Perjanjian Kawin sudah dilakukan namun belum didaftarkan
Perjanjian kawin harus didaftarkan, untuk memenuhi unsur publisitas dari perjanjian kawin. Supaya pihak ketiga (di luar pasangan suami atau istri tersebut) mengetahui dan tunduk pada aturan dalam perjanjian kawin yang telah dibuat oleh pasangan tersebut. Jika tidak didaftarkan, maka perjanjian kawin hanya mengikat/berlaku bagi para pihak yang membuatnya, yakni suami dan istri yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan Pasal 1313, 1314 dan 1340 KUHP dimana perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Sejak UU Perkawinan tersebut berlaku, maka pendaftaran perjanjian kawin tidak lagi dilakukan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Jadi suatu perjanjian kawin dapat dikatakan sah apabila disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan/notaris, bukan pengadilan negeri.
Perjanjian Kawin dibuat sebelum UU 1/1974 berlaku
Perkawinan yang telah dilaksanakan tetap sah, karena telah diatur secara jelas dalam Pasal 64 undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan-peraturan lama adalah sah. Karena suatu perkawinan dilaksanakan sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 belum semuanya mempunyai kemampuan yang memadai dalam prosedur perkawinan, demikian juga tingkat pengetahuan dari masyarakat yang berkenaan dengan undang-undang masih belum tinggi, maka dalam prakteknya sebagian masyarakat tidak melakukan perkawinan dengan prosedur negara tetapi hanya dengan prosedur agama.
Perjanjian Kawin yg dibuat setelah menikah
Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan memberikan batasan bahwa perjanjian kawin hanya dapat dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan. Namun, dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan diubah menjadi: “Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.” Perjanjian kawin yang dibuat selama dalam ikatan perkawinan atau biasa disebut dengan perjanjian pasca nikah adalah sah dan tetap mengikat suami istri.
Suami Istri ingin membuat Akta Hibah
Pembuatan akta hibah tanah harus dibuat oleh PPAT. Apapun jenis aset atau barang yang dihibahkan, pembuatannya harus dihadiri oleh pihak pemberi dan penerima, serta disaksikan oleh minimal oleh dua orang saksi yang sesuai dengan ketentuan. Peralihan harta bersama dalam perkawinan melalu hibah harus dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak. Hal ini disebabkan menurut Pasal 36 ayat (1) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yaitu mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
Perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan yg berlaku surut, termasuk
kategori hibah dalam suami istri? Perjanjian kawin yang dibuat selama dalam ikatan perkawinan atau biasa disebut dengan perjanjian pasca nikah adalah sah dan tetap mengikat suami istri. Namun, keberlakuan dari perjanjian pasca nikah tersebut tidak berlaku surut. Artinya, pemisahan harta tersebut baru berlaku atas harta yang akan diperoleh setelah perjanjian pasca nikah dibuat. Sedangkan untuk harta yang telah diperoleh sebelum perjanjian pasca nikah dibuat oleh suami istri, harta tersebut akan tetap dianggap sebagai harta bersama. Pasal 1678 KUH Perdata menyebutkan adanya larangan hibah antara suami istri selama dalam perkawinan. Adanya larangan tersebut disebabkan dalam sistem BW menganut percampuran kekayaan, ketika dilangsungkannya perkawinan maka harta baik suami maupun istri menjadi satu. Sementara dalam Hukum Islam tidak melarang adanya hibah antara suami istri, karena mereka tetap menjadi pemilik atas hartanya masing-masing. Apabila terdapat penyatuan atau pemisahan harta kekayaan dalam perkawinan, maka hal itu dapat dituangkan dalam perjanjian perkawinan.