30 Tahun 1999, ketentuan-ketentuan tentang arbitrase
tercantum dalam Pasal 615 s.d. Pasal 651 dari Reglement op de Rechtsvordering (Rv), yang merupakan Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata untuk penduduk Indonesia yang berasal dari Golongan Eropa atau yang disamakan dengan mereka. Sesudah Menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1 angka 10, alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 2. Arbitrase termasuk dalam penyelesaian sengketa secara Non Litigasi atau ADR (Alternative Dispute Resolution) 3. Menurut Pasal 5 ayat (1) UU 30/1999 berbunyi “Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.” Jadi penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan apabila telah ada suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. 4. Bolehkah disepakati 2 Lembaga Arbitrase dalam menyelesaikan satu sengketa? Klausula Arbitrase dalam suatu Perjanjian tertulis dapat memuat pilihan forum arbitrase yang akan digunakan baik itu lembaga arbitrase nasional dalam hal ini Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) atau lembaga arbitrase internasional dalam hal ini International Chamber of Commerce (ICC) maupun kedua-duanya dengan menentukan keadaan tertentu dalam perjanjian dimana lembaga arbitrase mana yang berlaku apabila timbul keadaan tertentu tersebut. 5. Suatu arbitrase dikategorikan internasional jika memenuhi syarat atau kriteria sebagaimana berikut : a) Keorganisasiannya, yaitu suatu organisasi yang para anggotanya adalah negara- negara sehingga bersifat internasional. b) Proses beracaranya, yaitu proses tata cara atau prosedur persidangan dilaksanakan menurut ketentuan atau peraturan yang bebas dari sistem hukum negara di tempat keberadaan negara arbitrase tersebut. c) Tempatnya, yaitu kenyataannya apakah tempat arbitrase tersebut berhubungan dengan lebih dari satu yurisdiksi atau apakah terdapat unsur yurisdiksi asing di dalamnya.