Anda di halaman 1dari 4

Pembagian Harta Waris Menurut

Hukum Perdata
Pembagian harta waris menurut hukum perdata umumnya digunakan oleh mereka
yang beragama selain islam. Berikut ulasannya.

Di Indonesia, ada tiga jenis hukum waris yang digunakan dalam pembagian warisan, yakni
hukum waris Islam, hukum waris adat, dan hukum perdata atau KUH Perdata. Pembagian
harta waris menurut hukum perdata atau KUH Perdata merupakan cara pembagian waris
yang umumnya dilakukan oleh mereka yang bukan beragama Islam.

Pengertian Warisan dan Unsur Hukum Waris

Wirjono Prodjodikoro dalam Hukum Warisan di Indonesia menerangkan bahwa warisan


adalah perihal apakah dan bagaimana hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada
waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.

Dari definisi tersebut, Prodjodikoro menjelaskan bahwa ada tiga unsur yang dapat ditarik dari
pembahasan tentang pembagian harta waris menurut hukum perdata:

1. Seorang peninggal warisan atau erflater meninggalkan kekayaan sewaktu wafat.


2. Seorang atau beberapa orang ahli waris atau erfgenaam yang berhak menerima
kekayaan yang ditinggalkan.
3. Harta warisan adalah wujud kekayaan yang ditinggalkan dan beralih kepada ahli
waris.

Baca juga:

 Aturan Hukum Ahli Waris Menerima Utang Piutang dari Pewaris yang Sudah
Meninggal
 Hak Waris Cucu Bila Orang Tua Sudah Wafat Sebelum Pewaris
 Aturan Hukum Ahli Waris Tolak Warisan dan Prosedur Menolak Warisan

Hukum Waris Perdata di Indonesia dan Ciri-Cirinya

Pembagian harta waris menurut hukum perdata merupakan cara pembagian waris tertua yang
ada di Indonesia. Diterangkan Indah Sari dalam Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, hukum
waris perdata merupakan hukum yang tertua di Indonesia karena didasarkan kepada BW
atau Burgerlijk Wetboek voor Indonesie yang diberlakukan sejak 1848 dengan asas
konkordansi.

Asas tersebut bermakna apapun peraturan yang diberlakukan di Belanda, diberlakukan pula
di daerah jajahannya, termasuk Hindia Belanda (Indonesia). Lalu, bagaimana pembagian
harta warisnya? Penting untuk diketahui bahwa hukum waris perdata tidak membedakan
besaran waris bagi laki-laki atau perempuan.

Dalam hukum waris perdata, hak laki-laki dan perempuan dalam hal waris dinilai setara. Hak
waris diutamakan kepada keluarga, baik sedarah atau karena perkawinan. 
Untuk mempermudah pemahaman mengenai pembagian harta waris menurut hukum perdata,
berikut sejumlah ciri-ciri hukum waris perdata sebagaimana diterangkan Indah Sari dalam
penelitiannya.

1. Dasar hukumnya adalah KUH Perdata.


2. Diperuntukan bagi nonmuslim.
3. Mewaris dari pihak bapak dan ibu atau bilateral.
4. Tidak ada perbedaan bagian untuk laki-laki atau perempuan.
5. Ahli waris adalah orang yang terdekat dengan pewaris.
6. Mewaris secara pribadi, tidak berkelompok.
7. Terbukanya warisan ketika si pewaris meninggal dunia.
8. Apabila ada sengketa, diselesaikan di Pengadilan Negeri.

Cara Memperoleh Warisan dalam KUH Perdata

Pembagian harta warisan menurut KUH Perdata hanya dapat terjadi karena kematian.
Diterangkan Wahyono Darmabrata (dalam Nugroho, 2017:68), pembagian harta waris
menurut hukum perdata dapat dilakukan dengan dua cara, antara lain:

1. Berdasarkan ketentuan undang-undang atau ab-intestato yang mana ahli waris telah


diatur dalam undang-undang untuk mendapatkan bagian dari warisan karena adanya
hubungan kekeluargaan atau hubungan darah dengan orang yang meninggal.
2. Berdasarkan testament atau wasiat yang mana ahli waris ditunjuk atau ditetapkan
dalam surat wasiat yang ditinggalkan.

Golongan Ahli Waris dalam KUH Perdata

Ada empat golongan dalam pembagian harta waris menurut hukum perdata. Diterangkan
dalam Empat Golongan Ahli Waris Menurut KUH Perdata, penggolongan tersebut
menunjukkan ahli waris yang urutannya didahulukan. Atau dengan kata lain, jika ada
golongan pertama, maka golongan di bawahnya tidak dapat mewarisi harta warisan yang
ditinggalkan.

Golongan yang dimaksud, antara lain:

 Golongan I terdiri dari suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak sah, serta
keturunannya.
 Golongan II terdiri dari ayah, ibu, saudara, dan keturunan saudara.
 Golongan III terdiri dari kakek, nenek, dan saudara dalam garis lurus ke atas.
 Golongan IV terdiri dari saudara dalam garis ke samping, misalnya paman, bibi,
saudara sepupu, hingga derajat keenam.

