Buku
Chomzah, Ali. Achmad, 2003. Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa
Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi
Pemerintah, Prestasi Pustaka, Jakarta.
Kadir, Abdul, 1995. Energi Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik, dan Potensi
Ekonomi, UI Prress. Jakarta.
Margono, Suyud. 2000. ADR dan Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek
Hukum, Ghalia Indonesia. Jakarta.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, 2001. Seri Hukum Bisnis (Hukum
Arbitrase), Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Artikel/Makalah
https://blackangelinhell.wordpress.com/2010/06/08/arbitrase-pengertian-dan-
dasar-hukum/ (diakses tanggal 1 November 2015)
http://sofian-memandang.blogspot.co.id/2015/03/perbedaan-konflik-dan-
sengketa.html (diakses tanggal 2 November 2015)
http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2013/01/07/arbitrase-sebagai-alternatif-
penyelesaian-sengketa-bisnis/ (diakses tanggal 1 November 2015).
http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.com/2013/12/macam-macam-perjanjian-
arbitrase-dan.html , artikel, (diakses 1 November 2015)
https://tommirrosandy.wordpress.com/2011/03/14/pengantar-hukum-arbitrase-di-
indonesia/ (diakses tanggal 1 November 2015)
http://strategihukum.net/prosedur-penyelesaian-sengketa-melalui-arbitrase
(diakses tanggal 1 November 2015)
Wawancara
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan
K3 PT. PLN (Persero) Area Medan, 27 Agustus 2015
dan berdasarkan kehendak serta itikad baik dari pihak-pihak yang berselisih agar
perselisihan mereka tersebut diselesaikan oleh hakim yang mereka tunjuk dan
angkat sendiri, dengan pengertian bahwa putusan yang diambil oleh hakim
tersebut merupakan putusan yang bersifat final (putusan pada tingkat terakhir) dan
(selanjutnya disebut Rv). Dari pengertian yang diberikan ini, tampak bagi bahwa
arbitrase tidak lain merupakan suatu badan peradilan, yang putusannya memiliki
sifat final dan yang mengikat para pihak yang menginginkan penyelesaian
perselisihan mereka dilakukan lewat pranata arbitrase ini. Pasal 615 angka (1) Rv,
menguraikan :“adalah diperkenankan kepada siapa saja yang terlibat dalam suatu
luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian dibuat secara tertulis oleh pihak
yang bersengketa. Sebagai salah satu cara penyelesaian di luar peradilan, arbitrase
27
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit, hal 17.
peradilan umum yang di dasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999.
Pasal I Aturan Peralihan UUD NRI Thn 1945 menentukan bahwa “semua
peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
menurut UUD ini.” Demikian pula halnya dengan Herzien Indonesis Reglement
(selanjutnya disebut HIR) yang diundang pada zaman Koloneal Hindia Belanda
masih tetap berlaku, karena hingga saat ini belum diadakan penggantinya yang
baru sesuai dengan Peraturan Peralihan UUD NRI Thn 1945 tersebut.
Ketentuan mengenai arbitrase dalam HIR tercantum dalam Pasal 377 HIR
disebut RBg) Staatsblad 1927: 227 yang menyatakan bahwa jika orang Indonesia
atau orang Timur Asing menghendaki perselisihan mereka diputus oleh juru pisah
atau arbitrase maka mereka wajib memenuhi peraturan pengadilan yang berlaku
28
Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar hukum Acara Perdata. (Bandung:Citra Aditya
Bakti, 2009), hal 18.
29
https://blackangelinhell.wordpress.com/2010/06/08/arbitrase-pengertian-dan-dasar-
hukum/ (diakses tanggal 1 November 2015).
a. Persetujuan arbitrase dan pengangkatan para arbiter Pasal 615 s/d 623 Rv.
Tahun 1970)
lembaga arbitrase dapat ditemukan dalam memori penjelasan Pasal 3 angka (1)
pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit atau arbitrase tetap
diperbolehkan”.
Indonesia yaitu UU No. 14 Tahun 1985, sama sekali tidak mengatur mengenai
30
Ibid.
1985, menentukan bahwa semua peraturan pelaksana yang telah ada mengenai
bertentangan dengan UU No. 14 Tahun 1985 ini. Dalam hal ini perlu merujuk
dalam tingkat yang kedua atas putusan arbitrase mengenai sengketa yang
melibatkan sejumlah uang lebih dari Rp. 25.000,- (Pasal 15 Jo. Pasal 108 UU No.
1 Tahun 1950).
6. Pasal 22 angka (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Dalam hal ini Pasal 22 angka (2) UU No. 1 Tahun 1967 menyatakan:
“Badan arbitrase terdiri atas tiga orang yang dipilih oleh pemerintah dan pemilik
modal masing-masing satu orang, dan orang ketiga sebagai ketuanya dipilih
Perselisihan Antara Negara dan Warga Asing Mengenai Penanaman Modal” atau
Washington.
Republik Indonesia
Luar Negeri, yang diadakan pada tanggal 10 Juni 1958 di New York, yang
Tahun 1990)
oleh Mahkamah Agung di keluarkan PERMA No. 1 Tahun 1990, pada tanggal 1
Penyelesaian Sengketa.
yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan perdagangan
dimaksud dalam Pasal 615 s/d 651 Rv. Pasal 377 HIR Staastblad 1941:44, dan
Pasal 705 RBg, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian ketentuan hukum
acara dari lembaga arbitrase saat ini telah mempergunakan ketentuan yang
di luar peradilan yang di dasari atas adanya perjanjian yang dibuat secara tertulis
oleh para pihak baik sebelum ataupun sesudah terjadinya sengketa Dari defenisi
atau pengertian tersebut dapat diambil suatu bagian unsur-unsur dari arbitrase
a. Penyelesaian sengketa.
31
Eddy Leks, http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2013/01/07/arbitrase-sebagai-alternatif-
penyelesaian-sengketa-bisnis/ , artikel, (diakses 10 November 2015) .
No. 30 Tahun 1999 bahwa “perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa
klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para
pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang
dibuat para pihak setelah timbul sengketa”. Dengan adanya perjanjian arbitrase
ini, berarti meniadakan hak para pihak yang bersengketa untuk mengajukan
menjadi dua bentuk yaitu klausula yang berbentuk pactum de compromittendo dan
sengketa. Dalam hal ini para pihak menyetujui atau menyepakati untuk
menyelesaikan sengketa yang mungkin akan timbul atau terjadi dikemudian hari
dalam Pasal 27 UU No. 30 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa, “para pihak
dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka
untuk diselesaikan melalui arbitrase”. Sebelumnya diatur dalam Pasal 615 angka
(3) Rv yang menentukan “bahwa diperkenankan mengikat diri satu sama lain,
kepada pemutusan seorang atau beberapa orang wasit. Juga dijumpai dalam Pasal
II angka (2) Konvensi New York 1958 yang antara lain menentukan “......the
arise between them. maka bentuk klausula arbitrase pun dapat dibagi 32
sebagai berikut :
d. Insolvensi atau keadaan tidak mampu membayar dari salah satu pihak.
e. Pewarisan.
