DAN WASIAT
Oleh:
EDO PERDANA
NO. BP. 2233060
Dosen Pengampu:
2
HUKUM WARIS PERDATA BARAT
selanjutnya disebut KUH Perdata yang mana hukum waris dalam KUH Perdata diatur pada
Buku II, sedang jumlah pasal yang mengatur hukum waris sebanyak 300 (tiga ratus) pasal
yang dimulai dari Pasal 830 hingga Pasal 1130 KUH Perdata. Namun, dalam KUH Perdata
tidak ditemukan arti atau pengertian mengenai hukum waris, tetapi terdapat konsep-konsep
mengenaipewarisan, orang yang berhak dan yang tak berhak menerima warisan saja.1
Pada Pasal 830 KUH Perdata terdapat penjelasan yang menerangkan bahwa
pewarisan hanya terjadi karena kematian, sehingga jelas bahwa kematian merupakan syarat
utama dari terjadinya pewarisan sesuai dengan sudut pandang KUH Perdata. Dengan
meninggalnya seorang maka seluruh harta berpindah atau beralih kepada ahli waris. Menurut
asasnya dalam konsep KUH Perdata, yang dapat diwariskan hanya hak-hak dan kewajiban
Hal terpenting di dalam pengertian hukum waris atau warisan di sini adalah adanya
tiga unsur yang masing-masing merupakan unsur mutlak atau pakem yang harus ada di setiap
1
Salim H.S. 2014. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 137
2
Henry Tanuwidjaja. 2012. Hukum Waris Menurut BW. Jakarta: Refika Aditama. Hal. 2
3
b. Seorang atau beberapa orang ahli waris yang memiliki hak guna menerima
c. Harta warisan atau juga dapat disebut harta peninggalan yang ditinggalkan dan
Dalam pewarisan dikenal dengan dua subjek yang saling berkaitan, yaitu pewaris dan
ahli waris. Pengertian lebih jelas mengenai subjek hukum waris adalah sebagai berikut:
a. Pewaris, adalah orang yang meninggal dan meninggalkan harta kekayaan atau
harta benda. Pihak dapat dikatakan sebagai pewaris apabila seorang telah meninggal
dan meninggalkan harta untuk diberikan atau diserahkan kepada orang lain yang
b. Ahli waris, dalam Pasal 852 KUH Perdata menjelaskan ahli waris menurut hukum
waris perdata tidak dibedakan menurut jenis kelamin layaknya sesuai dengan hukum
waris adat. Seorang dapat menjadi ahli waris disebabkan oleh perkawinan dan
hubungan darah, baik secara sah maupun tidak. Orang yang memiliki hubungan
darah terdekat yang berhak untuk mewaris atau menjadi ahli waris
Objek hukum waris atau kerap disebut dengan harta waris (warisan) adalah segala
sesuatu yang diberikan atau dapat pula diserahkan kepada ahli waris dari pewaris baik berupa
3
Prodjojo Hamidjojo. 2000. Hukum Waris Indonesia. Jakarta: Stensil. Hal. 37
4
benda seperti tanah; sawah; rumah; kendaraan; dan emas; hak-hak sosial atau status sosial,
4. Syarat-syarat Waris
b. Adanya pihak baik satu orang atau lebih yang masih hidup dan menjadi ahli waris yang
akan mendapatkan warisan harta kekayaan dari seorang yang meninggal dunia; dan
c. Adanya harta yang ditinggalkan oleh pihak yang telah meninggal dunia.
KUH Perdata telah menetapkan bagian siapa saja ahli waris yang sah menurut
undang-undang, dalam hal ini sebutan untuk ahli waris tersebut adalah ab intestato dan
1) Golongan Pertama
Pada golongan pertama yang diatur di dalam Pasal 852 KUH Perdata ini berisi
keluarga yang memiliki hubungan darah dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-
anak serta keturunannya, lalu ada suami atau istri yang ditinggalkan oleh pewaris.
