelesaian tersebut telah dibayar

para pihak, maka tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian akan

diperiksa, dipertimbangkan dan diputus secara bersama-sama dengan tuntutan

pokok.

Universitas Sumatera Utara


Kelalaian para pihak atau salah satu dari mereka, untuk membayar biaya

administrasi sehubungan dengan tuntutan balik atau upaya penyelesaian tidak

menghalangi ataupun menunda kelanjutan penyelenggaraan arbitrase sehubungan

dengan tuntutan pokok (konvensi) sejauh biaya administrasi sehubungan dengan

tuntutan pokok (konvensi) tersebut telah dibayar, seolah-olah tidak ada tuntutan

balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tuntutan.

Jawaban Tuntutan Balik

Dalam hal Termohon telah mengajukan suatu tuntutan balik (rekonvensi)

atau upaya penyelesaian, Pemohon (yang dalam hal itu menjadi Termohon),

berhak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari atau jangka waktu lain yang

ditetapkan oleh Majelis, untuk mengajukan jawaban atas tuntutan balik

(rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut.

5. Sidang Pemeriksaan

Dalam sidang pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase

dilakukan secara tertutup. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia,

kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih

bahasa lain yang akan digunakan. Para pihak yang bersengketa dapat diwakili

oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus. Pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase

dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa

melalui arbitrase, apabila terdapat unsur kepentingan yang terkait dan

keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa serta disetujui oleh

arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang bersangkutan. Atas

permohonan salah satu pihak, arbiter atau majelis arbitrase dapat mengambil

Universitas Sumatera Utara


putusan provisionil atau putusan sela lainnya untuk mengatur ketertiban jalannya

pemeriksaan sengketa termasuk penetapan sita jaminan.

Pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus dilakukan secara tertulis.

Pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau

dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase. Arbiter atau majelis arbitrase

dapat mendengar keterangan saksi atau mengadakan pertemuan yang dianggap

perlu pada tempat tertentu diluar tempat arbitrase diadakan. Pemeriksaan saksi

dan saksi ahli dihadapan arbiter atau majelis arbitrase, diselenggarakan menurut

ketentuan dalam hukum acara perdata.

Arbiter atau majelis arbitrase dapat mengadakan pemeriksaan setempat

atas barang yang dipersengketakan atau hal lain yang berhubungan dengan

sengketa yang sedang diperiksa, dan dalam hal dianggap perlu, para pihak akan

dipanggil secara sah agar dapat juga hadir dalam pemeriksaan tersebut.

Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180

(seratus delapan puluh) hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk. Arbiter

atau majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tugasnya

apabila :

a. Diajukan permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khusus tertentu;

b. Sebagai akibat ditetapkan putusan provisionil atau putusan sela lainnya;

atau

c. Dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase untuk kepentingan

pemeriksaan.

Universitas Sumatera Utara


Dalam hal para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan,

arbiter atau majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara

para pihak yang bersengketa. Dalam hal usaha perdamaian sudah tercapai, maka

arbiter atau majelis arbitrase membuat suatu akta perdamaian yang final dan

mengikat para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan

perdamaian tersebut. Apabila pada hari yang ditentukan sebagaimana dimaksud

termohon tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan termohon

telah dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbitrase segera melakukan

pemanggilan sekali lagi. Paling lama 10 (sepuluh) hari setelah pemanggilan kedua

diterima termohon dan tanpa alasan sah termohon juga tidak datang menghadap di

muka persidangan, pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya termohon dan

tuntutan pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan tidak beralasan

atau tidak berdasarkan hukum.

Majelis wajib menetapkan Putusan akhir dalam waktu paling lama 30 (tiga

puluh) hari terhitung sejak ditutupnya persidangan, kecuali Majelis

mempertimbangkan bahwa jangka waktu tersebut perlu diperpanjang secukupnya.

Selain menetapkan Putusan akhir, Majelis juga berhak menetapkan putusan-

putusan pendahuluan, sela atau Putusan-putusan parsial.

6. Biaya-biaya

Permohonan Arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran dan

biaya administrasi sesuai dengan ketentuan BANI. Biaya administrasi meliputi

biaya administrasi Sekretariat, biaya pemeriksaan perkara dan biaya arbiter serta

biaya Sekretaris Majelis. Mengenai biaya ini didasarkan juga pada besarnya nilai

Universitas Sumatera Utara


tuntutan yang dicantumkan dalam permohonan arbitrase, baik materiil juga

imateriil. Oleh karena itu, pemohon arbitrase hendaknya lebih bijak dalam

menetapkan nilai tuntutannya. Satu dan lain hal, karena pendaftaran biaya

arbitrase dihitung berdasarkan prosentase nilai tuntutan dan majelis arbiter hanya

akan mengabulkan nilai tuntutan yang dapat dibuktikan oleh pemohon.

Apabila terdapat pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase turut serta dan

menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase seperti

yang dimaksud oleh Pasal 30 UU No. 30 Tahun 1999, maka pihak ketiga tersebut

wajib untuk membayar biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya sehubungan

dengan keikutsertaannya tersebut. Dalam hal Termohon tidak memberikan

tanggapan atau diam saja, maka Pemohon arbitrase berkewajiban untuk

membayar beban biaya perkara Termohon. Pemeriksaan perkara arbitrase tidak

akan dimulai sebelum biaya administrasi dilunasi oleh kedua belah pihak.

7. Pelaksanaan Putusan Arbitrase

Pelaksanaan putusan arbitrase nasional diatur dalam Pasal 59 sampai

dengan 64 UU No.30 Tahun 1999. Pada dasarnya para pihak harus melaksanakan

putusan secara sukarela. Agar putusan arbitrase dapat dipaksakan pelaksanaanya,

putusan tersebut harus diserahkan dan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan

negeri, dengan mendaftarkan dan menyerahkan lembar asli atau salinan autentik

putusan arbitrase nasional oleh arbiter atau kuasanya ke panitera pengadilan

negeri, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan arbitase diucapkan.

Putusan Arbitrase nasional bersifat mandiri, final ddan mengikat.

Putusan Arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti

putusan yang mempunyai kekeuatan hukum tetap) sehingga Ketua Pengadilan

Universitas Sumatera Utara


Negeri tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan

arbitrase nasional tersebut. Kewenangan memeriksa yang dimiliki Ketua

Pengadilan Negeri, terbatas pada pemeriksaan secara formal terhadap putusan

arbitrase nasional yang dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Berdasar

Pasal 62 UU No.30 Tahun 1999 sebelum memberi perintah pelaksanaan, Ketua

Pengadilan memeriksa dahulu apakah putusan arbitrase memenuhi Pasal 4 dan

Pasal 5 (khusus untuk arbitrase internasional). Bila tidak memenuhi maka, Ketua

Pengadilan Negeri dapat menolak permohonan arbitrase dan terhadap penolakan

itu tidak ada upaya hukum apapun. 48

48
Budhy Budiman. Mencari Model Ideal penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap praktik
Peradilan Perdata Dan undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.http://www.uika-
bogor.ac.id/jur05.htm. Diakses 3 November 2015)

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE DALAM
PERJANJIAN PEMAKAIAN ARUS LISTRIK ANTARA
PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DENGAN
PELANGGAN AKIBAT WANPRESTASI

A. Profil Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero Kantor Area Medan

1. Profil Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero Kantor Area Medan

Sejarah keberadaan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara berawal

dari dimulainya usaha kelistrikan di Sumatera Utara pada tahun 1923, yakni

ketika perusahaan swasta belanda bernama NV NIGEM / OGEM membangun

sentral listrik di tanah pertapakan yang saat ini menjadi lokasi kantor PLN Cabang

Medan di Jl. Listrik No. 12 Medan. Kemudian menyusul pembangunan kelistrikan

di Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan pada tahun 1924, di Tebing Tinggi tahun

1927, di Sibolga (oleh NV ANIWM) Berastagi dan Tarutung tahun 1929, di

Tanjung Balai tahun 1931, di Labuhan Bilik tahun 1936 dan Tanjung Tiram pada

tahun 1937. 49

Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, bergeraklah

aksi karyawan perusahaan listrik di seluruh penjuru tanah air untuk mengambil

alih perusahaan listrik bekas milik swasta Belanda dari tangan Jepang. Perusahaan

listrik yang diambil alih itu kemudian diserahkan kepada Pemerintah RI yakni

kepada Departemen Pekerjaan Umum. Untuk mengenang peristiwa ambil alih itu

maka dengan Penetapan Pemerintah No.1 sd /45 ditetapkanlah tanggal 27 Oktober

sebagai Hari Listrik.

49
http://www.pln.co.id/sumut/?p=62 (diakses tanggal 21 Agustus 2015).

Universitas Sumatera Utara


Dalam suasana hubungan antara Indonesia dan Belanda yang makin

memburuk, maka pada tanggal 3 Oktober 1953 terbitlah Surat Keputusan Presiden

No. 163 yang memuat ketentuan Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik swasta

Belanda sebagai bagian dari perwujudan Pasal 33 angka (2) UUD NRI Thn 1945.

Setelah aksi ambil alih itu maka sejak tahun 1955 berdiri Perusahaan Listrik

Negara Distribusi Cabang Sumatera Utara (yang meliputi daerah Sumatera Timur

dan Tapanuli) yang berpusat di Medan.

Pada bulan Maret 1958 dibentuk Penguasa Perusahaan-Perusahaan Listrik

dan Gas (P3LG) yang merupakan gabungan antara pengusahaan listrik dan

pengusahaan gas. Dalam perjalanannya, pada tahun 1959 P3LG berubah menjadi

Direktorat Djenderal PLN (DDPLN). Pada tanggal 1 Januari 1961 dibentuklah

Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU–PLN) yang bergerak di

bidang listrik, gas dan kokas. Setelah BPU PLN berdiri dengan SK Menteri PUT

No. 16/1/20 tanggal 20 Mei 1961, maka organisasi kelistrikan pun berubah.

Perusahaan listrik di Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau diubah

namanya menjadi PLN Eksploitasi. Pada tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN

dibubarkan melalui Peraturan Menteri PUT No. 9 /PRT/64 dan kemudian

dibentuklah 2 perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang

mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas.

Kemudian dengan terbitnya Peraturan Menteri No. 1/PRT/65 ditetapkanlah

pembagian daerah kerja PLN secara nasional menjadi 15 Kesatuan daerah

Eksploitasi, dimana PLN Sumatera Utara ditetapkan menjadi PLN Eksploitasi I.

Universitas Sumatera Utara


Sebagai tindak lanjut dari pembentukan PLN Eksploitasi I Sumatera Utara

tersebut, maka dengan Surat Keputusan Direksi PLN No. KPTS

009/DIRPLN/1966 tanggal 14 April 1966, PLN Eksploitasi I dibagi menjadi

empat cabang dan satu sektor, yaitu Cabang Medan, Binjai, Sibolga, dan

Pematang Siantar (yang berkedudukan di Tebing Tinggi). Peraturan Pemerintah

No. 18 tahun 1972 mengubah bentuk perusahaan menjadi Perusahaan Umum

(PERUM) yang isinya mempertegas kedudukan PLN sebagai Perusahaan Umum

Listrik Negara dengan hak, wewenang dan tanggung jawab untuk

membangkitkan, menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik ke seluruh

Wilayah RI. Dalam Surat Keputusan Menteri PUTL No. 01/PRT/73 menetapkan

PLN Eksploitasi I Sumatera Utara diubah menjadi PLN Eksploitasi II Sumatera

Utara. Menyusul kemudian terbit Peraturan Menteri PUTL No. 013/PRT/75 yang

mengubah PLN Eksploitasi menjadi PLN Wilayah, dimana PLN Eksploitasi II

berubah namanya menjadi PLN Wilayah II Sumatera Utara.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang

Ketenagalistrikan, Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara ditetapkan

sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK). Dalam rangka

meningkatkan efisiensi dan efektifitas usaha penyediaan tenaga listrik, maka pada

tanggal 16 Juni 1994 terbitlah Peraturan Pemerintah No.23/1994 yang isinya

menetapkan status PLN yang berubah dari Perusahaan Umum (PERUM) Listrik

Negara dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).

