Anda di halaman 1dari 24

RESUME TENTANG HUKUM WARIS

PERDATA BARAT DAN WASIAT

Disusun Sebagai Tugas Hukum Perdata

Oleh:

SUHARMEIKY
NO. BP. 2233051

Dosen Pengampu:

Dr. Bisma Putra Pratama, S.E., S.H., M.H.

KONSENTRASI HUKUM PIDANA

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS EKASAKTI
PADANG
2023
DAFTAR ISI

Daftar Isi …………………………………………………………………………………… 2

Hukum Waris Perdata Barat

1. Pengertian Hukum Waris …………………………………………………………….3

2. Sifat Hukum Waris ………………………………………………………………….. 5

3. Subjek Hukum Waris ……………………………………………………………….. 6

4. Pihak Ketiga Yang Tersangkut Dalam Warisan ……………………………………. 7

5. Hak Dan Kewajiban Pewaris Dan Ahli Waris ……………………………………… 8

6. Pembagian Warisan ……………………………………………………………….....11

7. Objek Hukum Waris …………………………………………………………………13

8. Legitime Portie ……………………………………………………………………...13

9. Harta Warisan Yang Tidak Terurus …………………………………………….......14

10. Ahli Waris Yang Tidak Patut Menerima Harta Warisan ……………………………15

Wasiat (Testamen) Menurut KUHPerdata

1. Pengertian Wasiat ………………………………………………………………….17

2. Syarat-Syarat Wasiat ………………………………………………………………18

3. Batasan Wasiat ……………………………………………………………………..21

4. Batalnya Wasiat ……………………………………………………………………21

Daftar Referensi Bacaan

2
HUKUM WARIS PERDATA BARAT

1. Pengertian Hukum Waris

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata, belu terdapat

kodifikasi. Hal ini berati bahwa bagi berbagai golongan penduduk Indonesia masih berlku

hukum yang berbeda-beda, seperti:

1. Hukum waris Adat, sampai saat sekarang hukum waris adat pada masing-masing

daerah masih diatur secara berbeda-beda

2. Hukum waris Islam, bagi mereka yang bneragama islam (sebagian penduduk

Indonesia yang beragama islam). Hukum wris islam ini diatur dalam instruksi

Presiden No;1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (Pasal 171-214 KHI)

3. Hukum waris Barat, bagi mereka yang tunduk pada Hukum Perdata Barat, berlaku

ketentua dalam KUHPerdata (BW).

Hukum waris diatur bersama-sama dengan hukum benda, alasannya:

a. Hukum waris dianggap sebagai suatu hak kebendaan (Pasal 528 KUHPerdata)

b. Hukum waris merupakan salah satu cara yang ditentukan secara limitative oleh

UU untuk memperoleh hak milik (Pasal 584 KUHPerdatta))

Hukum waris perdata atau yang sering disebut hukum waris barat berlaku untuk

masyarakat nonmuslim, termasuk warga negara Indonesia keturunan, baik Tionghoa maupun

Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).

3
Hukum waris perdata menganut sistem individual di mana setiap ahli waris mendapatkan atau

memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing.

Hukum waris diatur di dalam Buku II KUHPer. Pasal yang mengatur tentang waris

sebanyak 300 pasal, yang dimulai dari Pasal 830 KUHPer sampai dengan Pasal 1130

KUHPer. Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai kekayaan karena wafatnya

seseorang, mengenai pemindahan kekayaan yang di tinggalkan oleh si pewaris. Terdapat tiga

unsur di dalam warisan yaitu:

1. Adanya pewaris

2. Adanya harta warisan

3. Adanya ahli waris

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menegaskan pembagian harta

warisan baru bisa dilakukan apabila terjadi kematian. Ada dua jalur untuk mendapatkan

warisan secara adil, yaitu melalui pewarisan absentantio dan pewarisan testamentair.

Pewarisan absentantio merupakan warisan yang didapatkan berdasarkan undang-undang.

Dalam hal ini sanak keluarga pewaris (almarhum yang meninggalkan warisan) adalah pihak

yang berhak menerima warisan. Mereka yang berhak menerima dibagi menjadi empat

golongan, yaitu anak, istri atau suami, adik atau kakak, dan kakek atau nenek.

