Anda di halaman 1dari 19

BAB 6

HUKUM ADAT DALAM BEBERAPA YURISPRUDENSI

A. YURISPRUDENSI SEBAGAI SUMBER HUKUM LAIN

Di samping undang-undang, kebiasaan dan perjanjian internasional masih ada sumber


hukum lain yaitu yurisprudensi doktrin dan perjanjian yang oleh Van Apeldorn
disebut sebagai faktor yang membantu pembentukan hukum. Sementara itu Lemaire
menyebutkan bahwa yurisprudensi, ilmu hukum (doktrin) dan kesadaran hukum dapat
merupakan sebagai determinan pembentukan hukum.

Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, yurisprudensi berarti peradilan pada


umumnya (judicature rechtspraak) yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkret
terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan
diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh atau siapapun dengan cara
memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa. Disamping itu,
yurispudensi dapat pula berarti ajaran hukum atau doktrin yang dimuat dalam putusan.

Dalam tulisannya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan yurisprudensi adalah


putusan pengadilan yang merupakan produk dari yudikatif berisi kaidah atau peraturan
hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersangkutan atau terhukum. Putusan
pengadilan adalah hukum sejak dijatuhkan sampai dilaksanakan. Sejak dijatuhkan,
putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang berperkara
mengikat para pihak untuk mengakui eksistensi keputusan tersebut. Putusan
pengadilan mempunyai kekuatan berlaku untuk dilaksanakan sejak putusan itu
memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Setelah dilaksanakan putusan pengadilan itu
hanyalah merupakan sumber hukum. Jadi perbedaan antara undang-undang dengan
yurisprudensi adalah pada wilayah berlakunya, yurisprudensi berlaku di wilayah
khusus saja dengan undang-undang berlaku untuk umum.

Rasio dari yurisprudensi adalah asas similia similibis (persamaan) yang menuntut
bahwa kasus yang sama seyogyanya diperlakukan dengan cara yang sama dalam
sistem common law (Anglo saksis) dikenal dengan asas stare decicis (hukum
preseden) yaitu Hakim terikat pada putusan hakim yang lebih tinggi atau utuh sama
pengadilan terdahului implementasi dari asas similia similibus.

B. YURISPRUDENSI HUKUM ADAT ACEH

Bentuk yurisprudensi hukum adat Aceh dapat terlihat di bawah ini :


YURISPRUDENSI
Reg. No. 1476 K/Sip/1982 tanggal 19 Juli 1983

Menurut hukum adat Aceh meskipun seorang istri nusyus (ingkar atau istri lari dari
suami) tidaklah hilang haknya untuk mendapatkan bagiannya dari harta sehareukat
"harta pencaharian" yang diperoleh suami istri selama ikatan perkawinan. Bahwa hak
istri atas harta bersama (areuta sihareukat) karena perceraian adalah separuhnya.

C. Yurisprudensi hukum adat Sumatera Utara (Batak)


Bentuk yurisprudensi hukum adat Sumatera Utara (Batak) dapat terlihat dibawah ini :

YURISPRUDENSI
Reg. No. 54 K/Sip/1958 tanggal 25 Oktober 1958

Menurut hukum adat Batak yang bersifat patriachaal dalam perkawinan adalah milik
suami, namun istri mempunyai "hak memakai" seumur hidup dari harta suaminya
selama harta itu diperlukan untuk penghidupannya.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 320 K/Sip/1958 tanggal 17 Januari 1959

Menurut hukum adat di daerah Tapanuli pada perjalanan zaman pada waktu sekarang :
1. Si istri dapat mewarisi harta pencarian dari sang suami yang meninggal dunia.
2. Anak yang belum dewasa dipelihara dan berada dalam pengakuan ibu.
3. Karena anak berada di bawah kemampuan ibu, maka harta kekayaan anak
dikuasai dan diurus oleh ibu.

YURISPRUDENSI
Reg. No.179 K/Sip./1961 tanggal 23 Oktober 1961

Mahkamah aku menganggap sebagai hukum yang hidup di seluruh Indonesia, jadi
juga di Tanah Karo, bahwa anak perempuan dan anak lelaki dari seorang peninggal
warisan, bersama-sama berhak atas harta warisan dalam arti bahwa bagian anak laki-
laki adalah sama dengan perempuan.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 435 K/Sip./1958 tanggal 8 Januari 1968

Tuntutan tentang pengembalian barang warisan dari tangan pihak ketiga kepada para
ahli waris yang berhak tidak perlu diajukan oleh semua ahli waris.
YURISPRUDENSI
Reg. No. 136K/Sip1967 tanggal 31 Januari 1968