Bentuk klausula lain adalah akta kompromis. Klausula ini di buat setelah
timbul atau terjadinya sengketa. Pada perjanjian pokok yang telah dibuat
terjadinya sengketa maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa yang
terjadi diantara mereka melalui arbitrase. Perjanjian mengenai hal tersebut dibuat
secara tersendiri serta terpisah dari perjanjian pokok yang mana di dalamnya
dari Pasal 9 UU No. 30 Tahun 1999 bahwa pembuatan suatu akta kompromis
32
Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm.24 .
33
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa
Alternatif Pasal 10.
berikut:
c. Harus ditandatangani oleh para pihak. Jika para pihak tidak dapat
lengkap dan tempat tinggal para pihak, nama lengkap dan tempat tinggal
arbiter atau majelis arbiter, tempat arbiter atau majelis arbiter akan
arbitrase. Karena tanpa adanya perjanjian tertulis yang dibuat antara para pihak
arbitrase juga tunduk pada aturan yang tertera di dalam hukum perjanjian pada
Buku III KUHPerdata. Jadi, sah atau tidaknya perjanjian arbitrase tidak terlepas
dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata. 35
1. Arbitrase ad-hoc
2. Arbitrase institusional
Arbitrase ad-hoc atau disebut juga arbitrase volunter adalah arbitrase yang
34
Goodpaster, Gary., Felix O. Soebagjo, dan Fatimah Jatim, Tinjauan Terhadap Arbitrase
Dagang Secara Umum dan Arbitrase Dagang di Indonesia, Arbitrase di Indonesia, Seri Dasar-
Dasar Hukum Ekonomi 2, diedit/diterjemahkan oleh Felix O. Soebagjo, (Jakarta: Ghalia, 1995)
hal.25.
35
http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.com/2013/12/macam-macam-perjanjian-arbitrase-
dan.html , artikel, (diakses 1 November 2015).
diputuskan. 36
Arbitrase ad-hoc ini dibentuk setelah suatu sengketa terjadi. Arbitrase ini
tidak terikat dengan salah satu badan arbitrase, jadi dapat dikatakan bahwa
arbitrase ini tidak memiliki aturan ketentuan sendiri mengenai tata cara
arbitrase ad-hoc tunduk sepenuhnya mengikuti aturan tata cara yang ditentukan
dalam perundang-undangan. 37
melembaga yang didirikan dan melekat pada suatu badan (body) atau lembaga
institusional sendiri.38
Akibat kesulitan yang dialami para pihak dalam melakukan negosiasi dan
metode-metode pemilihan arbiter yang dapat diterima kedua belah pihak, para
36
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal 52.
37
M. Yahya Harahap, Arbitrase Ditinjau dari Reglement Acara Perdata, Peraturan
Prosedur BANI, ICSID, dan Peraturan Arbitrase UNCITRAL, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001),
hal.150.
38
Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional,(Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2002) hal.29.
institusional.39
pedoman bagi para pihak dan pengangkatan para arbiter. 40 Karena arbitrase
otonomi para pihak juga diterapkan, bahkan para pihak yang menggunakan
misalnya :
bertempat di Paris.
cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Dalam Pasal 53 UU No. 30 Tahun 1999 dinyatakan pula bahwa para
pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat
dari Lembaga Arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian.
Lembaga arbitrase disini adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang
1. Prosedur tidak berbelit dan keputusan dapat dicapai dalam waktu relatif
singkat.
42
Munir Fuady, Op.Cit, hal 94.
5. Para pihak dapat memilih hukum mana yang akan diberlakukan oleh
arbiter.
9. Keputusannya umumnya final dan binding (tanpa harus naik banding atau
kasasi).
11. Proses / prosedur arbitrase lebih mudah dimengerti oleh masyarakat luas
dan kritikan terhadap arbitrase sering diajukan, antara lain sebagai berikut:
bonafide.
43
Ibid.
dan juga karena unsur fleksibelitas dari arbiter. Karena itu kepatuhan
10. Kualitas keputusannya sangat bergantung, pada kualitas para arbiter itu
sendiri, tanpa ada norma yang cukup untuk menjaga standar mutu
good as arbitrators”
bisnis. Diingini atau tidak, sengketa sering kali timbul dan harus dihadapi oleh
kekeluargaan (di luar pengadilan) atau melalui pengadilan. Jika perselisihan yang
ada tetap dapat dibicarakan dan diselesaikan secara baik, penyelesaian secara
kekeluargaan merupakan jalur yang sangat wajar dan efisien. 44 Waktu yang
terbuang tidak banyak dan biaya yang dikeluarkan tidak besar. Namun,
penyelesaian sengketa juga sering dilakukan melalui pengadilan. Dalam hal ini,
44
http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2013/01/07/arbitrase-sebagai-alternatif-penyelesaian-
sengketa-bisnis/ (diakses tanggal 1 November 2015).
ada, yang tentunya juga melibatkan biaya yang tidak sedikit. Secara fakta, masih
pihak yang bersengketa ingin memperoleh kepastian dan kejelasan secara hukum
melalui putusan pengadilan tentang obyek sengketa yang ada. Tentunya, putusan
privat”, yang putusannya bersifat final dan mengikat. Arbitrase sekarang diatur
bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak
yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Adapun objek pemeriksaan Arbitrase
dapat diselesaikan melalui arbitrase, hanya bidang tertentu yang disebutkan dalam
Pasal 5 angka (1) UU No. 30 Tahun 1999 yaitu :“sengketa yang dapat
lain bidang : 45
45
https://tommirrosandy.wordpress.com/2011/03/14/pengantar-hukum-arbitrase-di-
indonesia/ (diakses tanggal 1 November 2015).