Sedangkan pewarisan secara testamentair/wasiat merupakan penunjukkan ahli waris

berdasarkan surat wasiat. Dalam jalur ini, terdapat pernyataan seseorang tentang apa yang

dikehendakinya setelah ia meninggal dunia suatu saat nanti yang oleh si pembuatnya dapat

diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai dengan KUHPer Pasal 992. Cara

4
pembatalannya harus dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris. Syarat pembuatan

surat wasiat ini berlaku bagi mereka yang sudah berusia 18 tahun atau lebih dan sudah

menikah meski belum berusia 18 tahun. Yang termasuk golongan ahli waris berdasarkan surat

wasiat adalah semua orang yang ditunjuk oleh pewaris melalui surat wasiat untuk menjadi

ahli warisnya.

2. Sifat Hukum Waris

Hukum waris yang ada dab berlaku di Indonesia sampai saat ini masih belu

merupakan unifikasi hukum. Bentuk dan system hukum waris sangat erat kaitannya dengan

bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan. Sedangkan sisten kekeluargaan pada masyarakat

Indonesia, berpokok pangkal pada system menarik garis keturunan yang pada dasarnya

dikenal ada tiga macam system keturunan. Bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan yang

terdapat di Indonesia menurut system keturunan, yaitu :

1. System patrilineal/sifat kebapaan Pada prinsipnya system yang menarik garis

keturunan ayah atau garis keturunan nenek moyanmgnya yang laki-laki. System

ini di Indonesia terdapat pada masyarakat di Tanah Gayo, Alas, Batak,

Ambon,Irian Jaya, Timor, dan Bali.

2. System matrilineal/sifat keibuan System yang menarik garis keturunan dari nenek

moyang perempuan. Kekeluargaan yang bersifat keibuan ini di Indonesia hanya

terdapat dp satu daerah, yaitu Minangkabau

3. System bilateral atau parental/sifat kebapak-ibuan Menarik garis keturunan baik

melalui garis bapak maupun garis ibu sehingga dalam kekeluargaan semacam ini

pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara pihak ibu dan pihak ayah : Jawa,

5
Madura, Sumatera Timur, Seluruh Sulawesi, Ternate, Lombok, Riau, Aceh,

Sumatera Selatan.

3. Subyek Hukum Waris

1. Pewaris :

orang yang meninggal dan meninggalkan harta benda/kekayaan. Inilah adalah merupakan

syarat sebagai pewaris yaitu adanya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi pada pihak

ketiga, yang dapat dinilai dengan uang

2. Ahli waris :

a. Ahli waris berdasarkan kedudukan sendiri (uit eigen hoofed) atau mewaris secara

langsung,misalnya jika ayah meninggal, maka sekalian anak-anaknya tampil sebagai ahli

waris. Menurut KUHPerdata penggolongan ahli waris ini, adalah :

a.1. Golongan pertama, yaitu anak-anak beserta keturunannya dalam garis lurus kebawah.

Mulai tahun 1935 hak mewaris suami atau istri yang hidup terlama disamakan dengan

seorang anak yang sah (Pasal 852a KUHPerdata)

a.2. Golongan kedua, orang tua dan saudara-saudara pewaris; pada asasnya bagian orang

tua disamakan dengan bagian saudara-saudara pewaris, tetapi ada jaminan di mana bagian

orang tua tidak boleh kurang dari seperempat hartapeninggalan

a.3. Golongan ketiga, Pasal 853 dan Pasal 854 KUHPerdata, dalam hal tidak ada gol.

Pertama dan gol. Kedua, maka harta peninggalan harus dibagi menjadi dua (kloving),

setengah bagian untuk kakek-nenek pihak ayah, dan setelah lagi untuk kakek-nenek dari

pihak ibu

6
a.4. go;ongan ke empat, sanak keluarga si pewaris dalam garis menyimpang sampai derajat

ke enam.

b. Ahli waris berdasarkan penggantian (bij plaatsvervulling), disebut juga sabagai ahli waris

tidak langsung (cucu-cucu pewaris)

b.1. Penggantian dalam garis lurus ke bawah, Pasal 848 KUHPerdata : hanya orang-orang

yang telah mati saja yang dapat digantikan

b.2. Penggantian dalam garis ke samping, tiap saudara kandung/tiri yang meninggal lebih

dulu digantikan oleh sekalian anaknya

b.3. Penggantian dalam garis samping, juga melibatkan penggantian anggotaanggota

keluarga yang lebih jauh, misalnya paman/keponakan, jika meninggal lebih dulu

digantikan oleh turunannya

c. Pihak ketiga yang bukan ahli waris dapat menikmati harta peninggalan, dalam hal ini

kemungkinan timbul karena KUHPerdata terdapat ketentuan tentang pihak ketiga yang bukan

ahli waris, tetapi dapat menikmati harta peninggalan pewaris berdasarkan suatu

testament/wasiat

4. Pihak ketiga yang tersangkut dalam warisan

Selain ahli waris dan pewaris dalam KUHPerdata, juga dikenal adanya :

