Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN HUKUM WARIS KUHPERDATA

Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai kekayaan karena wafatnya
seseorang, mengenai pemindahan kekayaan yang di tinggalkan oleh si pewaris.

Pengaturan Hukum Waris


Hukum waris dalam KUH Perdata diatur dari Pasal 830-1130 KUHPerdata

Unsur Pewarisan
1. Adanya pewaris
2. Adanya harta warisan
3. Adanya ahli waris

Para Pihak dalam Hukum Waris


Pewaris : Pihak yang menurunkan warisan
Ahli Waris : Pihak yang menerima warisan

Cara mendapatkan Waris


Ada dua jalur untuk mendapatkan warisan secara adil, yaitu melalui pewarisan
absentantio dan pewarisan testamentair.
1. Pewarisan absentantio merupakan warisan yang didapatkan berdasarkan
undang-undang. Dalam hal ini sanak keluarga pewaris (almarhum yang
meninggalkan warisan) adalah pihak yang berhak menerima warisan. Mereka
yang berhak menerima dibagi menjadi empat golongan, yaitu anak, istri atau
suami, adik atau kakak, dan kakek atau nenek.
2. Pewarisan secara testamentair/wasiat merupakan penunjukkan ahli waris
berdasarkan surat wasiat. Dalam jalur ini, terdapat pernyataan seseorang
tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia suatu saat nanti
yang oleh si pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih
hidup sesuai dengan KUHPer Pasal 992. Cara pembatalannya harus dengan
wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris. Syarat pembuatan surat wasiat ini
berlaku bagi mereka yang sudah berusia 18 tahun atau lebih dan sudah menikah
meski belum berusia 18 tahun. Yang termasuk golongan ahli waris berdasarkan
surat wasiat adalah semua orang yang ditunjuk oleh pewaris melalui surat wasiat
untuk menjadi ahli warisnya.

Prinsip Pewarisan
1. Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila
terjadinya suatu kematian. (Pasal 830 KUHPerdata);
2. Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami
atau isteri dari pewaris. (Pasal 832 KUHPerdata), dengan ketentuan mereka
masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia. Artinya, kalau
mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia, maka suami/isteri
tersebut bukan merupakan ahli waris dari pewaris.

Golongan Ahli Waris


1. Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya (Pasal 852
KUHPerdata);

2. Golongan II: orang tua dan saudara kandung Pewaris;

3. Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris;

4. Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak
ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris,
saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam
dihitung dari pewaris.

Pihak yang tidak dapat menerima Warisan


1. Orang yang dengan putusan hakim telah telah dinyatakan bersalah dan dihukum
karena membunuh atau telah mencoba membunuh pewaris. (Pasal 838 ayat 1
KUHPer);
2. Orang yang menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan surat wasiat atau
dengan memakai kekerasan telah menghalang-halangi pewaris untuk membuat
surat wasiat menurut kehendaknya sendiri. (Pasal 838 ayat 3 KUHPer);
3. Orang yang karena putusan hakim telah terbukti memfitnah orang yang
meninggal dunia dan berbuat kejahatan sehingga diancam dengan hukuman lima
tahun atau lebih. (Pasal 838 ayat 2 KUHPer);
4. Orang yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat dari
pewaris. Dengan dianggap tidak patut oleh undang-undang bila warisan sudah
diterimanya maka ahli waris terkait wajib mengembalikan seluruh hasil dan
pendapatan yang telah dinikmatinya sejak ia menerima warisan. (Pasal 838 ayat
4 KUHPer).
RANGKUMAN HUKUM BENDA KUHPERDATA

Hukum benda adalah hukum yang mengatur atas benda. Menurut Soediman
Kartohadiprodjo, pengertian hukum benda adalah semua kaidah hukum yang
mengatur apa yang diartikan dengan benda dan mengatur hak-hak atas benda. Sri
Soedewi Masjchun Sofwan menerangkan bahwa sistem pengaturan dalam hukum
benda ini adalah bersifat tertutup. Hal itu berarti, hak-hak kebendaan baru tidak
dapat dilakukan, selain yang sudah ditetapkan dalam undang-undang.

