Anda di halaman 1dari 83

HUKUM PERTANAHAN

Oleh :
Dr. Ir. TJAHJO ARIANTO, S.H.,MHum.
Jakarta, 23 AGUSTUS 1954
Sarjana Teknik Geodesi UGM 1981
Sarjana Hukum 1994
Magister Ilmu Hukum 2000
Doktor Ilmu Hukum 2010
(Hukum Pertanahan)
HP. - 08567357706 – 0274 554328
Alamat: jl. Kaliurang km. 5,5 Gg. Kelapa Gading No. 101
Yogyakarta
email: tjahjoarianto@gmail.com
http://hukumpertanahansurveikadastral.blogspot.com/
RIWAYAT PEKERJAAN:
Kasi Pengukuran & Pendaf. Tanah Kab. Jember 1989-1994
Kasi Pengukuran & Pendaf. Tanah Kab. Sidoarjo 1994-1995
Kasi Pengukuran & Pendaf. Tanah Jakarta Timur 1995-1999
Kasi Tata Pendaftaran Hak Atas Tanah BPN Pusat 1999-2001
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Jember 2001- 2006
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gresik 2006- 2008
Kepala Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan BPN
Provinsi Jawa Timur merangkap Kepala Kantor Pertanahan
Surabaya2 2008 -2009 2 010  sekarang
Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
Dosen Magister Ilmu Hukum Univ. Atmajaya Yogyakarta
Dosen Magister Teknik Geodesi/ Geomatika UGM ,
Dosen Program Pendidikan Khusus PPAT BPN RI
KONSULTAN HUKUM PERTANAHAN
HUKUM PERTANAHAN
Kajian perbandingan hukum membuktikan, setiap sistim hukum
mengenal perbedaan tegas antara Hukum Pertanahan (LAND
LAW) dengan Hukum Agraria (AGRARIAN LAW)
Hukum Pertanahan mengatur tanah sebagai benda tetap / tidak
bergerak bertalian erat dengan hukum harta kekayaan
sedangkan
Hukum Agraria mengatur perbuatan hukum untuk mengolah serta
memanfaatkan tanah dalam hal ini benda-benda di atas tanah
dikategorikan sebagai benda bergerak.
Pada hukum pertanahan, tanah dibedakan jenisnya menurut
kedudukan hukum serta subjek pemegang hak yang berhak
memiliki dan mengurusnya.
HUKUM AGRARIA bagian HUKUM PERTANAHAN

Filosofi dasar Pada masa pertumbuhan hukum Romawi


pandangan serta pengaturan hubungan manusia
sebagai subjek hukum (corpus) dengan tanah, diatur
dalam peraturan hukum yang disebut ‘jus terra” .
Tahun 111 SM lahir undang-undang agraria (lex
agraria) bagian
sebagai peraturan pelaksana

dari hukum pertanahan (jus terra)


untuk mengatur pemerataan penggunaan serta
pemanfaatan tanah oleh warga negara Romawi maupun
jajahannya.
HUKUM PERTANAHAN
Filosofi dasar dari hukum Romawi:
Tanah adalah seluruh kesatuan benda alam
yang berwujud materi untuk dikuasai dan
dimanfaatkan bagi kehidupan manusia, tanah
dipahami dalam arti yang luas yang
menyangkut semua unsure alam baik padat
maupun cair bahkan udara yang berproses
membentuk bumi dan ruang.
HUKUM PERTANAHAN
‘sumber daya alam’ dan ‘ruang’ termasuk dalam
konsepsi tanah, sedangkan ‘sumber daya
agraria’ adalah bentuk dan pola serta cara-
cara penggunaan maupun pemanfaatan
tanah bagi kehidupan manusia yang dalam
hukum Romawi diatur dalam undang-undang
yang disebut ‘lex agraria’. (DR. HERMAN
SOESANGOBENG)
HUKUM PERTANAHAN & HUKUM AGRARIA
UUPA Pasal 1 ayat 3
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta
ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini
adalah hubungan yang bersifat abadi.
Artinya : bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu
sebagai bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi,
air dan ruang angkasa Indonesia masih ada pula, dalam
keadaan bagaimanapun tidak ada kekuasaan yang akan
dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut
HUKUM PERTANAHAN & HUKUM AGRARIA
Pasal 33 ayat 3 UUD 1945  Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
 Pasal 2 UUPA
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang
Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi,
air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. 
Penjelasan UUPA angka II “dikuasai” bukanlah berarti “dimiliki”,
akan tetapi ....  P.....
 Pasal 2 ayat (2) UUPA
HUKUM PERTANAHAN & HUKUM AGRARIA
Pasal 2 UU No.5 Tahun 1960.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini
memberi wewenang untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa
tersebut;  HUKUM AGRARIA
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,
 HUKUM PERTANAHAN
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai
bumi, air dan ruang angkasa.  HUKUM AGRARIA
HUKUM PERTANAHAN & HUKUM AGRARIA
Prof. Boedi Harsono:
Hukum Pertanahan : hukum tersendiri, yaitu Hukum tanah yang
mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam arti permukaan
bumi.
Hukum Air : mengatur hak-hak penguasaan atas air; Hukum
Pertambangan :, mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-
bahan galian;
Hukum Perikanan,: mengatur hak-hak penguasaan yang
terkandung di dalam air; dan
Hukum Penguasaan atas Tenaga dan Unsur-Unsur Dalam
Ruang Angkasa: mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga
dan unsur-unsur dalam ruang angkasa.
Permukaan bumi (yang disebut tanah), meliputi permukaan bumi
yang ada di daratan dan permukaan bumi yang berada di bawah
air, termasuk air laut
FUNGSI SOSIAL TANAH
Pasal 6 UUPA
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
(KUH Perdata  Hak Servituut)