1. Suatu fidei comis, ialah suatu pemberian warisan kepada seseorang ahli waris

dengan ketentuan bahwa ia berkewajiban menyimpan warisan itu dan setelah

lewatnya waktu, warisan itu harus diserahkan pad orang lain. Cara pemberian

7
warisan semacam ini oleh UU disebut sebagai pemberian warisan secara

melangkah

2. Executeur testamentair, pelaksanaan wasiat yang ditunjuk oleh pewaris, yang

bertugas mengawasi pelaksanaan surat wasiat secara sungguh-sungguh sesuai

dengan kehendak pewaris

3. Bewindvoerder/pengelola, seseorang yang ditentukan dalam wasiat untuk

mengurus kekayaan, sehingga para ahli waris/legataris hanya menerima

penghasilan dari harta peninggalan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar jangan

sampai kekayaan tersebut dihabiskan dalam waktu singkat oleh para ahli

waris/legataris

5. Hak dan kewjiban pewaris dan ahli waris

a. Hak dan kewajiban pewaris

1. Hak pewaris, timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti sebelum pewaris

meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam sebuah testament/wasiat, yang

berupa :

a. Erfstelling, suatu penunjukan satu/beberapa orang menjadi ahli waris untuk

mendapatkan sebagian atau seluruh harta peninggalan (testamentair erfgenaam : ahli

waris menurut wasiat)

b. Legaat, pemberian hak kepada seseorang atas dasar testament/wasiat yang khusus,

yang berupa :

*. Hak atas satu/atau beberapa benda tertentu

8
*. Hak atas seluruh dari satu macam benda tertentu

*. Hak vruchtgebruik, atas sebagian/seluruh warisan (Pasal 957 KUHPerdata) Orang

yang menerima legaat disebit legataris

Bentuk testament :

1. Openbaar testament, testament yang dibuat oleh seorang notaries dengan dihadiri

oleh dua orang saksi

2. Olographis testament, testament yang ditulis oleh si calon pewaris sendiri, kemudian

diserahkan kepada seorang notaries untuk disimpan dengan disaksikan oleh dua orang

saksi

3. Testament rahasia, dibuat oleh calon pewaris tidak harus ditulis tangan, kemudian

testament tersebut disegel dan diserahkan kepada seorang notaries dengan disaksikan

oleh empat orang saksi

2. Kewajiban pewaris

Merupakan pembatasan terhadap haknya yang ditentukan UU. Ia harus

mengindahkan adanya legitieme portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan

yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan (Pasal 913

KUHPerdata).

b. Hak dan kewajiban ahli waris

Hak ahli waris, setelah terbuka warisan, ahli waris diberikan hak untuk menentukan sikap :

9
1. Menerima secara penuh, yang dapat dilakukan secara tegas atau secara lain. Secara

tegas , jika penerimaan tersebut dituangkan dalam suatu akta yang memuat

penerimaannya sebagai ahli waris. Secara diam-diam , jika ahli waris tersebut

melakukan perbuatan penerimaannya sebagai ahli waris dan perbuatan tersebut harus

mencerminkan penerimaan terhadap warisan yang meluang, yaitu dengan mengambil,

menjual atau melunasi hutanghutang pewaris

2. Menerima dengan reserve, (hak untuk menukar). Voorrecht van boedel beschijving

atau beneficiare annvaarding.Hal ini harus dinyatakan pada Panitera Pengadilan Negeri

di tempat warisan terbuka.akibat yang terpenting dari warisan secara beneficiare ini

adalah kewajiban untuk melunasi hutang-hutang danbeban lain si pewaris dibatasi

sedemikian rupa sehingga pelunasannya dibatasi menurut kekuatan warisan, dalam hal

ini berarti si ahli waris tersebut tidak usah menanggung pembayaran hutang dengan

kekayaan sendiri, jika hutang pewaris lebih besar dari harta bendanya

a. Menolak warisan, ini mungkin, jika jumlah harta kekayaan yang berupa kewajiban

membayar hutang lebih besar daripada hak untuk menikmati harta peninggalan.