Hukum adat Batak halong ate yang telah memberikan bagian warisan pada anak
perempuan lebih banyak atas pertimbangan kemajuan kedudukan wanita dan hak-hak
wanita di tanah Batak, yaitu 2½ pintu beserta tanah pekarangan adalah sudah tepat dan
adil.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 506 K/Sip/ tanggal 22 Januari 1969

Di Tapanuli anak perempuan tidak berhak mewarisi harta pusaka almarhum ayahnya.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 182K/Sip/1968 tanggal 10 Maret 1971

Tentang pelaksanaan pembagian harta warisan yang belum terbagi hukum adat yang
harus diperlakukan adalah hukum adat (yurisprudensi) yang berlaku pada saat
pembagian tersebut dilaksanakan, jadi hukum adat yang berlaku dewasa ini.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 415 K/Sip/ 1970 tanggal 30 Juni 1971

Menurut pambaenan (penyerahan tanpa melepaskan hak milik) harus dianggap


sebagai usaha untuk memperlunak hukum adat dimasa sebelum Perang Dunia ke-11,
dimana seorang anak perempuan tiada mempunyai hak waris. Hukum Adat di daerah
Tapanuli juga telah berkembang ke arah pemberian hak yang sama kepada anak
perempuan seperti anak lelaki, perkembangan mana sudah diperkuat pula dengan
suatu yurisprudensi tetap mengenai hukum waris di daerah tersebut.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 582 K/Sip/1972 tanggal 17 Januari 1973

Di Tapanuli Selatan terdapat "Lembaga Holong Ate" yaitu pemberian sebagian dari
harta warisan menurut rasa keadilan kepada anak perempuan apabila seorang
meninggal dunia tanpa keturunan anak lelaki.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 1037 K/Sip/1971 tanggal 31 Juli 1973

Tanah yang bukan merupakan tanah-pusaka sebagaimana tersebut dalam bahasa


daerah di Tapanuli "Golad tetapi merupakan tanah garapan dari suami-isteri dalam
perkawinan pertama dan yang dibawa si isteri ke dalam perkawinannya kedua setelah
suaminya pertama meninggal dunia dan dari perkawinannya kedua itu tidak ada lahir
anak, seluruhnya harus kembali kepada anak satu-satunya dari perkawinan pertama
sekalipun anaknya itu seorang perempuan.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 707/K/Sip/1973 tanggal 18 Maret 1976

Karena tidak dapat dibuktikan bahwa sawah sengketa diperoleh dalam perkawinan
kesatu atau kedua, maka harus dianggap sebagai warisan dari almarhum ibu
penggugat asal dan tergugat asal yang belum dibagi (penggugat asal dan tergugat asal
dari satu ibu dan lain bapak).

Pembagian warisan dalam perkara ini sekarang harus menurut hukum yang mengakui
hak wanita sama dengan hak lelaki dalam hukum warisan (peninggal warisan, ialah
ibu penggugat asal/ibu tergugat asal, meninggal pada jaman Jepang).

Yurisprudensi
Reg. No. 284 K/Sip/1975 tanggal 2 Nopember 1976

Menurut hukum adat waris baru daerah Tapanuli istri dan anak-anak perempuan
adalah ahli waris.

D. YURISPRUDENSI HUKUM ADAT SUMATERA BARAT (MINANGKABAU)

Bentuk Yurisprudensi Hukum Adat Sumatera Barat (Minangkabau) dapat terlihat


seperti dibawah ini :

YURISPRUDENSI
Reg. No. 120 K/Sip/1960 tanggal 9 April 1960

Harta pencarian harus dibagi sama-sama rata antara suami-istri

YURISPRUDENSI
Reg. No. 39 K/Sip/1968 tanggal 12 Pebruari 1969
Menurut Hukum Adat Minangkabau, harta tepatan adalah harta yang diperoleh
suami/isteri selama perkawinan yang harus diwaris oleh anak anaknya, sedangkan
harta yang harus dikembalikan pada kaum salah satu pihak adalah harta bawaan
("yang dibawa kembali").

Dalam perkembangan Hukum Adat Minangkabau sekarang mengenai harta kekayaan


dibedakan dalam dua jenis, yaitu harta pusaka dan harta pencaharian, harta pusaka
adalah harta kepunyaan kaum masing-masing pihak dan harta pencaharian ialah harta
yang akan diturunkan kepada anak oleh pemiliknya. Dengan demikian kincir sengketa
adalah harta pencaharian dari istri dengan dengan mendiang suaminya dan sesuai
dengan perkembangan hukum adat Minangkabau, maka terhadap harta pencaharian
tidak ada hak waris dari kemenakan.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 869 K/Sip/1974 tanggal 17 Nopember 1977

Ahli waris bertali darah tidak mewarisi Soko (gelar), sedang yang berhak menerima
harta pusaka tinggi adalah ahli waris yang berhak memakai soko (gelar) tersebut.