Penjabaran fungsi Sosial belum diatur secara RINCI seperti


fungsi sosial yang pernah diatur
BUKU ke II KUH Perdata.
HAK ATAS TANAH
Hak Atas Tanan (HAT) bedakan dengan Hak Kepemilikan Tanah!!!
HAT bukan Hak Kepemilikan Tanah
HAT adalah hak untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah.
contoh HAT yang melekat pada Hak Kepemilikan:
HM, HGB dan HP di atas tanah Negara, HGU
atau melekat pada Hak Pinjam Pakai:
HGB , HP di atas HPL dan HGB, HP di atas Hak Milik
PEMBATASAN PEMILIKAN TANAH
Pasal 7 UUPA
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan
tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
Saat ini pembatasan pemilikan dan penguasaan tanah baru diatur UNTUK
TANAH PERTANIAN.
UNTUK TANAH BUKAN PERTANIAN belum ada pembatasan.
Tanah Pertanian hanya boleh dimiliki penduduk kecamatan setempat atau
kecamatan berbatasan. BALITA tidak boleh dibelikan tanah pertanian.
Tanah Bukan Pertanian BOLEH dimiliki orang seluruh WNI penduduk NKRI atau
badan hukum. BALITA boleh dibelikan tanah bukan pertanian dimanapun di
wilayah NKRI
DALAM AKTA PPAT HARUS TEGAS DICANTUMKAN STATUS TANAH
PERTANIAN ATAU BUKAN PERTANIAN KARENA AKAN MENENTUKAN
SUBJEK HUKUM YANG AKAN MEMILIKINYA
PEMBATASAN PEMANFAATAN TANAH
1) Sepadan bangunan
2) Sepadan Sungai
3) Jalur hijau, hutan kota
LAHIRNYA KEPEMILIKAN TANAH
1. Tanah mungkin dimiliki oleh seseorang, dimiliki oleh
pihak lain dan ditempati pihak ketiga.
2. Pemilikan berarti hak untuk menikmati penggunaan
sesuatu, kemampuan untuk penggunaannya,
menjualnya dan mengambil manfaat dari hak yang
berhubungan dengannya.
3. Pemilikan menyiratkan kekuasaan fisik untuk menguasai
suatu benda berkaitan erat dengan masalah hak
keperdataan, sedangkan pemilikan dan penguasaan
merupakan masalah fakta atau praktis pada suatu saat.
LAHIRNYA HAK KEPEMILIKAN TANAH
1. Didudukinya dan digunakannya tanah mungkin memberikan bukti
pemilikan, tapi ini bukan bukti apabila tidak ada bukti hak atas
tanah.
2. Di beberapa negara pendudukan tanah yang dikenal dengan
istilah adverse tapi tidak menimbulkan keributan, setelah
beberapa waktu menimbulkan akuisisi atau acquisition
sepenuhnya dari hak atas tanah tersebut.
3. Akuisisi sering diuraikan secara keliru oleh sebagian pihak
sebagai pencurian tanah, ketentuan mengenai hak melalui cara
pemilikan demikian merupakan proses sah untuk menciptakan
rasa aman bagi mereka yang tidak mampu membuktikan
pemilikan semula .
(United Nations Economic Commission for Europe, )
LAHIRNYA KEPEMILIKAN TANAH
Seseorang awalnya menguasai fisik bidang tanah secara
nyata atau de facto orang tersebut diakui memiliki hak
kepunyaan atau disebut jus possessionis. Selanjutnya
dalam perjalanan waktu yang cukup lama tanpa sengketa
maka hak kepunyaan tersebut mendapatkan pengakuan
hukum lebih kuat yang disebut jus possidendi. Bila
pemerintah memberi pengakuan sah terhadap hak
kepunyaan jus possidendi berubah memiliki kekuatan
hukum de jure sehingga dari de facto yang diikuti dengan de
jure menjadi disebut hak milik sebagai hak pribadi
yang tertinggi
LAHIRNYA PEMILIKAN TANAH
Di Indonesia sebelum berlakunya UUPA lahirnya
PEMILIKAN atas tanah melalui proses pertumbuhan
berdasarkan interaksi tiga unsur utama yaitu:
1. penguasaan nyata untuk didiami dan
dikelola;
2. pengaruh lamanya waktu;
3. pewarisan
LAHIRNYA HAK ATAS TANAH
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 mengatur lahirnya hak milik
sebagai berikut:
1. Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan
Peraturan Pemerintah.  belum ada
2. Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat 1
pasal ini hak milik terjadi karena:
a. penetapan Pemerintah, menurut cara dan
syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;  Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang
b. ketentuan undang-undang  konversi hak barat dan hak adat
LAHIRNYA PEMILIKAN TANAH DAN HAK ATAS TANAH