2. Perbankan
3. Keuangan
4. Penanaman modal
5. Industri dan;
di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
yang menurut beliau menjadi keunggulan adalah arbiter pemeriksa perkara adalah
46
http://strategihukum.net/prosedur-penyelesaian-sengketa-melalui-arbitrase (diakses
tanggal 1 November 2015).
putusan yang bersifat final dan mengikat. Idealnya, para pihak yang
sukarela dan dengan itikad baik. Karena secara prinsip, para pihak memilih
arbitrase untuk menghindari pengadilan. Salah satu alasannya karena sifat tertutup
tentang sengketa kurang baik bagi pebisnis. Yang menarik dalam arbitrase,
sebelum sidang dimulai, para pihak sudah mengetahui posisi dan sikap masing-
daftar bukti untuk mendukung dalilnya. Sehingga, pada saat sidang pemeriksaan
pembuktian pun seperti seremonial penyerahan dokumen semata, jika tidak ada
1. Permohonan Arbitrase
Permohonan Arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase pada Sekretariat
BANI. Di dalam permohonan tersebut, pemohon menjelaskan baik dari sisi formal
arbitrase (dalam hal ini BANI) untuk memeriksa perkara, hingga prosedur yang
arbitrase.
melalui BANI. Sesuai dengan Pasal 8 angka (1) dan (2) UU No. 30 Tahun 1999,
47
http://dwellerofearth.blogspot.co.id/2015/07/penyelesaian-sengketa-melalui-
arbitrase.html (diakses tanggal 30 Desember 2015)
f. perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau
ganjil.
itu dalam register BANI. Badan Pengurus BANI juga akan memeriksa
arbitrase dalam kontrak telah cukup memberikan dasar kewenangan bagi BANI
2. Penunjukan Arbiter
Pada dasarnya, para pihak dapat menentukan apakah forum arbitrase akan
dipimpin oleh arbiter tunggal atau oleh Majelis. Dalam hal forum arbitrase
dipimpin oleh arbiter tunggal, para pihak wajib untuk mencapai suatu kesepakatan
kepada termohon nama orang yang dapat diangkat sebagai arbiter tunggal. Jika
dalam 14 (empat belas) hari sejak termohon menerima usul pemohon para pihak
dari salah satu pihak maka Ketua Pengadilan dapat mengangkat arbiter tunggal.
Dalam hal forum dipimpin oleh Majelis maka para pihak akan mengangkat
masing-masing 1 (satu) arbiter. Dalam forum dipimpin oleh Majelis arbiter yang
kemudian akan menjadi ketua majelis arbitrase). Apabila dalam waktu 14 (empat
belas) hari setelah pengangkatan arbiter terakhir belum juga didapat kata sepakat
maka atas permohonan salah satu pihak maka Ketua Pengadilan Negeri dapat
termohon dan salah satu pihak ternyata tidak menunjuk seseorang yang akan
menjadi anggota majelis arbitrase, arbiter yang ditunjuk oleh pihak lainnya akan
bertindak sebagai arbiter tunggal dan putusannya mengikat kedua belah pihak.
3. Tanggapan Termohon
Dalam jawaban itu, Termohon dapat menunjuk seorang Arbiter atau menyerahkan
penunjukan itu kepada Ketua BANI. Apabila, dalam Jawaban tersebut, Termohon
tidak menunjuk seorang Arbiter, maka dianggap bahwa penunjukan mutlak telah
waktu pengajuan Jawaban dan atau penunjukan arbiter oleh Termohon dengan
4. Tuntutan Balik
(rekonvensi) atau upaya penyelesaian itu agar diajukan pada suatu tanggal
dipenuhi oleh kedua belah pihak berdasarkan Peraturan Prosedur dan daftar biaya
yang berlaku yang ditetapkan oleh BANI dari waktu ke waktu. Apabila biaya
administrasi untuk tuntutan balik atau upaya penyelesaian tersebut telah dibayar
para pihak, maka tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian akan
pokok.
tuntutan pokok (konvensi) tersebut telah dibayar, seolah-olah tidak ada tuntutan
atau upaya penyelesaian, Pemohon (yang dalam hal itu menjadi Termohon),
berhak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari atau jangka waktu lain yang
5. Sidang Pemeriksaan
kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih
bahasa lain yang akan digunakan. Para pihak yang bersengketa dapat diwakili
oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus. Pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase
dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa
keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa serta disetujui oleh
arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang bersangkutan. Atas
permohonan salah satu pihak, arbiter atau majelis arbitrase dapat mengambil
Pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau
dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase. Arbiter atau majelis arbitrase
perlu pada tempat tertentu diluar tempat arbitrase diadakan. Pemeriksaan saksi
dan saksi ahli dihadapan arbiter atau majelis arbitrase, diselenggarakan menurut
atas barang yang dipersengketakan atau hal lain yang berhubungan dengan
sengketa yang sedang diperiksa, dan dalam hal dianggap perlu, para pihak akan
dipanggil secara sah agar dapat juga hadir dalam pemeriksaan tersebut.
Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180
(seratus delapan puluh) hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk. Arbiter
apabila :
a. Diajukan permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khusus tertentu;
atau
pemeriksaan.
para pihak yang bersengketa. Dalam hal usaha perdamaian sudah tercapai, maka
arbiter atau majelis arbitrase membuat suatu akta perdamaian yang final dan
mengikat para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan
termohon tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan termohon
telah dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbitrase segera melakukan
pemanggilan sekali lagi. Paling lama 10 (sepuluh) hari setelah pemanggilan kedua
diterima termohon dan tanpa alasan sah termohon juga tidak datang menghadap di
Majelis wajib menetapkan Putusan akhir dalam waktu paling lama 30 (tiga
6. Biaya-biaya
biaya administrasi Sekretariat, biaya pemeriksaan perkara dan biaya arbiter serta
biaya Sekretaris Majelis. Mengenai biaya ini didasarkan juga pada besarnya nilai
imateriil. Oleh karena itu, pemohon arbitrase hendaknya lebih bijak dalam
menetapkan nilai tuntutannya. Satu dan lain hal, karena pendaftaran biaya
arbitrase dihitung berdasarkan prosentase nilai tuntutan dan majelis arbiter hanya
Apabila terdapat pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase turut serta dan
yang dimaksud oleh Pasal 30 UU No. 30 Tahun 1999, maka pihak ketiga tersebut
akan dimulai sebelum biaya administrasi dilunasi oleh kedua belah pihak.
dengan 64 UU No.30 Tahun 1999. Pada dasarnya para pihak harus melaksanakan
negeri, dengan mendaftarkan dan menyerahkan lembar asli atau salinan autentik
negeri, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan arbitase diucapkan.
arbitrase nasional yang dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Berdasar
Pasal 5 (khusus untuk arbitrase internasional). Bila tidak memenuhi maka, Ketua
48
Budhy Budiman. Mencari Model Ideal penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap praktik
Peradilan Perdata Dan undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.http://www.uika-
bogor.ac.id/jur05.htm. Diakses 3 November 2015)
dari dimulainya usaha kelistrikan di Sumatera Utara pada tahun 1923, yakni
sentral listrik di tanah pertapakan yang saat ini menjadi lokasi kantor PLN Cabang
di Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan pada tahun 1924, di Tebing Tinggi tahun
Tanjung Balai tahun 1931, di Labuhan Bilik tahun 1936 dan Tanjung Tiram pada
tahun 1937. 49
aksi karyawan perusahaan listrik di seluruh penjuru tanah air untuk mengambil
alih perusahaan listrik bekas milik swasta Belanda dari tangan Jepang. Perusahaan
listrik yang diambil alih itu kemudian diserahkan kepada Pemerintah RI yakni
kepada Departemen Pekerjaan Umum. Untuk mengenang peristiwa ambil alih itu
49
http://www.pln.co.id/sumut/?p=62 (diakses tanggal 21 Agustus 2015).
memburuk, maka pada tanggal 3 Oktober 1953 terbitlah Surat Keputusan Presiden
No. 163 yang memuat ketentuan Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik swasta
Belanda sebagai bagian dari perwujudan Pasal 33 angka (2) UUD NRI Thn 1945.