E. YURISPRUDENSI HUKUM ADAT JAKARTA

Bentuk Yumprubenu Hukum Adat Daerah Jakarta dipet sering dibawah ini :

YURISPRUDENSI
Reg No. 2267/1953 G tanggal 5 Januari 1957

Seorang janda perempuan dan seorang peninggal warisan dianggap ahliwaris dengan
menerima ¼ dan harta warisan.

F. YURISPRUDENSI HUKUM ADAT JAWA BARAT

Bentuk Yurisprudensi Hukum Adat Jawa Barat dapat terlihat seperti dibawah ini:

YURISPRUDENSI
Reg. No. 130 K/Sip/1957 tanggal 5 Nopember 1957

Menurut Hukum Adat daerah Priangan seorang janda dari si peninggal warisan dan
para anak bersama-sama berhak atas harta-warisan. Apabila janda dari si peninggal
warisan dianggap bukan ahli waris, untuk menghindarkan salah paham, sebaiknya
janda itu dan para anak dari sipeninggal warisan ditetapkan bersama-sama berhak atas
wanisan.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 82 K/Sip/1957 tanggal 5 Maret 1958

Apabila suatu harta warisan telah dibagi-bagikan antara para ahliwaris maka bagian
dari salah seorang ahliwanis itu, yaitu si A, yang kemudian meninggal dunia dengan
meninggalkan hanya seorang anak kukut tanpa anak-anak kandung tetap merupakan
barang asal dari si A, yang tidak dapat diwarisi oleh anak kukut itu, melainkan harus
kembali kepada waris keturunan darah dan si A, kini saudara-saudaranya.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 82 K/Sip/1957 tanggal 24 Mei 1958

Anak kukut atau anak angkat tidak berhak mewaris barang-barang pusaka, barang ini
kembali kepada waris keturunan darah.

YURISPRUDENSI
Reg No 391 K/Sip1959 tanggal 25 Oktober 1969

Penghibahan yang dilakukan oleh almarhum Kepada warisnya dengan merugikan


ahliwaris lainnya karena deng tu ahliwaris lainnya tidak mendapat bagiani dinyataka
ah dan harus dibatalkan, karena bertentangan dengan pen keadilan d hukum adat yang
berlaku di daerah-daerah priangan

YURISPRUDENSI
Reg. No. 261 K/Sip/1972 tanggal 12 Agustus 1972

a. Harta yang diperoleh selama perkawinan

Harta yang diperoleh selama perkawinan dengan jalan lain daripada dengan tukar-
menukar dan sebagainya dari barang asal ataupun pemberian atau pewarisan,
termasuk harta milik bersama (gono-gini).

b. 1. Kedudukan janda terhadap harta suami


a. Menurut Hukum Adat, pada umumnya seorang janda selama ia tidak kawin lagi dan
selama hidupnya berhak menguasai barang gono-gini yang diperolehnya dalam
perkawinannya dengan almarhum suaminya, sebagai jaminan penghidupannya.
b. Menurut Hukum Adat di Jawa Barat, janda berhak akan (setengah) dari harta
campur kaya.

2. Pembagian warisan tanpa adanya surat wasiat

Menurut Hukum Adat di Jawa Barat, harta peninggalan dapat dibagikan meskipun ada
janda atau anak yang belum dewasa ataupun yang telah dewasa dan ahliwaris yang
bersangkutan berhak untuk sewaktu-waktu (menuntut) pembagian harta peninggalan

YURISPRUDENSI
Reg. No. 767 K/Sip/1972 tanggal 28 Mei 1973

Hukum Adat di daerah Garut,


1. Pengertian harta warisan.

Menurut hukum adat harta seorang yang meninggal dunia harus turun kepada
ahliwarisnya, kecuali apabila harta termaksud telah diwasiat kannya, dibebani utang
ataupun ada hal-hal lain yang menjadi kewajiban pewaris.

2. Kedudukan janda terhadap warisan suami Seorang janda berhakkaya suaminya.

3. Hibah wasiat

Apabila suatu wasiat memuat kayid (clausule), bahwa barang warisan baru akan
menjadi hak milik orang yang ditunjuk dalam surat was yang bersangkutan setelah
istri pemberi wasiat meninggal dunia dan selama itu barang warisan tersebut harus
dikuasai dan hasilnya dipungut oleh janda termaksud, maka dengan meninggalnya
janda itu barang yang bersangkutan langsung menjadi milik penerima wasiat.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 667 K/Sip/1973 tanggal 3 September 1973

Menurut Hukum Adat daerah Indramayu, 1. Pertimbangan Pengadilan Negeri yang


dibenarkan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung:

a. Pengganti kedudukan ahliwaris.

