Anda di halaman 1dari 11

Hukum Waris

Pengertian waris dalam KUHPerdata Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang


peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para
ahli waris. Dalam KUHPerdata Hukum kewarisan diatur dalam Buku II KUHPerdata. Jumlah pasal
yang mengatur hukum waris sebanyak 300 pasal, yang dimulai dari Pasal 830 sampai dengan Pasal
1130 KUHPerdata.

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata, belu terdapat kodifikasi. Hal ini
berati bahwa bagi berbagai golongan penduduk Indonesia masih berlku hukum yang berbeda-beda,
seperti:

1. Hukum waris Adat, sampai saat sekarang hukum waris adat pada masing-masing daerah masih
diatur secara berbeda-beda
2. Hukum waris Islam, bagi mereka yang bneragama islam (sebagian penduduk Indonesia yang
beragama islam). Hukum wris islam ini diatur dalam instruksi Presiden No;1 Tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam (Pasal 171-214 KHI)
3. Hukum waris Barat, bagi mereka yang tunduk pada Hukum Perdata Barat, berlaku ketentua
dalam KUHPerdata (BW). Hukum waris diatur bersama-sama dengan hukum benda, alasannya:
a. Hukum waris dianggap sebagai suatu hak kebendaan (Pasal 528 KUHPerdata)
b. Hukum waris merupakan salah satu cara yang ditentukan secara limitative oleh UU untuk
memperoleh hak milik (Pasal 584 KUHPerdatta)

Dari beberapa difinisi diatas dapat diketahui beberapa istilah, yaitu :


1. Pewaris ialah orang yang meninggal dunia, dan meninggalkan harta kekayaan kepada orang lain
2. Ahli waris : orang yang berhak atas harta kekayaan/warisan
3. Harta warisan : kekayaan yang ditinggalkan berupa aktiva dan passive (boedel)
4. Pewarisan : proses beralihnya harta kekayaan (hak dan kewajiban) seseorang kepada para ahli
waris

 Apa syarat-syaratnya agar harta kekayaan pewaris beralih kepada ahli waris?
Harta kekayaan beralih, harus memenuhi 2 syarat, yaitu :
a) Syarat umum :
1) Ada orang yang meninggal dunia (Pasal 830 KUHPerdata)
2) Ada ahli waris yang ditinggalkan (Pasal 836 KUHPerdata)
3) Ada harta kekayaan yang ditinggalkan (Pasal 1100)
b) Syarat mutlak
Harus ada orang yang meninggal dunia, kecuali dapat terjadi dalam keadaan tidak
hadir (Pasal 467 jo 470 KUHPerdata) bahwa pewaris belum meninggal
 Kapan harta kekayaan itu beralih ?
Demi hukum (van rechtswege) seketika itu pula, dikenal dengan asas le mort
saisit le vif. Asas ini terkandung dalam Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata, disingkat dengan
asas hak saisine. Karena itu seketika itu pula para ahli waris yang ditinggalkan dapat
menuntut kepada pihak III yang menhuasai harta warisan agar harta warisan itu
dikembalikan kepada boedel warisan. Hak ini disebut dengan istilah hereditatis petitio
(Pasal 834 KUHPerdata).
 Harta kekayaan apa saja yang beralih ?
Harta kekayaan dalam lapangan hukum harta kekayaan yang terdapat dalam buku
II dan buku III KUHPerdata, walupun ada kekecualian. Sedangkan hak dan kewajiban
yang ada dalam buku I KUHPerdata tidak beralih, juga ada kekecualian. Harta kekayaan
(hak dan kewajiban) yang tidak beralih dari buku II dan buku III KUHPerdata adalah :
a) Hak dan kewajiban dari perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792 KUHPerdata))
b) Hak dan kewajiban dari perjanjian kerja atau perjanjian perburuhan (Pasal 1601 a
KUHPerdata
c) Keanggotaan suatu persekutuan/perseroan (Pasal 1646 KUHPerdata)
d) Hak bunga cagak hidup (Pasal 1776 KUHPerdata)
e) Hak pakai hasil (Pasal 756 KUHPerdata)
f) Ada dengan pembatasan, yaitu hak pengarang selama 70 tahun (Pasal 58 ayat (1) jo
Penjelasan butir a UU No.28 Tahun 2014 tentang hak cipta)
Adapun hak dan kewajiban yang beralih dari buku I KUHPerdata adalah hak
mengingkari keabsahan seorang anak Pasal 257 KUHPerdata). Ada hak dan kewajiban
dari buku I KUHPerdata yang mempunyai nilai uang tetapi tidak beralih, sepertinhak
nikmat hasil (Pasal 311 KUHPerdata ) dan hak alimentasi (Pasal 225 KUHPerdata)
 Bagaimana caranya harta kekayaan itu beralih?
KUHPerdata mengenal 2 macam system pewarisan, yaitu :
a) System pewarisan ab intestate (menurut UU/karena kematian/tanpa wasiat)
b) System pewarisan menurut surat wasiat (testament).