Penolakan wajib dilakukan dengan suatu pernyataan kepada Panitera Pengadilan

Negeri setempat.

Kewajiban ahli waris

1. Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi

2. Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dll

3. Melunasi hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang

10
4. Melaksanakan wasiat jika ada

6. Pembagian warisan

Pasal 1066 KUHPerdata menentukan/isinya dapat disimpulkan :

a. Tidak seorang ahli waris yang dapat dipaksa membiarkan harta warisan tidak

terbagi

b. Pembegian harta warisan dapat dibagi sewktu-waktu

c. Dibuka kemungkinan untuk mempertangguhkan pembagian harta warisan dengan

jangka waktu 5 tahun, tenggang waktu ini dapat diperpanjang 5 tshun lagi dengn

persetujuan sebua ahli waris

KUHPerdata tidak menentukan cara tertentu dalam pembagian warisan, jika ternyat

semua ahli waris cakap untuk bertindak sendiri dan semuanya berada ditempat (hadir) pada

saat pembegian warisan tersebut maka cara pembagian warisan diserahkan kepada mereka

sendiri, tetapi dalam hal ada dianrata ahli waris anak-anak di bawah umur atau ada yang

ditaruh di bawah curatele (pengampuan), maka pembagian warisan harus dilakukan dengan

suatu akta notaries dan dihadapan wees kamer (Balai Harta peninggalan).

Inbreng yaitu mengembalikan benda-benda ke dalam boedel. Masalah ini timbul jika

ternyata pewaris semasa hidupnya telah memberikan benda-benda secara schenking kepada

sementara ahli waris yang dianggapnya sebagai suatu voorschot atas bagian warisn yang akan

diperhitungkan kemudian.

Menurut UU yang diharuskan melakukan inbreng adalah para ahli waris dalam garis

lurus kebawah, dengan tidak membedakan apakah mewaris secara penuh atau menerima

11
dengan catatan, tetapi pewaris berhak untuk menentukan bahwa ahli waris yang telah

menerima pemberian-pemberian pada saat pewaris hidup dibebaskan dari inbreng.

Sifat peraturan inbreng berbeda dengan peraturan legitieme protie : untuk melindungi

kepentingan ahli waris yang mempunyai hubungan yang sngat rapat dengan pewaris

karenanya peraturan tersebut bersifat memaksa artinya tidak dapat disingkirkan. Seseorang

yang pernah menerima pemberian benda sewaktu hidup tidak perlu melakukan inbreng jika ia

bukan ahli waris, ia hanya dapat dituntut pengurangan jika ternyata pemberian itu melanggar

legitieme portie.

Pasl 1079 KUHPerdata, cara pembagian warisan :

1. Masing-masing ahli wris menerima barang tertentu dengan harga/nilai sama rata

seperti misalnya seperdua harta warisan jika ahli waris hanya terdiri dari dua

orang saja, seperlima jika ahli waris terdiri dari lima orang, demikian selanjutnya.

2. Bila diantara ahli waris ada yang menerima barang/harta waris lebih dari

bagiannya, di pihak lain di antara ahli waris menerima kurang dari bagiannya

maka ahli waris yang menerima bagian yang lebih diharuskan memberikan

sejumlah uang tunai pada yang mendapat kurang dari bagiannya Jika terdapat

perselisihan tentang siapa di antara mereka yang mendapat barang tertentu selaku

bagiannya, maka hal iniharus diundi. Apabila tidak ada kata sepakat mengenai

penentuan barang-barang tertentu yang akan dibagikan kepada masingmasing ahli

waris maka dapat dimintakan keputusan pengadilan negeri Setelah menerima

penentuan barang-barang tertentu, Pasal 1080 KUHPerdata membuka

kemungkinan tukar menukar bagian masing-masing di antara para ahli waris Pasal

12
1083 KUHPerdata menegaskan : apabila pembagian warisn sudah terjadi, maka

masing-masing ahli waris dinggap sebagai pemilik barang yang diterimanya sejak

saat pewaris meninggal.

