Anda di halaman 1dari 21

 PT membagikan dividen

Pembagian dividen di dalam suatu perseroan terbatas (“Perseroan”) diatur dalam Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ("UUPT") dan anggaran dasar Perseroan,
sepanjang tidak bertentangan dengan UU PT. Berdasarkan UU PT, seluruh laba bersih dikurangi
penyisihan untuk cadangan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali ditentukan
lain dalam Rapat Umum Pemegang Saham ("RUPS"). Cadangan adalah jumlah tertentu dari laba
bersih setiap tahun buku yang digunakan untuk cadangan, sebagaimana diputuskan oleh RUPS.

Dividen hanya boleh dibagikan apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif. Adapun
yang dimaksud dengan saldo laba positif adalah laba bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan
yang telah menutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya.

Perseroan wajib menyisihkan laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan yang mana
penyisihan laba persih tersebut dilakukan sampai cadangan mencapai 20% (dua puluh persen) dari
jumlah modal yang ditempatkan dan disetor.

Dividen yang tidak diambil setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal yang ditetapkan untuk
pembayaran dividen lampau, dimasukkan ke dalam cadangan khusus. Tata cara pengambilan
dividen yang telah dimasukkan ke dalam cadangan khusus akan diatur oleh berdasarkan RUPS.
Apabila dividen dalam cadangan khusus tersebut tidak diambil dalam jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun, maka jumlah dividen yang tidak diambil tersebut akan menjadi hak Perseroan, sebagaimana
yang akan dibukukan dalam pos pendapatan lain-lain dari Perseroan.

Untuk pembagian dividen interim atau yang dikenal sebagai dividen sementara yang dibayarkan
sebelum ditetapkannya laba tahunan Perseroan oleh RUPS, dapat dilakukan sebelum berakhirnya
tahun buku yang berjalan sepanjang hal tersebut diatur dalam anggaran dasar Perseroan.

Pembagian dividen interim dapat dilakukan dengan ketentuan:

1. jumlah kekayaan bersih perseroan tidak menjadi lebih kecil daripada jumlah modal
ditempatkan dan disetor, ditambah cadangan wajib; dan
2. tidak boleh mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya
pada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan.
Pembagian dividen interim ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh
persetujuan dari Dewan Komisaris. Namun, apabila setelah berakhirnya tahun buku, Perseroan
ternyata menderita kerugian, maka dividen interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh
pemegang saham kepada Perseroan.

UUPT memberikan penjelasan atas contoh dividen interim yang harus dikembalikan adalah
sebagai berikut:

Dividen interim yang telah dibagikan sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah) per saham. Perseroan
menderita kerugian dan tidak mempunyai saldo laba positif sehingga tidak ada dividen yang
dibagikan. Oleh karena itu, saham yang harus dikembalikan adalah Rp 1.000,00 (seribu rupiah) per
saham.

Apabila Perseroan menderita kerugian, tetapi Perseroan mempunyai salo laba positif, misalnya
RUPS menetapkan dividen sebesar Rp 200,00 (dua ratus rupiah) per saham. Oleh karena itu, saham
yang harus dikembalikan ke Perseroan adalah Rp 1.000,00 dikurangi Rp 200,00, yaitu 800,00
(delapan ratus rupiah).

Jika pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim tersebut, maka Direksi dan
Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan.

a. Waktu pembagian dividen saham

Idealnya, pembagian dividen dilakukan setiap akhir periode laporan keuangan, umumnya
setahun sekali walaupun terkadang ada juga perusahaan yang membagi dividen dua kali dalam
setahun. Satu hal yang pasti, emiten akan terlebih dulu memberi tahu investor saham kapan
pembagian dividen dilakukan. Pengumuman ini biasanya akan mencakup sejumlah informasi
berikut ini:

1. Declaration date – tanggal pengumuman resmi pembagian dividen oleh emiten, meliputi
tanggal pembayaran, tanggal pencatatan, serta jumlah dividen kas per lembar yang akan
dibagikan.
2. Date of record – tanggal pencatatan pemegang investasi saham yang berhak atas pembagian
dividen terkait.
3. Payment date – tanggal pembayaran dividen oleh emiten kepada investor saham tercatat.
4. Tanggal cum-dividend – batas tanggal aktivitas jual beli saham yang masuk perhitungan
untuk mendapatkan dividen.
5. Tanggal ex-dividend – tanggal yang sudah tidak termasuk hal perhitungan pembagian
dividen. Jika ada investor yang membeli saham pada periode tanggal ini, maka ia tidak akan
mendapatkan dividen di tanggal ini dan dapat menunggu hingga pembagian dividen di
periode berikutnya.

b. Bagaimana cara kerja pembagian dividen saham?

Pertama, pihak emiten akan menentukan nama-nama pemegang atau investor saham yang berhak
menerima pembagian dividen. Apabila daftar nama telah ditentukan, selanjutnya dilakukan
penentuan distribusi dividen yang akan dibagikan. Penentuan distribusi dividen ini dapat melalui
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) atau broker tempat investor saham menanamkan dana
mereka.

Setelah itu, baru bisa dilakukan penentuan waktu pembagian dividen ke rekening para investor
sesuai daftar yang telah dibuat. Perlu diketahui juga bahwa pembagian dividen saham harus
mengikutsertakan penghitungan pajak. Tentunya tiap investor saham mendapatkan dividen dalam
nominal berbeda, tergantung dari jumlah lembar saham yang dimiliki.

c. Jenis Jenis Dividen

Dalam investasi saham, arti dividen memiliki beberapa bentuk yang dapat disesuaikan dengan
kemampuan dan posisi dari perusahaan.