Sejak status perusahaan berubah, perkembangan kelistrikan di Sumatera

Utara terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang begitu pesat. Hal ini

Universitas Sumatera Utara


ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan, perkembangan fasilitas

kelistrikan, kemampuan pasokan listrik dan indikasi-indikasi pertumbuhan

lainnya. Untuk mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan kelistrikan

Sumatera Utara dimasa mendatang serta sebagai upaya untuk meningkatkan

kualitas pelayanan jasa kelistrikan, maka berdasarkan Surat Keputusan Direksi

Nomor 078.K/023/DIR/1996 tanggal 8 Agustus 1996, dibentuklah organisasi baru

bidang jasa pelayanan kelistrikan yaitu PT PLN (Persero) Pembangkitan dan

Penyaluran Sumatera Bagian Utara.

Dengan pembentukan Organisasi baru PT PLN (Persero) Pembangkitan

dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara yang terpisah dari PT PLN (Persero)

Wilayah II, maka fungsi – fungsi pembangkitan dan penyaluran yang sebelumnya

dikelola oleh PT PLN (Persero) Wilayah II berpisah tanggung jawab

pengelolaannya ke PLN Pembangkitan dan Penyaluran Sumbagut. Sementara itu,

PT PLN (Persero) Wilayah II berkonsentrasi pada bidang distribusi dan penjualan

tenaga listrik. Pada Tahun 2003 PT PLN (Persero) Wilayah II berubah namanya

menjadi PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara.

Wilayah Kerja PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara meliputi

keseluruhan wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan luas 71.680,68 km2 yang

terdiri atas 25 Kabupaten dan 8 Kota dengan 417 Kecamatan dan 5.856

Desa/Kelurahan dimana sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan

sebagian kecil berada di Pulau Nias.

Universitas Sumatera Utara


2. Visi dan Misi PT PLN (Persero)

Visi yang ingin dicapai PT PLN (Persero) Area Medan adalah:

Diakui sebagai Perusahaan Kelas Dunia yang Bertumbuh kembang, Unggul dan

Terpercaya dengan bertumpu pada Potensi Insani.

Misi

Misi yang diusung oleh PT PLN (Persero) Are Medan adalah:

a. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi

pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan dan pemegang saham.

b. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas

kehidupan masyarakat.

c. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.

d. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.

3. Moto

Listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik

B. Proses Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase antara


Perusahaan Listrik Negara dengan Pelanggan dalam Perjanjian
Pemakaian Arus Listrik Akibat Wanprestasi

Hak dan Kewajiban Para Pihak pada Perjanjian Pemakaian Arus Listrik

1. Hak PLN

a. Menerima pembayaran arus listrik yang telah dinikmati konsumen

pelanggan.

b. Memeriksa instalasi ketenagalistrikan yang diperlukan oleh masyarakat

baik sebelum maupun sesudah mendapat sambungan listrik.

Universitas Sumatera Utara


c. PLN tidak bertanggung jawab atas bahaya terhadap keselamatan nyawa

dan barang yang timbul karena penggunaan arus listrik yang tidak sesuai

pemakaiannya.

2. Kewajiban PLN

a. Menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan

yang berlaku.

b. Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan

masyarakat.

c. Mengutamakan produk dan potensi dalam negeri. 50

3. Hak Pelanggan

a. Mendapat pelayanan yang baik.

b. Mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan

yang baik.

c. Memperoleh tenaga listrik dengan harga yang wajar.

d. Mendapatkan pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga

listrik.

4. Kewajiban Pelanggan

a. Melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat

pemanfaatan tenaga listrik.

b. Menjaga dan memelihara keamanan instalasi ketenagalistrikan.

c. Mentaati persyaratan teknis dibidang ketenagalistrikan.

d. Memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya.

50
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, 27 Agustus 2015

Universitas Sumatera Utara


e. Membayar uang langganan atau harga tenaga listrik sesuai ketentuan dan

perjanjian.

f. Mengizinkan PLN untuk melaksanakan kewenangannya. 51

5. Sanksi

a. Pengenaan biaya keterlambatan.

b. Tagihan susulan.

c. Pemutusan sementara.

d. Pemutusan/pembongkaran rampung.

e. Pembatalan perjanjian jual beli tenaga listrik.

f. Bentuk-bentuk sanksi lainnya yang dinyatakan dalam perjanjian jual beli

tenaga listrik.

Terjadinya suatu sengketa merupakan suatu hal yang sering terjadi

terutama bagi kalangan para pebisnis bahkan hal semacam ini menjadi tidak asing

lagi di mana setiap ada permasalahan terutama yang berkaitan dengan

permasalahan hukum perdata pastilah akan mengajukan suatu gugatan. Sementara

di kalangan para pebisnis penyelesaian suatu sengketa dapat menggunakan jalur

litigasi maupun non litigasi tetapi para pebisnis sendiri cenderung menggunakan

cara non litigasi dimana cara ini cenderung lebih efektif terutama penyelesaian

dengan menggunakan cara arbitrase. Tidak hanya itu saja penyelesaian melalui

arbitrase ini didasari oleh itikad baik di antara para dengan membuat suatu

perjanjian sehingga hal ini berlandaskan tata cara yang kooperatif dan non

kooperatif.

51
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, 27 Agustus 2015

Universitas Sumatera Utara


Tidak hanya itu penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase ini

menjadi populer di kalangan bisnis disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1. Sifatnya tertutup sehingga pihak yang bersengketa merasa lebih aman

karena sengketanya tidak diketahui oleh masyarakat luas.

2. Biaya relatif lebih ringan dan dapat dibuat estimasi yang mendekati

kenyataan.

3. Waktu yang diperlukan lebih singkat karena para pihak dapat menyepakati

putusan arbiter atau majelis arbiter adalah putusan terakhir yang berlaku

bagi para pihak sehingga tidak ada upaya hukum lain (final and binding).

4. Putusan arbiter atau majelis arbiter lebih dipercaya akan menghasilkan

putusan yang lebih adil karena majelis arbiter dipilih oleh para pihak.

5. Kebebasan untuk membuat pilihan hukum, hal ini sangat penting bagi para

pihak yang mempunyai sistem hukum yang berbeda. 52

Proses penyelesaian perselisihan melalui arbitrase pada umumnya, adalah

sebagai berikut: 53

1. Arbiter dapat mendengar keterangan setiap orang untuk hadir, setelah

dipanggil dengan patut;

2. Arbiter dapat menunjuk seorang/para ahli, menetapkan syarat-syarat,

menerima laporannya dan/atau mendengar keterangan mereka;

3. Arbiter dapat memutuskan perkara berdasarkan dokumen yang ada

saja, jika para pihak mengusulkan/menyetujui;

52
Priyatna Abdurrasyid, dkk., Prospek Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 162.
53
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, 27 Agustus 2015.

Universitas Sumatera Utara


4. Jika salah satu pihak, meskipun telah dipanggil, tidak hadir tanpa

alasan yang sah, jika arbiter merasa pemanggilan tersebut cukup,

arbiter mempunyai kewenangan untuk melanjutkan arbitrase, dan

persidangannya dianggap telah dilaksanakan dengan kehadiran semua

pihak;

5. Menentukan bahasa yang dipergunakan dalam arbitrase, dengan

memperhatikan semua keadaan, khususnya bahasa perjanjian yang

dibuat;

6. Memiliki kewenangan penuh untuk mendengar semua pihak. Kecuali

dengan persetujuan arbiter dan para pihak, pihak yang tidak terkait

dengan perkara tidak boleh hadir (tertutup);

7. Jangka waktu penyelesaian dilakukan dalam 6 bulan, bila semua

persyaratan telah dipenuhi. Jangka waktu tersebut terhitung sejak

tanggal penandatanganan oleh arbiter atau dokumen para pihak

8. Keputusan arbiter bersifat final dan mengikat. 54

Berdasarkan keterangan yang di dapat penulis mengenai jenis-jenis

pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggan dalam perjanjian pemakaian arus

listrik dengan PT. PLN, antara lain:

1. Pemakaian arus daya listrik tidak sesuai dengan Kwh (kilowatt-hour).

2. Merusak segel meteran arus daya listrik.

3. Tidak membayar arus daya listrik dengan tepat waktu.

4. Penggunaan arus daya listrik diluar pelanggan.

54
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, 27 Agustus 2015.

Universitas Sumatera Utara


Adapun proses penyelesaiannya pihak PLN memberikan tugas kepada tim

Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (selanjutnya disebut P2TL) untuk

memeriksa pelanggan yang bermasalah sebelumnya tim P2TL menentukan target

operasi kemudian menentukan jadwal waktu pelaksanaan lalu melakukan

koordinasi lapangan dengan pihak terkait guna untuk memeriksa pelanggan yang

melakukan pelanggaran. Cara tim P2TL menentukan target operasi adalah

melakukan pemantauan dari daftar langganan yang perlu diperhatikan, daftar

pembacaan meter dan daftar pemakaian Kwh lalu melakukan pemantauan

terhadap pemakaian arus tenaga listrik bagi pelanggan yang tidak wajar minimum

selama tiga bulan berturut-turut kemudian mengumpul data dan informasi tentang

pelanggan yang melakukan pelanggaran dan setelah semua upaya tersebut

dilakukan maka pihak P2TL datang melakukan pemeriksaan terhadap pelanggan

yang melakukan pelanggaran atau dapat juga disebut target operasi dan tim P2TL

itu melakukan pemeriksaan harus disaksikan oleh penghuni atau saksi untuk

menghindari dugaan merusak segel sebelum diadakan pemeriksaan jika adanya

saksi atau penghuni maka pemeriksaan dilanjutkan, jika setelah pemeriksaan

tersebut benar pelanggan melakukan pelanggaran dan mempunyai bukti yang sah

maka tim P2TL melakukan pemutusan sementara kemudian tim P2TL melakukan

pengisian formulir berita acara hasil pemeriksaan untuk memenuhi pembuktian

perkara, berita acara tersebut ditandatangani oleh tim P2TL dan pelanggan atau

yang mewakilinya jika pelanggan tidak mau menandatanganinya maka tim P2TL

mencatat bahwa pelanggan tidak mau menandatanganinya dan selanjutnya

petugas P2TL meminta kepada kepala lingkungan atau masyarakat setempat yang

Universitas Sumatera Utara


mengenal pelanggan yang melakukan pelanggaran sebagai saksi, jika saksi juga

keberatan atau tidak bersedia menandatangani maka Tim P2TL juga mencatat

bahwasanya saksi tidak bersedia menandatangani berita acara tersebut dan tim

P2TL memberikan surat panggilan kepada pelanggan untuk datang kekantor PLN

guna menyelesaikan pelanggaran yang dilakukan pelanggan dengan cara

melakukan negosiasi di Kantor PLN antara PLN dengan Pelanggan sampai

permasalahan tersebut selesai dengan damai dan pelanggan mau membayar

tagihan-tagihan atas pelanggaran yang dilakukannya. 55

Apabila pelanggan atau saksi tidak datang memenuhi surat panggilan

pertama dalam waktu 3 (tiga) hari maka petugas administrasi P2TL mengirimkan

surat panggilan kedua jika dalam waktu 3 (tiga) hari kedepan setelah dikeluarkan

surat panggilan kedua pelanggan atau saksi tidak datang juga maka pihak PLN

memberikan surat panggilan ketiga apabila sampai dengan surat ketiga pelanggan

atau saksi tidak datang memenuhi panggilan PLN maka petugas administrasi

P2TL mengirimkan surat peringatan pertama yang berisi tagihan susulan dan

melakukan pemutusan sementara dengan selang waktu 3 (tiga) hari kerja dari

surat panggilan ketiga. Masa peringatan pertama adalah 5 (lima) hari kerja setelah

tanggal surat peringatan pertama apabila sampai berakhirnya masa peringatan

pertama, pelanggan atau yang mewakili belum datang memenuhi panggilan PLN

maka petugas administrasi mengirimkan surat peringatan kedua yang berkerja

sama dengan jaksa. Masa surat peringatan kedua adalah selama 6 (enam) hari

kerja dan apabila pelanggan atau yang mewakili tidak datang memenuhi

55
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, tanggal 27 Agustus 2015.