1. Hukum waris adat mengenal apa yang dalam hukum wars Eropa disebut "in de
plaatsstelling".
2. Anak dan cucu dari telah meninggal dunia terlebih dahulu merupakan ahliwaris. 3.
Bagian waris cucu dari anak yang telah meninggal dunia terlebih dahulu adalah
sebesar bagian waris dari almarhum ayah ibunya (orang tuanya).

b. Larangan penghibahan

Hibah, walaupun untuk keuntungan anaknya sendiri, yang menyebabkan hilangnya


hak waris anak (anak) lainnya, adalah tidak sah dan karena itu batal menurut hukum.

Mahkamah Agung:
Daluarsa:

Hukum waris adat tidak mengenal kadaluwarsa sebagai penyebab hilangnya hak milik
atas tanah.

G YURISPRUDENSI HUKUM ADAT JAWA TENGAH

Yurisprudensi Hukum Adat Jawa Tengah dapat terlihat di bawah ini :

YURISPRUDENSI
Reg. No. 248 K/Sip/1958 tanggal 10 September 1958

Bilamana seorang lelaki kawin dengan lebih dari seorang perempuan, sedangkan ada
pula lebih dari satu gono-gini, maka gono-gini itu dipisahkan.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 82 K/Sip/1957 tanggal 24 Mei 1958

Menurut Hukum Adat yang berlaku di Jawa Tengah anak angkat hanya diperkenankan
mewarisi harta gono-gini dari orang tua angkatnya, sedangkan anak angkat tidak
berhak mewarisi barang pusaka (barang asal).

YURISPRUDENSI
Reg. No. 37 K/Sip/1959 tanggal 18 Maret 1959

Menurut Hukum Adat Jawa Tengah, anak angkat hanya berhak mewarisi barang
pusaka barang gono-gini dari orang tua angkatnya dan tidak berhak mewarisi barang
pusaka (barang asal), oleh karena barang asal harus kembali kepada waris keturunan
darah.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 391 K/Sip/1958 tanggal 18 Maret 1959

Menurut Hukum Adat yang berlaku di Jawa Tengah dilarang pencabutan hak untuk
mewaris.

Hak untuk mengisi atau untuk menggantikan kedudukan seorang ahli ris yang wafat
lebih dulu dari si peninggal warisan, ada pada keturunan dalam garis menurun.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 263 K/Sip/1959 tanggal 9 September 1959

Menurut Hukum Adat di Jawa Tengah Keluarga Jawa mempunyai harta keluarga yang
terdiri dari barang-barang asal si suami, barang-barang asal istri serta barang-barang
gono-gini suami istri. Segala barang tersebut merupakan dasar material bagi
"kehidupan keluarga dan akan disediakan pula untuk dasar material bagi kehidupan
turunan dari keluarga itu."

Atas dasar itulah ibu yang seorang janda dan memegang kekuasaan harta keluarga
yang berasal dari peninggalan arrang suami atau ayah, berhak ketiga hidupnya untuk
membagi-bagikan harta keluarga tersebut kepada semua anak, asal saja setiap anak
memperoleh bagian yang pantas.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 110 K/Sip/1960 tanggal 20 April 1960

Menurut Hukum Adat di Jawa Tengah Seorang istri juga dapat dipandang sebagai ahli
waris dari almarhum suaminya, juga dimana janda atau balu itu tidak mendapat
bagian tertentu dari harta warisan, melainkan hanya sekedar cukup untuk melanjutkan
hidupnya.

Jika dari suami-istri ada keturunan, maka janda atau balu berhak menguasai harta
peninggalan suami atau isteri. la berhak mengurus dan juga membagi-bagi harta
peninggalan, sesegera anak-anak mereka memerlukan bagi hidupnya. Apalagi
terhadap harta benda keluarga, dalam pembagian itu mungkin janda atau balu
mengambil berbagai sikap.
YURISPRUDENSI
Reg No. 225/K/Sip/1960 tanggal 23 Agustus 1960

Hibah tidak memerlukan persetujuan ahli waris; hibah tidak menga kibatkan ahli
waris dari penghibah tidak berhak lagi atas harta peninggalan si penghibah; hibah
wasiat tidak boleh merugikan ahli waris dan penghibah.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 291 K/Sip/1962 tanggal 8 Januari 1963