7. Obyek hukum waris

Pada prinsipnya obyek hukum waris adalah harta kekayaan yang dipindahkan dari

pewaris kepada ahli waris, yang dapat berupa :

1. Aktiva, sejumlah bnda yang nyata ada dan/atau berupa tagihan/piutang kepda

pihak ketiga. Selain itu aktiva dapat berupa hak immaterial seperti hak cipta, hak

paten dsbnya

2. Pasiva, sejumlah hutang pewaris yang harus dilunasi pada pihak ketiga, maupun

kewajiban lainnya (menyimpan benda orang lain) Jadi obyek hukum waris adalah

harta kekayaan yang dapat berupa benda berwjud dan tidak berwujud, yang berarti

hak dan kewajiban pewaris yang lahir dari hubungan hukum kekeluargaan tidak

dapat diwariskan, kecuali hak suami/ayah untuk menyangkal anaknya

8. Legitieme portie

Adalah suatu bagian warisan tertentu yang harus diterima seorang ahli waris dari

harta peninggalan yang tidak dapat diganggu gugat. Yang berhak menerima/memperoleh

adalah ahli waris dalam garis lurus, baik ke bawah maupun ke atas. Dan baru timbul apabila

seorang dalam suatu keadaan sungguh-sungguh tampil ke muka sebagai ahli waris menurut

UU. Dalam hal ini ada prioritas/penutupan, missal nya jika si pewaris meninggal

meninggalkan anak-anak dan cucu-cucu sebagai ahli waris golongan pertama, maka orang tua

13
sebagai ahli waris dan karenanya tidak berhak atas suatu legitieme portie. Seorang yang

berhak atas legitieme portie dinamakan legitimaris. Ia dapat meminta pembatalan tiap

testament yang melanggar haknya dan ia berhak pula untuk menuntut supaya diadakan

pengurangan (inkoeting) terhadap segala macam pemberian warisan, baik yang berupa

erstelling maupun berupa legaat yang mengurangi haknya.

Peraturan mengenai legitieme portie oleh UU dipandang sebagai suatu pembatasan

hak pewaris dalam membuat testament menurut kehendak hatinya sendiri. Karena itu pasal-

pasal tentang legitieme portie itu dimasukkan dalam bagian tentang hak mewaris menurut

wasiat (testamentair erfrecht)

9. Harta warisan yang tak terurus

Apabila harta warisan telah terbuka namun tidak seorangpun ahli waris yang tampil

ke muka sebagai ahli waris, tak seorang pun yang menolak warisan, maka warisan dianggap

sebagai harta warisan yang tidak terurus

Dalam hal ini, tanpa menunggu perintah hakim, Balai Harta Peninggalan wajib

mengurus harta peninggalan tersebut. Pekerjaan pengurusan itu harus dilaporkan kepada

Kejaksaan Negeri setempat. Jika terjadi perselisihan tentang apakah suatu harta peninggalan

dianggap tidak terurus atau tidak, penentuan ini akan diputus oleh hakim

Tugas Balai Harta Peninggalan (BHP)

1. Wajib membuat perincian atau inventarisasi tentang keadaan harta peninggalan,

yang didahului dengan penyegelan barang-barang

14
2. Wajib membereskan warisan, dalam arti menagih piutang-piutang pewaris dan

membayar semua hutang pewaris, apabila diminta oleh pihak yang berwajib. BHP

juga wajib memberikan pertanggungjawaban

3. Wajib memanggil para ahli waris yang mungkin masih ada melalui surat kabar

atau panggilan resmi lainnya Apabila dalam jangka waktu tiga tahun terhitung

muali pada saatterbukanya warisan, belum juga ada ahli waris yang tampil

kemuka, BHP akan memberikan pertanggungjawaban atas pengurusan itu kepada

Negara, selanjutnya harta peninggalan itu akan diwarisi dan menjadi hak milik

Negara

10. Ahli waris yang tidak patut menerima harta warisan

UUndang-undang menyebutkan ada empat hal, seseorang ahli waris tidak patut

mewaris, yaitu :

1. Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena

dipersalahkan membunuh atau setidak-tidaknya mencoba membunuh pewaris

2. Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dihukum, karena

dipersalhkan memfitnah dan mengadukan pewaris, bahwa pewaris difitnah

melakukan kejahatan yang diancamhukuman pehjara empat tahun atau lebih

3. Ahli waris yang dengan kekerasan telah nyata-nyata menghalangi atau mencegah

pewaris untuk membuat atau menarik kembali surat wasiat

4. Seorang ahli waris yang telah menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan

surat wasiat Apabila ternyata ahli waris yang tidak patut ini menguasai sebagian

15
atau seluruh harta peninggalan dan ia berpura-pura sebagai ahliwaris, ia wajub

mengembalikan semua yang dikuasainya termasuk hasil-hasil yang telah

dinikmatinya

16
WASIAT (TESTAMEN) MENURUT KUHPERDATA

1. Pengertian Wasiat
Menurut KUHPerdata ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu:

a. Sebagai ahli waris menurut ketentuan Undang-undang.

b. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament).