A. Sifat Hukum Waris


Bentuk dan system hukum waris sangat erat kaitannya dengan bentuk masyarakat dan sifat
kekeluargaan. Bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan yang terdapat di Indonesia menurut system
keturunan, yaitu :

1. System patrilineal/sifat kebapaan


Pada prinsipnya system yang menarik garis keturunan ayah atau garis keturunan nenek
moyanmgnya yang laki-laki. System ini di Indonesia terdapat pada masyarakat di Tanah Gayo,
Alas, Batak, Ambon,Irian Jaya, Timor, dan Bali.
2. System matrilineal/sifat keibuan
System yang menarik garis keturunan dari nenek moyang perempuan. Kekeluargaan yang
bersifat keibuan ini di Indonesia hanya terdapat dp satu daerah, yaitu Minangkabau
3. System bilateral atau parental/sifat kebapak-ibuan
Menarik garis keturunan baik melalui garis bapak maupun garis ibu sehingga dalam
kekeluargaan semacam ini pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara pihak ibu dan pihak
ayah : Jawa, Madura, Sumatera Timur, Seluruh Sulawesi, Ternate, Lombok, Riau, Aceh,
Sumatera Selatan.

B. Subyek Hukum Waris


1. Pewaris : orang yang meninggal dan meninggalkan harta benda/kekayaan. Inilah adalah
merupakan syarat sebagai pewaris yaitu adanya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi pada
pihak ketiga, yang dapat dinilai dengan uang
2. Ahli waris :
a. Ahli waris berdasarkan kedudukan sendiri (uit eigen hoofed) atau mewaris secara
langsung,misalnya jika ayah meninggal, maka sekalian anak-anaknya tampil sebagai ahli
waris. Menurut KUHPerdata penggolongan ahli waris ini, adalah :
1) Golongan pertama, yaitu anak-anak beserta keturunannya dalam garis lurus
kebawah. Mulai tahun 1935 hak mewaris suami atau istri yang hidup terlama
disamakan dengan seorang anak yang sah (Pasal 852a KUHPerdata)
2) Golongan kedua, orang tua dan saudara-saudara pewaris; pada asasnya bagian
orang tua disamakan dengan bagian saudara-saudara pewaris, tetapi ada jaminan di
mana bagian orang tua tidak boleh kurang dari seperempat hartapeninggalan
3) Golongan ketiga, Pasal 853 dan Pasal 854 KUHPerdata, dalam hal tidak ada gol.
Pertama dan gol. Kedua, maka harta peninggalan harus dibagi menjadi dua
(kloving), setengah bagian untuk kakek-nenek pihak ayah, dan setelah lagi untuk
kakek-nenek dari pihak ibu
4) golongan ke empat, sanak keluarga si pewaris dalam garis menyimpang sampai
derajat ke enam.
b. Ahli waris berdasarkan penggantian (bij plaatsvervulling), disebut juga sabagai ahli waris
tidak langsung (cucu-cucu pewaris)
1) Penggantian dalam garis lurus ke bawah, Pasal 848 KUHPerdata : hanya orang-
orang yang telah mati saja yang dapat digantikan
2) Penggantian dalam garis ke samping, tiap saudara kandung/tiri yang meninggal
lebih dulu digantikan oleh sekalian anaknya
3) Penggantian dalam garis samping, juga melibatkan penggantian anggotaanggota
keluarga yang lebih jauh, misalnya paman/keponakan, jika meninggal lebih dulu
digantikan oleh turunannya
c. Pihak ketiga yang bukan ahli waris dapat menikmati harta peninggalan, dalam hal ini
kemungkinan timbul karena KUHPerdata terdapat ketentuan tentang pihak ketiga yang
bukan ahli waris, tetapi dapat menikmati harta peninggalan pewaris berdasarkan suatu
testament/wasiat

