REFERENSI:
1. Prof. R. Subekti, SH - Perbandingan Hukum Perdata
2. Dr. Beni Ahmad Saebani, M.Si - Perbandingan Hukum Perdata
Dewi Mayaningsih, SH., MH & Ai Wati, SSy
PERBANDINGAN HUKUM
TENTANG KONTRAK MENURUT BEBERAPA NEGARA
A. Pengertian kontrak
Kontrak adalah perjanjian dua orang atau lebih untuk melakukan atau
tidak melakukan perbuatan tertentu , biasanya secara tertulis. Kontrak dalam
pengertian yang lebih luas dinamakan juga istilah perjanjian.
Dalam kontrak para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang
diperjanjikan berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakannya, sehingga
perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut dengan
perikatan (verbintenis).
Pengertian tentang kontrak banyak didefinisikan oleh para ahli:
Menurut Van Dunne, bahwa hukum kontrak tidak hanya mengkaji kontrak
pada tahap kontraktual, tetapi juga mencakup tahap pra contractual (adalah
tahap penawaran/offer dan penerimaan/acceptance) dan post contractual
( adalah pelaksanaan perjanjian).
Definisi kontrak dalam literature hukum kontrak Common Law adalah
serangkaian janji, yang memiliki akibat hukum dan apabila terjadi pelanggaran,
pelakunya dapat dituntut ke pengadilan.
Berdasarkan ketentuan umum hukum kontrak Belanda, Kontrak adalah
perbuatan hukum (juridical act) yang dibuat secara formalitas, dimungkinkan dan
diijinkan oleh hukum serta harus diungkapkan adanya niat dari satu atau dua
pihak secara bersama-sama. Kontrak tersebut bertujuan menciptakan akibat
hukum untuk kepentingan satu pihak dengan pihak lainnya.
Esensi kontrak adalah perjanjian (agreement). Subekti mendefinisikan
Kontrak adalah sebagai peristiwa yang didalamnya seseorang berjanji kepada
orang lain untuk melaksanakan sesuatu.
Didalam KUHPerdata, istilah yang lazim digunakan untuk menyebut
kontrak,yaitu perjanjian. Pengertian Perjanjian tercantum dalam Pasal 1313
KUHPerdata. Perjanjian adalah: “Suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
1.
Pengertian kontrak yang tepat dan ringkas yang diungkapkan oleh Pollock,
definisi kontrak sebagai suatu perjanjian yang menyebabkan hukum dapat
diberlakukan baginya (promises which the law will enforce).
Ciri khas penting dari kontrak adalah adanya kesepakatan bersama (mutual
consent) para pihak. Kesepakatan ini bukan hanya merupakan karakteristik dalam
pembuatan kontrak, melainkan juga merupakan niat yang diungkapkan kepada
pihak lain.
Menurut Henry P. Panggabean bahwa perkembangan hukum perjanjian
dapat dilihat dari berbagai ketentuan peraturan perundangan dan penerapan
asas-asas hukum perjanjian yang dikaitkan dengan praktek pengadilan.
Sudikno Mertokusumo mengajukan 3 asas perjanjian yang dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Asas konsensualisme, yaitu persesuaian kehendak (berkaitan dengan
lahirnya perjanjian);
2. Asas kekuatan mengikatnya perjanjian (berhubungan dengan akibatnya
perjanjian);
3. Asas kebebasan berkontrak (berhubungan dengan isi perjanjian).
Hukum Romawi tidak mengenal kebebasan berkontrak, bahwa perjanjian
yang sempurna tidak cukup dengan persesuaian kehendak saja, kecuali dalam 4
hal, yaitu perjanjian jual beli, sewa menyewa, persekutuan perdata dan
memberi beban atau perintah (lastgeving).
Selain ke 4 jenis pejanjian itu, semua perjanjian harus dilakukan dengan syarat
tertentu yang disebut causa civilis oligandi, yaitu mencapai kesepakatan harus
disertai dengan kata-kata suci (verbis), tulisan tertentu (literis) dan penyerahan
suatu benda (re).