2) Golongan Kedua
Pada golongan pertama ini berisi keluarga yang memiliki hubungan darah dalam
garis lurus ke atas mencakup orangtua dan saudara, baik laki-laki ataupun
4
Suparman. Op.cit. Hal. 29
5
yang menjamin bahwa bagiannya tidak akan kurang dari 1/4 (seperempat) bagian
dari harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris walaupun mereka melakukan
pewarisan secara bersama dengan saudara pewaris. Golongan kedua ini diatur di
3) Golongan Ketiga
Golongan ketiga telah diatur di dalam Pasal 853 KUH Perdata yang berisi kakek,
nenek, dan terus lurus ke atas ditarik dari pewaris, baik dari keluarga bapak maupun
ibu. Dalam pewarisan di golongan ketiga ini berlaku sistem kloving, yang berarti
bahwa tiap-tiap bagian atau garis, pewarisan dibagi seakanakan merupakan satu
4) Golongan Keempat
Pada Pasal 848 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal tidak ada
saudara (golongan kedua) dan sanak saudara dalam satu garis lurus ke atas (golongan
ketiga), maka 1/2 (setengah) bagian warisan secara kloving menjadi bagian dari
keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas yang masih hidup, sedang 1/2 bagian yang
pertama, kedua, dan ketiga menjadi bagian dari sanak saudara dalam garis lain.
Maksud dari sanak saudara dalam garis lain adalah paman dan bibi serta
6
6. Bagian Warisan
Hukum waris menurut KUH Perdata telah memuat 4 (empat) golongan ahli waris
yang memegang hak bergilirian atas harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris. Dari sini
dapat diartikan bahwa apabila golongan pertama masih ada maka golongan berikutnya tidak
berhak untuk mendapatkan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris. Penjelasan
mengenai ahli waris dalam KUH Perdata tidak berhenti pada hal itu saja, namun bagian yang
ditetapkan untuk masing-masing golongan pun telah ditentukan, yaitu sebagai berikut:
sama.
b. Bagian untuk golongan kedua, menurut ketentuan KUH Perdata baik untuk bapak,
ibu, atau saudara-saudara pewaris akan mendapat bagian yang sama, tetapi bagian
bapak dan ibu tidak dapat kurang dari 1/4 (seperempat) bagian dari seluruh harta
waris.
c. Bagian untuk golongan ketiga, sebelum harta waris dibuka untuk dibagikan
haruslah dilakukan dan diterapkan sistem kloving terlebih dahulu, selanjutnya 1/2
(setengah) bagian diperuntuhkan untuk sanak saudara menurut garis bapak dan
bagian 1/2 (setengah) yang lain diperuntuhkan untuk sanak saudara menurut garis
ibu.
d. Bagian untuk golongan keempat, sebelum harta waris dibuka untuk dibagikan
pembagiannya adalah bagian 1/2 (setengah) dari garis bapak atau dari garis ibu jatuh
kepada saudara sepupu si pewaris yakni saudara sekakek atau saudara senenek dari
7
pewaris. Apabila dalam bagian garis ibu sama sekali tak ada ahli waris hingga
derajak keenam, maka bagian ini jatuh kepada para ahli waris dari garis bapak,
Menurut Pasal 832 ayat (2) KUH Perdata menyatakan bahwa apabila ahli waris yang
berhak atas harta peninggalan sama sekali tak ada, maka seluruh harta peninggalan dari
pewaris jatuh menjadi milik negara. Selanjutnya negara wajib untuk melunasi hutang
7. Ahli Waris yang Tak Patut Menerima Warisan dalam KUH Perdata
KUH Perdata menyatakan ada 4 (empat) hal yang dapat menyebabkan seorang ahli
waris tidak dapat atau tak patut untuk mendapatkan warisan, yaitu dijabarkan lebih lanjut
sebagai berikut:5
a. Ahli waris yang diputus oleh hakim karena dipidana, dipersalahkan membunuh
b. Ahli waris yang diputus oleh hakim karena dipidana, dipersalahkan memfitnah
c. Ahli waris yang dengan nyata melakukan kekerasan, menghalangi, atau melakukan
pencegahan terhadap pewaris guna membuat atau menarik kembali surat wasiat yang
5
Suparman. Op.cit. Hal. 39.