C. Pihak ketiga yang tersangkut dalam warisan

Selain ahli waris dan pewaris dalam KUHPerdata, juga dikenal adanya :

1. Suatu fidei comis, ialah suatu pemberian warisan kepada seseorang ahli waris dengan ketentuan
bahwa ia berkewajiban menyimpan warisan itu dan setelah lewatnya waktu, warisan itu harus
diserahkan pad orang lain. Cara pemberian warisan semacam ini oleh UU disebut sebagai
pemberian warisan secara melangkah
2. Executeur testamentair, pelaksanaan wasiat yang ditunjuk oleh pewaris, yang bertugas
mengawasi pelaksanaan surat wasiat secara sungguh-sungguh sesuai dengan kehendak pewaris
3. Bewindvoerder/pengelola, seseorang yang ditentukan dalam wasiat untuk mengurus kekayaan,
sehingga para ahli waris/legataris hanya menerima penghasilan dari harta peninggalan tersebut.
Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai kekayaan tersebut dihabiskan dalam waktu singkat
oleh para ahli waris/legataris

D. Hak dan Kewajiban Pewaris dan Ahli Waris


1. Hak dan Kewajiban Pewaris
a. Hak pewaris, timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti sebelum pewaris
meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam sebuah testament/wasiat, yang
berupa :
1) Erfstelling, suatu penunjukan satu/beberapa orang menjadi ahli waris untuk
mendapatkan sebagian atau seluruh harta peninggalan (testamentair erfgenaam :
ahli waris menurut wasiat)
2) Legaat, pemberian hak kepada seseorang atas dasar testament/wasiat yang khusus,
yang berupa :
 Hak atas satu/atau beberapa benda tertentu
 Hak atas seluruh dari satu macam benda tertentu
 Hak vruchtgebruik, atas sebagian/seluruh warisan (Pasal 957 KUHPerdata)
Orang yang menerima legaat disebit legataris
Bentuk testament :
a) Openbaar testament, testament yang dibuat oleh seorang notaries dengan
dihadiri oleh dua orang saksi
b) Olographis testament, testament yang ditulis oleh si calon pewaris sendiri,
kemudian diserahkan kepada seorang notaries untuk disimpan dengan
disaksikan oleh dua orang saksi
c) Testament rahasia, dibuat oleh calon pewaris tidak harus ditulis tangan,
kemudian testament tersebut disegel dan diserahkan kepada seorang notaries
dengan disaksikan oleh empat orang saksi
b. Kewajiban pewaris
Merupakan pembatasan terhadap haknya yang ditentukan UU. Ia harus
mengindahkan adanya legitieme portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan
yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan (Pasal 913
KUHPerdata).
2. Hak dan Kewajiban Ahli Waris
a. Hak ahli waris,
setelah terbuka warisan, ahli waris diberikan hak untuk menentukan sikap :
1) Menerima secara penuh, yang dapat dilakukan secara tegas atau secara lain. Secara
tegas , jika penerimaan tersebut dituangkan dalam suatu akta yang memuat
penerimaannya sebagai ahli waris. Secara diam-diam , jika ahli waris tersebut
melakukan perbuatan penerimaannya sebagai ahli waris dan perbuatan tersebut
harus mencerminkan penerimaan terhadap warisan yang meluang, yaitu dengan
mengambil, menjual atau melunasi hutanghutang pewaris
2) Menerima dengan reserve, (hak untuk menukar). Voorrecht van boedel beschijving
atau beneficiare annvaarding.Hal ini harus dinyatakan pada Panitera Pengadilan
Negeri di tempat warisan terbuka.akibat yang terpenting dari warisan secara
beneficiare ini adalah kewajiban untuk melunasi hutang-hutang danbeban lain si
pewaris dibatasi sedemikian rupa sehingga pelunasannya dibatasi menurut kekuatan
warisan, dalam hal ini berarti si ahli waris tersebut tidak usah menanggung
pembayaran hutang dengan kekayaan sendiri, jika hutang pewaris lebih besar dari
harta bendanya
3) Menolak warisan, ini mungkin, jika jumlah harta kekayaan yang berupa kewajiban
membayar hutang lebih besar daripada hak untuk menikmati harta peninggalan.
Penolakan wajib dilakukan dengan suatu pernyataan kepada Panitera Pengadilan
Negeri setempat.
b. Kewajiban Ahli Waris
1) Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi
2) Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dll
3) Melunasi hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang
4) Melaksanakan wasiat jika ada

E. Pembagian Warisan

Pasal 1066 KUHPerdata menentukan/isinya dapat disimpulkan :

1. Tidak seorang ahli waris yang dapat dipaksa membiarkan harta warisan tidak terbagi
2. Pembegian harta warisan dapat dibagi sewktu-waktu
3. Dibuka kemungkinan untuk mempertangguhkan pembagian harta warisan dengan jangka waktu
5 tahun, tenggang waktu ini dapat diperpanjang 5 tahun lagi dengn persetujuan sebua ahli
waris.