Setelah aksi ambil alih itu maka sejak tahun 1955 berdiri Perusahaan Listrik
Negara Distribusi Cabang Sumatera Utara (yang meliputi daerah Sumatera Timur
dan Gas (P3LG) yang merupakan gabungan antara pengusahaan listrik dan
pengusahaan gas. Dalam perjalanannya, pada tahun 1959 P3LG berubah menjadi
bidang listrik, gas dan kokas. Setelah BPU PLN berdiri dengan SK Menteri PUT
No. 16/1/20 tanggal 20 Mei 1961, maka organisasi kelistrikan pun berubah.
Perusahaan listrik di Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau diubah
mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas.
empat cabang dan satu sektor, yaitu Cabang Medan, Binjai, Sibolga, dan
Wilayah RI. Dalam Surat Keputusan Menteri PUTL No. 01/PRT/73 menetapkan
Utara. Menyusul kemudian terbit Peraturan Menteri PUTL No. 013/PRT/75 yang
meningkatkan efisiensi dan efektifitas usaha penyediaan tenaga listrik, maka pada
menetapkan status PLN yang berubah dari Perusahaan Umum (PERUM) Listrik
Utara terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang begitu pesat. Hal ini
dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara yang terpisah dari PT PLN (Persero)
Wilayah II, maka fungsi – fungsi pembangkitan dan penyaluran yang sebelumnya
tenaga listrik. Pada Tahun 2003 PT PLN (Persero) Wilayah II berubah namanya
keseluruhan wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan luas 71.680,68 km2 yang
terdiri atas 25 Kabupaten dan 8 Kota dengan 417 Kecamatan dan 5.856
Diakui sebagai Perusahaan Kelas Dunia yang Bertumbuh kembang, Unggul dan
Misi
kehidupan masyarakat.
3. Moto
Hak dan Kewajiban Para Pihak pada Perjanjian Pemakaian Arus Listrik
1. Hak PLN
pelanggan.
dan barang yang timbul karena penggunaan arus listrik yang tidak sesuai
pemakaiannya.
2. Kewajiban PLN
yang berlaku.
masyarakat.
3. Hak Pelanggan
b. Mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan
yang baik.
listrik.
4. Kewajiban Pelanggan
50
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, 27 Agustus 2015
perjanjian.
5. Sanksi
b. Tagihan susulan.
c. Pemutusan sementara.
d. Pemutusan/pembongkaran rampung.
tenaga listrik.
terutama bagi kalangan para pebisnis bahkan hal semacam ini menjadi tidak asing
litigasi maupun non litigasi tetapi para pebisnis sendiri cenderung menggunakan
cara non litigasi dimana cara ini cenderung lebih efektif terutama penyelesaian
dengan menggunakan cara arbitrase. Tidak hanya itu saja penyelesaian melalui
arbitrase ini didasari oleh itikad baik di antara para dengan membuat suatu
perjanjian sehingga hal ini berlandaskan tata cara yang kooperatif dan non
kooperatif.
51
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, 27 Agustus 2015
menjadi populer di kalangan bisnis disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
2. Biaya relatif lebih ringan dan dapat dibuat estimasi yang mendekati
kenyataan.
3. Waktu yang diperlukan lebih singkat karena para pihak dapat menyepakati
putusan arbiter atau majelis arbiter adalah putusan terakhir yang berlaku
bagi para pihak sehingga tidak ada upaya hukum lain (final and binding).
putusan yang lebih adil karena majelis arbiter dipilih oleh para pihak.
5. Kebebasan untuk membuat pilihan hukum, hal ini sangat penting bagi para
sebagai berikut: 53
52
Priyatna Abdurrasyid, dkk., Prospek Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 162.
53
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, 27 Agustus 2015.
pihak;
dibuat;
dengan persetujuan arbiter dan para pihak, pihak yang tidak terkait
54
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, 27 Agustus 2015.
koordinasi lapangan dengan pihak terkait guna untuk memeriksa pelanggan yang
terhadap pemakaian arus tenaga listrik bagi pelanggan yang tidak wajar minimum
selama tiga bulan berturut-turut kemudian mengumpul data dan informasi tentang
yang melakukan pelanggaran atau dapat juga disebut target operasi dan tim P2TL
itu melakukan pemeriksaan harus disaksikan oleh penghuni atau saksi untuk
tersebut benar pelanggan melakukan pelanggaran dan mempunyai bukti yang sah
maka tim P2TL melakukan pemutusan sementara kemudian tim P2TL melakukan
perkara, berita acara tersebut ditandatangani oleh tim P2TL dan pelanggan atau
yang mewakilinya jika pelanggan tidak mau menandatanganinya maka tim P2TL
petugas P2TL meminta kepada kepala lingkungan atau masyarakat setempat yang
keberatan atau tidak bersedia menandatangani maka Tim P2TL juga mencatat
bahwasanya saksi tidak bersedia menandatangani berita acara tersebut dan tim
P2TL memberikan surat panggilan kepada pelanggan untuk datang kekantor PLN
pertama dalam waktu 3 (tiga) hari maka petugas administrasi P2TL mengirimkan
surat panggilan kedua jika dalam waktu 3 (tiga) hari kedepan setelah dikeluarkan
surat panggilan kedua pelanggan atau saksi tidak datang juga maka pihak PLN
memberikan surat panggilan ketiga apabila sampai dengan surat ketiga pelanggan
atau saksi tidak datang memenuhi panggilan PLN maka petugas administrasi
P2TL mengirimkan surat peringatan pertama yang berisi tagihan susulan dan
melakukan pemutusan sementara dengan selang waktu 3 (tiga) hari kerja dari
surat panggilan ketiga. Masa peringatan pertama adalah 5 (lima) hari kerja setelah
pertama, pelanggan atau yang mewakili belum datang memenuhi panggilan PLN
sama dengan jaksa. Masa surat peringatan kedua adalah selama 6 (enam) hari
kerja dan apabila pelanggan atau yang mewakili tidak datang memenuhi
55
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, tanggal 27 Agustus 2015.