Menurut Hukum Adat daerah Yogyakarta, pemberian-pemberian yang merugikan ahli


waris tidak diperkenankan, kecuali dengan persetujuan lebih dulu dari ahli waris yang
bersangkutan.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 679 K/Sip/1968 tanggal 24 Desember 1969

Anak angkat pewaris berhak atas barang gawan yang diperoleh dari usahanya pewaris
sendiri dan tidak perlu dibagi dengan ahli waris ke samping.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 207 K/Sip/1970 tanggal 25 juli 1970

Hibah dalam Hukum Adat di daerah bersifat mengatur (Regelend Recht)

YURISPRUDENSI
Reg. No. 140 K/Sip/1971 tanggal 12 Agustus 1972

Janda cerai mempunyai hak yang sama dengan janda mati terhadap barang-barang
peninggalan suaminya yang telah meninggal dunia, yang belum dibagi.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 1002 K/Sip/1976 tanggal 13 April 1978
Harta gono-gini yang telah dibagi antara Pak dan Bok Kartodirjo, setelah mereka
kawin kembali, tetap merupakan harta gono-gini dan bukan harta gawan yang
biasanya kembali kepada keluarga masing-masing pihak, oleh karena itu setelah Pak
Kartodirjo meninggal, Bok Kartodirjo sebagai janda dan Sugeng sebagai anak angkat
berhak mewarisi harta gono-gini tersebut.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 4 K/Sip/1983 tanggal 5 Juli 1983

Berdasar hukum adat Jawa Tengah, pemberian kepada anak (ahli waris), tidak boleh
merugikan ahli waris lainnya dan karenanya segala pemberian harus diperhitungkan
pada waktu pembagian warisan.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 472 K/PdV/1985 tanggal 27 Maret 1986

Seorang janda yang telah kawin lagi beserta suaminya yang baru, keduanya tidak
berhak atas harta gawan dari almarhum suami yang terdahulu. Satu-satunya orang
yang berhak atas harta gawan tersebut, hanyalah anak kandung yang dilahirkan antara
janda tersebut dengan almarhum suaminya terdahulu.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 3586. K/Pd/1985 tanggal 18 April 1987

Walaupun Hibah tidak dibuatkan suatu "Akta Hibah" di hadapan Camat atau Notaris,
akan tetapi Hibah tersebut disaksikan oleh anggota Perabot Desa yaitu: Carik dan
Polisi Desa dan lagi pula tanah yang dihibahkan tersebut langsung dikuasai oleh si
Penerima Hibah, sehingga dengan demikian menurut "Hukum Adat", hibah tersebut
adalah sah.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 2563K/PDT/1988 tanggal 8 Juni 1988

Menurut Hukum Adat yang berlaku di Jawa Tengah hak waris anak dari istri pertama
atas harta bagian bapaknya yang diperoleh dalam perkawinannya yang ketiga. Anak
dari istri pertama berhak mewarisi hara bagian bapaknya yang diperoleh dalam
perkawinannya yang ketiga bersama-sama dengan anak dari istri ketiga. Yaitu
masing-masing mendapat separo dari separo, karena anak almarhum hanya dua orang
YURISPRUDENSI
Reg. No. 3176 K/Pdt/1988 tanggal 12 Juli 1988

Sebidang tanah yang sudah jelas ada sertifikatnya tidak dapat diperjual belikan begitu
saja berdasarkan Surat Girik, melainkan harus didasarkan atas Serifikat tanah yang
bersangkutan, yang merupakan bukti otentik dan mutlak tentang pemilikannya, sedang
Surat Girik hanya sebagai tanda untuk membayar pajak.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 1386 K/Pd/1990, tanggal 15 Januari 1994

Janda dan anak kandung yang lahir dari istrinya yang terdahulu keduanya adalah ahli
waris dari Suami/atau ayahnya yang meninggal dunia. Mereka berdua berhak
mewarisi harta peninggalan almarhum Terhadap "harta asal" (gawan) almarhum
suaminya, maka janda hanya berhak untuk menikmati hasilnya dari "harta asal
tersebut, selama janda tersebut belum kawin lagi/belum meninggal dunia.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 975.K./PdV/1988, tanggal 28 April 1992

Dalam Hukum Adat waris Jawa Tengah "Tanah Pekulen", haknya seorang suami
dibawa masuk ke dalam perkawinan. la lalu meninggal dunia. Dengan berlakunya
U.U.P.A. No. 5/1960, maka tanah ini dikonversi menjadi Tanah Hak Milik, yang
dalam Sertifikat tanahnya dinyatakan bahwa yang berhak atas tanah ex pekolen ini
adalah istri dan anak tunggalnya Karena anak tunggal yang belum nikah ini, lalu
meninggal dunia, maka hak anak tersebut jatuh sebagai "harta warisan anak" kepada
ibunya. Dengan demikian, ibu adalah ahli waris anaknya yang telah meninggal dunia,
dimana anak tersebut belum nikah dan tidak berketurunan.

