Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ALTERNATIF PENYELESAIAN

SENGKETA
Perjanjian Arbitrase Dan Penggolongan Perjanjian Arbitrase

DOSEN PENGAMPU

Rema Syelvita, MH

Disusun Oleh Kelompok 7 :

Cecilia Alfaris (2011120029)

Dea Dessiana (2011120017)

Rosi Fitalia (2111120026)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO

BENGKULU

TAHUUN 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................. ..... i

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................ .... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... .... 1

C. Tujuan ............................................................................................. .... 1

BAB II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Arbitrase ......................................................................... ... 2

B. Perjanjian Arbitrase.............................................................................. 4

C. Penggolongan Perjanjian Arbitrase............................................... ....... 6

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................. ....... 9

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 10

i
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti
“kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
Definisi secara terminologi dikemukakan berbeda-beda oleh para sarjana saat
ini walaupun pada akhirnya mempunyai inti makna yang sama.

Subekti menyatakan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan


sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa
para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang diberikan oleh
hakim yang mereka pilih1.

H. Priyatna Abdurrasyid menyatakan bahwa arbitrase adalah suatu proses


pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara yudisial seperti oleh para
pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada bukti-
bukti yang diajukan oleh para pihak2.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Pengertian Arbitrase
b. Perjanjian arbitrase
c. Penggolongan Perjanjian Arbitrase
C. TUJUAN
a. Pengertian Arbitrase
b. Perjanjian arbitrase
c. Penggolongan Perjanjian Arbitrase

1
Subekti, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Bandung, 1992, hlm.1
2
H. Priyatna Abdurrasyid, Penyelesaian Sengketa Komersial Nasional dan Internasional) di
luar Pengadilan, Makalah, September 1996, hlm.1.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Arbitrase

Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti
“kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
Definisi secara terminologi dikemukakan berbeda-beda oleh para sarjana saat
ini walaupun pada akhirnya mempunyai inti makna yang sama.

Subekti menyatakan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan


sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa
para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang diberikan oleh
hakim yang mereka pilih3.

H. Priyatna Abdurrasyid menyatakan bahwa arbitrase adalah suatu proses


pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara yudisial seperti oleh para
pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada bukti-
bukti yang diajukan oleh para pihak4.

H.M.N. Purwosutjipto menggunakan istilah perwasitan untuk arbitrase


yang diartikan sebagai suatu peradilan perdamaian, di mana para pihak
bersepakat agar perselisihan mereka tentang hak pribadi yang dapat mereka
kuasai sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak yang
ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya mengikat bagi kedua belah
pihak5.

Pada dasarnya arbitrase adalah suatu bentuk khusus Pengadilan. Poin


penting yang membedakan Pengadilan dan arbitrase adalah bila jalur

3
Subekti, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Bandung, 1992, hlm.1
4
H. Priyatna Abdurrasyid, Penyelesaian Sengketa Komersial Nasional dan Internasional) di
luar Pengadilan, Makalah, September 1996, hlm.1.
5
H.M.N. Poerwosutjipto, Pokok-pokok Hukum Dagang, Perwasitan, Kepailitan dan
Penundaan Pembayaran, Cetakan III, Djambatan, Jakarta, 1992, hlm.1.

2
Pengadilan (judicial settlement) menggunakan satu peradilan permanen atau
standing court, sedangkan arbitrase menggunakan forum tribunal yang
dibentuk khusus untuk kegiatan tersebut. Dalam arbitrase, arbitrator bertindak
sebagai “hakim” dalam mahkamah arbitrase, sebagaimana hakim permanen,
walaupun hanya untuk kasus yang sedang ditangani6.

Menurut Frank Elkoury dan Edna Elkoury, arbitrase adalah suatu proses
yang mudah atau simple yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang
ingin agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan
pilihan mereka di mana keputusan berdasarkan dalil-dalil dalam perkara
tersebut. Para pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut
secara final dan mengikat7.