P2TL lainnya dan telah melunasi angsuran pertama maka pihak PLN melakukan
pembayaran oleh Pelanggan dan bagi Pelanggan yang telah dikenakan pemutusan
serta biaya P2TL lainnya dan melunasi angsuran pertama maka dilakukan
3 (tiga) hari kerja sejak Pelanggan atau yang mewakili datang memenuhi
panggilan PLN untuk penyelesaian hasil temuan P2TL, Tagihan Susulan dan
biaya P2TL lainnya harus dibayar tunai atau atas permintaan Pelanggan dan atas
Pertimbangan tertentu dapat dibayar secara angsuran 12 (dua belas) kali dengan
jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan. Dalam hal kasus khusus General
Manager unit setempat dapat memberikan angsuran lebih dari 12 (dua belas) kali
dengan jangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Pembayaran tagihan susulan
P2TL dilakukan dikantor PLN setempat di mana Pelanggan terdaftar. Jika setelah
pemutusan rampung terjadi Pelanggan tidak terima atas yang dilakukan PLN
dikarenakan mereka mempunyai alasan-alasan dan bukti-bukti yang sah maka dari
56
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, tanggal 27 Agustus 2015
(empat belas) hari kerja setelah kejadian P2TL setelah diterimanya atas keberatan
yang diajukan pelanggan tersebut oleh PLN maka akan dianalisa dan evakuasi
(lima) orang atau ganjil yang terdiri dari unsur-unsur yang meliputi:
a. Teknik
b. Niaga/Pelayanan Pelanggan
Dalam hal keberatan yang diajukan oleh Pelanggan jika tidak terpenuhi
baik secara keseluruhan maupun sebahagian, maka unit yang mengenakan sanksi
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak keberatan diterima. Dan sebaliknya jika
yang diajukan oleh Pelanggan terpenuhi untuk diproses lebih lanjut, maka unit
kepada pelanggan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
Pihak PLN, Manajemen PLN dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
tersebut.
Susulan tetapi jika Pelanggan tersebut tidak mau membayar dan merasa keberatan
atas keputusan tersebut maka Pelanggan membuat laporan kepada kantor Badan
keberatan atas keputusan oleh pihak PLN bahwa Pelanggan melanggar perjanjian
dalam pemakaian Arus Listrik. Pelanggan membuat laporan kepada kantor BPSK
adalah untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi dengan PLN. Adapun fungsi
57
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, tanggal 27 Agustus 2015
undang ini.
konsumen.
pelanggaran ini.
memenuhi panggilan.
undang.
undang.
dan aturan yang dibuat kantor BPSK hingga masalah selesai. Adapun cara
c. Kronologis kejadian.
Prasidang itu bisa ditentukan langkah selanjutnya apakah konsumen dan pelaku
Konsumen akan memilih salah satu arbiter konsumen yang terdiri dari tiga
orang, demikian pula pengusaha akan memilih satu arbiter pengusaha dari
tiga arbiter yang ada. Sedangkan ketua majelis hakim BPSK adalah
58
Ibid.
59
Ibid.
yang dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang
Putusan yang dikeluarkan BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak, atau
gugatan dikabulkan. Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan
ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, berupa pemenuhan
ganti rugi dan atau sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak
pemakaian arus daya listrik, yaitu Tim P2TL datang memeriksa si pelanggar
tersebut jika benar melakukan pemakaian arus daya listrik dengan tidak terdaftar
di Kantor PLN, maka Tim P2TL memberikan surat panggilan untuk datang ke
pelanggar dengan membayar denda sesuai arus daya listrik yang digunakannya
pemutusan rampung arus daya listrik tersebut, sebelum Tim P2TL meninggalkan
si pelanggar maka Tim P2TL meminta identitas si pelanggar sebagai bukti bahwa
panggilan, maka Tim P2TL datang ke alamat si pelanggar sesuai identitas untuk
60
memanggil paksa si pelanggar ke Kantor PLN.
60
Ibid.
kepada PLN:
Jumlah Persentase
No Tahun Jenis Pelanggaran Penyelesaian
Pelanggaran
1. Pemakaian arus daya listrik 95 3 (Tiga) diselesaikan 92 (sembilan puluh dua) 3% 97%
tidak sesuai dengan Kwh melalui Arbitrase di diselesaikan melalui Negosiasi
kantor BPSK di Kantor PLN
2. Merusak segel meteran arus 5 (lima) diselesaikan 80 (delapan puluh) 5% 80%
Januari daya listrik 85 melalui Arbitrase di diselesaikan melalui Negosiasi
s/d kantor BPSK di Kantor PLN
1
Desember 3. Tidak membayar arus daya 150 - 150 (seratus lima puluh) 100%
2013 listrik dengan tepat waktu. diselesaikan melalui negosiasi
di Kantor PLN
4. Penggunaan arus daya listrik 130 - 130 (seratus tiga puluh) 100%
diluar pelanggan diselesaikan melalui negosiasi
di Kantor PLN
1. Pemakaian arus daya listrik 101 3 (tiga) diselesaikan 98 (Sembilan puluh delapan) 3% 98%
tidak sesuai dengan Kwh melalui Arbitrase di diselesaikan melalui Negosiasi
kantor BPSK di Kantor PLN
Januari 2. Merusak segel meteran arus 70 4 (empat) diselesaikan 66 (enam puluh enam) 6% 94%
s/d daya listrik melalui Arbitrase di diselesaikan melalui Negosiasi
2
Desember kantor BPSK di Kantor PLN
2014
3. Tidak membayar arus daya 180 - 180 (seratus delapan puluh) 100
listrik dengan tepat waktu. diselesaikan melalui negosiasi
di Kantor PLN
4. Penggunaan arus daya listrik 175 - 175 (seratus tujuh puluh lima) 100
diluar pelanggan diselesaikan melalui negosiasi
1. Pemakaian arus daya listrik 150 5 (lima) diselesaikan 145 (seratus empat puluh lima) 3% 97%
tidak sesuai dengan Kwh melalui Arbitrase di diselesaikan melalui Negosiasi
kantor BPSK di Kantor PLN
2. Merusak segel meteran arus 139 6 (enam) diselesaikan 133 (seratus tiga puluh tiga) 4% 96%
Januari daya listrik melalui Arbitrase di diselesaikan melalui Negosiasi
s/d Kantor BPSK di Kantor PLN
3
Desember 3. Tidak membayar arus daya 201 - 201 (dua ratus satu) 100%
2015 listrik dengan tepat waktu. diselesaikan melalui negosiasi
di Kantor PLN
4. Penggunaan arus daya listrik 182 - 182 (seratus delapan puluh 100%
diluar pelanggan dua) diselesaikan melalui
negosiasi di Kantor PLN
pemakaian arus listrik antara perusahaan listrik negara dengan pelanggan akibat
Pelanggan
2. Pelanggan tidak terima atas tagihan susulan yang ditetapkan oleh PLN. 61
pemakaian arus listrik antara perusahaan listrik negara dengan Pelanggan akibat
61
Wawancara dengan Putri Sinaga, selaku Asisten Officer Administrasi Umum dan K3
PT. PLN (Persero) Area Medan, tanggal 27 Agustus 2015.