1. Dividen Tunai
Cash Dividend atau dividen tunai. Dividen jenis ini dibayarkan kepada pemilik atau
pemegang saham dalam bentuk uang secara tunai. Dividen tunai ini menjadi jenis yang
paling sering digunakan oleh berbagai perusahaan. Selain itu, dividen jenis tunai juga
merupakan jenis yang menjadi favorit banyak pemegang saham.
2. Dividen Saham
dividen saham atau stock dividend yang diberikan dalam bentuk saham. Jenis dividen ini
pada nantinya akan mampu membuat jumlah saham yang beredar menjadi meningkat. Jika
pembayaran dividen dengan bentuk saham ini dilakukan, maka posisi likuiditas suatu
perusahaan tidak akan mengalami perubahan. Hal tersebut lantaran pembayaran dengan
dividen saham ini bukan bagian dari arus kas sebuah perusahaan.
3. Dividen Barang
jenis property dividend atau dividen barang yang merupakan jenis dividen yang dibagikan
dalam bentuk barang, selain kas. Akan tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
perusahaan dalam melakukan pembagian dividen barang ini. Sebuah perusahaan harus
memastikan barang yang dibagikan merupakan barang yang bisa dibagi. Tak hanya itu,
harus dipastikan juga pembagian dividen yang dilakukan suatu perusahaan tak dapat
mengganggu dan memiliki pengaruh secara berkala bagi perusahaan.
4. Dividen Utang
Dividen juga dapat diberikan dalam bentuk skrip atau janji utang, jenis dividen ini disebut
sebagai skrip dividen. Dalam skrip yang sudah ada akan di cantumkan jumlah tertentu untuk
dibayarkan kepada pemegang untuk membayarnya. Penerapan dividen menggunakan jenis
skrip akan membuat suatu perusahaan memiliki utang, namun dalam jangka yang pendek.
5. Dividen Liquidating
Jenis dividen ini berbeda dengan jenis dividen lainnya, liquidating dividend ini tidak berasal
dari keuntungan yang diperoleh dari perusahaan. Jenis dividend ini merupakan kebalikan
dari semua jenis yang dividen yang sudah ada. Pemberian dividen yang dibagikan sendiri
akan mengacu terhadap pengurangan modal dari suatu perusahaan.

d. Cara Hitung Pembagian Dividen Saham


Seperti yang disebutkan sebelumnya, setiap investor saham akan mendapatkan dividen
dalam jumlah berbeda. Biasanya, penghitungannya dilakukan saat Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS). Cara menghitungnya cukup sederhana, yaitu dengan menggunakan rumus:

Total jumlah dividen yang akan dibagi = laba bersih x persentase rasio pembayaran dividen
(%)
Nah, dari rumus tersebut, nantinya bisa menentukan jumlah dividen per saham melalui rumus
berikut ini:
Jumlah dividen per saham= total nominal dividen : jumlah saham beredar
e. Perhitungan Dividen
Setelah mengetahui arti dividen dan jenis-jenisnya, berikut beberapa cara yang biasa
digunakan oleh perusahaan untuk perhitungan dividen.
1. Perhitungan Dividend Payout Ratio (DPR)
Dividend Payout Ratio (DPR) adalah rasio berapa banyak laba perusahaan yang dibagi
menjadi dividen kepada pemegang saham.
Contoh:
 Laba bersih PT. ABC merupakan Rp 1.000.000.000,-.
 ABC memutuskan untuk membagikan dividen sebesar Rp 500.000.000,- kepada
pemegang saham.
 DPR = 500.000.000 / 1.000.000.000 * 100% = 50%.
 Jadi, Dividend Payout Ratio (DPR) dari PT. ABC adalah 50%.
2. Perhitungan Dividend Per Share (DPS)
Angka dari jenis perhitungan dividen per lembar saham didapat dari pembagian dividen
perusahaan dengan jumlah total lembar saham.
Contoh:
 ABC memutuskan untuk membagikan dividen sebesar Rp 500.000.000,- kepada
pemegang saham.
 Jumlah total lembar saham dari PT. ABC adalah 1 juta lembar.
 DPS = 500.000.000 / 1.000.000 = Rp 500,-.
 Jadi, Dividend Per Share (DPS) atau dividen per lembar yang diterima oleh pemegang
saham adalah Rp 500,-
3. Perhitungan Dividend Yield
Dividend yield merupakan perbandingan seberapa besar dividen yang dibagi perusahaan
terhadap harga saham yang sedang beredar.
Contoh:
 Dividend Per Share (DPS) dari PT. ABC adalah Rp 500,-.
 Harga saham PT. ABC adalah Rp 10.000,-.
 Dividend yield = 500 / 10.000 * 100% = 5%.
 Jadi, dividend yield dari PT. ABC adalah 5%.
 Penerbitan saham baru ( Right Issue )
Menurut Bursa Efek Indonesia (BEI), right issue adalah salah satu bentuk peningkatan modal
disetor suatu perusahaan. Dalam right issue, perusahaan menawarkan hak (right) kepada pemegang
saham yang ada untuk mendapatkan saham baru. Ini sama saja pemegang saham menyetor modal
dengan rasio tertentu. Right issue saham berarti penerbitan saham baru. Dengan right issue, semakin
banyak saham perusahaan yang beredar di pasar. Hal ini akan menyebabkan harga saham terdilusi
dan turun. Selain itu, laba per saham atau earning per share perusahaan juga ikut melorot akibat
dilusi saham.  
a. Cara Kerja Right Issue
pemegang saham memperoleh hak untuk membeli tambahan saham baru perusahaan
dengan harga diskon pada tanggal atau waktu yang sudah ditentukan.
Jika pemegang saham tersebut tidak mengambil haknya, maka dia dapat menjual haknya
tersebut kepada investor lain. Makanya, di pasar modal ada perdagangan right (hak). Caranya
sama seperti perdagangan saham biasa.
Jadi, right adalah hak yang diberikan kepada pemegang saham lama untuk terlebih
dahulu membeli saham yang baru dikeluarkan. Agar para pemegang saham lama diberi
kesempatan untuk mempertahankan persentase kepemilikannya dalam suatu perusahaan.
b. Tujuan Perusahaan melakukan Right Issue
1. Untuk membayar utang
Sebuah perusahaan pasti membutuhkan tambahan modal untuk memenuhi kewajiban
keuangannya saat ini. Biasanya perusahaan yang mengalami masalah finansial
melakukan right issue untuk membayar utang, terutama ketika perusahaan tidak mendapat
pinjaman lebih banyak uang dari lembaga keuangan. 
2. Untuk akuisisi perusahaan lain
Perusahaan dengan neraca keuangan sehat juga melakukan right issue dan mendapatkan
dana untuk akuisisi perusahaan kompetitor. Atau ekspansi membuka fasilitas baru maupun
meningkatkan kapasitas usaha.
Jika modal tambahan dari right issue dipakai perusahaan untuk ekspansi bisnis, maka aksi
ini dapat menciptakan keuntungan modal bagi pemegang saham meski terjadi dilusi saham
akibat right issue.
c. Dampak penerbitan saham baru bagi pergerakan harga saham
1. Dilusi saham
Dampak penerbitan saham baru menyebabkan terjadinya dilusi saham.
Dilusi saham adalah pengurangan persentase kepemilikan akibat penyusutan
nilai saham karena penerbitan saham baru. Dilusi saham terjadi apabila pemegang saham
yang diberikan hak prioritas tidak melakukan pembelian saham baru. Hal ini berpengaruh
secara kompleks karena berimbas pula pada saat perolehan nilai dividen berlangsung.
2. Peluang Terjadinya Kenaikan Harga Saham
Kenaikan harga saham berpeluang terjadi apabila dalam pelaksanaan mekanisme
pembelian saham baru dibeli dengan jumlah besar atau terdapat pihak tertentu yang membeli
saham tersebut, sehingga mendorong kenaikan harga saham. Pihak tersebut dianggap
memiliki pengaruh kuat atau dikenal sebagai sosok yang berpengalaman dalam dunia
saham, sehingga saat pihak tersebut melakukan pembelian saham baru akan memicu
pemegang saham lainnya untuk turut serta melakukan investasi pada saham tersebut.
d. Penerbitan saham baru untuk pemegang saham baru
Ketika suatu perusahaan sudah menerbitkan saham perdana (Initial Public Offering),
maka perusahaan tentu sudah memiliki banyak pemegang saham. Setelah itu, jika diperlukan,
perusahaan dapat menerbitkan saham baru. Namun, sebelum ditawarkan pada investor baru,
saham tersebut akan ditawarkan pada investor lama dan disebut dengan right issue. Meskipun
investor lama atau pemegang saham Perseroan diberikan hak untuk terlebih dahulu memesan
saham baru atau right tersebut, investor lama mempunyai pilihan untuk mengambilnya atau tidak
mengambilnya.
Setelah penawaran ke investor lama selesai, maka Perseroan dapat menawarkan right ke
investor baru atau standby buyer. Right issue biasanya diberikan sesuai rasio, contohnya pada
rasio 1:2 artinya setiap pemegang satu lembar saham lama akan diberikan hak terlebih dahulu
untuk membeli 2 lembar saham baru. Investor baru dapat membeli saham dalam patokan harga
right yang dapat lebih rendah, sama atau lebih tinggi dibandingkan harga pasar saat ini. Di
aplikasi MotionTrade, right dapat diperjualbelikan melalui menu Buy atau Sell seperti membeli
atau menjual saham. Pada waktu yang ditentukan, investor harus menebus right yang dimiliki
supaya menjadi saham. Menebus right bisa dilakukan secara online juga melalui Menu Exercise
Right di MotionTrade.
e. Prosedur penambahan modal disetor
Kasus :
Modal dasar Rp1 miliar atau sejumlah 1000 saham, modal setor Rp500 juta atau sejumlah 500
saham. Arman memiliki 60% atau sebesar Rp300 juta atau sejumlah 300 saham. Beny memiliki
40% sebesar Rp 200 juta atau 200 saham. Pada saat ini perseroan telah mengalami kemajuan dan
hendak meningkatkan modal setor menjadi Rp700 juta tanpa dilakukan penambahan modal
dasar. Di sisi lain Arman dan Benny tidak berkehendak menambah sahamnya dan mengajak
Carly sebagai pemegang saham baru. Bagaimana mekanisme peningkatan modal perseroan
tersebut dan sebutkan komposisi pemegang sahamnya yang baru?
Penjelasan :
Berdasarkan Pasal 41 UU PT disebutkan:
1. Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS.
2. RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui
pelaksanaan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu
paling lama 1 tahun.
3. Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sewaktu-waktu dapat ditarik
kembali oleh RUPS.
Lebih lanjut, sehubungan dengan penambahan modal disetor diatur pada Pasal 42 ayat (2) dan
ayat (3) UU PT yang berbunyi:
(2) Keputusan RUPS untuk penambahan modal ditempatkan dan disetor dalam batas modal dasar
adalah sah apabila dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari 1/2 bagian dari seluruh jumlah
saham dengan hak suara dan disetujui oleh lebih dari 1/2 bagian dari jumlah seluruh suara yang
dikeluarkan, kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar.
(3) Penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diberitahukan kepada
Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
Sehingga, untuk menambah modal disetor menjadi Rp700 juta, harus diselenggarakan
Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) dengan kuorum kehadiran ½ bagian dari seluruh
jumlah saham dengan hak suara, dan kemudian penambahan modal disetor tersebut disetujui
oleh lebih dari ½ bagian dari jumah suara yang dikeluarkan, kecuali jika anggaran dasar PT
mementukan batas yang lebih besar
Kemudian penambahan modal itu harus diberitahukan ke Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
Dengan adanya penambahan modal disetor, maka komposisi pemegang saham baru
adalah:
1. Bahwa modal disetor perseroan semula Rp500 juta atau sejumlah 500 saham, dengan
komposisi pemegang saham Arman 60% atau sebesar Rp300 juta (300 saham) dan Beny
40% atau sebesar Rp200 juta (200 saham).
2. Dengan penambahan modal disetor dari semula Rp500 juta (500 saham) menjadi Rp700 juta
(700 saham), maka komposisi pemegang saham menjadi: Arman 42,8 %, Beny 28,6 %
dan Carly 28,6 % (dengan pembulatan ke atas), dengan hitungan sebagai berikut:

Modal disetor sebesar Rp 700 juta, dengan rincian Arman sebesar Rp300 juta, Beny sebesar
Rp200 juta, dan Carly sebesar Rp200 juta, maka:
Arman      : 300 juta / 700 juta x 100% = 42,8%
Beny         : 200 juta / 700 juta x 100% = 28,6%
Carly         : 200 juta / 700 juta x 100% = 28,6%
 Peralihan Saham PT
Pengalihan saham atau yang dikenal dengan pemindahan hak atas saham pada dasarnya diatur
dalam anggaran dasar masing-masing perseroan terbatas (“PT”), namun pengaturan tersebut tak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Adapun Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”) sendiri telah mengatur tata cara terkait
pemindahan hak atas saham. Jika ingin mengupdate dokumen legalitas seusai aturan terbaru,
Pemohon bisa menggunakan layanan Penyesuaian Anggaran dasar dan OSS. Yang akan didapatkan:
 Akta Perubahan
 SK Kemenkumham
 Nomor Induk Berusaha (NIB)
a. Hak-Hak Bagi Pemilik Saham Dalam Perusahaan
Kepemilikan atas saham perusahaan memberikan hak bagi para pemilik saham untuk
melakukan beberapa hal seperti:
1. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
2. Menerima pembayaran dividen dan hasil likuidasi; serta
3. Menjalankan hak lain sesuai undang-undang.
Selain itu, pemilik saham juga berhak melakukan pengalihan atau penjualan kepemilikan
sahamnya kepada pihak lain. Di mana, mekanisme penjualan saham telah diatur dalam UU No.
40 tahun 2007 tentang Perusahaan.
b. Pemilik Saham Diperbolehkan untuk Mengalihkan Sahamnya
Ada berbagai alasan yang membuat pemilik saham ingin mengalihkan sahamnya.
Pengalihan saham sendiri berarti pemilik saham ingin memindahkan hak atas saham yang
mereka miliki kepada orang lain.
Ketika ada suatu pihak yang ingin mengalihkan sahamnya, maka mereka harus
memperhatikan kepentingan perusahaan dan pemegang saham lainnya. Ada beberapa penyebab
pemilik saham menjual sahamnya, yaitu:
1. Pemilik saham tidak setuju adanya perubahan dalam Anggaran Dasar;
2. Terjadinya pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang memiliki nilai 50% lebih
dari kekayaan bersih perseroan;
3. Tidak menyetujui dilakukannya penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau
pemisahan;
Jika pengalihan ini benar-benar ingin dilakukan, maka pemilik saham perlu
mempersiapkan syarat yang dibutuhkan dengan sebaik-baiknya.
Mekanisme pengalihan saham telah diatur dalam Undang-Undang PT, dan telah diatur
dan dijelaskan dalam Anggaran Dasar yang dibuat ketika mendirikan suatu PT. Di mana, proses
pengalihan saham harus mendapatkan persetujuan dari pemilik saham lainnya lewat RUPS atau
Rapat Umum Pemegang Saham.
Selain itu, pemilik saham yang ingin mengalihkan sahamnya, maka ia harus mengetahui
bahwa akan ada konsekuensi yang harus ditanggung, salah satunya pemegang hak atas saham
akan dialihkan ke pemegang saham baru.
c. Syarat Pengalihan Saham
Pengalihan saham telah diatur dalam UU PT dan telah dituliskan di dalam Anggaran
Dasar PT yang telah dibuat masing-masing perusahaan sebelum didirikannya perusahaan itu
sendiri.
Sebagai salah satu pemilik saham, harus memahami dengan baik mengenai tata cara
pengalihan saham, agar proses pengalihan ini bisa berjalan dengan cepat dan lancar. Di bawah
ini adalah beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi ketika ingin mengalihkan kepemilikan
saham.
1. Mendapatkan persetujuan dari organ perseroan
Sebelum mengurus proses pengalihan saham, sebagai pemilik saham perlu mendapatkan
izin terlebih dulu dari organ perusahaan sebagai syarat awal pengalihan saham. Organ
perusahaan di sini adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.
Ketika telah mendapatkan persetujuan, maka bisa melanjutkan proses pengalihan saham.
Namun, jika tidak mendapatkan persetujuan, maka proses tidak bisa dilanjutkan.
2. Mendapatkan persetujuan dari instansi yang berwenang
Pemilik saham tidak diperbolehkan untuk melakukan pengalihan saham kepada pihak
luar atau pihak asing. Namun, jika ingin mengalihkan saham ke pihak asing, maka prosedur
ini baru bisa dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang.
3. Telah menawarkan saham kepada pemegang saham lainnya
Sebelum mengalihkan saham ke pihak luar, maka pemilik saham harus terlebih dulu 
menawarkan sahamnya kepada pemegang saham lain sebagai syarat pengalihan saham yang
wajib dipenuhi.
Ketiga syarat tersebut perlu dipenuhi, hal ini karena pengalihan saham didasarkan atas
peraturan hukum yang berlaku. Pemindahan hak atas saham karena warisan juga harus
memenuhi persyaratan dari instansi berwenang.