Ahli Waris yang Dilarang dalam KUH Perdata

Ketentuan Pasal 838 KUH Perdata menerangkan bahwa ada empat kategori orang-orang


yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris. Orang-orang yang masuk dalam
kategori ini tidak akan mendapat warisan dalam pembagian harta waris menurut hukum
perdata. Mereka yang dimaksud, antara lain:
1. orang yang telah dijatuhi hukuman membunuh atau mencoba membunuh orang yang
meninggal (pewaris);
2. orang yang pernah dijatuhkan atau dipersalahkan karena memfitnah pewaris telah
melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau
hukuman yang lebih berat lagi;
3. orang yang menghalangi orang yang meninggal (pewaris) dengan kekerasan atau
perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; dan
4. orang yang telah menggelapkan, memusnahkan, atau memalsukan wasiat orang yang
meninggal (pewaris).

Pembagian harta waris menurut hukum perdata merupakan pembagian waris yang didasarkan
pada KUH Perdata. Dalam hukum waris ini, ada empat golongan waris. Jika ahli waris di
golongan satu tidak ada, warisan akan diberikan kepada golongan dua, dan seterusnya.

Hukum Waris Perdata


Pasal yang mengatur tentang waris sebanyak 300 pasal, yang dimulai dari Pasal
830 s/d Pasal 1130 KUHPerdata. Disamping itu waris juga diatur pada Inpres no. 1
Tahun 1991. Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai kekayaan
seseorang setelah ia meninggal, mengenai bagaimana memindahkan kekayaan
seseorang setelah ia tiada.

Terdapat tiga unsur pada warisan yakni,


1. Adanya pewaris;
2. Adanya ahli waris; dan
3. Harta warisan. Harta warisan adalah berupa hak dan kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang.

Dalam Pasal 830 KUHPerdata yang ditentukan sebagai ahli waris adalah:
a. Para keluarga sedarah, baik syah maupun luar kawin (Pasal 852 perdata)
b. Suami atau istri yang hidup terlama Berdasarkan penafsiran ahli waris menurut
UU dibagi kedalam 4 (empat) golongan:
– Golongan pertama, terdiri dari suami/istri dan keturunannya;
– Golongan kedua, terdiri dari orang tua, saudara, dan keturunan saudara;
– Golongan ketiga, terdiri dari sanak keluarga lain-lainnya;
– Golongan keempat, terdiri dari sanak keluarga lainnya dalam garis menyimpang
sampai dengan derajat keenam.

Jadi, pembagian waris menurut sistem hukum perdata ini yang diutamakan adalah
golongan pertama sebagai ahli waris yang berhak menerima warisan. Pembagian
warisan menurut hukum perdata tidak membedakan bagian antara laki-laki dan
perempuan. Dengan demikian dalam dilakukan secara seimbang.

Hukum Waris Adat


Hukum waris adat adalah hukum lokal yang terdapat di suatu daerah ataupun suku
tertentu yang berlaku, diyakini dan dijalankan oleh masyarakat-masyarakat daerah
tersebut. Hukum waris adat di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh susunan
masyarakat kekerabatannya yang berbeda. Hukum waris adat tetap dipatuhi dan
dilakukan oleh masyarakat adatnya terlepas dari Hukum waris adat tersebut telah
ditetapkan secara tertulis maupun tidak tertulis. Berdasarkan hukum waris adat
dikenal beberapa macam sistem pewaris, yaitu:

Sistem keturunan: pewaris berasal dari keturunan bapak atau ibu ataupun
keduanya.
a. Sistem individual: setiap ahli waris mendapatkan bagisannya masing-masing.
b. Sistem kolektif: ahli waris menerima harta warisan tetapi tidak dapat dibagi-
bagikan penguasaan ataupun kepemilikannya. Setiap ahli waris hanya mendapatkan
hak untuk menggunakan ataupun mendapatkan hasil dari harta tersebut.
c. Sistem mayorat: harta warisan diturunkan kepada anak tertua sebagai pengganti
ayah dan ibunya.

Hukum waris adat tidak mengenal adanya hak bagi waris untuk sewaktu-waktu
menuntut agar harta warisan dibagikan kepada para waris sebagaimana disebut
dalam alinea kedua dari pasal 1066 KUHPerdata atau juga menurut hukum waris
Islam. Akan tetapi jika si waris mempunyai kebutuhan atau kepentingan, sedangkan
ia berhak mendapat waris, maka ia dapat saja mengajukan permintaannya untuk
dapat menggunakan harta warisan dengan cara bermusyawarah dan bermufakat
dengan para waris lainnya.

Pada intinya pembagian warisan berdasarkan Hukum Waris Adat sangat beragam
tergantung ketentuan suatu Adat tersebut dengan tetap memperhatikan prinsip
keadilan antara para ahli waris.

Anda mungkin juga menyukai