A. Kesimpulan
akibat terlalu lama, pelanggan yang tidak terima dikarenakan tunggakan atau
tagihan tidak sesuai, pelanggan tidak terima karena tidak disaksikan oleh saksi
B. Saran
pihak yang ditungkan dalam perjanjian, untuk itu kaitannya dengan upaya
tersebut.
Sengketa tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada sengketa pasti disitu
ada konflik. Begitu banyak konflik dalam kehidupan sehari-hari. Entah konflik
kecil ringan bahkan konflik yang besar dan berat. Hal ini dialami oleh semua
kalangan, karena hidup ini tidak lepas dari permasalahan. Tergantung bagaimana
penyelesaiannya. 8
atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,
kepentingan yang sama atas suatu obyek kepemilikan, yang menimbulkan akibat
antara dua pihak atau lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tersebut untuk
8
http://yuarta.blogspot.com/2011/03/definisi-sengketa.html (diakses tanggal 12 Juli 2015)
berpendapat : 10 Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang
berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang
Dari kedua pendapat di atas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah
perilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu
akibat hukum dan karenanya dapat diberi sanksi hukum bagi salah satu diantara
keduanya.
Munculnya sengketa jika salah satu pihak menghendaki pihak lain untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu tetapi pihak lainnya menolak berlaku demikian.
Pencarian berbagai jenis proses dan metode untuk menyelesaikan sengketa yang
muncul adalah sesuatu yang urgent dalam masyarakat. Para ahli non hukum
sengketa, baik formal maupun informal, dapat dijadikan acuan untuk menjawab
sengketa yang mungkin timbul asalkan hal itu membawa keadilan dan
kemaslahatan.
lembaga pengadilan). Oleh karena kemenangan yang menjadi tujuan utama, para
9
Sarjita, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, (Yogyakarta : Tugujogja
Pustaka, 2005), hal 8.
10
Ali. Achmad Chomzah, Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak Atas
Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, (Jakarta : Prestasi
Pustaka, 2003), hal 14.
sekalipun melalui cara-cara melawan hukum. Akibatnya, apabila salah satu pihak
kemenangan tidak lagi menjadi pilihan utama, bahkan sedapat mungkin dihindari.
yang muncul di antara mereka, dengan harapan melalui kompromi tidak ada pihak
lembaga pengadilan, maka pada permulaan tahun 1970-an mulailah muncul suatu
1. Tahap pra-konflik atau tahap keluhan, yang mengacu kepada keadaan atau
hal yang tidak adil dan alasan-alasan atau dasar-dasar dari adanya perasaan
11
http://sofian-memandang.blogspot.co.id/2015/03/perbedaan-konflik-dan-sengketa.html
(diakses tanggal 2 November 2015).
imajinasi saja. Yang terpenting pihak itu merasakan haknya dilanggar atau
lawannya tentang keluhan itu. Pada tahap ini kedua belah pihak sadar
memasuki bidang publik. Hal ini dilakukan secara sengaja dan aktif
diinginkan.
diantaranya adalah :
1. Konsultasi
No. 30 Tahun 1999 mengenai makna maupun arti dari konsultasi. Jika melihat
pada Black’s law dictionary dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan
Dari rumusan yang diberikan tersebut dapat dilihat, bahwa pada prinsipnya
konsultasi merupakan satu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak
tertentu, yang disebut “klien” dengan pihak lain yang merupakan pihak
keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Tidak ada suatu rumusan yang
pendapat yang disampaikan oleh pihak konsultan. Ini berarti klien adalah bebas
yang ada tidaklah dominan sama sekali, konsultan hanyalah memberikan pendapat
mengenai sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak meskipun ada
bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa
tersebut.
12
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis (Hukum Arbitrase), (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001), hal 28-29.
untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi diantara
para pihak, negosiasi dilakukan baik karena ada sengketa para pihak maupun
hanya belum ada kata sepakat disebabkan belum pernah dibicarakan hal tersebut.
Negosiasi dilakukan oleh dilakukan oleh negosiator mulai dari negosiasi yang
suatu proses pembicaraan atau perundingan mengenai suatu hal tertentu untuk
mencapai suatu kompromi atau kesepakatan di antara para pihak yang melakukan
hasilnya diterima oleh para pihak tersebut. Jadi, negosiasi tampak sebagai suatu
seni untuk mencapai kesepakatan dan bukan ilmu pengetahuan yang dapat
a. Untuk mencari sesuatu yang baru yang tidak dapat dilakukannya sendiri,
misalnya dalam transaksi jual beli, pihak penjual dan pembeli saling
memerlukan untuk menentukan harga (di sini tidak terjadi sengketa); dan
pihak
13
Munir Fuady, Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisniss, (Bandung
Citra Aditya Bakti, 2000), hal 42.
lain. Tahap ini sering diistilahkan know your self. Dalam tahap persiapan
negotiated agreement);
Apabila pihak pertama menyampaikan tawaran awal dan pihak kedua tidak
diberikan oleh perunding lawan. Dalam tahap ini seorang perunding harus
manipulatif.
sebelumnya.
14
Suyud Margono, ADR dan Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Jakarta,
Ghalia Indonesia, 2000), hal. 5.
berlangsung secara efektif dan mencapai kesepakatan yang bersifat stabil, ada
penuh (willingness);
3. Mediasi
Mediasi adalah suatu proses negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak
luar yang tidak memihak dan netral yang akan bekerja dengan pihak yang
tersebut secara memuaskan bagi kedua belah pihak. Pihak ketiga yang membantu
melainkan hanya berfungsi untuk membantu dan menemukan solusi terhadap para
15
Munir Fuady, Op.Cit, hal. 47.
dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan
penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak. Tetapi sebenarnya
mediasi sulit didefinisikan karena pengertian tersebut sering digunakan oleh para
banyak lembaga lain menyebut dirinya sebagai lembaga mediasi. Jadi, disini
mediasi sengaja.
dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan
penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak. Tetapi sebenarnya
mediasi sulit didefinisikan karena pengertian tersebut sering digunakan oleh para
banyak lembaga lain menyebut dirinya sebagai lembaga mediasi. Jadi, disini
yaitu:
solution” 16
perundingan;
2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam
perundingan;
penyelesaian;
perundingan berlangsung;
yang timbul diantara para pihak yang disepakati dan dapat diterima oleh
16
Suyud Margono, Op. Cit, hal. 59.
problem solving”
Sebagai tambahan dari tujuan utama mediasi yang perlu juga dijadikan
lain.