Universitas Sumatera Utara


panggilan PLN pada masa surat peringatan kedua maka PLN akan mengirimkan

petugas untuk melaksanakan kegiatan pemutusan rampung (pembongkaran

meteran arus daya listrik). 56

Apabila bagi Pelanggan yang telah dikenakan Pemutusan Sementara

kemudian melakukan pembayaran tagihan susulan (denda atas pelanggaran) biaya

P2TL lainnya dan telah melunasi angsuran pertama maka pihak PLN melakukan

penyambungan kembali paling lama 2 (dua) hari kerja setelah dilakukan

pembayaran oleh Pelanggan dan bagi Pelanggan yang telah dikenakan pemutusan

rampung juga melakukan pelunasan tagihan susulan (denda atas pelanggaran)

serta biaya P2TL lainnya dan melunasi angsuran pertama maka dilakukan

penyambungan kembali yang diberlakukan sebagai Pelanggan pasang baru.

Ketentuan tagihan susulan dibuat dalam jangka waktu selambat-lambatnya

3 (tiga) hari kerja sejak Pelanggan atau yang mewakili datang memenuhi

panggilan PLN untuk penyelesaian hasil temuan P2TL, Tagihan Susulan dan

biaya P2TL lainnya harus dibayar tunai atau atas permintaan Pelanggan dan atas

Pertimbangan tertentu dapat dibayar secara angsuran 12 (dua belas) kali dengan

jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan. Dalam hal kasus khusus General

Manager unit setempat dapat memberikan angsuran lebih dari 12 (dua belas) kali

dengan jangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Pembayaran tagihan susulan

P2TL dilakukan dikantor PLN setempat di mana Pelanggan terdaftar. Jika setelah

pemutusan rampung terjadi Pelanggan tidak terima atas yang dilakukan PLN

dikarenakan mereka mempunyai alasan-alasan dan bukti-bukti yang sah maka dari

56
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, tanggal 27 Agustus 2015

Universitas Sumatera Utara


itu pelanggan juga dapat mengajukan keberatan atas penetapan sanksi P2TL,

maka Pelanggan dapat mengajukan keberatan kepada General Manager

Distribusi/Wilayah atau Manajer Area/Cabang Unit PLN yang memberikan

sanksi dimaksud dengan disertai alasan-alasan dan bukti-bukti yang jelas.

Pelanggan dapat mengajukan keberatan dengan jangka waktu paling lama 14

(empat belas) hari kerja setelah kejadian P2TL setelah diterimanya atas keberatan

yang diajukan pelanggan tersebut oleh PLN maka akan dianalisa dan evakuasi

oleh Tim Keberatan yang dibentuk oleh General Manager Distribusi/Wilayah

untuk tingkat Distribusi/Wilayah dan oleh Manajer Area/Cabang untuk tingkat

Cabang/Area.Tim Keberatan dibentuk dan diketuai oleh General Manager untuk

Wilayah/Distribusi dan Manajer untuk Cabang/Area serta berjumlah minimal 5

(lima) orang atau ganjil yang terdiri dari unsur-unsur yang meliputi:

a. Teknik

b. Niaga/Pelayanan Pelanggan

c. Administrasi dan Kepegawaian

d. Wakil Pemerintah di Bidang Ketenagalistrikan.

Dalam hal keberatan yang diajukan oleh Pelanggan jika tidak terpenuhi

baik secara keseluruhan maupun sebahagian, maka unit yang mengenakan sanksi

P2TL harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis dalam waktu paling

lama 14 (empat belas) hari kerja sejak keberatan diterima. Dan sebaliknya jika

yang diajukan oleh Pelanggan terpenuhi untuk diproses lebih lanjut, maka unit

yang menerima keberatan harus menyampaikan keputusan atas keberatan tersebut

kepada pelanggan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak

Universitas Sumatera Utara


diterimanya keberatan dari Pelanggan. 57 Dalam hal Pelanggan yang terkena

Pemutusan Sementara/Pemutusan Rampung dan dinyatakan terbukti tidak

bersalah apabila kesalahan yang mengakibatkan dilakukan Pemutusan

Sementara/Pemutusan Rampung terbukti akibat kelalaian yang dilakukan oleh

Pihak PLN, Manajemen PLN dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari

kerja harus menyampaikan permohonan maaf secara tertulis kepada Pelanggan

tersebut.

Setelah adanya hasil dari Tim Keberatan bahwasanya Pelanggan adalah

yang bersalah maka Pelanggan juga diwajibkan melakukan pembayaran Tagihan

Susulan tetapi jika Pelanggan tersebut tidak mau membayar dan merasa keberatan

atas keputusan tersebut maka Pelanggan membuat laporan kepada kantor Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disebut BPSK) Pelanggan

tersebut membuat laporan meminta perlindungan konsumen dikarenakan merasa

keberatan atas keputusan oleh pihak PLN bahwa Pelanggan melanggar perjanjian

dalam pemakaian Arus Listrik. Pelanggan membuat laporan kepada kantor BPSK

adalah untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi dengan PLN. Adapun fungsi

dan tugas BPSK sebagai berikut ;

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan

cara melalui konsiliasi, mediasi dan arbitrase.

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen.

c. Pengawasan perjanjian baku.

57
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, tanggal 27 Agustus 2015

Universitas Sumatera Utara


d. Melaporkan daripada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran undang-

undang ini.

e. Menerima pengaduan lisan dan tertulis tentang dilanggarnya perlindungan

konsumen.

f. Melakukan penelitian dan pemriksaan sengketa konsumen.

g. Memanggil pelaku usaha pelanggar.

h. Menghadirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang yang mengetahui

pelanggaran ini.

i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan saksi apabila tidak

memenuhi panggilan.

j. Mendapatkan, meneliti dan menilai surat-surat, dokumen dan alat-alat

bukti lain guna penyilidikan dan pemeriksaan.

k. Memutuskan dan menetapkan ada tidaknya kerugian konsumen.

l. Memberitahukan keputusan kepada pelaku usaha pelanggaran undang-

undang.

m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha melanggar undang-

undang.

Dari keseluruhan tugas dan fungsi kantor BPSK maka pelanggan

menyerahkan sepenuhnya untuk menyelesaikan sengketa konsumen dengan dasar

dan aturan yang dibuat kantor BPSK hingga masalah selesai. Adapun cara

mengajukan sengketa yaitu membuat surat permohonan kepada ketua BPSK

mengisi formulir pengaduan dikantor BPSK yang berisi :

a. Nama, alamat pengadu dan alamat yang diadukan.

Universitas Sumatera Utara


b. Keterangan waktu/tempat terjadinya transaksi.

c. Kronologis kejadian.

d. Bukti-bukti yang lengkap seperti ; faktur, bon, kwitansi dan lain-lain.


58
e. Fotokopi KTP pengadu.

Setelah berkas diterima oleh BPSK kemudian dilakukan pemanggilan pada

pihak-pihak yang bersengketa guna dipertemukan dalam Prasidang. Dari

Prasidang itu bisa ditentukan langkah selanjutnya apakah konsumen dan pelaku

usaha masih bisa didamaikan atau harus menempuh langkah-langkah penyelesaian

yang telah ditetapkan antara lain:

a. Konsiliasi: usaha perdamaian antara dua pihak. Metode konsiliasi

ditempuh jika pihak konsumen dan pengusaha bersedia melakukan

musyawarah untuk mencari titik temu dengan disaksikan majelis hakim

BPSK. Dalam hal ini, majelis hakim BPSK bersikap pasif

b. Mediasi: negosiasi yang dimediasi oleh BPSK. Kedua belah pihak

melakukan musyawarah dengan keikutsertaan aktif majelis hakim BPSK,

termasuk memberikan penetapan.

c. Arbitrase: kedua belah pihak menyerahkan sepenuhnya kepada arbiter.

Konsumen akan memilih salah satu arbiter konsumen yang terdiri dari tiga

orang, demikian pula pengusaha akan memilih satu arbiter pengusaha dari

tiga arbiter yang ada. Sedangkan ketua majelis hakim BPSK adalah

seorang dari tiga wakil pemerintah dalam BPSK. 59

58
Ibid.
59
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dalam bentuk kesepakatan

yang dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang

bersengketa, yang dikuatkan dalam bentuk keputusan BPSK (SK No.

350/MPP/Kep/12/2000 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pasal 6).

Putusan yang dikeluarkan BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak, atau

gugatan dikabulkan. Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan

ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, berupa pemenuhan

ganti rugi dan atau sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak

Rp 200.000.000,00 (Pasal 40).

Penyelesaian yang dilakukan PLN terhadap yang bukan pelanggan dalam

pemakaian arus daya listrik, yaitu Tim P2TL datang memeriksa si pelanggar

tersebut jika benar melakukan pemakaian arus daya listrik dengan tidak terdaftar

di Kantor PLN, maka Tim P2TL memberikan surat panggilan untuk datang ke

Kantor PLN menyelesaikan permasalahan pelanggaran yang dilakukan si

pelanggar dengan membayar denda sesuai arus daya listrik yang digunakannya

tanpa sepengetahuan pihak PLN, kemudian Tim P2TL langsung melakukan

pemutusan rampung arus daya listrik tersebut, sebelum Tim P2TL meninggalkan

si pelanggar maka Tim P2TL meminta identitas si pelanggar sebagai bukti bahwa

benar melakukan pelanggaran, jika si pelanggar tidak datang memenuhi

panggilan, maka Tim P2TL datang ke alamat si pelanggar sesuai identitas untuk
60
memanggil paksa si pelanggar ke Kantor PLN.

60
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Tabel dibawah ini merupakan jenis-jenis pelanggaran dan cara penyelesaian terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Pelanggan

kepada PLN:

Jumlah Persentase
No Tahun Jenis Pelanggaran Penyelesaian
Pelanggaran
1. Pemakaian arus daya listrik 95 3 (Tiga) diselesaikan 92 (sembilan puluh dua) 3% 97%
tidak sesuai dengan Kwh melalui Arbitrase di diselesaikan melalui Negosiasi
kantor BPSK di Kantor PLN
2. Merusak segel meteran arus 5 (lima) diselesaikan 80 (delapan puluh) 5% 80%
Januari daya listrik 85 melalui Arbitrase di diselesaikan melalui Negosiasi
s/d kantor BPSK di Kantor PLN
1
Desember 3. Tidak membayar arus daya 150 - 150 (seratus lima puluh) 100%
2013 listrik dengan tepat waktu. diselesaikan melalui negosiasi
di Kantor PLN
4. Penggunaan arus daya listrik 130 - 130 (seratus tiga puluh) 100%
diluar pelanggan diselesaikan melalui negosiasi
di Kantor PLN
1. Pemakaian arus daya listrik 101 3 (tiga) diselesaikan 98 (Sembilan puluh delapan) 3% 98%
tidak sesuai dengan Kwh melalui Arbitrase di diselesaikan melalui Negosiasi
kantor BPSK di Kantor PLN
Januari 2. Merusak segel meteran arus 70 4 (empat) diselesaikan 66 (enam puluh enam) 6% 94%
s/d daya listrik melalui Arbitrase di diselesaikan melalui Negosiasi
2
Desember kantor BPSK di Kantor PLN
2014
3. Tidak membayar arus daya 180 - 180 (seratus delapan puluh) 100
listrik dengan tepat waktu. diselesaikan melalui negosiasi
di Kantor PLN
4. Penggunaan arus daya listrik 175 - 175 (seratus tujuh puluh lima) 100
diluar pelanggan diselesaikan melalui negosiasi

Universitas Sumatera Utara


di Kantor PLN

1. Pemakaian arus daya listrik 150 5 (lima) diselesaikan 145 (seratus empat puluh lima) 3% 97%
tidak sesuai dengan Kwh melalui Arbitrase di diselesaikan melalui Negosiasi
kantor BPSK di Kantor PLN
2. Merusak segel meteran arus 139 6 (enam) diselesaikan 133 (seratus tiga puluh tiga) 4% 96%
Januari daya listrik melalui Arbitrase di diselesaikan melalui Negosiasi
s/d Kantor BPSK di Kantor PLN
3
Desember 3. Tidak membayar arus daya 201 - 201 (dua ratus satu) 100%
2015 listrik dengan tepat waktu. diselesaikan melalui negosiasi
di Kantor PLN
4. Penggunaan arus daya listrik 182 - 182 (seratus delapan puluh 100%
diluar pelanggan dua) diselesaikan melalui
negosiasi di Kantor PLN

Universitas Sumatera Utara


C. Kendala dan Upaya dalam Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase
dalam Perjanjian Pemakaian Arus Listrik antara Perusahaan Listrik
Negara Dengan Pelanggan Akibat Wanprestasi

Kendala dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam perjanjian

pemakaian arus listrik antara perusahaan listrik negara dengan pelanggan akibat

wanprestasi antara lain:

1. Tidak lengkapnya berkas pelanggan akibat terlalu lama sudah menjadi

Pelanggan

2. Pelanggan tidak terima atas tagihan susulan yang ditetapkan oleh PLN. 61

Upaya dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam perjanjian

pemakaian arus listrik antara perusahaan listrik negara dengan Pelanggan akibat

wanprestasi antara lain :

1. Pihak PLN berusaha mengumpulkan berkas untuk membuktikan

bahwa Pelanggan tersebut benar melakukan pelanggaran dalam

perjanjian pemakaian arus listrik

2. Memberikan tenggang waktu kepada Pelanggan yang merasa

keberatan atas tagihan susulan dengan cara PLN memberikan

keringanan untuk menyelesaikan tagihan-tagihan susulan sengketa

dengan memberikan cicilan kepada Pelanggan dan juga PLN harus

menjalankan tugas sebagaimana mestinya.