Di Indonesia, perangkat aturan mengenai arbitrase yakni UU No. 30


Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 1
angka 1 mendefinisikan arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa perdata
di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Black’s Law Dictionary juga memberikan definisi arbitrase sebagai a


method of dispute resolution involving one or more neutral third parties who
are usually agreed to by the disputing parties and whose decision is binding,
atau Arbitration is an arrangement for taking an abiding by the judgement of
selected persons in some disputed matter, instead of carrying it to establish
tribunals of justice, and is intended to avoid the formalities, the delay, the
expense and vexation of ordinary litigation.

Dari berbagai pengertian arbitrase di atas, maka terdapat beberapa unsur


kesamaan, yaitu:

6
Brierly J. Law, The Law of Nation, Oxford, Clarendon Press, 1983, hlm.347.
7
Frank Elkoury dan Edna Elkoury, How Arbitration Work, Washington DS., 1974, dikutip
dari M. Husseyn dan A. Supriyani Kardono, Kertas Kerja Hukum Ekonomi, Hukum dan
Lembaga Arbitrase di Indonesia, Proyek Pengembangan Hukum Ekonomi dan
Penyempurnaan Sistem Pengadaan, Kantor Menteri Negara Koordinasi Bidang Ekonomi,
Keuangan dan Pengawasan Pembangunan, 1995, hlm.2.

3
1. Adanya kesepakatan untuk menyerahkan penyelesaian sengketa-sengketa,
baik yang akan terjadi maupun telah terjadi kepada seorang atau beberapa
orang pihak ketiga di luar peradilan umum untuk diputuskan;
2. Penyelesaian sengketa yang bisa diselesaikan adalah sengketa yang
menyangkut hak pribadi yang dapat dikuasai sepenuhnya, khususnya di
sini dalam bidang perdagangan industri dan keuangan; dan
3. Putusan tersebut merupakan putusan akhir dan mengikat (final and
binding).

Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:

1. Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang


dibuat para pihak sebelum timbul sengketa (Factum de compromitendo);
atau
2. Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul
sengketa (Akta Kompromis).
B. Perjajnjian Arbitrase

Suatu perjanjian arbitrase adalah sah jika isinya memuat hal-hal yang
disebutkan Pasal 9 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Isinya
meliputi masalah yang dipersengketakan; nama lengkap dan tempat tinggal
para pihak; nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase;
tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan; nama
lengkap sekretaris; jangka waktu penyelesaian sengketa; pernyataan kesediaan
dari arbiter; dan pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk
menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa
melalui arbitrase. Perjanjian arbitrase yang tidak memuat kedelapan materi itu
batal demi hukum.

Jika para pihak sepaat menyelesaian sengketa melalui arbitrase tetapi


kesepakatan itu timbul setelah sengketa, maka perjanjian tetap harus dibuat
tertulis. Jika tidak sempat dibuat dalam bentuk tertulis yang ditandatangani
kedua belah pihak, maka perjanjian itu harus dibuat dalam akta notaris.

4
Suatu perjanjian arbitrase bukanlah perjanjian bersyarat (voorwaardelijke
verbintenis). M. Yahya Harahap, dalam bukunya Arbitrase (2004: 61),
menulis perjanjian arbitrase tidak termasuk pada pengertian perjanjian
bersyarat yang disebut dalam Pasal 1253-1267 KUH Perdata. Karena itu,
perjanjian arbitrase tidak digantungkan pada suatu kejadian tertentu di masa
yang datang. Perjanjian arbitrase tak mempermasalahkan pelaksanaan
perjanjian, melainkan mempersoalkan cara dan lembaga yang berwenang
menyelesaikan sengketa (dispute).

Advokat Ricardo Simanjuntak mengatakan dalam praktek, acapkali orang


membuat perjanjian dengan mengesampingkan pasal 1265-1266 KUH
Perdata. Dalam kontrak, prinsipnya para pihak bebas menentukan isi
perjanjian kecuali yang jelas-jelas dilarang dalam perundang-undangan.
Sepanjang memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, maka perjanjian mengikat
kedua belah pihak yang membuatnya. Bagaimana kalau terjadi sengketa?