Pasal 1079 KUHPerdata, cara pembagian warisan :

1. Masing-masing ahli wris menerima barang tertentu dengan harga/nilai sama rata seperti misalnya
seperdua harta warisan jika ahli waris hanya terdiri dari dua orang saja, seperlima jika ahli
waris terdiri dari lima orang, demikian selanjutnya.
2. Bila diantara ahli waris ada yang menerima barang/harta waris lebih dari bagiannya, di pihak lain
di antara ahli waris menerima kurang dari bagiannya maka ahli waris yang menerima bagian
yang lebih diharuskan memberikan sejumlah uang tunai pada yang mendapat kurang dari
bagiannya Jika terdapat perselisihan tentang siapa di antara mereka yang mendapat barang
tertentu selaku bagiannya, maka hal iniharus diundi. Apabila tidak ada kata sepakat mengenai
penentuan barang-barang tertentu yang akan dibagikan kepada masingmasing ahli waris maka
dapat dimintakan keputusan pengadilan negeri Setelah menerima penentuan barang-barang
tertentu, Pasal 1080 KUHPerdata membuka kemungkinan tukar menukar bagian masing-
masing di antara para ahli waris
Pasal 1083 KUHPerdata menegaskan : apabila pembagian warisn sudah terjadi, maka masing-
masing ahli waris dinggap sebagai pemilik barang yang diterimanya sejak saat pewaris meninggal.

F. Obyek Hukum Waris


Pada prinsipnya obyek hukum waris adalah harta kekayaan yang dipindahkan dari pewaris
kepada ahli waris, yang dapat berupa :
1. Aktiva, sejumlah bnda yang nyata ada dan/atau berupa tagihan/piutang kepda pihak ketiga.
Selain itu aktiva dapat berupa hak immaterial seperti hak cipta, hak paten dsbnya
2. Pasiva, sejumlah hutang pewaris yang harus dilunasi pada pihak ketiga, maupun kewajiban
lainnya (menyimpan benda orang lain)
Jadi obyek hukum waris adalah harta kekayaan yang dapat berupa benda berwjud dan tidak
berwujud, yang berarti hak dan kewajiban pewaris yang lahir dari hubungan hukum kekeluargaan
tidak dapat diwariskan, kecuali hak suami/ayah untuk menyangkal anaknya

G. Legitieme Portie
Adalah suatu bagian warisan tertentu yang harus diterima seorang ahli waris dari harta
peninggalan yang tidak dapat diganggu gugat.
Yang berhak menerima/memperoleh adalah ahli waris dalam garis lurus, baik ke bawah maupun
ke atas. Dan baru timbul apabila seorang dalam suatu keadaan sungguh-sungguh tampil ke muka
sebagai ahli waris menurut UU. Dalam hal ini ada prioritas/penutupan, missal nya jika si pewaris
meninggal meninggalkan anak-anak dan cucu-cucu sebagai ahli waris golongan pertama, maka orang
tua sebagai ahli waris dan karenanya tidak berhak atas suatu legitieme portie. Seorang yang berhak
atas legitieme portie dinamakan legitimaris. Ia dapat meminta pembatalan tiap testament yang
melanggar haknya dan ia berhak pula untuk menuntut supaya diadakan pengurangan (inkoeting)
terhadap segala macam pemberian warisan, baik yang berupa erstelling maupun berupa legaat yang
mengurangi haknya.
Peraturan mengenai legitieme portie oleh UU dipandang sebagai suatu pembatasan hak pewaris
dalam membuat testament menurut kehendak hatinya sendiri. Karena itu pasal-pasal tentang
legitieme portie itu dimasukkan dalam bagian tentang hak mewaris menurut wasiat (testamentair
erfrecht).