Klasifikasi Benda
Menurut Sri Soedewi Masjchun Sofwan klasifikasi hukum benda adalah sebagai
berikut:
1. Barang yang berwujud dan barang tidak berwujud.
2. Barang yang bergerak dan barang yang tidak bergerak.
3. Barang yang dapat dipakai habis dan barang yang tidak dapat dipakai habis.
4. Barang yang sudah ada dan barang yang masih akan ada.
5. Barang dalam perdagangan dan barang di luar perdagangan.
6. Barang yang dapat dibagi dan barang yang tidak dapat dibagi.
Berdasarkan Undang-undang sebagaimana dimaksud Soebekti klasifikasi hukum
benda adalah sebagai berikut:
1. Benda yang dapat diganti dan tidak dapat diganti.
2. Benda yang dapat diperdagangkan dan benda yang tidak dapat diperdagangkan.
3. Benda yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.
4. Benda yang bergerak dan tidak bergerak.
Berdasarkan Undang-undang sebagaimana dimaksud Djaja S. Meliala klasifikasi
hukum benda adalah sebagai berikut:
1. Benda berwujud dan tidak berwujud (Pasal 503 KUH Perdata).
2. Benda bergerak dan tidak bergerak (Pasal 504 KUH Perdata).
3. Benda dapat dipakai habis dan tidak dapat dipakai habis (Pasal 505 KUH
Perdata).
4. Benda yang sudah ada dan benda yang akan ada (Pasal 1334 KUH Perdata).
5. Benda dalam perdagangan dan di luar perdagangan (Pasal 537, 1444, dan 1445
KUH Perdata)
6. Benda yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi (Pasal 1296 KUH Perdata).
7. Benda terdaftar dan tidak terdaftar (UU Hak Tanggungan, Fidusia).
8. Benda atas nama dan tidak atas nama (Pasal 613 KUH Perdata, UUPA, dan PP
24/1997).

Asas-Asas Hukum Benda


Berikut adalah asas-asas hukum benda menurut Sri Soedewi Masjchun Sofwan:
1. Merupakan hukum memaksa atau dwingendrecht: suatu benda hanya dapat
diadakan hak kebendaannya sebagaimana disebutkan dalam undang-undangan.
2. Dapat dipindahkan: semua hak kebendaan dapat dipindahtangankan, kecuali
hak pakai dan hak mendiami.
3. Asas individualiteit: objek dari hak kebendaan adalah suatu barang yang dapat
ditentukan. Dengan kata lain orang tidak dapat mempunyai hak kebendaan
selain barang yang ditentukan, baik jenis dan jumlahnya.
4. Asas totaliteit: hak kebendaan selalu melekat atas keseluruhan daripada
objeknya. Dengan kata lain, yang memiliki hak kebendaan berarti memiliki hak
kebendaan atas keseluruhan barang dan atas bagian-bagiannya. Lalu, jika
benda itu sudah lebur dalam benda lain, hak kebendaan atas benda yang
pertama (sebelum lebur) menjadi lenyap, namun ada beberapa konsekuensi lain
sebagaimana diatur dalam KUH Perdata, misalnya milik bersama atas barang
baru (Pasal 607 KUH Perdata); leburnya benda itu dalam benda lain (Pasal 602,
606, dan 608 KUH Perdata); dan ada hubungan hukum antara kedua pemilik
yang bersangkutan (lihat Pasal 714, 725, dan 1567 KUH Perdata).
5. Asas tidak dapat dipisahkan: pemilik tidak dapat memindahtangankan
sebagian hak kebendaan yang ada padanya.
6. Asas prioriteit: semua hak kebendaan memberikan kewenangan yang sejenis
dengan kewenangan dari eigendom, sekalipun luasnya berbeda.
7. Asas percampuran: hak kebendaan terbatas wewenangnya. Hanya mungkin
atas benda orang lain, dan tidak mungkin atas hak miliknya sendiri.
8. Asas perlakuan yang berlainan terhadap benda bergerak dan benda tidak
bergerak: berhubungan dengan penyerahan, pembebanan, bezit, dan
kedaluarsa benda bergerak dan benda tidak bergerak berlainan.
9. Asas publicitet: penyerahan benda yang tidak bergerak berlaku kewajiban untuk
didaftarkan dalam pendaftaran (register) umum. Sedangkan untuk benda yang
bergerak, cukup diserahkan, tanpa pendaftaran dalam pendaftaran umum.
10. Sifat perjanjian: orang yang mengadakan hak kebendaan, misalnya hak
memungut hasil, gadi, hipotek, dan lain-lain sama halnya sedang mengadakan
perjanjian. Dalam arti ini, perjanjian yang diadakan adalah perjanjian untuk
mengadakan hak kebendaan.

Anda mungkin juga menyukai