lain:
perdata yang timbul diantara para pihak, dan bukan perkara pidana. Dengan
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/ Tahun 2006 dapat diajukan dan
perdata tapi sekaligus juga sengketa pidana dan mungkin juga sengketa tata
usaha negara, tetap merupakan cakupan dari lembaga mediasi yakni sengketa-
sengketa dibidang perdata. Namun demikian, dalam praktek sering kali para
perjanjian perdamaian, dan dipahami juga bahwa walau para pihak tidak dapat
dasar untuk dengan iktikad baik sepakat tidak melanjutkan perkara pidana
4. Konsiliasi
proses penyelesaian sengketa di antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga
yang netral dan tidak memihak. Biasanya konsiliasi mengacu pada suatu proses
yang mana pihak ketiga bertindak sebagai pihak yang mengirimkan suatu
penawaran penyelesaian antara para pihak tetapi perannya lebih sedikit dalam
proses negosiasi dibandingkan seorang mediator. Seperti juga mediator, tugas dari
antara pihak sehingga dapat diketemukan solusi oleh para pihak sendiri. Dengan
mungkin disampaikan langsung atau tidak mau bertemu muka langsung, dan lain-
lain. 17
5. Arbitrase.
Istilah arbitrase berasal dari kata “arbitrase” (bahasa latin), yang berarti
namun sampai sekarang definisi pasti mengenai apa itu arbitrase masih saja
mengenai arbitrase.
sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para
pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang diberikan oleh hakim yang
mereka pilih.
17
Munir Fuady, Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Bandung:
Citra AdityaBhakti, 2009), hal. 52.
pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara yudisial seperti oleh para pihak
yang diartikan sebagai suatu peradilan perdamaian, dimana para pihak bersepakat
agar perselisihan mereka tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai
sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak yang ditunjuk
oleh para pihak sendiri dan putusannya mengikat bagi kedua belah pihak. 19
penting yang membedakan pengadilan dan arbitrase adalah bila jalur pengadilan
yang sedang ditangani. Arbitrase adalah suatu proses yang mudah atau simple
yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus
oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan mereka di mana keputusan
berdasarkan dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para pihak setuju sejak semula
18
H. Priyatna Abdurrasyid, Penyelesaian Sengketa Komersial (Nasional dan Internasional)
di luar Pengadilan, Makalah, September 1996. hal. 3.
19
H.M.N. Poerwosutjipto, Pokok-pokok Hukum Dagang, Perwasitan, Kepailitan dan
Penundaan Pembayaran, (Jakarta: Cetakan III, Djambatan, 1992), hal. 4.
di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Black’s Law Dictionary juga
one or more neutral third parties who are usually agreed to by the disputing
parties and whose decision is binding” Sebagai catatan bahwa dalam Pasal 5 UU
No. 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa : Sengketa yang dapat diselesaikan melalui
arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum dan
perceraian yang hak atas harta kekayaan tidak sepenuhnya dikuasai oleh masing-
apakah sengketa tersebut dapat diselesaikan atau tidak sangat tergantung pada
keinginan dan iktikad baik para pihak yang bersengketa. Artinya, bagaimana
mereka terikat pada hasil penyelesaian tersebut. Cara ketiga adalah dengan
dengan tahapan-tahapan (banding dan kasasi) yang harus dilalui, atau disebabkan
sifat pengadilan yang terbuka untuk umum sementara para pengusaha tidak suka
tertentu yang dipilih sendiri (meskipun pengadilan dapat juga menunjuk hakim ad
hoc atau menggunakan saksi ahli). Cara penyelesaian keempat, yaitu arbitrase,
mereka. 20
baik yang akan terjadi maupun telah terjadi kepada seorang atau beberapa
20
www.badilag.net (Lembaga Peradilan Dan Penyelesaian Sengketa Alternatif), (diakses
tanggal 11 Juli 2015).
suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam dunia usaha dapat dikatakan lebih
terjamin;
dalam bidang yuridis pun dapat digunakan sehingga tidak perlu terlambat
bersangkutan;
dan jitu karena diputuskan oleh (orang) ahli yang pada umumnya menjaga
profesi yang lain, yaitu sebagai arbiter yang merupakan faktor pendorong
untuk para ahli lebih menekuni bidangnya untuk mencapai tingkat paling
penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini, sehingga para pihak yang bersengketa
21
Ibid.
hasilnya.
negara-negara barat dan timur antara lain memakan waktu yang lama,
yang bersengketa.
individu atau lebih dewasa ini telah dan akan terus menjadi fenomena biasa dalam
masyarakat. Situasi itu akan semakin merepotkan dunia hukum dan peradilan
apabila semua konflik, sengketa atau pertikaian itu diproses secara hukum oleh
tergantung pada dunia hukum yang terbatas kapasitasnya, namun tetap dapat
sebenarnya telah memiliki dasar hukum dan telah memiliki preseden serta pernah
22
Ibid.
23
Mas Achmad Santosa. Perkembangan ADRD Indonesia, Makalah Disampaikan dalam
Lokakarya Hasil Penelitian Teknik Mediasi Tradisional, Diselenggarakan The Asia Fondation
Indonesia Centre for Environmental Law, kerjasama dengan Pusat Kajian Pihak Penyelesaian
Sengketa Universitas Andalas. Di Sedona Bumi Minang, 27 November 1999.
kepercayaan masyarakat;
kepengadilan.
bahwa diperkirakan akan lebih tepat apabila dalam kondisi, alasan dan atau
sendirilah yang diberi hak oleh undang-undang untuk menentukan siapa yang
akan duduk sebagai arbiter dan jika dalam hal para pihak tidak dapat mencapai
kesepakatan mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat
menunjuk seorang arbiter atau majelis arbitrase. Dasarnya, yang bisa duduk
sebagai seorang arbiter atau majelis arbitrase adalah mereka yang ditunjuk atau
diangkat oleh para pihak sendiri. Atas penunjukkan atau pengangkatan ini pulalah
penunjukan tersebut.
Sebagai konsekuensi dari ditunjuknya seorang atau lebih arbiter oleh para
antara para pihak yang menunjuk dan arbiter yang menerima penunjukan tersebut
terjadi suatu perjanjian perdata, yaitu bahwa arbiter atau para arbiter akan
memberikan putusannya secara jujur, adil dan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan para pihak akan menerima putusannya secara final dan mengikat serta
arbiter yang bersangkutan tidak dapat menarik diri, kecuali atas persetujuan para
pihak.
Jika penarikan dirinya tersebut di atas disetujui oleh para pihak, maka
dirinya tersebut ternyata tidak mendapat persetujuan dari para pihak, maka arbiter
oleh Ketua Pengadilan Negeri. Arbiter atau majelis arbitrase tidak dapat
dikenakan tanggung jawab hukum apapun atas segala tindakan yang diambil
arbitrase dan selanjutnya menjatuhkan putusan arbitrase dalam jangka waktu yang
telah ditentukan oleh para pihak yang mengangkat atau menunjuk arbiter tersebut.
Selain dari itu yang lebih penting adalah independensi dari arbiter dalam
24
Pasal 20 UU No 30 Tahun 1999.