Pasal 1265 KUH Perdata

Suatu syarat batal adalah syarat yang jika dipenuhi, menghentikan


perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula
seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian.

Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perjanjian, cuma ia


mewajibkan di berpiutang mengembalikan apa yang sudah diterimanya jika
peristiwa yang dimaksud terjadi.

Dalam sengketa bisnis, para pihak berusaha membuat argumentasi yang


membebankan kesalahan ada pada lawannya. Sebaliknya, lawan dimaksud
akan mengajukan tangkisan dan menyatakan kesalahan ada pihak pertama.
Menurut Ricardo Simanjuntak, demi hukum para pihak tidak bisa
menyebutkan pihak lawan salah. Sesuai Pasal 1266 KUH Perdata,
kewenangan itu ada di tangan hakim.

5
C. Penggolongan Perjanjian Arbitrase

1. Arbitrase ad Hoc (Volunter) dan

2. Arbitase Institusional (Permanent)

kedua Arbitrase tersebut sama-sama mempunyai wewenang untuk mengadili


dan memutus sengketa atau perselisihan yang terjadi antara para pihak yang
mengadakan perjanjian di bidang perdagangan dan hak.

Adapun perbedaan antara kedua jenis Arbitrase ini terletak pada terkoordinasi
atau tidak terkoordinasi.Arbitrase ad hoc adalah Arbitrase yang tidak
terkoordinasi oleh suatu lembaga.Sedangkan Arbitrase institusional adalah
suatu Arbitrase yang dikoordinasikan oleh suatu lembaga.8 Arbitrase ad hoc
dibentuk secara khusus atau bersifat insidentil untuk memeriksa dan memutus
penyelesaian sengketa tertentu dalam jangka waktu tertentu pula.Setelah
memutus sengketa, berakhir pula Arbitrase ad hoc ini.Pembentukan Arbitrase
ad hoc dilakukan setelah sengketa terjadi.Para pihak yang bersengketa yang
memilih dan menentukan Arbitrasenya atau bisa pula meminta bantuan
pengadilan untuk mengangkat arbiternya, yang bertugas memeriksa dan
memutus sengketa yang berangkutan.

Berkenaan dengan pembentukan atau pengangkatan Arbitrase ad hoc tersebut,


ketentuan dalam Pasal 13 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan sebagai berikut :

1. Dalam hal para pihak tidak mencapai kesepakatan mengenai pemilihan


arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter,
ketua pengadilan negeri menunjuk arbiter atau majelis arbitrase.

2. Dalam suatu arbitrase ad hoc bagi setiap ketidaksepakatan dalam


penunjukan seorang atau beberapa arbiter, para piak dapat mengajukan

8
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama), 2006, hal 61-62.

6
permohonan kepada ketua pengadilan negeri untuk menunjuk seorang arbiter
atau lebih dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak.

Untuk mengetahui dan menentukan apakah Arbitrase yang disepakati oleh


para pihak adalah jenis ad hoc, dapat dilihat dari rumusan klausula. Apabila
klausula Pactum de compromittendo atau acta compromise menyatakan
perselisihan akan diselesaikan oleh Arbitrase yang berdiri sendiri di luar
Arbitrase Institusional. Atau dengan kata lain, apabila klausula menyebut
Arbitrase yang akan menyelesaikan perselisihan terdiri atas Arbiter
perseorangan, Arbitrase yang disepakati adalah jenis Arbitrase ad hoc. Ciri
pokoknya penunjukan para arbiternya secara perseorangan.9

Pada prinsipnya Arbitrase ad hoc terikat dan terkait dengan salah satu badan
Arbitrase.Para arbiternya ditentukan dan dipilih sendiri berdasarkan
kesepakatan para pihak. Oleh karena jenis arbitrase ad hoc tidak terikat
dengan salah satu badan Arbitrase, boleh dikatakan jenis Arbitrase ini tidak
memiliki aturan tata cara tersendiri, baik mengenai pengangkatan arbiternya
maupun mengenai tata cara pemeriksaan sengketa. Dalam hal ini Arbitrase ad
hoc tunduk sepenuhnya mengikuti aturan tata cara yang ditentukan dalam
perundangundangan.10

