Anda di halaman 1dari 4

 Legitime Portie adalah bagian dari harta peninggalan pewaris setelah meninggal harus

diberikan kepada ahli waris, ahli waris yang dimaksud adalah ahli waris keturunan
garis lurus menurut undang-undang.
 Unsur paksaan dalam hukum waris perdata, misalnya ketentuan tentang bagian
mutlak (legitime portie) kepada ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari harta
warisan atau ketentuan yang melarang pewaris telah membuat ketetapan seperti
menghibahkan bagian tertentu dari harta warisannya, maka penerima hibah
mempunyai kewajiban untuk mengembalikan harta yang telah dihibahkan
kepadanya dalam harta warisan guna memenuhi bagian mutlak (legitime portie) ahli
waris yang mempunyai hak mutlak tersebut, dengan memperhatikan Pasal 1086
KUHPerdata.
 Ahli waris yang dapat menjalankan haknya atas bagian yang dilindungi undang-
undang itu dinamakan “Legitimaris” , sedangkan bagiannya yang dilindungi oleh
undang-undang ini dinamakan “ legitime portie”.
 Hak yang diberikan oleh undang-undang adalah hak untuk mengajukan tuntutan
pengurangan atau pengembalian terhadap wasiat diberikan kepada pihak ketiga yang
di dalam wasiat tersebut terhadap harta yang menjadi bagian mutlak (Legitime
Portie).
 Jadi harta peninggalan dalam mana ada legitimaris terbagi dua, yaitu “legitime portie”
(bagian mutlak) dan “ beschikbaar” (bagian yang tersedia). Bagian yang tersedia ialah
bagian yang dapat dikuasai oleh pewaris, ia boleh menghibahkannya sewaktu ia masih
hidup atau mewasiatkannya.
 KUHPerdata memberikan perlindungan dengan membatasi kebebasan pewaris dalam
membuat wasiat serta memberikan hak mengajukan tuntutan untuk melakukan
pengurangan jika wasiat secara nyata dan benar-benar melanggar Legitime Portie.
 Dalam hal pelanggaran Legitime Portie menunjukkan bahwa sengketa warisan sering
muncul disebabkan oleh terjadinya pembagian warisan atau wasiat, ataupun hibah
yang tidak merata oleh pewaris kepada ahli warisnya, kemudian menyebabkan porsi
seharusnya atau bagian mutlak (Legitime Portie) dari ahli waris terlanggar
 Legitime Portie ini memiliki derajat lebih tinggi dibandingkan dengan hibah wasiat
ketika didalamnya tidak sesuai bagian yang harus diberikan.

 Pasal 832 menyebutkan orang-orang yang berhak menjadi ahli waris, yaitu:

1. Golongan I: keluarga yang berada pada garis lurus ke bawah, yaitu suami atau istri
yang ditinggalkan, anak-anak, dan keturunan beserta suami atau istri yang hidup lebih
lama.
2. Golongan II: keluarga yang berada pada garis lurus ke atas, seperti orang tua dan
saudara beserta keturunannya.
3. Golongan III: terdiri dari kakek, nenek, dan leluhur.
4. Golongan IV: anggota keluarga yang berada pada garis ke samping dan keluarga
lainnya hingga derajat keenam.

 Seluruh sifat dari legitime portie terkandung didalam dua peraturan yaitu:
1. Legitimaris dapat menuntut pembatalan dari perbuatan-perbuatan si pewaris yang
merugikan legitime portie (bagian mutlak)
2. Si pewaris bagaimanapun tidak boleh besechikken (membuat ketetapan)
mengenai bagian mutlak itu.
 Untuk ahli waris dalam garis kebawah, jika pewaris hanya meninggalkan satu orang
anak sah menurut Pasal 914 KUHPerdata adalah ½ dari bagiannya menurut undang-
undang, jika meninggalkan dua orang anak sah, maka besarnya bagian mutlak adalah
2/3 dari bagian menurut undang-undang dari kedua anak tersebut, sedangkan jika
meninggalkan tiga orang anak sah atau lebih, maka besarnya bagian mutlak adalah ¼
dari bagian para ahli waris tersebut menurut ketentuan undang-
undang. Bagian menurut undang-undang adalah bagian ahli waris atas harta warisan
seandainya tidak ada hibah atau testamen yang bisa dilaksanakan.
 Untuk ahli waris dalam garis keatas, besarnya bagian mutlak menurut ketentuan
Pasal 915 KUHPerdata, selamanya ½ dari bagian menurut undang-undang
 sedangkan bagian mutlak dari anak luar kawin yang telah diakui
(Pasal 916 KUHPerdata) selamanya ½ dari bagian anak luar kawin menurut ketentuan
undang-undang.
 Ahli waris yang tidak mempunyai bagian mutlak atau legitime portie, yaitu pertama
suami/istri yang hidup terlama. Kedua para saudara-saudara dari pewaris. Mereka
tidak berhak (non legitimaris) karena berada dalam garis kesamping.
CONTOH KASUS
PUTUSAN
Nomor : 560/Pdt.G/2015/PN.SBY
TENTANG DUDUK PERKARANYA

 Bahwa nyonya EMMY MARIA LEZANA (dahulu bernama LIE EMMY NIO) telah
meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 2 Agustus 2009, sebagaimana kutipan
Akta Kematian Warga Negara Indonesia yang dikeluarkan oleh Kepala Suku
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Administrasi Jakarta Pusat pada
tanggal 10 Agustus 2009, Nomor : 803/KMJ/JP/2009
 Bahwa almarhumah nyonya EMMY MARIA LEZANA (selanjutnya disebut juga
sebagai PENINGGAL WARIS) telah kawin, perkawinannya yang pertama dan
terakhir dengan tuan dokter TJIONG NJAN HAN pada tanggal 3 Mei 1935,
tanpa membuat perjanjian kawin ; Dalam perkawinan itu telah dilahirkan 2 (dua)
orang anak, yaitu :
1) Tuan TJIONG OEN DJIEN (PENGGUGAT dalam hal ini), lahir di Sittard-
Geleen pada tanggal 6 Juli 1936 ;
2) Tuan LEO ALPHONS SADHAKA (dahulu bernama TJIONG OEN LEE,
TERGUGAT dalam hal ini), lahir di Sukabumi pada tanggal 15 Desember
1939 ;
Selain kedua anak tersebut diatas, almarhumah nyonya EMMY MARIA LEZANA
tidak mempunyai anak adopsi, anak angkat maupun anak luar nikah yang diakui
sah ; Selanjutnya, almarhumah nyonya EMMY MARIA LEZANA telah bercerai
dengan tuan dokter TJIONG NJAN HAN pada tanggal 9 Juni 1959, sebagaimana
ternyata dari Akte Pertjeraian yang dikeluarkan oleh Pegawai luar biasa Tjatatan
Sipil Kabupaten Ngandjuk pada tanggal 12 Juni 1959 nomor : Satu ; (Dikutip dari :
KETERANGAN WARISAN Nomor : 72/XII/2010 tertanggal 9 Desember 2010,
 Bahwa berdasarkan uraian seperti tersebut diatas, maka telah terdapat fakta hukum
yaitu: 2 (dua) ANAK KANDUNG yang sekaligus merupakan AHLI WARIS dari
almarhumah nyonya EMMY MARIA LEZANA adalah 1) Tuan TJIONG OEN
DJIEN (PENGGUGAT dalam hal ini) ;
2) Tuan LEO ALPHONS SADHAKA (dahulu bernama TJIONG OEN LEE,
TERGUGAT dalam hal ini)
 Bahwa selanjutnya, terdapat akta wasiat atas nama PENINGGAL WARIS (EMMY
MARIA LEZANA, dalam hal ini) dengan Akta WASIAT Nomor : 11 tertanggal 30
Januari 2006, dibuat dihadapan HENNY KURNIA TJAHJA Sarjana Hukum, notaris
di Jakarta, yang bunyinya sebagai berikut :
“ Saya tarik kembali (cabut) dan hapuskan semua Wasiat dan semua surat (surat) lain
yang berkekuatan wasiat yang pernah saya buat sebelum pembuatan wasiat ini, tidak
ada yang dikecualikan ”.
- Saya hibah wasiatkan, kepada anak saya, yaitu :
“LEO ALPHONS SADHAKA, atas sebidang tanah Hak Milik nomor 842/Petojo
Utara, terletak di dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Wilayah Jakarta Pusat,
Kecamatan Gambir, Kelurahan Petojo Utara, seluas 559 m2 (lima ratus lima puluh
sembilan meter persegi), sebagaimana ternyata dari Surat Ukur tertanggal 07-03-1981
(tujuh maret seribu Sembilan ratus delapan puluh satu) nomor : 358/1981 yang
sertipikat haknya dikeluarkan oleh Kepala Kantor Agraria, pada tanggal 17-03-1981
( tujuh belas maret seribu sembilan ratus delapan puluh satu), tercatat atas nama :
Nyonya EMMY MARIA LEZANA, setempat dikenal sebagai Jalan Semboja
nomor : 14”
 Bahwa PENGGUGAT adalah salah satu ahli waris almarhumah nyonya EMMY
MARIA LEZANA yang memiliki bagian mutlak (legitime portie) yang dijamin dan
dilindungi hak-haknya berdasarkan Undang-undang ;
Hal tersebut juga telah sesuai dan diatur dalam Pasal 920 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek / BW), yang berbunyi :
“ Terhadap segala pemberian atau penghibahan, baik antara yang masih hidup,
maupun dengan surat wasiat yang mengakibatkan menjadi kurangnya bagian
mutlak dalam suatu warisan, bolehlah kelak dilakukan pengurangan, bilamana
warisan itu jatuh meluang, akan tetapi hanyalah atas tuntutan para waris mutlak
dan ahli waris atau pengganti mereka “ ;
Dengan demikian telah terdapat fakta hukum bahwa akta WASIAT pada tanggal
30 Januari 2006 nomor 11 sebagaimana tersebut diatas telah melanggar bagian
mutlak (legitime portie) untuk PENGGUGAT, sehingga PENGGUGAT melalui
gugatan perkara a quo menuntut bagian mutlak (legitime portie) yang seharusnya
menjadi hak dari PENGGUGAT

Anda mungkin juga menyukai