61
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, tanggal 27 Agustus 2015.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Proses pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui arbitrase antara perusahaan

listrik negara dengan Pelanggan Dalam Perjanjian Pemakaian Arus Listrik

Akibat Wanprestasi, pihak PLN memberikan tugas kepada tim Penertiban

Pemakaian Tenaga Listrik untuk memeriksa pelanggan yang bermasalah

sebelumnya tim P2TL menentukan target operasi kemudian menentukan

jadwal waktu pelaksanaan lalu melakukan koordinasi lapangan dengan pihak

terkait guna untuk memeriksa pelanggan yang melakukan pelanggaran.cara

tim P2TL menentukan target operasi adalah melakukan pemantauan dari

daftar langganan yang perlu diperhatikan, daftar pembacaan meter,dan daftar

pemakaian Kwh lalu.

2. Kendala dan upaya dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam

perjanjian pemakaian arus listrik antara Perusahaan Listrik Negara dengan

pelanggan akibat wanprestasi antara lain tidak lengkapnya berkas pelanggan

akibat terlalu lama, pelanggan yang tidak terima dikarenakan tunggakan atau

tagihan tidak sesuai, pelanggan tidak terima karena tidak disaksikan oleh saksi

atau pelanggan tersebut.

B. Saran

1. Penyelesaian secara arbitrase di Indonesia nampaknya kurang sosialisasi,

sehingga sebagian masyarakat belum mengetahui eksistensi lembaga

Universitas Sumatera Utara


arbitrase untuk itu hendaknya mengenai eksistensi lembaga arbitrase ini

disosialisasikan kepada masyarakat luas.

2. Penyelesaian secara arbitrase merupakan suatu hasil kesepakatan kedua belah

pihak yang ditungkan dalam perjanjian, untuk itu kaitannya dengan upaya

hukum permohonan pembatalan keputusan pada Pengadilan Negeri,

hendaknya Pengadilan Negeri mempertimbangkan kesepakatan kedua belah

pihak dan menekan waktu dalam menerbitkan penetapan atas permohonan

tersebut.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN UMUM PENYELESAIAN SENGKETA

A. Pengertian Sengketa dan Penyelesaian Sengketa

Sengketa tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada sengketa pasti disitu

ada konflik. Begitu banyak konflik dalam kehidupan sehari-hari. Entah konflik

kecil ringan bahkan konflik yang besar dan berat. Hal ini dialami oleh semua

kalangan, karena hidup ini tidak lepas dari permasalahan. Tergantung bagaimana

kita menyikapinya. Kenapa harus mempelajari tentang sengketa. Karena untuk

mengetahui lebih dalam bagaimana suatu sengketa itu dan bagaimana

penyelesaiannya. 8

Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pertentangan

atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,

kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu obyek

permasalahan. Menurut Winardi, pertentangan atau konflik yang terjadi antara

individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau

kepentingan yang sama atas suatu obyek kepemilikan, yang menimbulkan akibat

hukum antara satu dengan yang lain.

Menurut Sarjita, sengketa pertanahan adalah: “Perselisihan yang terjadi

antara dua pihak atau lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tersebut untuk

penggunaan dan penguasaan hak atas tanahnya, yang diselesaikan melalui

8
http://yuarta.blogspot.com/2011/03/definisi-sengketa.html (diakses tanggal 12 Juli 2015)

Universitas Sumatera Utara


musyawarah atau melalui pengadilan.” 9 Sedangkan menurut Ali Achmad

berpendapat : 10 Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang

berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang

dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.

Dari kedua pendapat di atas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah

perilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu

akibat hukum dan karenanya dapat diberi sanksi hukum bagi salah satu diantara

keduanya.

Munculnya sengketa jika salah satu pihak menghendaki pihak lain untuk

berbuat atau tidak berbuat sesuatu tetapi pihak lainnya menolak berlaku demikian.

Pencarian berbagai jenis proses dan metode untuk menyelesaikan sengketa yang

muncul adalah sesuatu yang urgent dalam masyarakat. Para ahli non hukum

banyak mengeluarkan energi dan inovasi untuk mengekspresikan berbagai model

penyelesaian sengketa (dispute resolution). Berbagai model penyelesaian

sengketa, baik formal maupun informal, dapat dijadikan acuan untuk menjawab

sengketa yang mungkin timbul asalkan hal itu membawa keadilan dan

kemaslahatan.

Macam-macam penyelesaian sengketa pada awalnya, bentuk-bentuk

penyelesaian sengketa yang dipergunakan selalu berorientasi pada bagaimana

supaya memperoleh kemenangan (seperti peperangan, perkelahian bahkan

lembaga pengadilan). Oleh karena kemenangan yang menjadi tujuan utama, para

9
Sarjita, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, (Yogyakarta : Tugujogja
Pustaka, 2005), hal 8.
10
Ali. Achmad Chomzah, Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak Atas
Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, (Jakarta : Prestasi
Pustaka, 2003), hal 14.

Universitas Sumatera Utara


pihak cenderung berupaya mempergunakan berbagai cara untuk mendapatkannya,

sekalipun melalui cara-cara melawan hukum. Akibatnya, apabila salah satu pihak

memperoleh kemenangan tidak jarang hubungan diantara pihak-pihak yang

bersengketa menjadi buruk, bahkan berubah menjadi permusuhan. Dalam

perkembangannya, bentuk-bentuk penyelesaian yang berorientasi pada

kemenangan tidak lagi menjadi pilihan utama, bahkan sedapat mungkin dihindari.

Pihak-pihak lebih mendahulukan kompromi dalam setiap penyelesaian sengketa

yang muncul di antara mereka, dengan harapan melalui kompromi tidak ada pihak

yang merasa dikalahkan/dirugikan.

Upaya manusia untuk menemukan cara-cara penyelesaian yang lebih

mendahulukan kompromi, dimulai pada saat melihat bentuk-bentuk penyelesaian

yang dipergunakan pada saat itu (terutama lembaga peradilan) menunjukkan

berbagai kelemahan/kekurangan, seperti: biaya tinggi, lamanya proses

pemeriksaan, dan sebagainya. Akibat semakin meningkatnya efek negatif dari

lembaga pengadilan, maka pada permulaan tahun 1970-an mulailah muncul suatu

pergerakan dikalangan pengamat hukum dan akademisi Amerika Serikat untuk

mulai memperhatikan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa.

Laura Nader dan Herry F. Todd membedakan konflik dan sengketa

melalui proses bersengketa (disputing process), sebagai berikut: 11

1. Tahap pra-konflik atau tahap keluhan, yang mengacu kepada keadaan atau

kondisi yang oleh seseorang atau suatu kelompok dipersepsikan sebagai

hal yang tidak adil dan alasan-alasan atau dasar-dasar dari adanya perasaan

11
http://sofian-memandang.blogspot.co.id/2015/03/perbedaan-konflik-dan-sengketa.html
(diakses tanggal 2 November 2015).

Universitas Sumatera Utara


itu. Pelanggaran terhadap rasa keadilan itu dapat bersifat nyata atau

imajinasi saja. Yang terpenting pihak itu merasakan haknya dilanggar atau

diperlakukan dengan salah;

2. Tahap Konflik (conflict), ditandai dengan keadaan dimana pihak yang

merasa haknya dilanggar memilih jalan konfrontasi, melemparkan tuduhan

kepada pihak pelanggar haknya atau memberitahukan kepada pihak

lawannya tentang keluhan itu. Pada tahap ini kedua belah pihak sadar

mengenai adanya perselisihan pandangan antar mereka;

3. Tahap Sengketa (dispute), dapat terjadi karena konflik mengalami eskalasi

berhubung karena adanya konflik itu dikemukakan secara umum. Suatu

sengketa hanya terjadi bila pihak yang mempunyai keluhan telah

meningkatkan perselisihan pendapat dari pendekatan menjadi hal yang

memasuki bidang publik. Hal ini dilakukan secara sengaja dan aktif

dengan maksud supaya ada sesuatu tindakan mengenai tuntutan yang

diinginkan.

B. Bentuk-Bentuk Penyelesaian Sengketa Alternatif

Beberapa cara yang dapat dipilih dalam menyelesaikan sengketa,

diantaranya adalah :

1. Konsultasi

Tidak ada suatu rumusan ataupun penjelasan yang diberikan dalam UU

No. 30 Tahun 1999 mengenai makna maupun arti dari konsultasi. Jika melihat

pada Black’s law dictionary dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan

Universitas Sumatera Utara


konsultasi (consultation) adalah “act of consulting or conferring e.g patient with
12
doctor, client with lawyer. Deliberation of persons on some subject”.

Dari rumusan yang diberikan tersebut dapat dilihat, bahwa pada prinsipnya

konsultasi merupakan satu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak

tertentu, yang disebut “klien” dengan pihak lain yang merupakan pihak

“konsultan”, yang memberikan pendapatnya klien tersebut untuk memenuhi

keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Tidak ada suatu rumusan yang

menyatakan sifat “keterikatan” atau “ kewajiban” untuk memenuhi dan mengikuti

pendapat yang disampaikan oleh pihak konsultan. Ini berarti klien adalah bebas

untuk menentukan sendiri keputusan yang akan diambil untuk kepentingannya

sendiri, walau demikian tidak menutup kemungkinan klien akan dapat

mempergunakan pendapat yang disampaikan oleh pihak konsultan tersebut. Ini

berarti dalam konsultasi, sebagai suatu bentuk pranata alternatif penyelesaian

sengketa, peran dari konsultan dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa

yang ada tidaklah dominan sama sekali, konsultan hanyalah memberikan pendapat

(hukum), sebagaimana diminta kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan

mengenai sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak meskipun ada

kalahnya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-

bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa

tersebut.

12
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis (Hukum Arbitrase), (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001), hal 28-29.

Universitas Sumatera Utara


2. Negosiasi

Dengan negosiasi dimaksudkan proses tawar menawar atau pembicara

untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi diantara

para pihak, negosiasi dilakukan baik karena ada sengketa para pihak maupun

hanya belum ada kata sepakat disebabkan belum pernah dibicarakan hal tersebut.

Negosiasi dilakukan oleh dilakukan oleh negosiator mulai dari negosiasi yang

paling sederhana dimana negosiator tersebut adalah para pihak yang

berkepentingan sendiri, sampai kepada menyediakan negosiator khusus atau

memakai lawyer sebagai negosiator” 13

Dari dua pengertian di atas dapat diketahui bahwa negosiasi merupakan

suatu proses pembicaraan atau perundingan mengenai suatu hal tertentu untuk

mencapai suatu kompromi atau kesepakatan di antara para pihak yang melakukan

negosiasi. Negosiasi, yaitu cara untuk mencari penyelesaian masalah melalui

diskusi (musyawarah) secara langsung antara pihak-pihak yang bersengketa yang

hasilnya diterima oleh para pihak tersebut. Jadi, negosiasi tampak sebagai suatu

seni untuk mencapai kesepakatan dan bukan ilmu pengetahuan yang dapat

dipelajari. Dalam praktik, negosiasi dilakukan karena dua alasan, yaitu:

a. Untuk mencari sesuatu yang baru yang tidak dapat dilakukannya sendiri,

misalnya dalam transaksi jual beli, pihak penjual dan pembeli saling

memerlukan untuk menentukan harga (di sini tidak terjadi sengketa); dan

b. Untuk memecahkan perselisihan atau sengketa yang timbul di antara para

pihak

13
Munir Fuady, Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisniss, (Bandung
Citra Aditya Bakti, 2000), hal 42.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Howard Raiffia, sebagaimana dikutip oleh Suyud Margono, ada

beberapa tahapan negosiasi, yaitu: 14

a. Tahap persiapan, dalam mempersiapkan perundingan, hal pertama yang

dipersiapkan adalah apa yang dibutuhkan/diinginkan. Dengan kata lain,

kenali dulu kepentingan sendiri sebelum mengenali kepentingan orang

lain. Tahap ini sering diistilahkan know your self. Dalam tahap persiapan

juga perlu ditelusuri berbagai alternatif lainnya apabila alternatif terbaik

atau maksimal tidak tercapai atau disebut BATNA (best alternative to a

negotiated agreement);

b. Tahap Tawaran Awal (Opening Gambit), dalam tahap ini biasanya

perunding mempersiapkan strategi tentang hal-hal yang berkaitan dengan

pertanyaan siapakah yang harus terlebih dahulu menyampaikan tawaran.

Apabila pihak pertama menyampaikan tawaran awal dan pihak kedua tidak

siap (ill prepared), terdapat kemungkinan tawaran pembuka tersebut

mempengaruhi persepsi tentang reservation price dari perunding lawan.

c. Tahap Pemberian Konsesi (The Negotiated Dance), konsesi yang harus

dikemukakan tergantung pada konteks negosiasi dan konsesi yang

diberikan oleh perunding lawan. Dalam tahap ini seorang perunding harus

dengan tepat melakukan kalkulasi tentang agresifitas serta harus bersikap

manipulatif.

d. Tahap Akhir (End Play), Tahap akhir permainan adalah pembuatan

komitmen atau membatalkan komitmen yang telah dinyatakan

sebelumnya.

14
Suyud Margono, ADR dan Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Jakarta,
Ghalia Indonesia, 2000), hal. 5.

Universitas Sumatera Utara


Lebih lanjut Howard Raiffia menyatakan, agar suatu negosiasi dapat

berlangsung secara efektif dan mencapai kesepakatan yang bersifat stabil, ada

beberapa kondisi yang mempengaruhinya, yaitu:

a. Pihak-pihak bersedia bernegosiasi secara sukarela berdasarkan kesadaran

penuh (willingness);

b. Pihak-pihak siap melakukan negosiasi (preparedness);

c. Mempunyai wewenang mengambil keputusan (authoritative);

d. Memiliki kekuatan yang relatif seimbang sehingga dapat menciptakan

saling ketergantungan (relative equal bargaining power);

e. Mempunyai kemauan menyelesaikan masalah

3. Mediasi

Mediasi adalah salah satu alternative dalam menyelesaikan sengketa.

Mediasi adalah suatu proses negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak

luar yang tidak memihak dan netral yang akan bekerja dengan pihak yang

bersengketa untuk membantu menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa

tersebut secara memuaskan bagi kedua belah pihak. Pihak ketiga yang membantu

menyelesaikan sengketa tersebut dengan mediator. Pihak mediator tidak

mempunyai kewenangan untuk member putusan terhadap sengketa tersebut,

melainkan hanya berfungsi untuk membantu dan menemukan solusi terhadap para

pihak yang bersengketa tersebut. Pengalaman, kemampuan dan integritas dari

pihak mediator tersebut diharapkan dapat mengefektifkan proses negosiasi di

antara para pihak yang bersengketa. 15

15
Munir Fuady, Op.Cit, hal. 47.

Universitas Sumatera Utara


Mediasi dapat juga diartikan sebagai suatu upaya penyelesaian sengketa

dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan

mengambil keputusan, yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai

penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak. Tetapi sebenarnya

mediasi sulit didefinisikan karena pengertian tersebut sering digunakan oleh para

pemakainya dengan tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan mereka

masing-masing. Misalnya, di beberapa negara, karena pemerintahnya

menyediakan dana untuk lembaga mediasi bagi penyelesaian sengketa komersial,

banyak lembaga lain menyebut dirinya sebagai lembaga mediasi. Jadi, disini

mediasi sengaja.

Mediasi dapat juga diartikan sebagai suatu upaya penyelesaian sengketa

dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan

mengambil keputusan, yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai

penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak. Tetapi sebenarnya

mediasi sulit didefinisikan karena pengertian tersebut sering digunakan oleh para

pemakainya dengan tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan mereka

masing-masing. Misalnya, di beberapa negara, karena pemerintahnya

menyediakan dana untuk lembaga mediasi bagi penyelesaian sengketa komersial,

banyak lembaga lain menyebut dirinya sebagai lembaga mediasi. Jadi, disini

mediasi sengaja dirancukan dengan istilah lainnya, misalnya konsiliasi,

rekonsiliasi, konsultasi, atau bahkan arbitrase.

Menurut Kovach, sebagaimana dikutip oleh Suyud Margono mediasi

yaitu:

Universitas Sumatera Utara


“facilitated negotiation. It process by which a neutral third party, the

mediator, assist disputing parties in reaching a mutually satisfaction

solution” 16

Dari rumusan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa pengertian

mediasi mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa berdasarkan

perundingan;

2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam

perundingan;

3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari

penyelesaian;

4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama

perundingan berlangsung;

Diharapkan dengan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dapat

dicapai tujuan utama dari mediasi tersebut yakni :

a. Membantu mencarikan jalan keluar/alternatif penyelesaian atas sengketa

yang timbul diantara para pihak yang disepakati dan dapat diterima oleh

para pihak yang bersengketa.

b. Dengan demikian proses negosiasi sebagai proses yang forward looking

dan bukan backward looking, yang hendak dicapai bukanlah mencari

kebenaran dan/atau dasar hukum yang diterapkan namun lebih kepada

16
Suyud Margono, Op. Cit, hal. 59.

Universitas Sumatera Utara


penyelesaian masalah. “The goal is not truth finding or law imposing, but

problem solving”

Sebagai tambahan dari tujuan utama mediasi yang perlu juga dijadikan

acuan mempertimbangkan penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah :

a. Melalui proses mediasi diharapkan dapat dicapai terjalinnya komunikasi yang

lebih baik diantara para pihak yang bersengketa.

b. Menjadikan para pihak yang bersengketa dapat mendengar, memahami

alasan/penjelasan/argumentasi yang menjadi dasar/pertimbangan pihak yang

lain.

c. Dengan adanya pertemuan tatap muka, diharapkan dapat mengurangi rasa

marah/bermusuhan antara pihak yang satu dengan yang lain.

d. Memahami kekurangan/kelebihan/kekuatan masing-masing, dan hal ini

diharapkan dapat mendekatkan cara pandang dari pihak-pihak yang

bersengketa, menuju suatu kompromi yang dapat diterima para pihak.

Ada beberapa sengketa yang dapat diselesaikan melalui mediasi, antara

lain:

1. Mediasi dapat diterapkan dan dipergunakan sebagai cara penyelesaian

sengketa diluar jalur pengadilan (Out of court Settlement) untuk sengketa

perdata yang timbul diantara para pihak, dan bukan perkara pidana. Dengan

demikian, setiap sengketa perdata dibidang perbankan (termasuk yang diatur

dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/ Tahun 2006 dapat diajukan dan

untuk diselesaikan melalui Lembaga Mediasi Perbankan.

Universitas Sumatera Utara


2. Jika sengketa diantara pihak ternyata tidak hanya menyangkut sengketa

perdata tapi sekaligus juga sengketa pidana dan mungkin juga sengketa tata

usaha negara, tetap merupakan cakupan dari lembaga mediasi yakni sengketa-

sengketa dibidang perdata. Namun demikian, dalam praktek sering kali para

pihak sepakat bahwa penyelesaian sengketa perdata yang disepakati dengan

musyawarah mufakat (melalui mediasi), akan dituangkan dalam suatu

perjanjian perdamaian, dan dipahami juga bahwa walau para pihak tidak dapat

dibenarkan membuat perjanjian perdamaian bagi perkara pidana mereka dapat

menggunakan perjanjian perdamaian atas sengketa perdata mereka sebagai

dasar untuk dengan iktikad baik sepakat tidak melanjutkan perkara pidana

yang timbul diantara mereka dan/atau mencabut laporan perkara pidana

tertentu, sebagaimana dimungkinkan.

4. Konsiliasi

Seperti halnya mediasi, konsiliasi (conciliation) juga merupakan suatu

proses penyelesaian sengketa di antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga

yang netral dan tidak memihak. Biasanya konsiliasi mengacu pada suatu proses

yang mana pihak ketiga bertindak sebagai pihak yang mengirimkan suatu

penawaran penyelesaian antara para pihak tetapi perannya lebih sedikit dalam

proses negosiasi dibandingkan seorang mediator. Seperti juga mediator, tugas dari

konsiliator hanyalah sebagai pihak fasilitator untuk melakukan komunikasi di

antara pihak sehingga dapat diketemukan solusi oleh para pihak sendiri. Dengan

demikian pihak konsiliator hanya melakukan tindakan-tindakan seperti mengatur

waktu dan tempat pertemuan para pihak, mengarahkan subyek pembicaraan,

Universitas Sumatera Utara


membawa pesan dari satu pihak kepada pihak lain jika pesan tersebut tidak

mungkin disampaikan langsung atau tidak mau bertemu muka langsung, dan lain-

lain. 17

5. Arbitrase.

Istilah arbitrase berasal dari kata “arbitrase” (bahasa latin), yang berarti

kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan. Apabila

memperhatikan pengertian di atas nampak jelas bahwa lembaga arbitrase memang

dimaksudkan menjadi suatu lembaga yang berfungsi untuk menyelesaikan suatu

perkara atau sengketa tetapi tidak mempergunakan suatu metode penyelesaian

yang klasik, dalam hal ini lembaga peradilan.

Meskipun arbitrase sudah ada dan dipraktekkan selama berabad-abad

bahkan pertama kali diperkenalkan oleh masyarakat Yunani sebelum masehi,

namun sampai sekarang definisi pasti mengenai apa itu arbitrase masih saja

ditemui karena begitu banyaknya perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat

tersebut tidak sampai menghilangkan makna arbitrase sebagai alternatif

penyelesaian sengketa melainkan justru memberikan konsep yang berbeda-beda

mengenai arbitrase.

Subekti menyatakan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan

sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para

pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang diberikan oleh hakim yang

mereka pilih.

17
Munir Fuady, Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Bandung:
Citra AdityaBhakti, 2009), hal. 52.

Universitas Sumatera Utara


H. Priyatna Abdurrasyid menyatakan bahwa arbitrase adalah suatu proses

pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara yudisial seperti oleh para pihak

yang bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada bukti-bukti yang

diajukan oleh para pihak. 18

H.M.N. Purwosutjipto menggunakan istilah perwasitan untuk arbitrase

yang diartikan sebagai suatu peradilan perdamaian, dimana para pihak bersepakat

agar perselisihan mereka tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai

sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak yang ditunjuk

oleh para pihak sendiri dan putusannya mengikat bagi kedua belah pihak. 19

Pada dasarnya arbitrase adalah suatu bentuk khusus pengadilan. Poin

penting yang membedakan pengadilan dan arbitrase adalah bila jalur pengadilan

(judicial settlement) menggunakan satu peradilan permanen atau standing court,

sedangkan arbitrase menggunakan forum tribunal yang dibentuk khusus untuk

kegiatan tersebut. Dalam arbitrase, arbitrator bertindak sebagai “hakim” dalam

mahkamah arbitrase, sebagaimana hakim permanen, walaupun hanya untuk kasus

yang sedang ditangani. Arbitrase adalah suatu proses yang mudah atau simple

yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus

oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan mereka di mana keputusan

berdasarkan dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para pihak setuju sejak semula

untuk menerima putusan tersebut secara final dan mengikat.

18
H. Priyatna Abdurrasyid, Penyelesaian Sengketa Komersial (Nasional dan Internasional)
di luar Pengadilan, Makalah, September 1996. hal. 3.
19
H.M.N. Poerwosutjipto, Pokok-pokok Hukum Dagang, Perwasitan, Kepailitan dan
Penundaan Pembayaran, (Jakarta: Cetakan III, Djambatan, 1992), hal. 4.