Akibat kesulitan yang dialami para pihak dalam melakukan negosiasi dan
menetapkan aturan-aturan prosedural dari Arbitrase serta dalam merencanakan
metode-metode pemilihan Arbiter yang dapat diterima kedua belah pihak, para
pihak sering kali memilih jalan penyelesaian melalui Arbitrase institusional.11

Arbitrase institusional tersebut menyediakan jasa administrasi arbitrase, yang


meliputi pengawasan terhadap proses Arbitrase, aturan-aturan prosedural
sebagai pedoman bagi para pihak dan pengangkatan para Arbiter.

9
M. Yahya Harahap, Arbitrase, (Jakarta : Pustaka Kartini), 199, hal 150.
10
M. Yahya Harahap, Arbitrase, (Jakarta : Pustaka Kartini), 199, hal 165
11
Gary Goodpaster, Felix Oentoeng, Soebagjo dan Fatimah Jatim, Arbitrase di Indonesia:
Beberapa Contoh Kasus dan Pelaksanaan Dalam Praktek, dalam Arbiter Indonesia, (Jakarta :
Ghalia Indonesia), 1995, hal 25-26.

7
Karena Arbitrase institusional sangat mendukung pelaksanaan Arbitrase, para
pihak yang bersengketa dapat dan sering kali sepakat untuk menggunakan
jasa-jasa lembaga Arbitrase atau Arbitrase institusional. Aturan-aturan umum
tentang kebebasan dan otonomi para pihak juga diterapkan, bahkan para pihak
yang menggunakan lembaga Arbitrase dapat menyesuaikan proses Arbitrase
mereka.12

12
Rachmadi Usman, Op Cit, hal 167.

8
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Suatu perjanjian arbitrase adalah sah jika isinya memuat hal-hal yang
disebutkan Pasal 9 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Isinya
meliputi masalah yang dipersengketakan; nama lengkap dan tempat tinggal
para pihak; nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase;
tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan; nama
lengkap sekretaris; jangka waktu penyelesaian sengketa; pernyataan kesediaan
dari arbiter; dan pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk
menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa
melalui arbitrase. Perjanjian arbitrase yang tidak memuat kedelapan materi itu
batal demi hukum.

1. Arbitrase ad Hoc (Volunter) dan

2. Arbitase Institusional (Permanent)

kedua Arbitrase tersebut sama-sama mempunyai wewenang untuk mengadili


dan memutus sengketa atau perselisihan yang terjadi antara para pihak yang
mengadakan perjanjian di bidang perdagangan dan hak.

9
DAFTAR PUSTAKA

Gary Goodpaster, Felix Oentoeng, Soebagjo dan Fatimah Jatim, Arbitrase


di Indonesia: Beberapa Contoh Kasus dan Pelaksanaan Dalam
Praktek, dalam Arbiter Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia),
1995

M. Yahya Harahap, Arbitrase, (Jakarta : Pustaka Kartini), 199

Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama), 2006,

Frank Elkoury dan Edna Elkoury, How Arbitration Work, Washington


DS., 1974, dikutip dari M. Husseyn dan A. Supriyani Kardono,
Kertas Kerja Hukum Ekonomi, Hukum dan Lembaga Arbitrase di
Indonesia, Proyek Pengembangan Hukum Ekonomi dan
Penyempurnaan Sistem Pengadaan, Kantor Menteri Negara
Koordinasi Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pengawasan
Pembangunan, 1995

Brierly J. Law, The Law of Nation, Oxford, Clarendon Press, 1983,

H.M.N. Poerwosutjipto, Pokok-pokok Hukum Dagang, Perwasitan,


Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Cetakan III, Djambatan,
Jakarta, 1992

H. Priyatna Abdurrasyid, Penyelesaian Sengketa Komersial Nasional dan


Internasional) di luar Pengadilan, Makalah, September 1996

Subekti, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Bandung, 1992

10

Anda mungkin juga menyukai