d. Prosedur Pengalihan Saham


Selain persyaratan di atas, juga perlu memerhatikan syarat serta prosedur khusus dalam
Anggaran Dasar PT sebelum menjual saham tersebut. Pahami, apakah ada persyaratan khusus
atau tidak untuk menjalankan pengalihan saham tersebut. Beberapa hal yang dilakukan dalam
pengalihan saham antara lain:
1. Pemilik saham memberitahukan kepada perusahaan terlebih dahulu mengenai niatnya yang
ingin mengalihkan saham;
2. Proses mendapatkan persetujuan dari perseroan lainnya memiliki tenggang waktu, yaitu
tidak lebih dari 90 (sembilan puluh) hari. Jika dalam tenggat waktu tersebut organ
perusahaan tidak memberikan jawaban, maka otomatis akan dianggap telah disetujui.
3. Pemilik saham melakukan penawaran saham kepada pemilik saham lainnya. Jika dakan 30
(tiga puluh) hari tidak ada yang membelinya, barulah pemilik saham bisa menawarkan lagi
pada pihak lain.
4. Membuat akta pemindahan hak dihadapan notaris maupun di bawah tangan.
5. Menyampaikan akta pemindahan hak kepada perseroan.
6. Direksi akan melakukan pencatatan dan mengirim surat pemberitahuan perubahan susunan
pemegang saham kepada menteri selambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak dilakukan
pencatatan oleh direksi. Jika dalam waktu tersebut tidak dilakukan maka Menteri harus
melakukan penolakan.

Perlu diketahui bahwa peralihan atas saham berpengaruh kepada Anggaran Dasar atau akta
pendirian perusahaan. Setelah peralihan saham ini sudah disetujui, maka harus dilakukan perubahan
anggaran dasar perusahaan dengan memasukan nama pemegang saham baru dan mengeluarkan
nama pemegang saham lama dari Anggaran Dasar PT.

Kemudian, perubahan atas Anggaran Dasar baru perlu disampaikan kepada Kementerian Hukum
dan HAM untuk mendapatkan pengesahan selambat-lambatnya tiga puluh hari sejak Anggaran
Dasar baru dibuat.

 Persetujuan RUPS dalam pengalihan saham


Prosedur perubahan pemegang saham diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT) serta diatur juga dalam anggaran dasar PT tersebut. Biasanya dalam
anggaran dasar PT diatur bahwa setiap pemindahan hak atas saham wajib mendapatkan persetujuan
RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Lalu bagaimana prosedur lengkapnya untuk bisa
melakukan perubahan pemegang saham?
Jika anggaran dasar menentukan bahwa pemindahan hak atas saham perlu mendapat persetujuan
dari RUPS, maka tentu sebelum bisa dibuat akta jual beli saham atau akta pemindahan hak dengan
cara lainnya, perlu diadakan RUPS terlebih dahulu. Apabila pada prinsipnya semua pemegang
saham setuju atas pemindahan hak atas saham tersebut, maka lebih mudah untuk membuat Surat
Keputusan Sirkuler Para Pemegang Saham sebagai pengganti RUPS.
RUPS dapat dilaksanakan dengan diadakannya pemanggilan terlebih dahulu terhadap seluruh
pemegang saham dengan surat tercatat dan/atau dengan iklan pada surat kabar dalam jangka waktu
14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan. Kemudian RUPS itu sendiri baru bisa
dilaksanakan apabila dihadiri oleh lebih dari pemegang saham yang mewakili lebih dari 50% saham
yang telah dikeluarkan dalam PT.
RUPS mengambil keputusan untuk menyetujui atau menolak pemindahan hak atas saham secara
musyawarah atau dengan mekanisme pengambilan suara terbanyak (voting). Keputusan untuk
menyetujui atau menolak pemindahan hak atas saham tersebut adalah sah apabila disetujui oleh
pemegang saham yang mewakili lebih dari 50% saham dari pemegang saham yang hadir dalam
RUPS.
Setiap RUPS yang dilakukan untuk pemindahan hak atas saham wajib dibuat risalah rapat yang
kemudian dituangkan dalam akta notaris. Setelah Akta Berita Acara Rapat telah dibuat barulah
dapat dibuat Akta Jual Beli saham.
Kemudian perlu juga diperhatikan ketentuan Pasal 56 ayat (3) UUPT yang mengatur sebagai
berikut:
“Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak
tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
ayat (1) dan ayat (2) dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri
untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pencatatan pemindahan hak”
 Jual Beli Saham
Dalam perjanjian jual beli saham, saat terjadinya jual beli saham selain kata sepakat juga adanya
penyerahan secara tertulis yang disetujui dan diakui oleh para pihak. Penyerahan secara tertulis
tersebut berupa akta peralihan hak yang berupa akta otentik maupun akta dibawah tangan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Hal ini diatur dalam Pasal 613
KUHPerdata.
“Jual beli saham yang wajib mendapatkan persetujuan RUPS, hanya jika disyaratkan dalam
Anggaran Dasar perusahaan tersebut.”
Kepemilikan dalam Perseroan Terbatas (PT) dihitung berdasarkan besaran modal yang disetor
oleh para pendiri PT. Besarnya modal yang disetorkan akan berpengaruh terhadap jumlah
persentase kepemilikan dalam suatu PT. Modal pendiri PT itulah yang nantinya akan terbagi
menjadi saham.  
Sebagai pemegang saham memiliki hak untuk melakukan pengalihan saham. Salah satu cara
pengalihan saham, yakni dengan melakukan jual-beli saham. Pengalihan saham dengan cara jual-
beli saham di perusahan tertutup dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
Menurut Pasal 57 ayat (1) huruf b UUPT, menyatakan bahwa Anggaran Dasar dapat mengatur
agar jual-beli saham perusahaan mendapatkan persetujuan Organ Perseroan yang mana salah
satunya adalah RUPS. 
Berdasarkan Pasal 57 ayat (1) huruf b UUPT jual-beli saham yang wajib mendapatkan
persetujuan RUPS, hanya jika disyaratkan dalam Anggaran Dasar. Sehingga dalam hal Anggaran
Dasar tidak mensyaratkan jual-beli saham harus mendapatkan persetujuan RUPS terlebih dahulu,
maka pemegang saham tetap dapat melakukan jual-beli saham miliknya tanpa perlu melalui RUPS.
Akan tetapi perlu diketahui, dengan adanya jual-beli saham tersebut menyebabkan terjadinya
perubahan susunan pemegang saham. Nah dalam praktiknya pelaporan atas perubahan susunan
pemegang saham dalam sistem AHU secara teknis tetap meminta adanya Berita Acara RUPS atau
Keputusan Pemegang Saham atas jual-beli saham. Sehingga mau tidak mau Berita Acara
RUPS/Keputusan Pemegang Saham tetap harus dibuat sebagai pengganti RUPS
Kemudian jika Anggaran Dasar mensyaratkan jual-beli saham memerlukan RUPS, maka bukan
berarti jual-beli saham yang dilakukan tanpa persetujuan RUPS tidak dapat dilakukan. Karena
dalam Pasal 59 UU PT mengatur bahwa apabila dalam jangka waktu 90 hari ternyata RUPS tidak
memberikan jawaban tertulis, maka saham dapat dijual.  
Namun, hal tersebut sulit dilakukan karena seperti yang dijelaskan sebelumnya, pelaporan
perubahan susunan pemegang saham dalam sistem AHU harus disampaikan dengan melampirkan
Berita Acara RUPS/Keputusan Pemegang Saham penggantian RUPS. 
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan, jual-beli saham dalam perusahan wajib mendapatkan
persetujuan RUPS hanya jika Anggaran Dasar mensyaratkan. Dalam hal Anggaran Dasar
mensyaratkan jual-beli saham wajib persetujuan RUPS, bukan berarti jual-beli saham tanpa
persetujuan RUPS tidak dapat dilakukan. Hanya saja dalam praktiknya hal tersebut sulit dilakukan
karena adanya pelaporan perubahan susunan pemegang saham dalam sistem AHU harus
disampaikan dengan melampirkan Berita Acara RUPS/Keputusan Pemegang Saham penggantian
RUPS.
 RUPS Pengukuhan Peralihan Saham
Pasal (1) angka 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(selanjutnya disebut UUPT), mengatur mengenai definisi pengambilalihan yaitu sebagai berikut :

"Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Badan Hukum atau orang
perseorangan untuk mengambilalih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian atas Perseroan tersebut".
Adapun Pengambilalihan yang dimaksud Pasal (1) angka 11 UUPT, dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu melalui Direksi Perseroan atau dari pemegang saham langsung. Dengan demikian,
masing-masing diatur prosedur hukum yang berbeda di dalam UUPT. Kemudian, dalam hal sebuah
proses pengambilalihan saham suatu Perseroan ada yang dapat mengakibatkan perubahan
pengendalian maupun tidak menimbulkan perubahan pengendalian dalam Perseroan tersebut.
Pengambilalihan yang Mengakibatkan Perubahan Pengendalian
A. Proses Pengambilalihan melalui Direksi Perseroan
Menurut Pasal 125 ayat (1) UUPT, Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan
saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan
atau langsung dari pemegang saham. Dimana yang dapat melakukan Pengambilalihan dapat berupa
badan hukum atau orang perseorangan. Pengambilalihan saham yang dimaksud Pasal 125 ayat (1)
adalah Pengambilalihan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan nantinya
seperti yang dimaksud dalam Pasal 7 angka 11 UUPT. Berikut ini adalah proses Pengambilalihan
melalui Direksi Perseroan:
1. Keputusan RUPS
Pasal 125 ayat (4) UUPT diatur mengenai pengambilalihan yang dilakukan oleh badan
hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum
pengambilalihan harus berdasarkan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 89 UUPT yaitu paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui
paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali
anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan RUPS yang lebih besar.
2. Pemberitahuan kepada Direksi Perseroan
Menurut Pasal 125 ayat (5) UUPT, dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh Direksi,
pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan
Pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang akan diambil alih.
3. Penyusunan Rancangan Pengambilalihan
Menurut Pasal 125 ayat (6) UUPT Direksi Perseroan yang akan diambilalih dengan
persetujuan komisaris masing-masing Perseroan menyusun rancangan pengambilalihan
yang memuat sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut :
a. Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan diambilalih dan perseroan yang
akan mengambilalih.
b. Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambilalih dan Direksi
Perseroan yang akan diambilalih.
c. Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) UUPT untuk tahun
buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambilalih dan Perseroan yang akan
diambilalih.
d. Tata cara penilaian dan konversi saham dari perseroan yang akan diambilalih terhadap
saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dengan saham.
e. Jumlah saham yang akan diambilalih
f. Kesiapan pendanaan.
g. Neraca konsolidasi performa Perseroan yang akan mengambilalih setelah
pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntasi yang berlaku umum di
Indonesia.
h. Cara penyelesaian hak Pemegang Saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan
i. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Komisaris dan
Karyawan Perseoran yang diambilalih.
j. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan, termasuk jangka waktu
pemberian kuasa pengalihan saham dari Pemegang Saham kepada Direksi Perseroan.
k. Rancangan perubahan Anggaran Dasar Perseroan hasil pengambilalihan jika ada.

4. Pengumuman Ringkasan Rancangan


Selanjutnya, Direksi Perseroan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit
dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari
Perseroan yang akan melakukan Pengambilalihan dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS (Pasal 127 ayat (2) UUPT). Pengumuman
sebagaimana dimaksud tersebut memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang
berkepentingan dapat memperoleh rancangan Pengambilalihan di kantor Perseroan
terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
5. Pengajuan Keberatan Kreditor
Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman mengenai Pengambilalihan sesuai
dengan rancangan tersebut. Apabila dalam jangka waktu tersebut kreditor tidak mengajukan
keberatan, kreditor dianggap menyetujui Pengambilalihan tersebut. Dalam hal keberatan
kreditor sampai dengan tanggal diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh
Direksi, keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian.
Selama masa penyelesaian belum tercapai, Pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan.
6. Pembuatan Akta Pengambilalihan dihadapan Notaris
Menurut Pasal 128 ayat (1) menyatakan, Rancangan Pengambilalihan yang telah disetujui
RUPS dituangkan ke dalam akta Pengambilalihan yang dibuat dihadapan notaris dalam
bahasa Indonesia.
7. Pemberitahuan kepada Menteri
Kemudian, salinan akta Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian
pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) UUPT. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29
dan Pasal 30 UUPT mengenai Daftar Perseroan dan Pengumuman berlaku juga bagi
Pengambilalihan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengambilalihan Perseroan diatur
dengan peraturan Pemerintah.
8. Pengumuman Hasil Pengambilalihan
Menurut Pasal 133 ayat (2) UUPT, Direksi Perseroan yang sahamnya diambilalih wajib
mengumumkan hasil Pengambilalihan tersebut dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya
Penggambilalihan tersebut.
B. Proses Pengambilalihan Secara Langsung dari Pemegang Saham
Sebelumnya telah dibahas mengenai proses Pengambilalihan saham perusahaan melalui Direksi
Perseroan. Berikut ini adalah proses Pengambilan saham secara langsung dari Pemegang Saham
dimana prosedurnya dilakukan lebih sederhana.
1. Perundingan dan Kesepakatan
Cara pengambilalihan saham yang dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan
melalui pemengang saham langsung dilakukan melalui perundingan dan kesepakatan oleh
para pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap
memperhatikan anggaran dasar Perseroan yang diambilalih tentang pemindahan hak atas
saham dan perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan Pihak lain (Pasal 125 ayat
(6) dan (7) UUPT). Jika Pengambilalihan tersebut dilakukan oleh badan hukum berbentuk
Perseroan, sebelumnya Direksi harus mendapat persetujuan RUPS dahulu sebelum
melakukan perundingan dan kesepakatan pembelian saham yang langsung dari pemegang
saham.
2. Pengumuman Rencana Kesepakatan
Tahap selanjutnya, walaupun Pengambilalihan saham tersebut langsung melalui
pemegang saham dan tidak menyusun rancangan Pengambilalihan dahulu namun tetap
harus mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan dalam 1 (satu) surat kabar dan
mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan
Pengambialihan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum
pemanggilan RUPS. Hal ini dilakukan berdasarkan Pasal 127 ayat (8) UUPT dimana
ketentuan tersebut berlaku mutatis mutandis berlaku bagi pengumuman dalam rangka
Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham dalam Perseroan.
3. Pengajuan Keberatan Kreditor
Dengan demikian Pasal 127 ayat (2), (3), (5), (6) dan (7) UUPT juga berlaku. Dalam hal
Kreditor yang ingin mengajukan keberatan kepada Perseroan dapat mengajukan dalam
jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman, namun jika dalam
jangka waktu tersebut kreditor tidak mengajukan keberatan maka kreditor dianggap
menyetujui Pengambilalihan. Dalam hal keberatan kreditor sampai dengan tanggal
diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut harus
disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian. Selama penyelesaian tersebut
belum tercapai Pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan.
4. Pembuatan Akta Pengambilalihan dihadapan Notaris
Kemudian, menurut Pasal 128 ayat (2) UUPT, akta pengambilan saham yang dilakukan
langsung dari pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam Bahasa
Indonesia. Oleh karena Pengambilalihan dilakukan secara langsung dari pemegang saham,
Pasal 131 ayat (2) UUPT menyebutnya akta pemindahan hak atas saham.
5. Pemberitahuan kepada Menteri
Menurut Pasal 131 ayat (2) UUPT, Salinan akta pemindahan hak atas saham wajib
dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan
pemegang saham.
6. Pengumuman Hasil Pengambilalihan
Pada tahap terakhir berdasarkan Pasal 133 ayat (2) UUPT, Direksi Perseroan yang
sahamnya diambil alih wajib mengumumkan hasil Pengambilalihan dalam 1 (satu) Surat
Kabar atau lebih, kewajiban untuk mengumumkan dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Pengambilalihan.
Pengendalian yang Tidak Mengakibatkan Perubahan Pengendalian Perseroan Terbatas
Definisi Pengambilalihan yang diatur dalam Pasal 1 angka 11 UUPT adalah Pengambilalihan
yang mengakibatkan perubahan Pengendalian atas suatu Perseroan Terbatas. Namun, dalam hal
pengambilalihan saham Perseroan yang tidak mengakibatkan perubahan pengendalian terdapat
syarat dimana jumlah saham yang diambilalih yaitu tidak melebihi 50% saham Perseroan.
Pengambilalihan yang dimaksud disini tidak dapat menyebabkan perubahan pengendalian sesuai
definisi Pengambilaihan pada Pasal 1 angka 11 UUPT karena pengambilaihan saham ini hanya
merupakan pemindahan hak atas saham sesuai yang diatur dalam Pasal 56 UUPT.
Dengan demikian, prosedur hukum suatu pengambilalihan saham yang tidak mengakibatkan
perubahan pengendalian di dalam Perseroan ini, terdapat prosedur-prosedur yang tidak perlu
dilakukan yaitu:
1. Prosedur keputusan RUPS (Pasal 125 ayat (4) UUPT), tanpa mengenyampingkan ketentuan
Anggaran Dasar Perseroan yang bersangkutan.
2. Prosedur penyusunan rancangan pengambilalihan (Pasal 125 ayat (6) UUPT).
3. Prosedur pengumuman ringkasan rancangan pengambilalihan dalam 1 (satu) surat kabar
(Pasal 127 ayat (2) UUPT).
4. Prosedur pembuatan akta pengambilaihan dihadapan notaris (Pasal 128 UUPT)
5. Prosedur pengumuman pengambilalihan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih (Pasal 133
UUPT)
Contoh Akta
 Pemindahan Hak Atas Saham
Modal dasar Perseroan terbagi-bagi dalam bentuk saham. Saham merupakan benda bergerak
yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam Rapat
Umum Pemegang Saham, menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi, serta
menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (“UU Perseroan”).
Pasal 56 UU Perseroan mengatur pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta
pemindahan hak. Akta pemindahan hak dapat dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta dibawah
tangan. Akta pemindahan hak atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada Perseroan. Direksi
wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam
daftar pemegang saham atau daftar khusus dan memberitahukan perubahan susunan pemegang
saham kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak. Di dalam anggaran dasar Perseroan dapat diatur
persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:
1. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu
atau pemegang saham lainnya;
2. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau
3. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Persyaratan sebagaimana dimaksud diatas tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas saham
karena hukum. Yang dimaksud dengan pemindahan karena hukum adalah pemindahan hak karena
kewarisan atau pemindahan hak sebagai akibat Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan. Tetapi
untuk pemindahan hak karena kewarisan harus tetap memenuhi persyaratan mendapatkan
persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Apabila anggaran dasar mengharuskan pemegang saham yang ingin menjual saham untuk
menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang
saham lain, maka penawaran saham kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang
saham lain dilakukan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran.
Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan
ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli saham yang ditawarkan, maka pemegang saham
yang ingin menjual sahamnya dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga.
Pemegang saham yang ingin menjual sahamnya dan diharuskan oleh anggaran dasar untuk
menawarkan sahamnya berhak menarik kembali penawaran tersebut setelah berakhirnya jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari.

Persetujuan pemindahan hak atas saham oleh Organ Perseroan atau penolakannya harus
diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak
tanggal Organ Perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut. Apabila
dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari tersebut telah lewat dan Organ Perseroan tidak
memberikan pernyataan tertulis, maka Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas
saham tersebut. Pemindahan hak atas saham yang disetujui oleh Organ Perseroan, dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 UU PT dan dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak diberikannya tanggal persetujuan.

Adapun langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh pemegang saham yang akan melakukan
pengalihan terhadap sahamnya adalah:

1. Pemegang saham penjual terlebih dahulu memberitahukan kepada perusahaan;


2. Mendapat persetujuan dari organ perseroan yang lain. Tenggang waktu memperoleh
persetujuan selama 90 (sembilan puluh) hari, jika dalam tenggang waktu tersebut organ
perseroan yang lain tidak memberikan jawaban maka organ perseroan dianggap telah
menyetujui;
3. Pemegang saham penjual terlebih dahulu harus menawarkan sahamnya kepada pemegang
saham lain, jika dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari pemegang saham lain tidak ada
yang bersedia membeli maka dapat menawarkan kepada pihak lain;
4. Dibuat dalam sebuah akta pemindahan hak, baik dibuat di hadapan notaris atau akta bawah
tangan;
5. Akta tersebut disampaikan secara tertulis kepada perseroan;
6. Direksi melakukan pencatatan;
7. Direksi mengirim surat pemberitahuan perubahan susunan pemegang saham kepada menteri
selambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak dilakukan pencatatan oleh direksi, jika dalam waktu
tersebut tidak dilakukan maka Menteri harus melakukan penolakan;
Peralihan atas saham berpengaruh kepada anggaran dasar atau akta pendirian
perusahaan. Setelah terjadi peralihan maka harus dilakukan perubahan anggaran dasar
perusahaan dengan memasukan nama pemegang saham baru dan mengeluarkan nama
pemegang saham lama dari anggaran dasar. Nah, perubahan anggaran dasar yang baru
dengan susunan pemegang saham baru tersebut harus disampaikan pemberitahuan kepada
Kementrian Hukum dan HAM guna mendapatkan pengesahan selambat-lambatnya tiga
puluh hari.
Contoh Akta
 Pemberitahuan RUPS
Menurut Pasal 83 ayat (2) UUPT dan Pasal 10 Peraturan OJK 2014, pengumuman RUPS wajib
dilakukan oleh PT terbuka kepada pemegang saham paling lama 14 hari sebelum melakukan
pemanggilan RUPS. Waktu tersebut tidak memperhitungkan tanggal pengumuman serta
pemanggilan. Adapun pengumuman yang dimaksud setidaknya memuat beberapa hal, antara lain
ketentuan mengenai pemegang saham yang berhak hadir dalam RUPS, ketentuan pemegang saham
yang berhak mengusulkan mata acara rapat, tanggal penyelenggaraan RUPS, tanggal pemanggilan
RUPS, dan informasi jika RUPS dilakukan atas permintaan pemegang saham. Pengumuman RUPS
terbuka yang tercatat sahamnya di Bursa Efek harus dilakukan di 1 surat kabar harian berbahasa
nasional yang beredar secara nasional, situs web Bursa Efek, dan situs web Perusahaan Terbuka.
Sementara jika saham tidak tercatat di Bursa Efek, pengumuman sekurang-kurangnya harus melalui
1 surat kabar nasional dan situs web Perusahaan Terbuka. Bukti pengumuman tersebut harus
disampaikan kepada pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) paling lama 2 hari setelah pengumuman
RUPS. Sebaliknya, RUPS tertutup tidak perlu diumumkan di mana pun.

Anda mungkin juga menyukai