H. YURISPRUDENSI HUKUM ADAT JAWA TIMUR

Bentuk Yurisprudensi Hukum Adat Jawa Timur dapat terlihat dibawah ini:

YURISPRUDENSI
Reg. No. 298 K/Sip/1958 tanggal 29 Oktober 1958

Dalam hal seorang suami meninggal dunia dengan meninggalkan seorang janda tanpa
anak, sedang ada barang-barang gono-gini, maka janda itu berhak menguasai barang-
barang itu seluruhya tanpa perlu dipertimbangkan tentang cukup tidaknya barang-
barang itu untuk hidupnya si janda.
YURISPRUDENSI
Reg. No. 212/Sip/1958 tanggal 22 Nopember 1958

Menurut Hukum Adat di Jawa Timur setiap sebab yang menimbulkan kerugian yang
menjadi akibat daripada sesuatu perbuatan atau kelalaian seseorang, mewajibkan
orang yang bersalah tentang timbulnya kerugian itu untuk membayar penggantian
kerugian atau untuk memperbaiki kerugian itu.

Apabila orang yang menimbulkan kerugian itu telah berbuat dengan itikad baik, orang
itu harus dibebaskan daripada kewajiban untuk membayar penggantian kerugian atau
untuk memperbaiki kerugian itu.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 393 K/Sip/1958 tanggal 7 Maret 1959

Dalam suatu perkara, dimana seorang bapak sebelum ia meninggal telah membagi-
bagi barang gawan miliknya hanya antara sementara anak saja, sedangkan lain-lain
anaknya tidak mendapat sesuatu apa, telah diputuskan, untuk sekedar menghargai
kebebasan dari si pemilik barang terhadap miliknya, bahwa anak-anak yang kurang
disayang mendapat seg dari anak-anak yang lebih disayangi.

Telah menjadi jurisprudensi tetap dari Mahkamah Agung, tab seorang janda mendapat
separoh dari barang gono-gini..

YURISPRUDENSI
Reg. No. 182 K/Sip/1959 tanggal 15 Juli tahun 1959

Menurut Hukum Adat Jawa Timur, anak angkat berhak mewarisi hata peninggalan
(gono-gini) orang tua angkat, tetapi ia tidak berhak mewarna barang-barang asal
(warisan) orang tua angkatnya.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 561 K/Sip/1968 tanggal 29 April 1970

Harta warisan yang bersifat gono-gini. Barang sengketa sebagai peninggalan


almarhum diputuskan harus dibagi antara Penggugat dan Tergugat masing-masing,
bagian.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 14 K/Sip/1975 tanggal 13 Juli 1976

Menurut Hukum Adat daerah Lumajang, seorang cucu tidak merupakan ahli waris
dari kakeknya apabila pada waktunya kakeknya meninggal orang tuanya masih hidup.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 444K/Sip/1975 tanggal 9 September 1976

Sebagai seorang ahli waris janda berhak atas separoh dari barang gono-gininya
dengan almarhum suaminya.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 542/K/Sip/1972 tanggal 15 September 1976

Dalam hal tidak ada anak, harta warisan setengah bagian untuk janda dan yang
setengah bagian untuk keluarga suami atau seluruhnya dapat dinikmati janda selama
hidupnya dan selama ia tidak kawin lagi.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 649 K/Sip/1977 tanggal 3 Juli 1980

Dalam perkara ini terbukti ibu kandung Moestirah alm. Bersamaan melahirkan dengan
Moestirah, tetapi kemudian bayi Moestirah meninggal dan bayi ibu Moestirah
kemudian diserahkan kepada Moestirah sebaga anak sehingga layak dan adil apabila
anak yang sejak bayi dipelihara oleh Moestirah alm. Sampai dikawinkan, dapat
dianggap sebagai anak angkat.

YURISPRUDENSI
Reg No. 3293 K/Pd/1986 tanggal 30 Maret 1986

Anak kandung selaku Ahli Waris tidak dapat menuntut dibatalkannya perbuatan
Hibah tanah yang dilakukan oleh mendiang ayahnya kepada anak angkat, selama
hibah tanah tersebut tidak merugikan Hak Waris, dari para ahli waris anak
kandungnya. Hibah oleh orang tua ini harus dihormati oleh Ahli Warisnya.