Universitas Sumatera Utara


Di Indonesia, perangkat aturan mengenai arbitrase yakni UU No. 30

Tahun 1999, mendefinisikan arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa perdata

di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat

secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Black’s Law Dictionary juga

memberikan definisi arbitrase sebagai : “a method of dispute resolution involving

one or more neutral third parties who are usually agreed to by the disputing

parties and whose decision is binding” Sebagai catatan bahwa dalam Pasal 5 UU

No. 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa : Sengketa yang dapat diselesaikan melalui

arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum dan

peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang

bersengketa.” Dengan demikian, sengketa seperti kasus-kasus keluarga atau

perceraian yang hak atas harta kekayaan tidak sepenuhnya dikuasai oleh masing-

masing pihak, tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase.

Untuk cara yang pertama dan kedua dilakukan dengan mendiskusikan

perbedaan-perbedaan yang timbul di antara para pihak yang bersengketa melalui

“musyawarah untuk mufakat” dengan tujuan mencapai win-win solution. Jadi,

apakah sengketa tersebut dapat diselesaikan atau tidak sangat tergantung pada

keinginan dan iktikad baik para pihak yang bersengketa. Artinya, bagaimana

mereka mampu menghilangkan perbedaan pendapat di antara mereka.

Apabila penyelesaian secara damai telah disepakati olch para pihak,

mereka terikat pada hasil penyelesaian tersebut. Cara ketiga adalah dengan

mengajukan sengketa ke pengadilan. Cara itu kurang populer di kalangan

pengusaha, bahkan kalau tidak terpaksa, para pengusaha pada umumnya

Universitas Sumatera Utara


menghindari penyelesaian sengketa di pengadilan. Hal ini kemungkinan

disebabkan lamanya waktu yang tersita dalam proses pengadilan sehubungan

dengan tahapan-tahapan (banding dan kasasi) yang harus dilalui, atau disebabkan

sifat pengadilan yang terbuka untuk umum sementara para pengusaha tidak suka

masalah-masalah bisnisnya dipublikasikan, ataupun karena penanganan

penyelesaian sengketa tidak dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang

tertentu yang dipilih sendiri (meskipun pengadilan dapat juga menunjuk hakim ad

hoc atau menggunakan saksi ahli). Cara penyelesaian keempat, yaitu arbitrase,

merupakan pilihan yang paling menarik, khususnya bagi kalangan pengusaha.

Bahkan, arbitrase dinilai sebagai suatu “pengadilan pengusaha” yang independen

guna menyelesaikan sengketa yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan

mereka. 20

Berbagai pengertian arbitrase yang diberikan di atas terdapat beberapa

unsur kesamaan, yaitu:

1. Adanya kesepakatan untuk menyerahkan penyelesaian sengketa-sengketa,

baik yang akan terjadi maupun telah terjadi kepada seorang atau beberapa

orang pihak ketiga di luar peradilan umum untuk diputuskan;

2. Penyelesaian sengketa yang bisa diselesaikan adalah sengketa yang

menyangkut hak pribadi yang dapat dikuasai sepenuhnya, khususnya disini

dalam bidang perdagangan industri dan keuangan; dan

3. Putusan tersebut merupakan putusan akhir dan mengikat (final and

binding).Pemilihan lembaga arbitrase untuk menyelesaikan sengketa yang

20
www.badilag.net (Lembaga Peradilan Dan Penyelesaian Sengketa Alternatif), (diakses
tanggal 11 Juli 2015).

Universitas Sumatera Utara


timbul di antara para pihak dilandasi oleh banyaknya keuntungan yang

diperoleh, antara lain: 21

b) Keuntungan dari satu peradilan arbitrase sebagaimana tersebut di atas ialah

menang waktu, karena dapat dikontrol oleh para pihak sehingga

kelambatan dalam proses peradilan pada umumnya dapat dihindari;

c) Disamping keuntungan tersebut, kerahasiaan proses penyelesaian sengketa

suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam dunia usaha dapat dikatakan lebih

terjamin;

d) Macam-macam bukti dalam penyelesaian perselisihan yang tidak terletak

dalam bidang yuridis pun dapat digunakan sehingga tidak perlu terlambat

karena ketentuan undang-undang mengenai pembuktian yang

bersangkutan;

e) Suatu putusan arbitrase pada umumnya terjamin, tidak memihak, mantap,

dan jitu karena diputuskan oleh (orang) ahli yang pada umumnya menjaga

nama dan martabatnya oleh karena berprofesi dalam bidang tersebut;

f) Keuntungan yang lain ialah peradilan arbitrase potensial menciptakan

profesi yang lain, yaitu sebagai arbiter yang merupakan faktor pendorong

untuk para ahli lebih menekuni bidangnya untuk mencapai tingkat paling

atas secara nasional

Selain keuntungan itu ada juga kelemahan dari proses alternatif

penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini, sehingga para pihak yang bersengketa

21
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


memilih mediasi sebagai media untuk menyelesaiakan sengketa mereka.

Kelemahan arbitrase antara lain : 22

1. Pemutusan perkara baik melalui pengadilan maupun arbitrase bersifat

formal, memaksa, menengok ke belakang, berciri pertentangan dan

berdasar hak-hak. Artinya, bila para pihak melitigasi suatu sengketa

prosedur pemutusan perkara diatur ketentuan-ketentuan yang ketat dan

suatu konklusi pihak ketiga menyangkut kejadian-kejadian yang lampau

dan hak serta kewajiban legal masing-masing pihak akan menentukan

hasilnya.

2. Kelemahan-kelemahan dalam penyelesaian sengketa secara litigasi di

negara-negara barat dan timur antara lain memakan waktu yang lama,

memakan biaya yang tinggi, dan merenggangkan hubungan pihak-pihak

yang bersengketa.

C. Tujuan Pelaksanaan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Konflik, sengketa, pelanggaran atau pertikaian antara atau terkait dua

individu atau lebih dewasa ini telah dan akan terus menjadi fenomena biasa dalam

masyarakat. Situasi itu akan semakin merepotkan dunia hukum dan peradilan

apabila semua konflik, sengketa atau pertikaian itu diproses secara hukum oleh

peradilan. Dalam kaitan itu diperlukan mekanisme Alternaltif Penyelesaian

Sengketa atau Alternative Dispute Resolution yang tidak membuat masyarakat

tergantung pada dunia hukum yang terbatas kapasitasnya, namun tetap dapat

menghadirkan rasa keadilan dan penyelesaian masalah. Mekanisme tersebut

sebenarnya telah memiliki dasar hukum dan telah memiliki preseden serta pernah

22
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


dipraktikkan di Indonesia walau jarang disadari. Mekanisme tersebut juga

memiliki potensi untuk semakin dikembangkan di Indonesia.

Mas Achmad Santosa mengemukakan sekurang-kurangnya ada 5 (lima)

faktor utama yang memberikan dasar diperlukannya pengembangan penyelesaian

sengketa alternatif di Indonesia, yaitu: 23

a. Sebagai upaya meningkatkan daya saing dalam mengundang penanaman

modal ke Indonesia. Kepastian hukum termasuk ketersediaan sistem

penyelesaian sengketa yang efisien dan reliable merupakan faktor penting

bagi pelaku ekonomi mau menanamkan modalnya di Indonesia. Penyelesaian

sengketa alternatif yang didasarkan pada prinsip kemandirian dan

profesionalisme dapat menepis keraguan calon investor tentang keberadaan

forum penyelesaian sengketa yang reliable (mampu menjamin rasa keadilan);

b. Tuntutan masyarakat terhadap mekanisme penyelesaian sengketa yang efisien

dan mampu memenuhi rasa keadilan;

c. Upaya untuk mengimbangi meningkatnya daya kritis masyarakat yang

dibarengi dengan tuntutan berperan serta aktif dalam proses pembangunan

(termasuk pengambilan keputusan terhadap urusan-urusan publik). Hak

masyarakat berperan serta dalam penetapan kebijakan publik tersebut

menimbulkan konsekuensi diperlukannya wadah atau mekanisme

penyelesaian sengketa untuk mewadahi perbedaan pendapat (conflicting

opinion) yang muncul dari keperansertaan masyarakat tersebut;

23
Mas Achmad Santosa. Perkembangan ADRD Indonesia, Makalah Disampaikan dalam
Lokakarya Hasil Penelitian Teknik Mediasi Tradisional, Diselenggarakan The Asia Fondation
Indonesia Centre for Environmental Law, kerjasama dengan Pusat Kajian Pihak Penyelesaian
Sengketa Universitas Andalas. Di Sedona Bumi Minang, 27 November 1999.

Universitas Sumatera Utara


d. Menumbuhkan iklim persaingan sehat (peer pressive) bagi lembaga peradilan.

Kehadiran lembaga-lembaga penyelesaian sengketa alternatif dan kasasi

pengadilan (tribunal) apabila sifatnya pilihan (optional), maka akan terjadi

proses seleksi yang menggambarkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap

lembaga penyelesaian sengketa tertentu. Kehadiran pembanding (peer) dalam

bentuk lembaga penyelesaian sengketa alternatif ini diharapkan mendorong

lembaga-lembaga penyelesaian sengketa tersebut meningkatkan citra dan

kepercayaan masyarakat;

e. Sebagai langkah antisipatif membendung derasnya arus perkara mengalir

kepengadilan.

Pengenyampingan untuk tidak mempergunakan proses hukum via litigasi

bahwa diperkirakan akan lebih tepat apabila dalam kondisi, alasan dan atau

perbuatan tertentu, bisa dilakukan mekanisme penyelesaian sengketa alternatif

atau Alternative Dispute Resolution.

D. Peran dan Fungsi Arbiter dalam Penyelesaian Sengketa

Arbiter atau wasit dalam suatu perkara yang diselesaikan dengan

menggunakan cara arbitrase adalah mempunyai peranan penting. Para pihak

sendirilah yang diberi hak oleh undang-undang untuk menentukan siapa yang

akan duduk sebagai arbiter dan jika dalam hal para pihak tidak dapat mencapai

kesepakatan mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat

mengenai pengangkatan arbiter, maka Ketua Pengadilan Negerilah yang akan

menunjuk seorang arbiter atau majelis arbitrase. Dasarnya, yang bisa duduk

sebagai seorang arbiter atau majelis arbitrase adalah mereka yang ditunjuk atau

diangkat oleh para pihak sendiri. Atas penunjukkan atau pengangkatan ini pulalah

Universitas Sumatera Utara


para arbiter atau majelis arbitrase diberi kesempatan selama 14 hari sejak tanggal

penunjukan atau pengangkatan tersebut apakah dia bersedia atau menolak

penunjukan tersebut.

Sebagai konsekuensi dari ditunjuknya seorang atau lebih arbiter oleh para

pihak secara tertulis yang kemudian diterimanya penunjukan tersebut, maka

antara para pihak yang menunjuk dan arbiter yang menerima penunjukan tersebut

terjadi suatu perjanjian perdata, yaitu bahwa arbiter atau para arbiter akan

memberikan putusannya secara jujur, adil dan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku dan para pihak akan menerima putusannya secara final dan mengikat serta

arbiter yang bersangkutan tidak dapat menarik diri, kecuali atas persetujuan para

pihak.

Jika penarikan dirinya tersebut di atas disetujui oleh para pihak, maka

arbiter tersebut dibebas tugaskan dari kewajibannya, tetapi jika pengunduran

dirinya tersebut ternyata tidak mendapat persetujuan dari para pihak, maka arbiter

wajib untuk meneruskan pemeriksaanya. Pembebasan tugas arbiter ditetapkan

oleh Ketua Pengadilan Negeri. Arbiter atau majelis arbitrase tidak dapat

dikenakan tanggung jawab hukum apapun atas segala tindakan yang diambil

selama proses persidangan berlangsung untuk menjalankan fungsinya, kecuali

dapat dibuktikan adanya itikad tidak baik dari tindakan tersebut. 24

Arbiter atau majelis arbitrase bertugas untuk menyelesaikan pemeriksaan

arbitrase dan selanjutnya menjatuhkan putusan arbitrase dalam jangka waktu yang

telah ditentukan oleh para pihak yang mengangkat atau menunjuk arbiter tersebut.