Hak Pemilikan atas bidang tanah dapat diperoleh antara lain


melalui peralihan hak. Terdapat 3 (tiga) sistem cara
beralihnya pemilikan tanah:
a. Peralihan secara “privat” (Private
Convenyancing);
b. Pendaftaran Akta atau surat perjanjian peralihan
hak (Registration of Deed);
c. Pendaftaran Hak (Registration of Title);
HAK MILIK HAPUS KARENA ……
Pasal 18. UUPA
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan
memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan
undang-undang
Pasal 21 ayat (3)
Orang asing yang sesudah berlakunya UU ini memperoleh HM karena
pewarisan …. Dst …. Wajib melepaskan hak atas tanah tsb. dalam jangka
waktu satu tahun. Jika tidak dilepaskan haknya hapus karena hukum dan
tanahnya menjadi dikuasai negara.  kepemilikan (hak keperdataan) tidak
pernah hapus
Pasal 26 ayat (2)  dibeli WNA, badan hukum
Solusi  KEP MENEG AGR/ Ka BPN No. 16 Tahun 1997 Hak Milik dirubah
menjadi HGB atau Hak Pakai
HGU HAPUS KARENA …….
Pasal 34 UUPA
Hak guna-usaha hapus karena:
a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena
sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka
waktunya berakhir;
d. dicabut untuk kepentingan umum;

e. diterlantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. ketentuan dalam pasal 30 ayat (2).  syarat subjek hak
 
 
HGB HAPUS KARENA DITERLANTARKAN
Pasal 40 UUPA
Hak guna-bangunan hapus karena:
a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena
sesuatu
syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka
waktunya berakhir;
d. dicabut untuk kepentingan umum;
e. diterlantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2).  menjadi WNA
 
 
HGB HAPUS KARENA DITERLANTARKAN
 
HGB/HGU dicabut karena diterlantarkan
maka HAT dan Hak Prioritas untuk
mendapat HAT itu lagi yang hapus,
sedangkan Hak Kepemilikan / hak
kepunyaan TIDAK
HAT dapat dicabut oleh BPN tetapi hak
kepemilikan / hak kepunyaan hanya hapus
oleh oleh PUTUSAN Pengadilan Umum.
oki .. TANAH HARUS DIPELIHARA
Memelihara tanah, termasuk menambah
kesuburannya serta mencegah
kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap
orang, badan hukum atau instansi yang
mempunyai hubungan hukum dengan
tanah itu, dengan memperhatikan pihak
yang ekonomis lemah.
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960.
 
 
TANAH YANG HILANG / MUSNAH
Apabila pemegang hak atas tanah melakukan
melakukan pengurukkan atau reklamasi sesudah
peristiwa musnahnya tanah, sehingga batas-batas
bidang tanahnya kembali semula seperti dalam Surat
Ukur, tidak serta merta hak atas tanahnya kembali
seperti semula, hal ini merupakan resiko dari pemilik
tanah yang tidak memelihara batas tanahnya. Tanah
hasil reklamasi tersebut statusnya menjadi tanah yang
dikuasai oleh Negara.
 