Tanah bekas Tanah Golongan Desa, yang berdasar SK Gubernur, dikonversikan


menjadi tanah Hak Milik, maka tanah ini statusnya sebagai Harta Bersama (Barang
gono-gini) antara suami yang memperoleh Hak
Milik tersebut dengan wanita yang saat itu menjadi istrinya. Sebagai harta gono-gini
maka janda berhak menguasai dan menikmati harta ini untuk jaminan hidupnya
sampai ia meninggal dunia atau kawin lagi.

Harta Asal (Barang Gawan) dari ayah berhak diwarisi oleh Anak Kandung sebagai
Ahli warisnya.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 1596 K/Pdt/1985 tanggal 27 Januari 1987

Bahwa di dalam Hukum Waris Adat tidak mengenal kadaluarsa sebagai penyebab
hilangnya hak milik atas tanah.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 357 K/Pd/1988 tanggal 31 Januari 1990

Seorang suami yang meninggal dunia, maka jandanya dan anak-anak kandungnya
adalah ahliwarisnya. Mereka ini (janda dan anak) sama-sama berhak atas bagian dari
"Harta Asal" almarhum. Besarnya bagian hak janda terhadap "Harta Asal" suaminya
adalah sebesar, ⅛ bagian dari seluruh harta asal, karena janda ini mempunyai anak.

I. YURISPRUDENSI HUKUM ADAT BALI Bentuk Yurisprudensi Hukum Adat


Bali dapat terlihat di bawah ini :

YURISPRUDENSI
Reg. No. 53 K/Sip/1952 tanggal Juni 1955

Menurut Hukum Adat Bali, kalau seorang wafat meninggalkan seorang anak laki-laki,
maka anak itu adalah satu-satunya ahli waris, yang berhak untuk memajukan gugatan
tentang peninggalannya almarhum bapaknya

YURISPRUDENSI
Reg. No. 90 K/Sip/1952 tanggal 30 Nopember 1955

Menurut Hukum Adat tentang warisan di Lombok Barat, apabila seorang peninggal
warisan (erflater) hanya meninggalkan janda-janda dan seorang saudara kakak
(perempuan), maka kakak itu adalah satu-satunya ahliwaris tentang barang aslinya,
tetapi berhutang wajib janda (janda janda) untuk memelihara dan membereskan harta
warisan seluruhnya, termasuk pengabenan jenazah, kepada janda-janda itu harus
diberi pesangu, yang meliputi hasil dari sepertiga warisan.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 24 K/Sip/1953 tanggal 14 April 1956

Menurut Pasal 3 sub 1 Stbl 1932-80 oleh Pengadilan asli (Inheemscherechtspraak) di


Lombok harus dilakukan Hukum Adat, bukan Hukum Islam.

Menurut Hukum Adat di Lombok barang-barang gono-gini harus dibag antara janda
perempuan di satu pihak dan ahli waris dari almarhum suami dilain pihak sedemikian
rupa, bahwa janda mendapat sepertiga bagian, sedang dari dua pertiga bagian janda
masih mendapat seperdelapan bagian selaku upah pemeliharaan atas barang-barang
warisan. Sisanya dibag antara anak-anak dari almarhum suami, dalam hal mana anak
lelaki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan.

YURISPRUDENSI
Reg No 149 KSip/1954 tanggal 29 Januari 1958

Menurut Hukum Adat Sasak (Lombok lepas dari penoalan apakah orang anak
perempuan adalah ahli waris dari almarhum ayahnya, anak perempuan tadi berhak
menebus tanah yang digadaikan oleh almarhum ayahnya, oleh karena anak perempuan
berhak atas pesangu.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 200 K/Sip/1958 tanggal 3 Desember 1958

Menurut Hukum Adat Bali, yang berhak mewarisi sebagai ahli-waris alah hanya
keturunan pria dari pihak keluarga pria dan anak angkat lelaki, sedangkan saudara
kandung perempuan bukan ahli waris.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 141 K/Sip/1959 tanggal 10 Oktober 1959

Menurut Hukum Adat Bali penggantian waris menurut garis keturunan ke bawah
adalah suatu hal yang tidak dapat disangkal, tetapi menurut pantatas jarang sekali
terjadi. Namun ditinjau dari rasa keadilan dalam kaitan dengan kewajiban saling
memelihara antara orang tua terhadap anak dan sebaliknya, maka penggantian waris
dalam garis keatas dimungkinkan.
YURISPRUDENSI
Reg. No. 358 K/Sip/1971 tanggal 14 Juli 1971

Menurut Hukum Adat Bali, Seorang janda yang telah menyalahi darmanya sebagai
seorang janda tidak boleh tinggal di rumah suaminya dan tidak berhak mewarisi atas
harta peninggalan suaminya.