H. Harta Warisan yang tak terurus


Apabila harta warisan telah terbuka namun tidak seorangpun ahli waris yang tampil ke muka
sebagai ahli waris, tak seorang pun yang menolak warisan, maka warisan dianggap sebagai harta
warisan yang tidak terurus
Dalam hal ini, tanpa menunggu perintah hakim, Balai Harta Peninggalan wajib mengurus harta
peninggalan tersebut. Pekerjaan pengurusan itu harus dilaporkan kepada Kejaksaan Negeri setempat.
Jika terjadi perselisihan tentang apakah suatu harta peninggalan dianggap tidak terurus atau tidak,
penentuan ini akan diputus oleh hakim
Tugas Balai Harta Peninggalan (BHP) :
1. Wajib membuat perincian atau inventarisasi tentang keadaan harta peninggalan, yang didahului
dengan penyegelan barang-barang
2. Wajib membereskan warisan, dalam arti menagih piutang-piutang pewaris dan membayar semua
hutang pewaris, apabila diminta oleh pihak yang berwajib. BHP juga wajib memberikan
pertanggungjawaban
3. Wajib memanggil para ahli waris yang mungkin masih ada melalui surat kabar atau panggilan
resmi lainnya Apabila dalam jangka waktu tiga tahun terhitung muali pada saatterbukanya
warisan, belum juga ada ahli waris yang tampil kemuka, BHP akan memberikan
pertanggungjawaban atas pengurusan itu kepada Negara, selanjutnya harta peninggalan itu akan
diwarisi dan menjadi hak milik Negara

I. Ahli Waris yang tidak pantas menerima harta warisan


1. Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena dipersalahkan membunuh
atau setidak-tidaknya mencoba membunuh pewaris
2. Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dihukum, karena dipersalhkan memfitnah
dan mengadukan pewaris, bahwa pewaris difitnah melakukan kejahatan yang diancamhukuman
pehjara empat tahun atau lebih
3. Ahli waris yang dengan kekerasan telah nyata-nyata menghalangi atau mencegah pewaris untuk
membuat atau menarik kembali surat wasiat
4. Seorang ahli waris yang telah menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan surat wasiat.
Apabila ternyata ahli waris yang tidak patut ini menguasai sebagian atau seluruh harta
peninggalan dan ia berpura-pura sebagai ahliwaris, ia wajub mengembalikan semua yang
dikuasainya termasuk hasil-hasil yang telah dinikmatinya

J. Ahli Waris yang menolak Warisan


Jika ahli waris menyatakan sikap menolak, maka ia tidak dapat lagi menerima harta warisan.
Pasal 1058 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :
“Seseorang yang menolak warisan karena hendak membebaskan dirinya dari beban hutang dan
kewajiban yang ditinggalkan oleh pewaris.”
Ahli waris yang menolak warisan, berarti ia melepaskan pertanggung jawabannya sebagai ahli
waris dan menyatakan tidak menerima pembagian harta peninggalan. Dalam melakukan penolakan
warisan, harus dilakukan secara tegas seperti ketentuan yang terdapat pada Pasal 1057 Kitab
UndangUndang Hukum Perdata yang berbunyi:
“Penolakan suatu warisan harus dilakukan dengan tegas, dan harus terjadi dengan cara
memberikan pernyataan di kepaniteraan pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya warisan
itu terbuka”.
Konsep menolak warisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu:
1. Ahli waris yang menolak warisan tidak berhak menjadi ahli waris karena ia telah melepaskan
pertanggung jawabannya sebagai ahli waris dan menyatakan tidak menerima pembagian harta
peninggalan.
2. Tidak menerima aktiva (sejumlah benda yang nyata ada dan atau dapat berupa tagihan atau
piutang kepada pihak ketiga) dan pasiva (sejumlah hutang pewaris yang harus dilunasi kepada
pihak ketiga) atau hak dan kewajiban yang beralih dari pewaris kepada ahli warisnya.
3. Bagian harta warisan dari orang yang menolak warisan akan jatuh ke tangan orang yang sedianya
berhak atas bagian tersebut, hal ini telah dijelaskan dalam Pasal 1059 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
4. Penolakan warisan membebaskan seorang ahli waris atas beban hutang-hutang dan kewajiban
pewaris.
Syarat-syarat penolakan warisan yaitu:
1. Penolakan warisan harus dilakukan setelah harta warisan terbuka atau harus dilakukan setelah
peristiwa kematian, menurut Pasal 1334 Ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa tidaklah di perkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum
terbuka.
2. Untuk memperolehnya mestilah orang yang masih hidup pada saat pewaris meninggal dunia.
3. Dilakukan dengan tegas di depan kepaniteraan Pengadilan Negeri dimana wilayah hukum
warisan itu terbuka.
4. Setelah jangka waktu yang ditetapkan undang-undang berakhir yaitu empat bulan, ahli waris
diberikan kesempatan berfikir untuk menetukan sikapnya menolak warisan (Pasal 1024 dan
Pasal 1029 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Akibat hukum terhadap penolakan warisan adalah:
1. Seseorang yang menolak warisan dianggap tidak pernah menjadi ahli waris, hal tersebut telah
diatur secara jelas dalam Pasal 1058 Kitab UndangUndang Hukum Perdata.
2. Bagian harta warisan dari orang yang menolak warisan akan jatuh ke tangan orang yang sedianya
berhak atas bagian tersebut, andaikata orang yang menolak warisan itu tidak ada pada waktu
pewaris meninggal. Hal ini telah dijelaskan dalam Pasal 1059 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
3. Keturunan dari ahli waris yang menolak warisan tidak bisa mewaris karena pergantian tempat
sesuai dengan Pasal 1060 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

K. Hak Menolak Warisan menurut Hukum Islam


Konsep menolak warisan menurut hukum Islam yaitu:
1. Ahli waris telah menyadari porsi bagiannya masing-masing dari harta peninggalan yang
diwariskan oleh pewaris.
2. Setelah masing-masing menyadari bagiannya dari harta peninggalan, kemudian dilakukan
pembagian atas harta peninggalan tersebut kepada masing-masing ahli waris.
3. Apabila telah dilakukan pembagian, ahli waris harus menerima terlebih dahulu harta peninggalan
tersebut.
4. Setelah ahli waris menerima dan telah memiliki harta warisan tersebut, barulah si ahli waris bisa
menyerahkan hak bagian warisnya atas harta peninggalan yang seharusnya ia terima kepada
ahli waris yang lain.
Pada dasarnya hakekat menolak waris menurut Hukum Islam adalah merupakan instrumen atau
jalan si ahli waris untuk menyerahkan hak bagian waris atas harta peninggalan yang seharusnya ia
terima kepada ahli waris yang lain. Dimana ahli waris tersebut dapat menyerahkan hak bagian
warisnya setelah ia menyadari dan telah memiliki porsi bagiannya masingmasing.

L. Persamaan dan Perbedaan Wewenang Menolak Warisan Oleh Ahli Waris Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Hukum Islam
Perbedaan :
 Menurut KUHP :
1. Penolakan memiliki arti melepaskan suatu hak dan tidak mempengaruhi legitim (bagian
warisan) dari ahli waris yang lainnya.
2. Menolak suatu warisan harus terjadi dengan tegas, dan dilakukan dengan suatu
pernyataan yang dibuat di kepaniteraan Pengadilan Negeri, dimana daerah hukum
warisan itu terbuka.
3. Seseorang yang menolak bagian yang seharusnya di dapat karena hendak membebaskan
diri dari hutang-hutang harta peninggalan sehingga dengan tindakan penolakan tersebut si
ahli waris bebas dari segala tanggung jawabnya khususnya melunasi beban hutang
pewaris.
 Menurut Hukum Waris Islam :
1. Penolakan memiliki arti kesepakatan atau perdamaian dari para ahli waris dalam
pembagian harta warisan setelah masing-masing menyadari bagiannya.
2. Penolakan cukup dengan ucapan atau sikap dari ahli waris yang diucapkan dihadapan
para ahli waris yang lain x melalui kesepakatan atau perdamaian.
3. Membayar hutang tetap sebagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh para ahli waris,
walaupun salah satu ahli waris tersebut menyerahkan hak bagian warisnya kepada ahli
waris yang lain

Persamaan :

1. Setiap orang yang meninggal dunia seketika itu juga hak dan kewajiban pewaris atau orang yang
meninggal dunia berpindah kepada ahli waris.
2. Sikap penolakan dari kelompok ahli waris akan menguntungkan para ahli waris atau ahli waris
dari kelompok berikutnya. Dan penolakan diri menjadi ahli waris bagiannya dan tempat
kedudukannya digantikan oleh ahli waris lainnya.

Anda mungkin juga menyukai