 
TANAH YANG HILANG / MUSNAH
Tanah-tanah yang hilang secara alami, akibat abrasi pantai,
tenggelam atau hilang karena longsor, tertimbun atau
gempa bumi, atau pindah ke tempat lain karena pergeseran
tempat (land slide) maka tanah-tanah tersebut dinyatakan
hilang dan haknya hapus dengan sendirinya. Selanjutnya
pemegang haknya tidak dapat minta ganti rugi kepada
siapapun dan tidak berhak menuntut apabila di kemudian
hari di atas bekas tanah tersebut dilakukan
reklamasi/penimbunan dan/atau pengeringan

 
 
TANAH TIMBUL
Tanah timbul terbentuk karena
peristiwa alam yang terjadi secara
perlahan dan bertahap ataupun
secara cepat. Tanah timbul dapat
terbentuk di tepi sungai, bekas
sungai atau di pantai tepi laut.
TANAH TIMBUL
Di tepi sungai tanah timbul terbentuk dari tanah hasil erosi dari tepi
sungai dan mengendap di tepi lainnya lainnya, atau bekas sungai
yang arahnya berpindah jalur.
Tanah timbul di tepi laut atau pantai terbentuk karena sungai
membawa lumpur dari tanah hasil erosi dari hulu.
Lumpur yang di bawa aliran sungai ke laut sesampainya muara oleh
ombak air laut di dorong dan dihempaskan ke pantai dan terjadilah
endapan yang terus menerus sehingga terbentuk daratan baru.
Tanah timbul statusnya menjadi tanah yang dikuasai negara 
Tanah Negara.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta TANAH TIMBUL disebut WEDI
KENGSER statusnya TANAH HAK MILIK SULTAN
Jenis hak Atas tanah
• Pasal 16 UUPA
• Hak-hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ialah
–hak milik,
–hak guna usaha,
–hak guna bangunan
–hak pakai,
PASAL 19 UU No. 5/ 1960 (UUPA)
• (1) Untuk menjamin  kepastian  hukum oleh
 Pemerintah  diadakan pendaftaran  tanah di seluruh
wilayah Indonesia menurut  ketentuan-ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• (2) Pendaftaran tersebut meliputi:
• a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran   hak- hak atas tanah dan peralihan
  hak-hak tersebut;
c. pemberian surat-surat tanda-bukti-hak, yang
• berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
HAK PENGELOLAAN
Pertama kali disebut dalam Peraturan Menteri Agraria
Nomor 9 Tahun 1965 yang mengatur tentang pelaksanaan
konversi hak penguasaan atas tanah negara dan tanah
pemerintah yang dikuasai oleh instansi pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah  menjadi hak pakai bila tanah
tersebut digunakan sendiri dan menjadi hak pengelolaan
bila selain dipergunakan sendiri oleh instansi tersebut dapat
diberikan dengan sesuatu hak tertentu kepada pihak ketiga
dengan persyaratan tertentu melalui perjanjian.
BADAN HUKUM YANG BOLEH HAK MILIK
Pasal 21 ayat (1) UUPA hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
Pasal 21 ayat (2) UUPA diberikan pengecualian, yaitu bahwa Pemerintah dapat menetapkan badan-
badan hukum yang dapat mempunyai hak milik.
 PP 38/1963 tentang
Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah
Pasal 1 PP No. 38/1963, badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah DENGAN hak milik,
yaitu:
a.Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank
Negara);
b.   Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan
berdasar atas Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 (Lembaran-
Negara Tahun 1958 No. 139);
c.   Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri
Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Agama;
d.  Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria,
setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.
e. 
BADAN HUKUM YANG BOLEH HAK MILIK

Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman


merupakan subjek hukum yang boleh memiliki tanah

dengan HAK MILIK  Pasal 32 UU No. 13 Tahun


2012 tentang KEISTIMEWAAN DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA
Hak Pengelolaan