Selain dari itu yang lebih penting adalah independensi dari arbiter dalam

24
Pasal 20 UU No 30 Tahun 1999.

Universitas Sumatera Utara


melaksanakan tugasnya, sehingga dapat diperoleh suatu putusan yang adil dan

cepat bagi para pihak yang bersengketa.

Ada catatan terpenting di sini yang perlu kita perhatikan bersama, bahwa

penyelesaian sengketa melalui arbitrase tersebut diatur dengan sangat

memperhatikan masalah waktu sebagai suatu hal yang sangat esensi. Undang-

undang mengatur bahwa pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam

waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak arbiter atau majelis

arbitrase terbentuk. 25Penentuan jangka waktu 180 (seratus delapan puluh)hari

tersebut dimaksud agar para arbiter di dalam menyelesaikan sengketa yang

bersangkutan benar-benar terlaksana selama dalam batas maksimal 180 (seratus

delapan puluh)hari atau dengan kata lain ada jaminan dari arbiter tentang

kepastian waktu penyelesaian pemeriksaan arbitrase.

Jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari tersebut apabila dirasa

masih ada hal-hal yang diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan oleh arbiter,

sehingga jangka waktu tersebut masih dianggap kurang, maka dengan persetujuan

para pihak dapat diperpanjang. Masa perpanjangan adalah 60 (enam puluh) hari.

Jika dalam jangka waktu yang telah ditentukan sudah cukup, maka arbiter atau

majelis arbitrase segera dapat menjatuhkan dan menyampaikan putusannya

kepada para pihak tersebut. Sehingga berakhirlah tugas arbiter atau majelis

arbitrase. 26

25
Pasal 48 UU No.30 Tahun 1999.
26
Pasal 73 UU No.30 Tahun 1999.

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehadiran tenaga listrik di zaman modern ini merupakan hal yang sangat

penting dan berguna sebagai sumber tenaga. Karena dengan adanya listrik kita

dapat melakukan segala macam kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, baik di

rumah tangga maupun industri. Penggunaan pemakaian tenaga listrik ini sudah

dapat dilihat secara langsung baik itu di lingkungan rumah tangga, sekolah, rumah

sakit, dan industri-industri. 1

Tenaga listrik mempunyai peranan yang sangat penting sebagai pendorong

perekonomian di bidang industri, karena bagi industri tenaga listrik merupakan

bahan bakar terpenting untuk mempermudah pekerjaan dan juga untuk

pertumbuhan ekonomi pada khususnya, selain itu tenaga listrik juga berperan

penting dalam kecerdasan masyarakat. 2 Oleh sebab itu demi terciptanya keadilan

dalam rangka pemenuhan tenaga listrik, maka penguasaan dan pengelolaan tenaga

listrik sepenuhnya dilakukan oleh negara untuk kemakmuran dan kesejahteraan

rakyat, ini sesuai dengan Pasal (33) angka (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Thn 1945) yang

menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan

menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh negara.

1
F. Suryanto, Dasar-Dasar Teknik listrik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 13.
2
Abdul Kadir, Energi Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik, dan Potensi Ekonomi,
(Jakarta: UI Prress, 1995), hal.559.

Universitas Sumatera Utara


Untuk memberikan pelayanan yang baik dan mempermudah pemakaian

tenaga listrik serta memenuhi keinginan masyarakat dalam pengadaan maupun

perluasan jaringan distribusi listrik agar dapat menjamin tersedianya tenaga listrik

dalam jumlah yang cukup dan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat, maka

pemerintah perlu melakukan penataan dan pengaturan mengenai penyelenggaraan

listrik nasional dengan menunjuk suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

bernama PT. Perusahaan Listrik Negara yang biasanya disebut dengan PT. PLN

(Persero).

Listrik termasuk barang bergerak yang tidak bertubuh, artinya barang yang

tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan manfaatnya. Oleh karena itu produk

listrik tersebut merupakan objek transaksi jual beli yang mengandung risiko cukup

besar. Untuk mendapatkan aliran listrik, masyarakat cenderung menggunakan jasa

dari PT. PLN (Persero). Sedangkan syarat dan prosedur untuk mendapatkan aliran

listrik dari PLN harus terjadi perjanjian antara pelanggan listrik dengan

perusahaan. Dengan adanya perjanjian, maka secara tidak langsung akan timbul

hak dan kewajiban secara timbal balik antara pelanggan listrik dengan perusahaan

listrik negara, dimana kedua belah pihak mempunyai kehendak untuk melakukan

suatu prestasi yang telah diperjanjikan.

Berdasarkan pengertian Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(selanjutnya disebut KUHPerdata) Pasal 1313 bahwa suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih”. Sedang perjanjian itu sendiri mengandung pengertian yaitu:

“Suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang

Universitas Sumatera Utara


memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus

mewajibkan pada pihak lain menunaikan prestasi. 3

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 walaupun berjudul Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa, namun hampir keseluruhan isinya mengatur

mengenai arbitrase, sementara pengaturan mengenai Alternatif Penyelesaian

Sengketa lainnya tidak dijabarkan secara detail. Pengaturan Alternatif

Penyelesaian Sengketa hanya dimuat dalam Pasal 1 angka 10 dan Pasal 6.

Selebihnya Undang-Undang ini mengatur mengenai Arbitrase.

Mekanisme alternatif penyelesaian sengketa lainnya seperti konsultasi,

negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli sangat minim dimuat dalam

Undang-Undang ini. Bahkan pengertian dari masing-masing mekanisme alternatif

penyelesaian sengketa tersebut tidak didefiniskan dalam Undang-Undang ini.

Dalam Ketentuan Umum, hanya istilah Arbitrase yang didefinisikan secara tegas

Pasal 1 angka (1), sedangkan istilah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

penilaian ahli tidak didefinisikan secara tegas namun hanya dicantumkan sebagai

bagian dari Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka (10).

Ketentuan yang ada dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut UU No. 30

Tahun 1999) tidak banyak memberikan kejelasan apa dan bagaimana Alternatif

Penyelesaian Sengketa itu. Padahal, masing-masing cara penyelesaian tersebut

perlu diatur secara terperinci untuk menghindari timbulnya kesalahan

subyektivitas dalam penafsiran.

3
M. Yahya Harahap, Segi‐Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1996), hal.6.

Universitas Sumatera Utara


Idealnya UU No. 30 Tahun 1999 harus dapat menjadi rujukan dan payung

hukum penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa melalui mediasi di berbagai

bidang sehingga tidak menimbulkan multitafsir dan kebingungan dalam praktek.

Berdasarkan latar belakang di atas maka tertarik memilih judul Tinjauan

Yuridis Tentang Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dalam Perjanjian

Pemakaian Arus Listrik antara Perusahaan Listrik Negara dengan Pelanggan

Akibat Wanprestasi.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka yang menjadi

Permasalahan dalam skripsi ini yaitu:

1. Bagaimana proses pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui arbitrase

antara perusahaan listrik negara dengan pelanggan dalam perjanjian

pemakaian arus listrik akibat wanprestasi?

2. Apa kendala dan upaya dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase

dalam perjanjian pemakaian arus listrik antara perusahaan listrik negara

dengan pelanggan akibat wanprestasi?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan sebagaimana dikemukakan

di atas, maka tujuan penelitian ini untuk:

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui

arbitrase antara perusahaan listrik negara dengan pelanggan dalam

perjanjian pemakaian arus listrik akibat wanprestasi.

Universitas Sumatera Utara


2. Untuk mengetahui kendala dan upaya dalam penyelesaian sengketa

melalui arbitrase dalam perjanjian pemakaian arus listrik antara

perusahaan listrik negara dengan pelanggan akibat wanprestasi.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan serta pemikiran

yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada

umumnya dan Hukum Perdata pada khususnya mengenai penyelesaian

sengketa melalui arbitrase dalam perjanjian pemakaian arus listrik

antara Perusahaan Listrik Negara dengan pelanggan akibat

wanprestasi.

b. Memberikan sumbangan pemikiran dan suatu gambaran yang lebih

nyata mengenai pelaksanaan sengketa melalui arbitrase dalam

perjanjian pemakaian arus listrik antara Perusahaan Listrik Negara

dengan pelanggan akibat wanprestasi.

2. Manfaat teoritis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

mengembangkan kajian ilmu dalam bidang Ilmu Hukum Keperdataan

khususnya mengenai penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam

perjanjian arus listrik antara Perusahaan Listrik Negara dengan pelanggan

akibat wanprestasi.

Universitas Sumatera Utara


E. Metode Penulisan

1. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah

pendekatan normatif sosiologis. Karena pada awalnya hanya meneliti bahan

pustaka atau data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian

terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat. 4

2. Spesifikasi Penelitian

Berdasarkan pada tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, nantinya

akan bersifat deskriptif analitis yang artinya bahwa hasil penelitian ini berusaha

memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam tentang suatu keadaan atau

gejala yang diteliti. 5

3. Sumber Data

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek

yang diteliti, antara lain; buku-buku literatur, laporan penelitian, tulisan para ahli,

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Dalam

penelitian ini yang merupakan penelitian yuridis normatif, sebagai bahan dasar

penelitiannya, penulis menggunakan data sekunder, yakni bahan-bahan yang

diperoleh dari bahan pustaka lazimnya. Data sekunder yang digunakan sebagai

bahan dasar penelitian ini terdiri atas:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum

yang terdapat pada peraturan perundang-undangan atau berbagai perangkat

4
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI Press,2010), hal. 52.
5
Ibid, hal. 10.

Universitas Sumatera Utara


hukum, seperti : UUD NRI Thn 1945, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009

tentang Ketenagalistrikan (selanjutnya disebut UU No. 30 Tahun 2009), hasil

wawancara yang didapatkan melalui studi lapangan PT. PLN (Persero) Area

Medan menjadi bahan hukum primer yang membantu dalam mengkaji masalah

dalam penelitian ini.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku

teks, jurnal-jurnal, karya ilmiah, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian, dan

bahan lainnya yang dapat dan berfungsi untuk memberikan penjelasan lebih lanjut

atas bahan hukum primer.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier memberikan petunjuk/penjelasan bermakna terhadap

bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan

lainnya. 6

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data primer

dan sekunder adalah dengan cara studi kepustakaan dan wawancara kepada pihak

PT. PLN (Persero) Area Medan.

5. Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data

dalam pola, kategori, dan uraian dasar sehingga akan ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja yang disarankan oleh data. Metode analisis data yang

6
Ibid, hal. 13.

Universitas Sumatera Utara


digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif, yaitu model

analisis yang meliputi pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan data sebagai suatu jalinan yang saling terkait dan

membentuk hipotesa sesuai data yang telah diorganisir. 7 Analisis data dilakukan

dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu metode yang dilakukan berdasarkan

pada data yang dinyatakan informan secara lisan atau tertulis, dan juga

perilakunya yang nyata, diteliti, dipelajari sebagai suatu yang utuh.

F. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas

masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.

Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Tinjauan Yuridis terhadap

Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dalam Perjanjian Pemakaian Arus

Listrik Antara Perusahaan Listrik Negara dengan Pelanggan Akibat Wanprestasi,

belum pernah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

Adapun judul-judul yang telah ada di perpustakaan universitas cabang

Fakultas Hukum yang mirip yang peneliti temukan adalah :

Andayani S., Ade Irma (2013) dengan judul Tinjauan Yuridis Tentang

Wanprestasi Dalam Perjanjian Pemakaian Arus Listrik Pada PLN Cabang Medan.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bentuk ganti rugi akibat wanprestasi

7
HB Soetopo, Metode Penelitian Kualitatif. (Surakarta: UNS Press, 2002), hal. 91

Universitas Sumatera Utara


2. Penyelesaian sengketa antara Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan

konsumen.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan ini disusun secara sistematis dalam bentuk skripsi yang

terdiri dari 5 (lima) bab yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan suatu pengantar dari

pembahasan selanjutnya yang terdiri dari 7 (tujuh) sub bab yaitu:

latar belakang penulisan, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM PENYELESAIAN SENGKETA

Berisikan mengenai pengertian sengketa dan penyelesaian

sengketa, bentuk-bentuk penyelesaian sengketa alternatif dan

tujuan pelaksanaan penyelesaian sengketa alternatif dan peran dan

fungsi arbiter dalam menyelesaikan sengketa.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG ARBITRASE

Bab ini berisikan mengenai pengertian dan dasar hukum arbitrase,

unsur dan jenis arbitrase, kelebihan dan kekurangan arbitrase,

sengketa yang diselesaikan arbitrase dan prosedur penyelesaian

sengketa melalui arbitrase.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE

DALAM PERJANJIAN PEMAKAIAN ARUS LISTRIK ANTARA

PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DENGAN PELANGGAN

AKIBAT WANPRESTASI

Berisikan mengenai profil Perusahaan Listrik Negara Kantor Area

Kota Medan, proses pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui

arbitrase antara perusahaan listrik negara dengan pelanggan dalam

perjanjian pemakaian arus listrik akibat wanprestasi dan kendala

dan upaya dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam

perjanjian pemakaian arus listrik antara perusahaan listrik negara

dengan pelanggan akibat wanprestasi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan saran merupakan penutup dalam skripsi ini, dalam

hal ini penulis menyimpulkan pembahasan-pembahasan

sebelumnya dan dilengkapi dengan saran-saran. Bab ini terdiri dari

2 (dua) sub bab yaitu kesimpulan dan saran.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
*Malem Ginting, SH., M.Hum
** Maria Kaban, SH., M.Hum
*** Ade Rizki Syahputra Siregar
Tenaga listrik mempunyai peranan yang sangat penting sebagai pendorong
perekonomian di bidang industri, karena bagi industri tenaga listrik merupakan bahan
bakar terpenting untuk mempermudah pekerjaan dan juga untuk pertumbuhan ekonomi
pada khususnya, selain itu tenaga listrik juga berperan penting dalam kecerdasan
masyarakat. Adapun yang menjadi masalah hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian
pemakaian arus listrik. Proses pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui arbitrase antara
perusahaan listrik negara dengan pelanggan dalam perjanjian pemakaian arus listrik
akibat wanprestasi. Kendala dan upaya dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase
dalam perjanjian pemakaian arus listrik antara perusahaan listrik negara dengan
pelanggan akibat wanprestasi.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan
normatif sosiologis. Karena pada awalnya hanya meneliti bahan pustaka atau data
sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan,
atau terhadap masyarakat.
Hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian pemakaian arus listrik. Hak PLN
antara lain Menerima pembayaran arus listrik yang telah dinikmati konsumen pelanggan.
Memeriksa instalasi ketenagalistrikan yang diperlukan oleh masyarakat baik sebelum
maupun sesudah mendapat sambungan listrik. Kewajiban PLN antara lain Menyediakan
tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang berlaku. Memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan masyarakat.Memenuhi ketentuan
keselamatan ketenagalistrikan. Mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.Hak
Pelanggan antara lain Mendapat pelayanan yang baik. Mendapat tenaga listrik secara
terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik. Memperoleh tenaga listrik dengan
harga yang wajar. Mendapatkan pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga
listrik. Mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan atau
kelalaian pengoperasian oleh pengusaha sesuai syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian
jual beli tenaga listrik. Kewajiban Pelanggan antara lain Melaksanakan pengamanan
terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik.Menjaga dan
memelihara keamanan instalasi ketenagalistrikan.Mentaati persyaratan teknis dibidang
ketenagalistrikan. Proses pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui arbitrase antara
perusahaan listrik negara dengan Pelanggan Dalam Perjanjian Pemakaian Arus Listrik
Akibat Wanprestasi, pihak PLN memberikan tugas kepada tim Penertiban Pemakaian
Tenaga Listrik untuk memeriksa pelanggan yang bermasalah sebelumnya tim P2TL
menentukan target operasi kemudian menentukan jadwal waktu pelaksanaan lalu
melakukan koordinasi lapangan dengan pihak terkait guna untuk memeriksa pelanggan
yang melakukan pelanggaran.cara tim P2TL menentukan target operasi adalah melakukan
pemantauan dari daftar langganan yang perlu diperhatikan, daftar pembacaan meter,dan
daftar pemakaian Kwh lalu. Kendala dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase
dalam perjanjian pemakaian arus listrik antara perusahaan listrik negara dengan
pelanggan akibat wanprestasi antara lain tidak lengkapnya berkas pelanggan akibat terlalu
lama, pelanggan yang tidak terima dikarenakan tunggakan atau tagihan susulan tidak
sesuai.
Kata Kunci :Penyelesaian Sengketa, Perusahaan Listrik Negara, Pelanggan.
* Pembimbing I Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Pembimbing II Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
*** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI ARBITRASE DALAM PERJANJIAN PEMAKAIAN
ARUS LISTRIK ANTARA PERUSAHAAN LISTRIK
NEGARA DENGAN PELANGGAN AKIBAT
WANPRESTASI
(Studi PT. PLN (Persero) Area Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan


memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum

Oleh :

ADE RIZKI SYAHPUTRA SIREGAR


110200588

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM BW

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI ARBITRASE DALAM PERJANJIAN PEMAKAIAN
ARUS LISTRIK ANTARA PERUSAHAAN LISTRIK
NEGARA DENGAN PELANGGAN AKIBAT
WANPRESTASI
(Studi PT. PLN (Persero) Area Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan


memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum

Oleh :

ADE RIZKI SYAHPUTRA SIREGAR


110200588

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM BW
Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum


NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Malem Ginting, SH., M.Hum Maria Kaban, SH., M.Hum


NIP. 195707151983031002 NIP. 196012251987032001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
*Malem Ginting, SH., M.Hum
** Maria Kaban, SH., M.Hum
*** Ade Rizki Syahputra Siregar
Tenaga listrik mempunyai peranan yang sangat penting sebagai pendorong
perekonomian di bidang industri, karena bagi industri tenaga listrik merupakan bahan
bakar terpenting untuk mempermudah pekerjaan dan juga untuk pertumbuhan ekonomi
pada khususnya, selain itu tenaga listrik juga berperan penting dalam kecerdasan
masyarakat. Adapun yang menjadi masalah hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian
pemakaian arus listrik. Proses pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui arbitrase antara
perusahaan listrik negara dengan pelanggan dalam perjanjian pemakaian arus listrik
akibat wanprestasi. Kendala dan upaya dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase
dalam perjanjian pemakaian arus listrik antara perusahaan listrik negara dengan
pelanggan akibat wanprestasi.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan
normatif sosiologis. Karena pada awalnya hanya meneliti bahan pustaka atau data
sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan,
atau terhadap masyarakat.
Hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian pemakaian arus listrik. Hak PLN
antara lain Menerima pembayaran arus listrik yang telah dinikmati konsumen pelanggan.
Memeriksa instalasi ketenagalistrikan yang diperlukan oleh masyarakat baik sebelum
maupun sesudah mendapat sambungan listrik. Kewajiban PLN antara lain Menyediakan
tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang berlaku. Memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan masyarakat.Memenuhi ketentuan
keselamatan ketenagalistrikan. Mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.Hak
Pelanggan antara lain Mendapat pelayanan yang baik. Mendapat tenaga listrik secara
terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik. Memperoleh tenaga listrik dengan
harga yang wajar. Mendapatkan pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga
listrik. Mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan atau
kelalaian pengoperasian oleh pengusaha sesuai syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian
jual beli tenaga listrik. Kewajiban Pelanggan antara lain Melaksanakan pengamanan
terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik.Menjaga dan
memelihara keamanan instalasi ketenagalistrikan.Mentaati persyaratan teknis dibidang
ketenagalistrikan. Proses pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui arbitrase antara
perusahaan listrik negara dengan Pelanggan Dalam Perjanjian Pemakaian Arus Listrik
Akibat Wanprestasi, pihak PLN memberikan tugas kepada tim Penertiban Pemakaian
Tenaga Listrik untuk memeriksa pelanggan yang bermasalah sebelumnya tim P2TL
menentukan target operasi kemudian menentukan jadwal waktu pelaksanaan lalu
melakukan koordinasi lapangan dengan pihak terkait guna untuk memeriksa pelanggan
yang melakukan pelanggaran.cara tim P2TL menentukan target operasi adalah melakukan
pemantauan dari daftar langganan yang perlu diperhatikan, daftar pembacaan meter,dan
daftar pemakaian Kwh lalu. Kendala dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase
dalam perjanjian pemakaian arus listrik antara perusahaan listrik negara dengan
pelanggan akibat wanprestasi antara lain tidak lengkapnya berkas pelanggan akibat terlalu
lama, pelanggan yang tidak terima dikarenakan tunggakan atau tagihan susulan tidak
sesuai.
Kata Kunci :Penyelesaian Sengketa, Perusahaan Listrik Negara, Pelanggan.
* Pembimbing I Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Pembimbing II Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
*** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmad

dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah Tinjauan

Yuridis Tentang Penyelesaian Sengketa Melalui dalam Perjanjian Pemakaian

Arus Listrik antara Perusahaan Listrik Negara dengan Pelanggan Akibat

Wanprestasi.

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi

ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian

penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan

penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis

terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan

terima kasih kapada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, MHum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

5. Prof Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Malem Ginting, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I, yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Maria Kaban, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II, yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi

menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai

dengan menyelesaikan skripsi ini.

9. Ibu Dr.Rosnidar Sembiring, SH,M.Hum yang telah banyak membantu dan

memberi dukungan kepada penulis

10. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis ayahanda

Ir H. Maratua Siregar, MBA dan Ibunda Hj. Emi Zarmi, kakanda penulis

Tama Ulina Siregar dan adinda penulis Novi Cintya Ramadhani Siregar, yang

telah banyak memberikan dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka

yang tidak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

11. Buat teman-teman stambuk 011, Abib,Bul, Fadel, Desty, Dewi, Aldila, Ido,

Daniel ferdoli,Fauzan zaki,Rickyfauzan,Azhary dan yang tak bisa penulis

sebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan dan motivasinya sehingga

terselesaikan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


12. Buat teman-teman SMA yang selalu memberi dukungan Rizki Jay, Anis,

Ikhfan, Arief Barqah, Fahriza dan teman diluar kampus Aprilino, Rara,

Agatha, Melly serta teman yang di Jakarta yang memberi dukungan Putra

Rendang, Gamawanda Komok

13. Buat yang terbaik Nia Angelia Sutanto, S.Ked yang selalu memberikan

dukungan

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita

lakukan mendapatkan Balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis memohon

maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan

kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, Desember 2015


Penulis,

Ade Rizki Syahputra Siregar


110200588

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................. 1

B. Permasalahan ............................................................................... 4

C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 4

D. Manfaat Penulisan ....................................................................... 5

E. Metode Penulisan ........................................................................ 6

F. Keaslian Penulisan........................................................................ 8

G. Sistematika Penulisan ................................................................... 9

BAB II TINJAUAN UMUM PENYELESAIAN SENGKETA .................... 11

A. Pengertian Sengketa dan Penyelesaian Sengketa ......................... 11

B. Bentuk-Bentuk Penyelesaian Sengketa Alternatif ....................... 14

C. Tujuan Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Alternatif ................ 28

D. Peran dan Fungsi Arbiter dalam Penyelesaian Sengketa.............. 30

BAB III TINJAUAN TENTANG ARBITRASE ............................................ 33

A. Pengertian dan Sumber Hukum Arbitrase ................................... 33

B. Unsur dan Jenis Arbitrase ............................................................ 38

C. Kekurangan dan Kelebihan Arbitrase .......................................... 45

D. Sengketa yang diselesaikan melalui Arbitrase ............................ 47

E. Prosedur penyelesaian melalui arbitrase ...................................... 49

Universitas Sumatera Utara


BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE DALAM
PERJANJIAN PEMAKAIAN ARUS LISTRIK ANTARA
PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DENGAN
PELANGGAN AKIBAT WANPRESTASI (STUDI KANTOR
PT. PLN (PERSERO) AREA MEDAN ............................................. 60

A. Profil Perusahaan Listrik Negara Kantor Area Medan................. 60

B. Proses pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui arbitrase


antara perusahaan listrik negara dengan pelanggan dalam
perjanjian pemakaian arus listrik akibat wanprestas .................... 64

C. Kendala dan upaya dalam penyelesaian sengketa melalui


arbitrase dalam perjanjian pemakaian arus listrik antara
perusahaan listrik negara dengan pelanggan akibat wanprestasi.. 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 80

A. Kesimpulan................................................................................... 80

B. Saran ............................................................................................. 80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai