Satu asas yang cukup penting adalah siapa yang mendalilkan, wajib membuktikan kebenaran dalilnya. Asas ini dijabarkan dalam Pasal 1865 KUH Pedata yang mengemukakan bahwa "Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Untuk itu, jika penyelesaian sengketa bisnis dipilih melalui lembaga peradilan, ada bebarapa hal yang perlu dipertimbangkan, yakni pihak penggugat wajib membuktikan kebenaran dalilnya. Di samping itu, penggugat harus tahu persis di mana tempat tinggal tergugat, sebagai gugatan harus diajukan di tempat tinggal tergugat. Asas ini dikenal dengan istilah Actor Secuitor Forum Rei. B. Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase 1. Konsep Umum tentang Arbitrase a. Definisi Arbitrase Arbitrase jika dilihat dari asal kata (bahasa latin adalah arbitrara dan dalam bahasa Belanda adalah arbitrage), yang berarti suatu kesatuan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Artinya, penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang arbiter atas dasar kebijaksanaan dan para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang diberikan oleh arbiter yang mereka pilih/tunjuk. Dalam memberikan putusannya pun, para arbiter tersebut tetap akan menerapkan Mengutip pendapat Steven H. Gifis, Munir Fuady mengatakan bahwa yang dimaksud dengan arbitrase (tahkim) adalah (suatu pengajuan sengketa, berdasarkan perjanjian antara para pihak, kepada orang-orang yang dipilih sendiri oleh mereka untuk mendapatkan suatu keputusan)." Menurut Abdul Kadir Muhammad, arbitrase adalah badan peradilan swasta di luar lingkungan peradilan umum yang dikenal khusus dalam dunia perusahaan. Sutan Sjahdeini mengatakan bahwa arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. b. Landasan Hukum Arbitrase 1) Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, masalah arbitrase diatur dalam reglement op de Rechtsvordering (RV), Pasal 615 s/d 651, yakni Reglement acara perdata yang berlaku di Raad Van Justitie (Badan Peradilan bagi golongan Eropa) Stb. 1847-52 jo Stb. 1849- 63). 2) Pasal 56 ayat (2) menyatakan bahwa para pihak berhak menentukan pilihan hukum yang akan berlaku terhadap sengketa yang mungkin atau telah timbul antara para pihak yang bersengketa. Dalam penjelasan pasal tersebut, dinyatakan bahwa para pihak yang bersengketa diberi keleluasaan untuk menentukan hukum mana yang akan diterapkan dalam proses arbitrase. c. Macam-Macam Arbitrase Dilihat dari berbegai kriteria, maka arbitrase dapat diklasifikasikan ke dalam bebarapa macam: 1) Menurut Kekuatan Keputusan Menurut kekuatan keputusannya, arbitrase dibagi ke dalam dua tipe, yaitu binding dan nonbinding. Binding Arbitration pada prinsipnya merupakan arbitrase dengan keputusan yang bersifat tetap dan final; mirip dengan keputusan pengadilan konvensional tingkat terakhir. Sedangkan Nonbinding Arbitration, yang sering disebut juga Advisory 2) Menurut Ruang Lingkup Tugas Menurut ruang lingkup tugas, arbitrase dibagi menajdi: Interest Arbitration dan Rights Arbitration. Dalam Interest Arbitration, bukannya hak yang dipersengketakan saja yang mesti diputus, tetapi para pihak bersengketa pun memakai jasa mereka untuk menciptakan provisi- provisi dari kontrak yang oleh para pihak telah mengalami jalan buntu. 3) Menurut Inisiatif untuk Ber-arbitrase Pada umumnya, beracara dengan memakai arbitrase dipilih atas inisiatif para pihak yang bersengketa, melalui suatu kontrak yang dibuat sebelum atau setelah terjadi sengketa ini. Langkah tersebut lebih dikenal dengan istilah Voluntary Arbitration. 4) Menurut Jenis Objek Sengketa Dilihat dari jenis objek yang dipersengketakan, arbitrase dapat di bagi ke dalam: a) Arbitrase Kualitas (Quality Arbitration) b) Arbitrase Teknis (Technical Arbitration) c) Arbitrase Campuran (Mixed Arbitration) d) Arbitrase khusus d. Ruang Lingkup Kewenangan Hakam (Arbiter) Menurut Satria Efendi, untuk menentukan bidang kewenangan seorang arbiter (hakam), terlebih dahulu perlu diketahui pembagian hukum Islam ditinjau dari aspek kemaslahatan yang dikandungnya. Lebih lanjut ia mengatakan, secara global hukum Islam (selain ibadan mahdlah) dapat dibagi kepada: 1) Huquq l-lah (hak-hak Allah) secara murni. Yang termasuk ke dalam kategori ini adalah hukum-hukum yang disyari'atkan untuk melindungi kepentingan umum, atau lebih dikenal dengan sebutan hukum-hukum yang menyangkut hak-hak umum, seperti hukum zina, mencuri, perampokan, riddah, dan hukum minum khamar. Sanksi-sanksi hukum yang ditetapkan atas pelanggaran larangan-larangan ini disebut hudud. 2) Huquq al-Ibad (hak-hak perseorangan) secara penuh. Yang termasuk ke dalam kategori ini adalah setiap aturan hukum yang mengatur hak-hak perseorangan (individu) yang berkaitan dengan harta bendanya. 3) Bergabungnya hak Allah (hak umum) dengan hak hamba (individu) tetapi hak umum lebih dominan. Contohnya, larangan menuduh orang lain berzina tanpa saksi (qadzań). Meskipun ada unsur pemeliharaan kepentingan individu, yaitu untuk menghindari pemecatan kehormatan dan nama baik seseorang 4) Bergabungnya hak umum dan hak perorangan (individu) tetapi hak perorangan lebih dominan. Contohnya adalah hukum qishas. Hak Allah dalam hal ini terlihat dalam hal menggangu ketenteraman umum. Jika pembunuh dibiarkan, membuat masyarakat tidak tenteram dan setiap orang merasa terancam jiwanya. e. Kelebihan dan Kekurangan Arbitrase Plus minus suatu lembaga atau institusi sudah pasti ada, bagitu juga halnya dengan lembaga arbitrase. Di antara plus minus tersebut, sebagaimana dikutip Munir Fuady, adalah: 1) Kelebihan Arbitrase a) Prosedur tidak berbelit dan keputusan dapat dicapai dalam waktu relatif singkat. b) Biaya lebih murah. c) Dapat dihindari expose dari keputusan di depan umum. d) Hukum terhadap prosedur dan pembuktian lebih relaks. 2) Kekurangan Arbitrase a) Hanya baik dan tersedia dengan baik terhadap perusahaan perusahaa bonafide. b) Due process kurang terpenuhi. c) Kurangnya unsur Finalty. d) Kurangnya power untuk menggiring para pihak ke settlement. 2. Konsep Arbitrase Syariah a. Definisi Arbitrase Syariah Dalam literatur sejarah hukum Islam, arbitrase lebih identik dengan tahkim. Istilah ini secara literal berarti mengangkat seorang wasit atau juru damai. Adapun definisi arbitrase syariah menurut para ahli sebagaimana dikutip oleh Muhammad Syaki Sula adalah sebagai berikut: 1) Dalam fiqh Islam Padanan dari arbitrase ini adalah tahkim dan kata kerjanya adalah hakkama, yang secara harfiah berarti menjadikan seseorang sebagai penengah bagi suatu sengketa. 2) Menurut Abu al-'Ainain Abdul Fattah Muhammad Tahkim adalah bersandarnya dua orang yang bertikai kepada seseorang yang mereka ridhai keputusannya untuk menyelesaikan pertikaian mereka. 3) Menurut Abdul Karim Zaidan Tahkim adalah pengangkatan atau penunjukan secara sukarela dari dua orang yang bersengketa akan seseorang yang mereka percaya untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka. 4) Dalam lingkungan hukum Islam Istilah yang sepadan dengan tahkim adalah ash-shulhu yang berarti memutus pertengkaran atau perselisihan. Dimaksudkan adalah suatu akad/perjanjian untuk mengakhiri perlawanan (sengketa) antara dua orang yang bersengketa. Atas beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu persengketaan itu terdapat unsur-unsur yang seringkali menjadi penyebab timbulnya persengketaan terhadap suatu perjanjian (akad). 1) Mashalih 2) Mashalih 'anhu 3) Mashalih'alaihi atau badalush shulh b. Landasan Hukum Arbitrase Syariah Dalam ajaran Islam, semua aktivitas hendaknya disandarkan pada Al- Qur'an dan Sunah Rosulullah Saw. 1) Al-Qur'an al-Karim "Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya memurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil. (al-Hujuraat: 9) 2) As-Sunnah 3) limaSatria Effendi mengatakan di samping Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Saw. Dalil ijma' pun menunjukkan adanya kesepakatan ulama dari kalangan sahabat atas keabsahan praktik tahkim ini. C. Tujuan Badan Arbitrase Syariah Nasional a. Penyelesaian sengketa-sengketa keperdataan (khususnya) secara "damai/islah". Menurut agama Islam, mendamaikan persengketaan itu merupakan pekerjaan yang baik dan terpuji sebagaimana terkandung dalam surah an-Nisa ayat 128. b. Dalam surat al-Hujaraat ayat 9, justru mendamaikan orang yang bersengketa itu menjadi sebuah perintah, "Jika ada dua golongan (pihak) dari orang-orang mukmin berperang (sengketa), maka damaikanlah di antara keduanya secara adil". c. Taqrir pengakuan Nabi Muhammad saw. terhadap tindakan Abu Syuraih sebagai arbiter/hakam dalam penyelesaian sengketa di masyarakat dengan prinsip perdamaian, menurut A. Wasit Aulawi, semata-mata dikarenakan tahkim itu mengandung nilai-nilai positif d. Menurut Hartono Mardjono, bila lembaga lebih menitikberatkan pada diberlakukannya ketentuan-ketentuan hukum yang bersifat kaku, maka Badan Arbitrase Syariah akan lebih menitikberatkan pada tugas dan fungsinya untuk mencari titik temu di antara para pihak yang tengah berselisih, melalui proses yang digali dari ruh ajaran dan akhlak Islam menuju jalan ishlah. Tujuan utama didirikannya Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) dan kini menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyamas), dapat kita ikuti isi dari Pasal 4 Anggaran Dasar Yayasan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia d. Wewenang, Kedudukan, Sifat, dan Status Basyarnas 1) Wewenang Basyarnas meliputi:09 (a) Menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa-sengketa muamalah yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa, dan lain-lain yang menurut hukum dan peraturan perundang- undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa, dan para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada Basyamnas sesuai dengan peraturan prosedur Basyarnas. (b) Memberikan pendapat yang mengikat atas permintaan para pihak tanpa ada sengketa mengenai suatu persoalan dalam suatu perjanjian. Kesepaktan untuk menyerahkan penyelesaian sengekata kepada Basyarnas, dilakukan oleh pihak.
(a) Dengan mencantumkan klausula arbitrase dalam suatu naskah perjanjian
(b) Dengan perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat dan disetujui oleh para pihak, baik sebelum mapun setelah timbul sengketa. 2) Kedudukan Basyarnas Basyamas berkedudukan di Jakarta dengan cabang alau perwakilan di tempat-tempat lain yang di pandang perlu. Achmad Djauhari menuturkan bahwa Basyarnas adalah lembaga satu-satunya dari merupakan perangkat organisasi MUI yang berkedudukan di Jakarta. Apabila dipandang perlu, dapat dibentuk cabang atau perwakilan di tempat-tempat lain. 3) Sifat dan Status Basyarnas Basyarnas dalam menjalankan tugas dan fungsinya bersifat bebas. otonom, dan independen."Artinya keputusan Basyarnas tidak boleh dicampuri atau ditunggangi oleh kekuasaan atau dimanfaatkan oleh pihak manapun. Status Basyamas pada awal pendirian berstatus yayasan. e. Prosedur Beracara Basyarnas Basyamas dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya memiliki prosedur yang memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut. 1) Pendaftaran/permohonan untuk mengadakan arbitrase Prosedur arbitrase dimulai dengan mendaftarkam surat permohonan untuk mengadakan arbitrase di Sekertariat Basyarnas. Surat permohonan tersebut sekurang-kurangnya harus memuat nama lengkap, pekerjaan, dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak, menyebutkan adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase, masalah yang menjadi sengketa, dan tuntutan dan dasar tuntutan. Seurat Apabila klausula arbitrase atau perjanjian yang menyerahkan penyelesaian sengketa kepada Basyamnas sudah mencukupi maka ketua Basyarnas segera menetapkan dan menunjuk arbiter tunggal atau arbiter majelis yang akan memerikasa dan memutus sengketa. 2) Penetapan Arbiter Pada dasamya seorang arbiter yang telah menerima penunjukan tidak boleh mengundurkan diri, tetapi apabila ada keberatan diri arbiter maka ia boleh mengundurkan diri dengan mengajukan surat pengunduran diri kepada ketua Basyarnas. Saat pengunduran diri disetujui maka paling lambat dalam waktu 10 hari sejak tanggal permohonan pengunduran diri, ketua Basyarnas harus menunjuk arbiter pengganti. 3) Acara Pemeriksaan Sebelum pemeriksaan dimulai, arbiter terlebih dahulu harus berusaha mendamaikan para pihak. Apabila hasil usaha berhasil, maka arbiter akan membuat akta perdamaian yang bersifat final dan mengikat para pihak serta memerintahkan para pihak untuk menaati isi perdamaian tersebut. Putusan perdamaian didaftarkan kepada Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Apabila perdamaian tidak berhasil maka arbiter meneruskan pemeriksaan terjadap sengketa yang dimohon." Tata cara pemeriksaan dilakukan secara langsung dan tertulis atau lisan di depan persidangan. Pemeriksaan terdiri atas tahap: jawab menjawab, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan, dan putusan. Pentahapannya ditentukan berdasarkan kebijakan arbiter 4. Pengambilan Keputusan Putusan atau penetapan arbiter majelis diambil berdasarkan musyawarah/ mufakat dan apabila mutakat tidak tercapai maka putusan/penetapan diambil berdasarkan suara terbanyak. Apabila suara terbanyak tidak tercapai maka ketua arbiter majelis dapat mengambil putusan oleh dia sendiri dan putusan tersebut dianggap diambil oleh semua arbiter majelis."Arbiter mengambil keputusan berdasarkan pada ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan (ex aquo et bono). 5. Pendaftaran Keputusan Pada waktu paling lama tiga puluh hari terhitung sejak tanggal putusan dibacakan, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Kepaniteraan PN. Penyerahan dan pendaftaran dilakukan dengan pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir atau di pinngir putusan oleh panitera PN dan arbiter atau kuasanya yang menyerahkan, dan catatan tersebut merupakan Akta Pendaftaran. 6. Perbaikan Keputusan Salah satu pihak boleh mengajukan permintaan perbaikan putusan tentang kesalahan yang berkenaan dengan jumlah perhitungan, salah ketik atau salah cetak dalam jangka waktu 14 hari sejak putusan disampaikan. Permintaan diajukan ke Sekretariat Basyarnas dan tembusannya disampaikan kepada pihak lawan. Arbiter yang memutus atas inisiatif sendiri dapat melakukan perbaikan putusan dalam waktu 14 hari sejak putusan diucapkan. 7. Pembatalan Keputusan Putusan arbitrase dapat dibatalkan apabila dipenuhi alasan dan tata cara sebagaimana diatur dalam undang-undang. Para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan arbitrase diduga mengandung unsur-unsur antara lain: a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu b. Setelah putusan diambil ditem yang disembunyikan oleh pih kumen yang bersifat menentukan C. Putusan diambil dari tipu muslihan yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. 8. Pelaksanaan Putusan (eksekusi) f. Perkembangan Kinerja dari BAMUI ke Basyarnas Lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang masih secara samar-samar membolehkan usaha bank dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah, yaitu dengan sistem bagi hasil ternyata berpengaru positif pada perkembangan perekonomian Indonesia. Sampai tahun 1994 Indonesia telah memiliki satu bank umum, 37 BPRS, dan 50 Baitul Mal wat-Tamwil (BMT) 25 Banyak dan berkembangannya perbankan syariah membawa perkembangan positif bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Akan tetapi, apabila perkembangan ini tidak diantisipasi mengenai masalah penyelesaian sengketanya, justru akan berpengaruh negatif terhadap perekonomian nasional. Oleh karena itu, seiring perkembangan tersebut, peran arbitrase syariah sebagai badan alternatif penyelesaian sengketa di luar peradilan menajdi pilihan utama bagi para pelaku usaha bank syariah. sapuluh hari setelah permohonan bandin Pelaksanaan Basyarnas yang ditandatangani oleh arbiter bersfita final dan mengikat (final and binding) bagi para pihak yang bersengketa, dan wajib ditaati serta dilaksanakan secara sukarela dan salinan putusan diberikan kepada masing-masing pemohon dan termohon serta putusan tidak boleh diumumkan, kecuali disepakati para pihak. Putusan arbitrase harus memuat: a. Kalimat Basmalah yang berbunyi: Bismillaahir rahmaanir rahiim diatas kepala putusan; b. Kepala putusan berbunyi, "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa"; c. Nama lengkap dan alamat para pihak; d. Uraian singkat sengketa; e. Pendirian para pihak: Nama lengkap arbiter; g. Pertimbangan dan kesimpulan arbiter tunggal atau arbiter majelis mengenai keseluruhan sengketa; h. Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis arbiter; i. Amar putusan; j. Tempat dan tanggal putusan; k. Tanda tangan arbiter atau majelis arbiter. C. Penyelesaian Sengketa Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa 1. Negosiasi (Negotiation) Negosiasi merupakan salah satu cara yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan atau sengketa. Negosiasi adalah fact of life atau keseharian. Setiap orang melakukan negosiasi untuk mendapatkan apa yang diinginkan dari orang lain agar negosiasi berjalan sukses dan optimal ada beberapa kekuatan (power) yang perlu diperhatikan oleh para negosiator a. Kekuatan dari pengetahuan dan keterampilan. b. Kekuatan dari hubungan yang baik. c. Kekuatan dari alternatif yang baik dalam negosiasi. Kekuatan untuk mencapai penyelesaian yang elegan. d. Kekuasaan legitimasi. Erman Rajagukguk mengatakan bahwa suksesnya negosiasi sama e. Kekuatan komitmen 2. Konsiliasi (Conciliation) Pada dasarnya, konsiliasi memiliki karakteristik yang hampir sama dengan mediasi, hanya peran konsiliator lebih aktif daripada mediator, yaitu: a. Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan secara kooperatif. b.Konsiliator adalah pihak ketiga yang netral yang terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa dalam perundingann. c. Konsiliator bersifat aktif dan mempunyai kewenangan mengusulkan pendapat serta merancang syarat-syarat kesepakatan di antara para pihak. Konsiliator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung. Tujuan konsiliasi ialah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat di terima oleh pihak-pihak yang bersengketa guna mengahiri sengketa 3. Mediasi (Mediation) Mediasi berasal dari bahasa Inggris, mediation atau penengahan yaitu penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara menengah. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa tidak memberikan definisi apa pun mengenai mediasi. Pengaturan mediasi dapat ditemukan pada ketentuan Pasal 6 ayat (3), ayat (4), ayat (5), Jika diamati, ketentuan pasal-pasal tersebut, mediasi dimaksudkan sebagai kelanjutan dari penyelesaian sengketa apabila konsultasi dan negosiasi tidak menghasilkan kesepakatan dalam mengakhiri sengketa (kompromifperdamaian tidak tercapail Ada beberapa batasan mediasi yang dikemukakan oleh para ahli, di antaranya adalah sebagai berikut: a. Gary Goodpaster Gary Goodpaster menjelaskan bahwa mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luas yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak. b. Christoper W. Moore Begitu juga yang dikemukakan Christoper W. Moore bahwa mediasi adalah intervensi dalam sebuah sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang bisa diterima pihak yang bersengketa, bukan merupakan bagian dari kedua belah pihak dan bersifat final. Pihak ketiga ini tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan. Dia bertugas untuk membantu pihak-pihak yang bertikai agar secara sukarela mau mencapai kata sepakat yang diterima oleh masing- masing pihak dalam sebuah persengketaan. Fuller dalam Riskin dan Westbrook sebagaimana dikutip oleh Suyud Margono, menyebutkan 7 fungsi mediator, yakni catalyst, educator, translator, resource person, bearer of bad news, agent of reality, dan scapegoat. a. Sebagai "katalisator" b. Sebagai "pendidik" c. Sebagai "penerjemah" d. Sebagai "narasumber" e.Sebagai "penyandang berita jelek" f. Sebagai "agen realitas" g. Sebagai "kambing hitam"
D. Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Islam
Dalam konsep hukum Islam, dikenal beberapa model penyelesaian sengketa. Di bawah ini penulis uraikan beberapa model penyelsaian sengketa dalam hukum Islam. 1. Musyawarah a. Pengertian Penyelesaian Sengketa Melalui Musyawarah Penyelesaian sengketa melalui musyawarah intinya adalah penyelesaian permasalahan secara dialogis antara kedua belah pihak yang bersengketa dengan mengutamakan asas kekeluargaan.42 Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menyelesaikan sengketa melalui cara musyawarah untuk mufakat. Dengan penyelesaian sengketa bisnis dengan musyawarah, maka akan tetap terjalin hubungan kekeluargaan dan silaturahmi di antara para pihak yang bersengketa (berselisih), serta lebih menghemat waktu dan biaya. b. Dalil tentang Penyelesaian Sengketa dengan Musyawarah Di antara dalil Al-Quran yang memerintahkan musyawarah yaitu sebagai berikut. a) QS Ali Imran (3): 159 "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." b) Q.5 Asy-Syura' (42): 38 dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka." 2. Mediasi (Ishlah/Shulh/Perdamaian) a. Pengertian Mediasi Alternatif penyelesaian sengketa bisnis syariah lainnya yaitu melalui penyelesaian mediasi (ishlah atau perdamaian). Secara etimologis, mediasi berasal dari bahasa Latin, mediare yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjukkan pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak, "berada di tengah juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. la harus menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa. b. Rukun Shulh (Ishlah) Ada tiga rukun yang harus dipenuhi dalam perjanjian perdamaian, yaitu: 1) Para pihak yang bersengketa Para pihak yang bersengketa adalah orang yang cakap bertindak hukum. 2) Objek persengketaan dan harta tersebut berada di bawah penguasaan orang yang digugat. 3) Adanya lafdz pernyataan damai (ijab Kabul) Adapun rukun yang terkait ijab dijelaskan ulama bahwa kabul harus sesuai dengan ijab baik dari segi lafadz maupun maknanya. c. Objek Shulh Objek persengketaan adalah sesuatu yang bernilai harta, baik berupa materiil, utang ataupun manfaat bagi kalangan umat Islam. Dengan demikian, khamar, bangkai, babi, dan darah tidak boleh dijadikan objek perdamaian, karena tidak bermanfaat bagi kaum muslimin, Wahbah Zauhaili, sebagaimana dikuti oleh Syahrizal Abbas mensyaratkan bahwa objek shulhu harus jelas keberadaannya. b. Dalil tentang Mediasi (Shulh) Dalil tentang mediasi, di antaranya: 1) Q.5 An-Nisa (4): 59 "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." 2) Q.S An-Nisa (4): 128 "Dan jika seorang wanita khawatir akan musyez atau sikap tidak acuh duri suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari musyuz dan sikap tak acuh), maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." 3) QS Al-Hujurat (49): 9-10 "Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. ia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil orang-orang beriman sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat 4) QS An-Nisa (4): 114 "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan- bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia, dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. 5) Hadis "Perjanjian (damai) diantara orang-orang muslim itu boleh kecuali perjanjian yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal" (HR. Tirmidzi, Ibn Majah. Al- Hakim, dan Ibnu Hibban). 3. Pengadilan (Qadha) a. Pengertian Qadha Al-qadha secara harfiah berarti antara lain memutuskan atau menetapkan. Menurut istilah fikih, kata ini berarti menetapkan hukum syara' pada suatu persitiwa atau sengketa untuk menyelesaikannya secara adil dan mengikat. b. Dalil tentang Qadha Dalil-dalil tentang qadha cukup banyak dalam Al-Quran maupun hadis Rasulullah Saw, di antaranya adalah: 1) QS Al-Baqarah (2): 213 2) Q.S Ali-Imran (3): 23 3) QS Al-Maidah (5): 44-45: 4) QS Al-Maidah (5): 47-50 5) QS Al-An'am (6): 57 6) Beberapa Hadis c. Macam-Macam Qadhi Penyelenggaraan peradilan merupakan fardhu kifayah untuk menciptakan kemaslahatan. Pemerintah (penguasa) wajib membentuk kekuasaan kehakiman melalui pengangkatan para hakim (qadhi untuk menegakan suatu hukum di kalangan masyarakat. a. Qadhi Khusumat Qadhi Khusumat ialah hakim yang berwenang menyelesaikan sengketa (khusumat) yang terjadi di masyarakat umum, baik dalam perkara muamalat amupun uqubat. Dalam konteks Indonesia, kekuasaan kehakiman yang termasuk dalam qadhi ini adalah hakim peradilan agama. Namun perbedaannya, kewenangan di lembaga peradilan agama hingga saat ini masih terbatas pada bidang-bidang tertentu. b. Qadhi Hisbah Qqdhi hisbah adalah aparat penegak hukum (hakim) yang diberi wewenang untuk menyelesaikan masalah-masalah atau pelanggaran ringan yang menurut sifatnya tidak memerlukan proses peradilan untuk menyelesaikannya. c. Qadhi Madzalim Qadhi Madzalim adalah gadhi yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara rakyat dengan penguasa yang dzalim, Kewenangan yang dimiliki oleh lembaga ini adalah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat pemerintah yang kebijakannya mendzalimi rakyat.