Dalam perkembangannya, kebebasan berkontrak dapat menimbulkan
ketidakadilan, karena untuk mencapai asas kebebasan berkontrak harus
didasarkan pada posisi tawar menawar (bargening position) para pihak yang
seimbang.
Kenyataannya hal tersebut sulit (jika dikatakan tidak mungkin) dijumpai adanya
kedudukan posisi tawar menawar yang benar-benar seimbang atau sejajar.
Pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih tinggi sering memaksakan
kehendaknya. Dengan posisi demikian, ia dapat mendikte pihak lainnya untuk
mengikuti kehendaknya dalam perumusan isi perjanjian.
Dalam keadaan demikian, pemerintah atau negara melakukan intervensi atau
pembatasan kebebasan berkontrak dengan tujuan untuk melindungi pihak yang
lemah. Pembatasan tersebut dapat dilakukan melalui peraturan perundang-
undangan dan putusan pengadilan.
Pada negara-negara dengan sistem Common Law, kebebasan berkontrak
juga dibatasi dengan undang-undang dan public policy.
Hukum Perjanjian Indonesia juga membatasi kebebasan berkontrak
dengan ketentuan undang-undang, keteriban umum dan kesuasilaan.
Pembatasan ini dikaitkan dengan kausa (suatu sebab) yang halal dalam perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1337 KUHPerdata, suatu sebab adalah terlarang apabila
dilarang oleh undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Setiawan menambahkan 2 hal lagi yang dapat membatasi kebebasan
berkontrak, yaitu:
1. Semakin banyak perjanjian yang dibuat dalam bentuk baku yang mendorong
pihak kreditur aras dasar take it or leave it. Disini tidak ada kesempatan bagi
debitur untuk turut serta menentukan isi perjanjian;
2. Semakin berkembangnya peraturan perundangan di bidang ekonomi turut
membatasi kebebasan berkontrak. Perjanjian itu merupakan mandatory rules
of a public nature. Peraturan-peraturan tersebut bahkan membuat ancaman
kebatalan perjanjian di luar adanya paksaan, kesesatan, dan penipuan yang
sudah dikenal dalam hukum perjanjian.
Dengan munculnya aturan tentang kontrak, maka muncul juga aturan
mengenai hukum kontrak. Hukum Kontrak merupakan bagian dari hukum
perdata (privat), karena pelanggaran terhadap kewajiban yang ditentukan dalam
kontrak hanya menjadi urusan pihak-pihak yang berkontrak.
Hukum kontrak terbagi dalam 2 macam, yaitu hukum kontrak nominaat dan
hukum kontrak innominaat.
Hukum kontrak nominaat adalah ketentuan hukum yang mengkaji berbagai
kontrak atau perjanjian yang dikenal dalam KUHPerdata. Sedangkan hukum
kontrak innominaat adalah keseluruhan kaidah hukum yang mengkaji berbagai
kontrak yang timbul, tumbuh dan hidup di dalam masyarakat, dan kontrak ini
belum dikenal pada saat KUHPerdata diundangkan.
Raung lingkup hukum kontrak yaitu berbagai kontrak yang muncul dan
berkembang dalam masyarakat, seperti kontrak production sharing, join ventur,
kontrak karya, kontrak Rahim dan lain-lain.
B. Sistem pengaturan kontrak
Sistem pengaturan hukum kontrak adalah system terbuka (open system),
yaitu setipa orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur
maupun yang belum diatur dalam undang-undang.
Kontrak dilakukan dengan cara mengadakan perjanjian, yang meliputi
beberapa hal:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya;
4. Menentukan isi perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
REFERENSI:
1. Dr. Beni Ahmad Saebani, M.Si - Perbandingan Hukum Perdata
Dewi Mayaningsih, SH., MH & Ai Wati, SSy