Ada catatan terpenting di sini yang perlu kita perhatikan bersama, bahwa
memperhatikan masalah waktu sebagai suatu hal yang sangat esensi. Undang-
waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak arbiter atau majelis
delapan puluh)hari atau dengan kata lain ada jaminan dari arbiter tentang
Jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari tersebut apabila dirasa
masih ada hal-hal yang diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan oleh arbiter,
sehingga jangka waktu tersebut masih dianggap kurang, maka dengan persetujuan
para pihak dapat diperpanjang. Masa perpanjangan adalah 60 (enam puluh) hari.
Jika dalam jangka waktu yang telah ditentukan sudah cukup, maka arbiter atau
kepada para pihak tersebut. Sehingga berakhirlah tugas arbiter atau majelis
arbitrase. 26
25
Pasal 48 UU No.30 Tahun 1999.
26
Pasal 73 UU No.30 Tahun 1999.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran tenaga listrik di zaman modern ini merupakan hal yang sangat
penting dan berguna sebagai sumber tenaga. Karena dengan adanya listrik kita
rumah tangga maupun industri. Penggunaan pemakaian tenaga listrik ini sudah
dapat dilihat secara langsung baik itu di lingkungan rumah tangga, sekolah, rumah
pertumbuhan ekonomi pada khususnya, selain itu tenaga listrik juga berperan
penting dalam kecerdasan masyarakat. 2 Oleh sebab itu demi terciptanya keadilan
dalam rangka pemenuhan tenaga listrik, maka penguasaan dan pengelolaan tenaga
rakyat, ini sesuai dengan Pasal (33) angka (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Thn 1945) yang
1
F. Suryanto, Dasar-Dasar Teknik listrik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 13.
2
Abdul Kadir, Energi Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik, dan Potensi Ekonomi,
(Jakarta: UI Prress, 1995), hal.559.
perluasan jaringan distribusi listrik agar dapat menjamin tersedianya tenaga listrik
dalam jumlah yang cukup dan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat, maka
listrik nasional dengan menunjuk suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
bernama PT. Perusahaan Listrik Negara yang biasanya disebut dengan PT. PLN
(Persero).
Listrik termasuk barang bergerak yang tidak bertubuh, artinya barang yang
tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan manfaatnya. Oleh karena itu produk
listrik tersebut merupakan objek transaksi jual beli yang mengandung risiko cukup
dari PT. PLN (Persero). Sedangkan syarat dan prosedur untuk mendapatkan aliran
listrik dari PLN harus terjadi perjanjian antara pelanggan listrik dengan
perusahaan. Dengan adanya perjanjian, maka secara tidak langsung akan timbul
hak dan kewajiban secara timbal balik antara pelanggan listrik dengan perusahaan
listrik negara, dimana kedua belah pihak mempunyai kehendak untuk melakukan
(selanjutnya disebut KUHPerdata) Pasal 1313 bahwa suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih”. Sedang perjanjian itu sendiri mengandung pengertian yaitu:
“Suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli sangat minim dimuat dalam
Dalam Ketentuan Umum, hanya istilah Arbitrase yang didefinisikan secara tegas
Pasal 1 angka (1), sedangkan istilah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli tidak didefinisikan secara tegas namun hanya dicantumkan sebagai
Tahun 1999) tidak banyak memberikan kejelasan apa dan bagaimana Alternatif
3
M. Yahya Harahap, Segi‐Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1996), hal.6.
Akibat Wanprestasi.
B. Permasalahan
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat praktis
wanprestasi.
2. Manfaat teoritis.
akibat wanprestasi.
1. Pendekatan Masalah
2. Spesifikasi Penelitian
Berdasarkan pada tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, nantinya
akan bersifat deskriptif analitis yang artinya bahwa hasil penelitian ini berusaha
3. Sumber Data
Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
yang diteliti, antara lain; buku-buku literatur, laporan penelitian, tulisan para ahli,
penelitian ini yang merupakan penelitian yuridis normatif, sebagai bahan dasar
diperoleh dari bahan pustaka lazimnya. Data sekunder yang digunakan sebagai
Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum
4
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI Press,2010), hal. 52.
5
Ibid, hal. 10.
wawancara yang didapatkan melalui studi lapangan PT. PLN (Persero) Area
Medan menjadi bahan hukum primer yang membantu dalam mengkaji masalah
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku
teks, jurnal-jurnal, karya ilmiah, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian, dan
bahan lainnya yang dapat dan berfungsi untuk memberikan penjelasan lebih lanjut
bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan
lainnya. 6
dan sekunder adalah dengan cara studi kepustakaan dan wawancara kepada pihak
5. Analisis Data
dalam pola, kategori, dan uraian dasar sehingga akan ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja yang disarankan oleh data. Metode analisis data yang
6
Ibid, hal. 13.
analisis yang meliputi pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan data sebagai suatu jalinan yang saling terkait dan
membentuk hipotesa sesuai data yang telah diorganisir. 7 Analisis data dilakukan
pada data yang dinyatakan informan secara lisan atau tertulis, dan juga
F. Keaslian Penulisan
Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas
masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.
Andayani S., Ade Irma (2013) dengan judul Tinjauan Yuridis Tentang
Wanprestasi Dalam Perjanjian Pemakaian Arus Listrik Pada PLN Cabang Medan.
7
HB Soetopo, Metode Penelitian Kualitatif. (Surakarta: UNS Press, 2002), hal. 91
konsumen.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini disusun secara sistematis dalam bentuk skripsi yang
BAB I PENDAHULUAN
penulisan.
AKIBAT WANPRESTASI
SKRIPSI
Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
SKRIPSI
Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmad
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah Tinjauan
Wanprestasi.
Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi
penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan
penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis
terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.
berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan
1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Wakil Dekan I Fakultas
5. Prof Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum
6. Bapak Malem Ginting, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I, yang telah
7. Ibu Maria Kaban, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
8. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi
10. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis ayahanda
Ir H. Maratua Siregar, MBA dan Ibunda Hj. Emi Zarmi, kakanda penulis
Tama Ulina Siregar dan adinda penulis Novi Cintya Ramadhani Siregar, yang
telah banyak memberikan dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka
11. Buat teman-teman stambuk 011, Abib,Bul, Fadel, Desty, Dewi, Aldila, Ido,
sebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan dan motivasinya sehingga
Ikhfan, Arief Barqah, Fahriza dan teman diluar kampus Aprilino, Rara,
Agatha, Melly serta teman yang di Jakarta yang memberi dukungan Putra
13. Buat yang terbaik Nia Angelia Sutanto, S.Ked yang selalu memberikan
dukungan
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita
lakukan mendapatkan Balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis memohon
maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan
ABSTRAK ................................................................................................... i
B. Permasalahan ............................................................................... 4
F. Keaslian Penulisan........................................................................ 8
A. Kesimpulan................................................................................... 80
B. Saran ............................................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN