MH
BAHAN KULIAH
PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA SDA
TANGGAL: 18 September 2021
A. SEJARAH ARBITRASE
Peradapan manusia dewasa ini merupakan hasil dari pembangunana peradaban sebelumnya.
Sejarah manusia di muka bumi diwarnai dengan carut marut konflik antarindividu, perselisihan,
perang sampai pada pemusuhan etnik antarnegara yang menimbulkan tragedy umat manusia.
Demikian halnya arbitrase timbul karena adanya peselisihan antar para pihak yang membuat
perjanjian, dimana pihakketiga diperlukan untuk membantu menyelesaikannya tanpa campur tangan
pihak pengadilan.
Frank Elkouri dan Edina A. Elkouru yang dikutif Subekti mengemukakan sebagai berikut.
“ Arbitration as an institution is not new, having been in use many counturis before beginning of
English Cammon law. Indees one court has called Arbitration “ The oldest known method of
settlement of disputes between men”.
Menurut M. Domke, bangsa-bangsa telah menggunakan cara penyelesaian sengketa melalui
arbitrase sejak zaman keemasan Yunani kuno, Yahudi, dan Romawi Kuno. Isntitusi Consules
mercatorium adalah salah satu bukti telah melembaganya penyelesaian sengketa melalui arbitrase
diantara para pedagang atau kaum merkantilisme. Lembaga ini semakin berkembang dan melembaga
diberbagai negara Eropa, seperti Inggris, Prancis, dan Belanda. Pada zaman keemasan Napoleon,
Belanda dan negara Eropa daratan lainnya, seperti, Belgia berada dibawah penguasaan Prancis pada
tahun 1250 berdiri lembaga Judge et Consul yang akhirnya menjadi lembaga arbitrase di Belanda
dan akhirnya berlaku juga di Indonesia melalui asas konkordansi Pasal 131 IS karena Indonesia
menjadi jajahan selama 350 tahun.
Periode pasca penjajahan, Indonesia tetap masih menggunakan hukum produk kolonial selama tidak
bertentangan dengan Undang-Undang dasar 1945. Ketentuan ini mempunyai landasan yuridis
berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Dewasa ini Badan Arbitrase
Nasional Indonesia yang merupakan institusi permanen yang bersifat nasional untuk menangani
penyelesaian sengketa melalui arbitrase telah terbentuk, yakni pada tanggal 3 Desember 1977.
Dengan kehadiran BANI, dapat diharapkan mempermudah para pelaku bisnis dalam menyelesaikan
sengketa serta yang tidak kalah pentingnya adalah membantu pengadilan agar tidak terlalu banyak
menunggak utang penyelesaian perkara.
1
Dr.H. Karlie Hanafi Kalianda, SH.MH
2
Dr.H. Karlie Hanafi Kalianda, SH.MH
puluh dua) pasal ini hanya akan menegaskan secara umum dalam Pasal 5 yang berbunyi sebagai
berikut:
1. sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa dibidang perdagangan dan
mengenai hak yang menuruthukum dan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak
yang bersengketa.
2. Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut
peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
Sesungguhnya pengecualian diatas dapat disimpulkan bahwa arbitrase dapat dilakukan terhadap
kasus perdagangan, penguasaan hak sepenuhnya ada pada para pihak, dan terhadap
perbuatan/tindakan yang menurut peraturan perundang-undangan dimungkinkan perdamaian. Pasal 3
ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 tidak memperinci perbuatan apa yang tidak diperbolehkan
diselesaikan melalui arbitrase. Apabila merujuk pada Pasal 616 Rv, yang menegaskan sebagai
berikut.
“ tidak diperkenankan atas ancaman kebatalan untuk mengadakan suatu persetujuan perwasitan
mengenai penghibahan atau penghibah-wasitan nafkah, mengenai perceraian atau perpisahan
dari meja dan tempat tidur antara suami dan istri, mengenai kedudukan hukum seseorang,
ataupun mengenai lain-lain sengketa tentang mana oleh ketentuan undang-undang tidak
diperbolehkan mengadakan suatu perdamaian”.
H.M.N.Purwosucipto memberikan ulasan terhadap sengketa bidang apa saja yang dapat
diselesaikan melalui arbitrase , dengan melihat sejarah yang dibentuk untuk kepentingan pedagang.
Adapaun sengketa tersebut dapat berupa penyelesaian mengenai:
a.jual beli perusahaan,
b. perjanjian perburuhan/kerja,
c.makelar dankomisioner,
d. perjanjian pengangkutan dan lain-lain.
Disamping poin tersebut (a-d di atas), perselisihan yang timbul antara kinsumen dan pelaku usaha
dimungkinkan penyelesaiannya melalui arbitrase dan pelaku usaha dimungkinkan penyelesaiannya
melalui arbitrase. Dalam Pasal 47 UU No. 8 Tahun 1999 mengatur sebagai berikut.
“ penyelesaian sengketa konsumen dii luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk
menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita
konsumen.”
3
Dr.H. Karlie Hanafi Kalianda, SH.MH