 HPL merupakan wujud dari Hak Menguasai Negara (HMN) ternyata


sulit dipahami oleh berbagai kalangan, baik oleh akademisi, birokrat
pertananahan, pakar hukum dan masyarakat. Kurang dipahami
hakikat HPL telah banyak menimbulkan permasalahan. Fakta
peraturan perundang-undangan yang berkembang mengatur HPL
setara dengan hak atas tanah bahkan setara dengan hak milik
(hanya subjek haknya lain) , fakta inilah yang kurang dipahami
hingga timbul berbagai permasalahan. Jadi tidak benar bahwa HPL
bukan Hak Atas Tanah  subjek hukum HPL :
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, Perusahaan
Jawatan  (PT. KAI), Badan Otorita
Kewenangan Hak Pengelolaan
1. Merencanakan peruntukan dan penggunaan
tanah ybs bersifat publik
2. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan
pelaksanaan tugas/usahanya  bersifat
privat
3. Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah
itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan
yang ditentukan oleh perusahaan pemegang
hak  bersifat publik
PENGAKUAN HPL adalah HAT oleh Peraturan Per UU an
Beberapa pakar hukum agraria, praktisi pejabat Badan Pertanahan Nasional,
advokat ada yang menyatakan bahwa Hak Pengelolaan bukan hak atas tanah,
kajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku justru menyatakan
sebaliknya. Penegasan HPL merupakan hak atas tanah antara lain terurai di
peraturan perundang-undangan sebagai berilkut:
Apabila kita perhatikan dalam diktum menimbang PMA no.9/1965
tercantum kalimat :
“maka perlu diberikan penegasan mengenai status tanah-tanah Negara
yang dikuasai dengan hak penguasaan sebagai dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1953 dan ditentukan pula
kebijaksanaan selanjutnya mengenai hak-hak atas tanah semacam itu”
Kalimat “hak -hak atas semacam itu” merupakan penegasan terhadap hak
pakai dan hak pengelolaan yang diberikan merupakan hak atas tanah .
PENGAKUAN HPL adalah HAT oleh Peraturan Per UU an
Berikutnya di Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1987
dalam Bab IV tentang PEMBERIAN HAK ATAH TANAH Pasal 12
mengatur sebagai berikut:
BAB IV
PEMBERIAN HAK ATAS TANAH
Pasal 12
Kepada Perusahaan yang seluruh modalnya berasal dari Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah dapat diberikan tanah Negara dengan
Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai menurut
kebutuhan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Agraria
yang berlaku.
PENGAKUAN HPL adalah HAT oleh Peraturan Per UU an
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun
1973 lebih mempertegas lagi tentang Hak Pengelolaan sebagai
berikut:
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Peraturan ini dengan:
“Hak atas tanah” adalah HAK MILIK, HAK GUNA USAHA, HAK
GUNA BANGUNAN, HAK PAKAI DAN HAK PENGELOLAAN seperti
yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun
1972, tentang Pelimpahan wewenang Pemberian Hak atas Tanah.
PENGAKUAN HPL adalah HAT oleh Peraturan Per UU an

Di atas Hak Milik dapat diberikan Hak Guna Bangunan atau


Hak Pakai, demikian juga
di atas Hak Pengelolaan dapat diberikan Hak Guna
Bangunan atau Hak Pakai.
Secara analogi hukum bila pemegang Hak Milik adalah
yang punya tanah maka pemegang Hak Pengelolaan
demikian juga yang punya tanah (hak keperdataan). Secara
tidak langsung HPL adalah juga Hak Atas Tanah.
Perbedaan Hak Milik dengan HPL terletak di subjek
hukumnya
Hak Guna Bangunan
 
 Pasal 35 UUPA
(1) Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan
jangka waktu paling lama 30 tahun.
(2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan
serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam
ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.
(3) Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain.
HGB yang luasnya < 600 m2 yang penggunaannya rumah tinggal
dinyatakan menjadi Hak Milik dengan Kep. Meneg Agr / Ka BPN No. 6
Tahun 1998  Silakan didaftar
Hak Guna Bangunan
 
 Pasal 37 UUPA
Hak guna bangunan terjadi :
a. mengenai tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara : karena penetapan Pemerintah;
b. mengenai tanah milik : karena perjanjian yang
berbentuk otentik antara pemilik tanah yang
bersangkutan dengan pihak yang akan
memperoleh hak guna bangunan itu, yang
bermaksud menimbulkan hak tersebut.
Hak Guna Bangunan
 
 Pasal 21 PP No. 40 Tahun 1996
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak
Guna Bangunan adalah :
a. Tanah Negara;
b. Tanah Hak Pengelolaan
c. Tanah Hak Milik.
Hak Guna Bangunan di atas TN & HPL
 
 Pasal 22 PP No. 40 Tahun 1996
(1) Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian
hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan
pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasar-kan usul pemegang
Hak Pengelolaan.
(3) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 23
(1) Pemberian Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 didaftar
dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.
(2) Hak Guna Bangunan atas tanah Negara atau atas tanah Hak Pengelolaan terjadi
sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan.
(3) Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Guna Bangunan diberikan
sertipikat hak atas tanah
Perjanjian di atas HPL
 Surat Dirjen Agraria No. 593 /3418/Agr tgl
31 Agustus 1982 :
Perjanjian pemberian hak di atas HPL
bukan perjanjian sewa menyewa tanah 
bukan perjanjian bersifat kontraktual tetapi
perjanjian pemberian hak yang berkarakter
publik bukan perdata seperti sewa
menyewa.
Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik
 
Pasal 24 PP No. 40 tahun 1996
(1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan
pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oeh
Pejabat Pembuat Akta Tanah.
(2) Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan pada Kantor
Pertanahan.
(3) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga
sejak didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(4) Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak
Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Presiden.  
Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik
 
Pasal 29 PP No. 40 tahun 1996
(1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diberikan
untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun.
(2) Atas kesepakatan antara pemegang Hak Guna
Bangunan dengan pemegang Hak Milik, Hak Guna
Bangunan atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui
dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru dengan
akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan
hak tersebut wajib didaftarkan.  
Perpanjangan Hak Guna Bangunan
 Pasal 27 PP No. 40 Tahun 1996
(1) Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna
Bangunan atau pembaharuannya diajukan selambat-
lambatnya dua tahun sebelum berakhir-nya jangka waktu
Hak Guna Bangunan tersebut atau perpanjangannya.
Pasal 41 PMNA/ Ka BPN No. 9 Th. 1999
Permohonan perpanjangangan jangka waktu Hak Guna
Bangunan diajukan oleh pemegang hak dalam tenggang waktu
2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak tersebut.
= DOSA BPN
Nasib Bangunan
 Pasal 37 PP No. 40 Tahun 1996
(1) Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Negara hapus dan tidak diper-
panjang atau tidak diperbaharui, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan
wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan
menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan kosong selambat-
lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Guna Bangunan.
(2) Dalam hal bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) masih diperlukan, maka bekas pemegang hak diberikan ganti rugi yang
bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
(3) Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan.
(4) Jika bekas pemegang Hak Guna Bangunan lalai dalam memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka bangunan dan benda-benda yang
ada di atas tanah bekas Hak Guna Bangunan itu dibongkar oleh Pemerintah atas
biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan.
Nasib Bangunan
Pasal 38 PP 40 Tahun 1996
Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak
Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus
sebagaimana dimaksud Pasal 35, maka bekas
pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan
tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau
pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang
sudah disepakati  dalam perjanjian penggunaan
tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik.
HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN
 Hak Pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun
yang digunakan secara terpisah yg jelas batas-batasnya, ukuran
dan luasnya;  Hak Guna Ruang Udara
 Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun:
pondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap, tangga, talang air,
selasar, jaringan listrik, ruang untuk umum.
 Hak bersama atas benda-benda: tanaman, bangunan pertamanan,
kolam renang, bangunan sarana sosial, tempat ibadah, tempat
parkir, yang sifatnya terpisah dengan struktur bangunan rumah
susun;
 Hak bersama atas tanah, sebidang tanah yang digunakan atas
dasar hak bersama secara terpisah yg di atasnya berdiri rumah
susun dan ditetapkan batasnya dlm persyaratan Izin membangun
MACAM PENGGUNAAN SATUAN RUMAH SUSUN

1. RUMAH SUSUN HUNIAN, Rumah susun yang


seluruhnya digunakan tempat tinggal;
2. RUMAH SUSUN TEMPAT USAHA, Rumah susun yang
seluruhnya digunakan tempat usaha / kegiatan sosial;
3. RUMAH SUSUN CAMPURAN, Rumah susun yang
sebagian digunakan tempat tinggal dan sebagian
tempat usaha.
TANAH BERSAMA DIBANGUN DI ATAS
• Pasal 17 UU No.20 Tahun 2011 ttg RUSUN
• Rumah susun dapat dibangun di atas tanah:

 HAK MILIK
 HAK GUNA BANGUNAN
 HAK PAKAI
 HAK GUNA BANGUNAN DI ATAS HPL

Hak atas tanah bersama ini menentukan subjek hak


yang dapat memiliki Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun
SARUSUN
RUSUN di Hak Pengelolaan

 
RUSUN di Hak Pengelolaan

 
Tanah Bersama dgn SUBYEK HAK SARUSUN
 HAK MILIK, tidak dapat dimiliki Badan Hukum
atau warga negara asing, kecuali badan
hukum yg ditunjuk oleh PP No. 38 Th 1963
 HAK GUNA BANGUNAN, dapat dimiliki
perorangan/ badan hukum Indonesia. Tidak
dapat dimiliki WNA
 HAK PAKAI, dapat dimiliki oleh WNA atau
badan hukum asing yg mempunyai
perwakilan di Indonesia
PERTELAAN
Gambar dgn uraian yg jelas ttg batas
masing masing SRS, dlm arah
horisontal dan vertikal, bagian
bersama, benda bersama dan tanah
bersama, berserta nilai perbandingan
proporsionalnya
PERTELAAN ini harus disahkan oleh
Bupati / Walikota, untuk DKI Jakarta
Nilai Perbandingan PROPORSIONAL
 Angka yg menunjukkan perbandingan
antara SRS terhadap hak atas bagian
bersama, benda bersama, dan tanah
bersama, dihitung berdasrkan luas atau
nilai satuan rumah susun ybs terhadap
jumlah luas bangunan atau nilai tumah
susun secara keseluruhan pada waktu
penyelenggara pembangunan utk pertama
kalinya memperhitungkan biaya
AKTA PEMISAHAN
 Setelah diperoleh IZIN LAYAK HUNI
sekarang IZIN LAIK FUNGSI
 peneyelengaara pembangunan wajib
melakukan pemisahan atas SARUSUN,
bagian bersama, benda bersama dan tanah
bersama dgn PERTELAAN yg jelas
dalam bentuk AKTA yg disahkan oleh
Pemerintah Kabupaten / Kota atau
Gubernur utk DKI Jakarta
IZIN Laik FUNGSI

SARUSUN baru dapat dijual


setelah mendapat izin layak
huni dari Pemerintah
Kabupaten / Kota.
Izin layak huni merupakan
syarat penerbitan sertipikat
Hak Milik Sarusun
PERHIMPUNAN PENGHUNI
 Utk menjamin ketertiban,
kegotongroyongan, dan keselarasan
sesuai kepribadian Indonesia dlm
mengelola bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama, penghuni
RUSUN wajib membentuk
PERHIMPUNAN PENGHUNI yg oleh
karena UU No. 16 Th. 1985 ini
diberi kedudukan sebagai BADAN
SARUSUN
Pasal 18 UU Sarusun
Selain dibangun di atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, rumah susun
umum dan/atau rumah susun khusus dapat
dibangun dengan:
a. pemanfaatan barang milik
negara/daerah berupa tanah; atau
b. pendayagunaan tanah wakaf.
SARUSUN
Pasal 19 UU No. 20 Th. 2011 ttg Sarusun
(1) Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa
tanah untuk pembangunan rumah susun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf a dilakukan dengan cara
sewa atau kerja sama pemanfaatan.
(2) Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
telah diterbitkan sertifikat hak atas tanah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelaksanaan sewa atau kerja sama pemanfaatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
SARUSUN di atas tanah Pemerintah atau tanah
wakaf
Pasal 22 UU ttg Sarusun
(1) Penyediaan tanah untuk pembangunan rumah susun
dapat dilakukan melalui:
a. pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung dikuasai negara;
b. konsolidasi tanah oleh pemilik tanah;
c. peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemegang hak
atas tanah;
d. pemanfaatan barang milik negara atau barang milik daerah
berupa tanah;
e. pendayagunaan tanah wakaf;
f. pendayagunaan sebagian tanah negara bekas tanah terlantar; dan/atau
g. pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum.
SARUSUN
Pasal 22 UU ttg Sarusun
(2) Penyediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
-undangan.
(3) Dalam hal pembangunan rumah susun dilakukan di atas
tanah hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak
pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c,
pelaku pembangunan wajib menyelesaikan status hak
guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
sebelum menjual sarusun yang bersangkutan.
SARUSUN
Pasal 47
(1) Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas
tanah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai
di atas tanah negara, hak guna bangunan atau hak
pakai di atas tanah hak pengelolaan diterbitkan
SHM sarusun.
(2) SHM sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan bagi setiap orang yang memenuhi syarat
sebagai pemegang hak atas tanah.
(
SARUSUN
Pasal 47
(3) SHM sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang
terdiri atas:
a. salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. gambar denah lantai pada tingkat rumah susun bersangkutan
yang menunjukkan sarusun yang dimiliki; dan
c. pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama bagi yang
bersangkutan.
SARUSUN
Pasal 47
(4) SHM sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh kantor pertanahan kabupaten/kota.
(5) SHM sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani hak tanggungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan.
SARUSUN di atas tanah Pemerintah atau tanah
wakaf
Pasal 48
(1) Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas barang
milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara
sewa, diterbitkan SKBG sarusun.
(2) SKBG sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri atas:
a. salinan buku bangunan gedung;
b. salinan surat perjanjian sewa atas tanah;
c. gambar denah lantai pada tingkat rumah susun yang
bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang dimiliki; dan
d. pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian
bersama dan benda bersama yang bersangkutan.
SARUSUN di atas tanah Pemerintah atau tanah
wakaf
Pasal 48
(3) SKBG sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh instansi teknis kabupaten/kota yang
bertugas dan bertanggung jawab di bidang bangunan gedung.
(4) SKBG sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(5) SKBG sarusun yang dijadikan jaminan utang secara fidusia
harus didaftarkan ke kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang Hukum.
BANK TANAH
Bank Tanah merupakan kegiatan
Pemerintah untuk menyediakan tanah
yang akan dialokasikan
penggunaannya dikemudian hari.
Tujuan: Mengarahkan pengembangan penggunaan tanah
agar tertata rapi dan mengatur/ mempengaruhi harga
tanah
BANK TANAH
Bank Tanah Umum (general land banking):
Menyelenggarakan penyediaan, pematangan, dan
penyaluran tanah utk semua jenis penggunaan tanah
publik atau privat tanpa ditentukan lebih dulu
penggunaannya.
Bank Tanah Khusus (special land banking):
Menyelenggarakan penyediaan tanah utk pembaharu
an daerah perkotaan, pengembangan industri, pem-
Bangunan perumahan menengah /RS/RSS dan ber
bagai fasilitas umum.