Cara yang pertama disebut ahli waris ab intestato sedangkan cara yang kedua disebut

ahli waris secara testamentair. Wasiat atau testamen adalah suatu pernyatan dari seseorang

tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia. Dengan surat wasiat, si pewaris

dapat mengangkat seseorang atau beberapa orang ahli waris dan pewaris dapat memberikan

sesuatu kepada seseorang atau beberapa orang ahli waris tersebut. Pada pasal 875

KUHPerdata adapun yang dinamakan wasiat atau tastemen adalah suatu akta yang memuat

pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal

dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali lagi.

Surat wasiat dibuat dengan tujuan agar para ahli waris tidak dapat mengetahui

apakah harta warisan yang ditinggalkan oleh pewasiat akan diwariskan kepada ahli warisnya,

atau malah diwariskan kepada pihak lain yang sama sekali bukan ahli warisnya sampai tiba

waktu pembacaan surat wasiat tersebut. Dan hal tersebut kerap kalimenimbulkan persoalan di

antara para ahli waris dengan yang bukan ahli waris, akan tetapi sesuai surat wasiat orang

yang bukan ahli waris tersebut mendapat harta wasiat.

17
2. Syarat-Syarat Wasiat

a. Orang yang berwasiat

Mengenai kecakapan orang yang membuat surat wasiat atau testament adalah bahwa

orang tersebut mampu berpikir secara normal atau berakal sehat. Sesuai dengan pasal 895

KUHPerdata yang menyebutkan untuk dapat membuat atau mencabut suatu surat wasiat

seseorang harus mempunyai akal budinya. Sehingga seseorang yang kurang memiliki akal

sehat ketika membuat surat wasiat, maka wasiatnya tersebut tidak dapat diberikan akibat

hukum atau dinyatakan batal. Pasal 895 KUH Perdata tersebut tidak memberikan

wewenang kepada orang yang tidak memiliki akal sehat untuk melakukan perbuatan

kepemilikan dengan surat wasiat.

Ketidaksehatan dari suatu akal pikiran dapat bersifat tetap seperti sakit gila, dan juga

dapat bersifat hanya sementara seperti dalam keadaan mabuk, sakit panas atau demam

yang sangat tinggi dan dibawah hipnose. Hal ini berarti jika seseorang dalam kondisi yang

demikian membuat surat wasiat, maka keabsahan wasiatnya dapat ditentang oleh para ahli

warisnya. Apabila seseorang yang sedang dalam keadaan tidak berakal sehat telah

membuat suratwasiat kemudian setelah itu menjadi normal kembali dan masih hidup lama,

maka jika tidak mengubah wasiatnya (ketika dalam keadaan normal tersebut) tetap tidak

sah sebagaimana orang tersebut masih dalam keadaan tidak berakal sehat.

Pada pasal 897 KUHPerdata disebutkan bahwa para belum dewasa yang belum

mencapai umur genap delapan belas tahun tidak diperbolehka membuat surat wasiat. Hal

ini berarti seseorang dapat dikatakan dewasa dan dapat membuat surat wasiat apabila

sudah mencapai umur delapan belas tahun, akan tetapi orang yang sudah menikah

18
walaupun belum berumur delapan belas tahun diperbolehkan membuat surat wasiat.

Karena kedewasaan seseorang akibat perkawinan sudah dianggap mempunyai kecakapan

dalam pembuatan surat wasiat.

Pasal 893 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu wasiat dianggap batal jika dibuat

dibawah ancaman atau penipuan. Suatu wasiat juga tidak boleh dibuat oleh dua orang

bersama-sama untuk menguntungkan satu sama lain dan untuk kepentingan pihak ketiga,

terdapat dalam pasal 930 KUHPerdata.

b. Orang yang menerima wasiat

Orang yang menerima suatu wasiat harus ada sewaktu orang yang berwasiat

meninggal dunia (tertuang dalam pasal 899 KUHPerdata). Ketentuan ini bermaksud untuk

menghindari ketidakpastian dari orang yang diberi wasiat dan menetapkan bahwa suatu

wasiat gugur dalam hal pihak yang mendapatkan keuntungan (wasiat) meninggal terlebih

dahulu.

Pasal 912 KUHPerdata menyebutkan bahwa mereka yang telah dihukum karena

membunuh si yang mewariskan, lagipun mereka yang telah menggelapkan, membinasakan

dan memalsu surat wasiatnya dan akhirnyapun mereka yang dengan paksaan atau

kekerasan telah mencegah si yang mewariskan tadi, akan mencabut atau mengubah surat

wasiatnya. Tiap-tiap mereka itu sepertipun tiaptiap istri atau suami dan anak-anak mereka

tak diperbolehkan menarik suatu keuntungan dari surat wasiat.

Hal ini berarti suatu wasiat tidak berisi penetapan untuk menguntungkan orang-orang

yang ditunjuk oleh Undang-undang, yakni:

19
1. Seseorang yang telah dihukum karena membunuh si pewasiat.

2. Seseorang yang telah menggelapkan, membinasakan dan memalsukan surat

wasiat.

3. Seseorang yang secara paksaan atau dengan cara kekerasan mencabut atau

mengubah surat wasiat yang telah dibuat pewasiat.

Apabila seseorang dianggap tidak pantas menjadi ahli waris, maka anak-anak dari

suami dan istri yang dianggap tidak pantas menerima wasiat tersebut juga tidak

diperbolehkan menarik suatu keuntungan dari surat wasiat.

Seorang anak yang belum dewasa meskipun sudah berumur delapan belas tahun

tidak diperbolehkan menghibahwasiatkan sesuatu untuk keuntungan walinya. Hal ini

karena dikhawatirkan adanya pengaruh yang kurang baik dari para wali anak yang belum

dewasa tersebut. Orang yang sudah dewasa pun baru dapat membuat testament secara sah

yang ditujukan kepada mantan walinya hanya setelah perhitungan perwalian diserahkan

dan ditutup.

Seorang Notaris dan saksi-saksi dalam pembuatan surat wasiat juga tidak

diperbolehkan mengambil keuntungan dari surat wasiat atau testament tersebut. Hal ini

dinyatakan dalam pasal 907 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa Notaris, yang mana

dengan perantaranya telah dibuat akta umum dari suatu wasiat, dan segala saksi yang telah

menyaksikan pembuatan akta itu, segala mereka tak diperbolehkan menikmati sedikitpun

dari apa yang pada mereka dengan wasiat itu kiranya telah dihibahkannya.

20
Menurut pasal tersebut, seorang Notaris dalam pembuatan surat wasiat maupun

saksi-saksi yang hadir pada waktu itu tidak dapat menarik suatu keuntungan dari wasiat.

Saksi-saksi yangdimaksud dalam pasal ini adalah para saksi yang benar-benar diperlukan

dalam pembuatan surat wasiat, dan bukan orang-orang yang secara kebetulan hadir pada

saat surat wasiat dibuat.

3. Batasan Wasiat

Batasan dalam suatu testament terletak dalam pasal 931 KUH Perdata yaitu tentang

legitime portie yang menyatakan bahwa legitime portie atau bagian mutlak adalah semua

bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus

menurut Undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal dunia tidak diperbolehkan

menetapkan sesuatu, baik selaku pembagian antara yang masih hidup maupun yang sudah

meninggal dunia, maupun selaku wasiat.

Legitime portie adalah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat

dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Bagian tersebut tidak bisa diberikan

kepada orang lain, baik dengan cara penghibahan biasa maupun dengan surat wasiat. Orang-

orang yang mendapat bagian ini disebut dengan legitimaris.

4. Batalnya Wasiat

Batalnya testament tergantung pada suatu peristiwa yang tidak tentu, yaitu apabila

orang yang menerima wasiat meninggal lebih dahulu sebelum orang yang mewasiatkan

meninggal dunia maka wasiatatau testamentnya menjadi batal. Hal ini tertuang dalam pasal

997 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa tiap-tiap ketetapan dengan surat wasiat, sekedar

diambil dengan syarat yang bergantung pada suatu peristiwa yang tak tentu akan terjadi, dan

21
yang demikianpun sifatnya sehingga si yang mewasiatkan harus dianggap menggantungkan

pelaksanaan ketetapan yang demikianpun gugurlah, apabila si yang diangkat menjadi waris

atau yang harus menerima hibah meninggal dunia sebelum syarat itu terpenuhi.

Sehingga berdasarkan pasal tersebut di atas apabila orang yang menerima wasiat

meninggal lebih dahulu sebelum orang yang berwasiat meninggal dunia maka testamentnya

menjadi batal. Orang yang menerima wasiat atau testament menolak atau ternyata ia tidak

cakap untuk menerimanya (pasal 1001 KUH Perdata).

Pada uraian terdahulu sudah dijelaskan, bahwa wasiat bisa dicabut kembali, oleh

karena itu jika terjadi pencabutan kembali oleh pewasiat maka wasiat yang telah dibuat

menjadi batal Pencabutan tersebut dapat dilaksanakan secara terang-terangan (uitdurkkelijk)

maupun secara diam-diam (stilzwijgend)

1. Pencabutan secara tegas

Mengenai pencabutan wasiat secara tegas ada ketentuanketentuan seperti pasal

992 KUHPerdata suatu surat wasiat dapat dicabut dengan:

a. surat wasiat baru

b. akta notaris khusus Arti kata “khusus” di dalam hal ini adalah bahwa isi dari

akta itu harus hanya penarikan kembali itu saja.

Pencabutan wasiat secara olografis dapat dilakukan secara meminta kembali

wasiat itu dari simpanan notaris (karena tertulis sendiri). Meskipun begitu tentang

penyerahan kembali ini harus dibuat akta ontentik, ini perlu untuk tanggung

jawabnya notaris. Pasal 993 KUHPerdata suatu wasiat yang berisi penarikan

22
kembali wasiat yang terdahulu dan yang tidak dapat berlaku sebagai wasiat,

berlaku juga sebagai akta notaris biasa; jika selain berisi penarikan kembali juga

mengulangi hal-hal didalam wasiat terdahulu, maka hal-hal yang yang diulang itu

berlaku juga. Dengan demikian arti dari kata “khusus” dalam pasal 992

KUHPerdata itu tidak hanya mengenai hal yang ditarik kembali saja, tetapi juga

boleh memuat hal-hal yang mengulangi apa yang disebut didalam wasiat yang

dahulu.

2. Pencabutan secara diam-diam

Pencabutan surat wasiat secara diam-diam bisa diketahui dari tindakan pewasiat

yang dilakukan sesudah surat wasiat dibuat. Hal ini berarti adanya keinginan dari

pewasiat untuk menarik kembali sebagian atau seluruh wasiat yang telah

dibuatnya. Pencabutan secara diam-diam ini dalam KUHPerdata dapat dilakukan

dengan tiga cara:

1. Kemungkinan seorang yang meninggalkan wasiat membuat dua surat wasiat

sekaligus, dimana isinya antara satu sama lain tidak sama (pasal 994 KUH

Perdata).

2. Dikatakan dalam pasal 996 KUH Perdata, jika suatu barang yang telah disebutkan

dalam suatu wasiat telah diberikan kepada orang lain, atau barang tersebut dijual

atau ditukarkan kepada oranglain.

3. Pada pasal 934 KUH Perdata dikatakan bahwa suatu testament olographis dicabut

kembali dari Notaris oleh orang yang telah membuat wasiat.

23
DAFTAR REFERENSI BACAAN

Apeldorn, L.J. van, 1980, Pengantar ilmu Hukum (terjemhan : Mr. Oetarid Sadino) Cet. XVI,
Pradnya Paramita, Jakarta

A Pitlo, 1994, Hukum Waris Menurut KUHPerdata Belanda (terjemahan : M.Isa Arief),
Intermasa, Jakarta

Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung

Djaj S. Meliala, 2015, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan hukum
Perikatan,Nuansa Aulia, Bandung

Eman Suparman, 1985, Intisari Hukum Waris Indonesia, Armico, Bandung

Hilman Hadikusuma, 1991, Hukum Waris Indonesia Menurut perundangan, hukum Adat,
Hukum Agama Hindu-Islam, PT. Citra Aditya, Bandung

Mariam Darus Badrulzaman, 1983, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung

Oemarsalim,1987, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta

P.N.H. Simanjuntak, 2015, Hukum Perdata Indonesia, edisi Pertama, Kencana, Jakarta

R. Santoso Pudjosubroto, 1976, Hukum Warisan Di Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,Hukum Perdata Hak Jaminan Atas Tanah, Cet.Pertama, Liberty,
Yogyakarta

Subekti, 1979, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Cet, ke. 14, PT. Intermasa, Jakarta

Soepomo, 1993, Bab – Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta .

R. Subekti, R. Tjitrosudibio, 1999, Kitab Undang Undang Hukum Perdata Terjemahan,


PT.Pradnya Paramita, Jakarta

Wirjono Prodjodikoro, 1966, Hukum Warisan Di Indonesia, Sumur, Bandung

24

Anda mungkin juga menyukai