Maka ia tidak berhak untuk menuntut pembagian kembali warisan kakeknya, yang
telah dibagi waris oleh kakeknya itu kepada anak-anaknya.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 588 K/Sip/1974 tanggal 1 Desember 1976

Menurut Hukum Adat Bali jika terbukti seorang janda melakukan perhubungan di luar
kawin dengan lelaki lain hingga melahirkan anak, dan apabila keluarga kepurusa
(keturunan lelaki) yang terdekat mengajukan keberatannya atas perbuatan (zina, hidup
bersama) itu, maka janda tersebut telah menyalahi darmanya sebagai janda dan tidak
berhak menguasai harta beninggalan mendiang suaminya.

Oleh karena pewaris (suami) tidak mempunyai keturunan, maka keluarga kepurusa
yang terdekat yang patut mewarisi harta peninggalan,

YURISPRUDENSI
Reg. No. 1589 K/Sip/1974 tanggal 9 Februari 1978

Sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung terhadap anak erempuan di Tapanuli,


juga di Lombok adilnya anak perempuan dijadikan ahli waris, sehingga dalam perkara
ini penggugat untuk kasasi sebagai satu-satunya anak, mewarisi seluruh harta
peninggalan dari bapaknya.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 853 K/Sip/1978 tanggal 29 April 1981

Menurut hukum adat Sasak dalam hal keahli warisan, dimungkinkan penggantian
tempat.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 2014 K/Sip/1979 tanggal 19 Mei 1981
Dengan menghukum agar sawah cidra dibagi waris dengan perem puan mendapat
seperesenan dan laki-laki sepelembahan, Pengadilan Tinggi tidak salah menerapkan
hukum, karena sesuai dengan hukum adat setempat.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 1341. K/Sip/1982, tanggal 30 Juli 1983

Menurut Hukum Adat Waris yang berlaku di Bali adalah bagian warisan dalam
keadaan pedum raksa atau pedum pomong, yang mengandung makna pihak-pihak
yang memegang harta warisan dalam keadaan pedum raksa, hanya mempunyai hak
untuk menghasili saja dan tidak diperjual-belikan.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 3750.k/Pdv/1991, tanggal 29 Juni 1993

Suatu keluarga masyarakat Bali, Gusti Made Tugeg dalam perka winannya dengan
Wanita Ni Gusti Rai Muklek, dilahirkan tiga orang anak lelaki yaitu I. Gusti Nyoman
Arya- L. Gusti Made Wisma-1. Gusti Putu Darsana. Ayah ketiga anak ini semasa
hidupnya memiliki tanah hak milik. Dengan wafat ayahnya, yang kemudian disusul
ibunya, maka hak milik anah ini turun dan diwarisi oleh ahli warisnya ketiga orang
anak lelakinya tersebut (Sekehe Tiga).

YURISPRUDENSI
Reg. No. 4766 K/PdV/1988 tanggal 16 Nopember 1999

Mewaris menurut Hukum Adat Bali, tidak hanya sekedar membagi harta-harta
warisan, tetapi juga melanjutkan tanggung jawab dari pewaris berupa: Parahyangan,
Pawongan, dan Palemahan, yang kesemuanya itu sesuai dengan kekerabatan
masyarakat Adat Bali yang mengikuti garis purusa (patri leneal) dibebankan kepada
anak laki-laki.

Anak perempuan yang telah "kawin keluar" dari keluarga asal maka bukan ahli waris
dari ayah kandungnya. Anak perempuan yang telah "Kawin nyeburin" maka anak
perempuan adalah ahli waris dari ayah kandungnya. Sedangkan perkawinan "Paid
bangkung" tidak dikenal dalam Hukum Adat Bali tentang perkawinan.

J. YURISPRUDENSI HUKUM ADAT SULAWESI

Bentuk Yurisprudensi Hukum adat Sulawesi dapat terlihat di bawah ini:


YURISPRUDENSI
Reg. No. 1161 K/Sip/1971 tanggal 29 Januari 1973

Harta adalah dianggap paling adil apabila diberikan sama rata di antara para ahli
waris.

YURISPRUDENSI
Reg. No. 1832 K/PdV/1979 tanggal 6 Agustus 1983

Putusan Pengadilan Tinggi tidak bertentangan dengan hukum dar/ atau Undang-
undang, pembagian warisan ditentukan sesuai dengan keputusan Mahkamah Syariah
Propinsi.

Anda mungkin juga menyukai