Di Jakarta PT. JIEP di Surabaya PT. SIER


BANK TANAH
Kawasan Industri :
PT. JIEP (Jakarta Industrial Estate Pulogadung)
PT. SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut)

Kawasan Perdagangan :
PT. Kereta Api diberikan HPL
 Rumah Susun Pertokoan Pusat Grosir Pasar Turi Surabaya
PT. Pelindo
 Rumah Susun Pertokoan Jembatan Merah Surabaya
BANK TANAH
KawasaN Perkebunan :
(wacana/ bisa direncanakan)
Perum Perhutani atau Kementerian Kehutanan mengajukan
permohonan HPL ke BPN.
 HPL atas nama Perum Perhutani.
Perum Perhutani dapat membuat perjanjian penggunaan tanah dgn
investor perkebunan. Investor akan diberikan Hak Pakai di
atas HPL  tidak dengan HGU
 Tanah tetap milik Perum Perhutani.
KONSOLIDASI TANAH
 Konsolidasi tanah merupakan kegiatan penataan kembali bentuk, luas
dan letak, penguasaan, pemilikan, dan penggunaan tanah, sehingga
tertata rapi dilengkapi sarana prasarana dan semua kapling menghadap
jalan
 Konsolidasi tanah adalah upaya penataan kembali penguasaan,
penggunaan dan pemilikan tanahn oleh masyarakat melalui usaha
bersama utk membangun lingkungan siap bangun dan menyediakan
kapling tanah matang sesuai dgn rencana tata ruang yg ditetapkan
Pemerintah Kabupaten/Kota (Menurut UU No. 4/1992 ttg. Perumahan
dan Permukiman)
 Konsolidasi tanah adalah kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan
kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan
tanah bagi kepentingan pembangunan untuk meningkatkan kualitas
lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan
partisipasi aktif masyarakat (Menurut Peraturan Kepala BPN No. 4
Tahun 1991)
Jenis KONSOLIDASI TANAH
1. KONSOLIDASI TANAH PERKOTAAN
 WIlayah permukiman kumuh
 Wilayah permukiman yg tumbuh pesat secara alami
 Wilayah permukiman yg mulai tumbuh
 Wilayah yg direncanakan menjadi permukiman baru
 Wilayah kosong di pinggiran kota yg diperkirakan akan berkembang pesat menjadi
daerah permukiman
 Lokasi pernah ada izin lokasi tetapi tidak tuntas pengadaan tanahnya
2. KONSOLIDASI TANAH VERTIKAL  RUMAH SUSUN  mengapa harus konsolidasi
tanah vertikal?
3. KONSOLIDASI TANAH PERTANIAN
 Wilayah potensial dapat memperoleh pengairan tetapi belum tersedia jaringan irigasi
 Wilayah yg jaringan irigasinya telah tersedia tetapi pemanfatannya belum merata
 Wilayah pengairan cukup baik, namun masih perlu ditunjang pengadaan jaringan
memadai.
Sumbangan Tanah Untuk
Pembangunan (STUP)
Diperoleh dari peserta Konsolidasi Tanah
secara musyawarah dan digunakan untuk :

1 Prasarana Jalan
2 Fasilitas Sosial
3 Fasilitas Umum
4 TPBP (Tanah Pengganti Biaya
Pelaksanaan)
MANFAAT KONSOLIDASI TANAH
1. Memenuhi kebutuhan lingkungan yang teratur, tertib dan sehat
2. Keuntungan estetika/keindahan view yang lebih baik kepada pemilik tanah
3. Meningkatkan pemerataan pembangunan (membangun tanpa menggusur)
4. Menghindari ekses negatif yang mungkin timbul dalam proses penataan
dan penyediaan tanah
5. Mempercepat pertumbuhan wilayah
6. Menertibkan administrasi pertanahan
7. Menghemat biaya dari pemerintah
8. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas penggunaan tanah
9. Meningkatkan harga tanah
PERNYATAAN PELEPASAN HAK

Pernyataan pelepasan hak kepada Pemerintah/


Kakantah :

 Dengan jaminan, setelah tanah di tata akan


dibagikan kembali kepada pemilik, setelah
dikurangi STUP yang telah disetujui
WAKAF TANAH

 UU No. 41 Tahun 2004 tentang WAKAF


 PP No. 42 Tahun 2006 tentang WAKAF
Pelajari Pengertian :
WAKAF selamanya
WAKAF sementara waktu
WAKIF
NADZIR
AKTA PENGGANTI IKRAR WAKAF
AKTA IKRAR WAKAF

Anda mungkin juga menyukai