8
d. Ahli waris yang melakukan penggelapan, memusnahkan, dan melakukan
Apabila ahli waris yang tidak patut itu telah melakukan penguasaan baik sebagian
maupun seluruhnya dari harta peninggalan pewaris dan ahli waris tersebut berpura-pura
sebagai ahli waris, maka dia wajib untuk mengembalikan semua yang telah ia kuasai
8. Legitieme portie
Adalah suatu bagian warisan tertentu yang harus diterima seorang ahli waris dari
harta peninggalan yang tidak dapat diganggu gugat. Yang berhak menerima/memperoleh
adalah ahli waris dalam garis lurus, baik ke bawah maupun ke atas. Dan baru timbul apabila
seorang dalam suatu keadaan sungguh-sungguh tampil ke muka sebagai ahli waris menurut
UU. Dalam hal ini ada prioritas/penutupan, missal nya jika si pewaris meninggal
meninggalkan anak-anak dan cucu-cucu sebagai ahli waris golongan pertama, maka orang tua
sebagai ahli waris dan karenanya tidak berhak atas suatu legitieme portie. Seorang yang
berhak atas legitieme portie dinamakan legitimaris. Ia dapat meminta pembatalan tiap
testament yang melanggar haknya dan ia berhak pula untuk menuntut supaya diadakan
pengurangan (inkoeting) terhadap segala macam pemberian warisan, baik yang berupa
hak pewaris dalam membuat testament menurut kehendak hatinya sendiri. Karena itu pasal-
pasal tentang legitieme portie itu dimasukkan dalam bagian tentang hak mewaris menurut
9
WASIAT (TESTAMEN) MENURUT KUHPERDATA
1. Pengertian Wasiat
Orang yang memiliki harta terkadang berkeinginan agar hartanya kelak jika ia
meninggal dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan. Surat wasiat atau testament adalah suatu
akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah
2. Unsur-Unsur Wasiat
a. Akta
Jadi pertama-tama suatu testament adalah suatu “akta”, kata mana menunjuk pada
syarat, bahwa testament harus berbentuk suatu tulisan, sesuatu yang tertulis. Hukum waris
testamentair tidak mengikuti asas hukum perjanjian, dimana dikatakan bahwa pada asasnya
Wasiat harus dibuat dalam bentuk tulisan atau surat atau akta, baik akta otentik
maupun akta dibawah tangan. Dengan demikian pesan secara lisan, tidak dapat dinamakan
wasiat. Hanya saja mengingat bahwa surat wasiat baru mulai berlaku setelah pembuat
meninggal dunia, dan untuk menghindari timbulnya sengketa di antara ahliwaris, maka
pembuatan surat wasiat terikat pada suatu syarat-syarat tertentu, yaitu harus memenuhi
Surat wasiat dapat dibuat baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta
authentik. Namun demikian, mengingat bahwa suatu testament mempunyai akibat yang
10
luas dan baru berlaku setelah pewaris meninggal dunia, maka suatu testament terikat pada
syarat-syarat yang ketat. Bukankah biasanya testament baru menjadi masalah sesudah
orang yang membuat telah meninggal dan karenanya tidak dapat lagi ditanyai mengenai
apa yang sebenarnya dikehendaki, dalam hal ketetapannya ada yang tidak jelas
Secara materiil, surat wasiat berisikan kehendak dari testatur atau orang yang
membuat wasiat, tentang apa yang dikehendaki akan terjadi terhadap kekayaannya
berarti merupakan suatu tindakan hukum sepihak. Tindakan hukum sepihak adalah
kehendak satu orang saja sudah cukup untuk timbulnya akibat hukum yang di kehendaki.
Jadi testament bukan merupakan suatu perjanjian, karena suatu perjanjian mensyaratkan
adanya sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, yang berarti harus ada paling
sedikitnya dua kehendak yang saling bertemu Suatu testament menimbulkan suatu
Surat wasiat baru mempunyai daya kerja setelah pewaris atau testatur
meninggal, oleh karena itu surat wasiat seringkali disebut sebagai “kehendak terakhir”.
Sebab setelah matinya si pembuat testament, maka wasiatnya tidak dapat diubah lagi157.
Berarti bahwa testament baru berlaku atau baru efektif kalau si pembuat
testament telah meninggal dunia. Surat wasiat harus dilaksanakan sesuai dengan apa
11
yang dikehendaki oleh testatur, kalau terdapat kata-kata yang kurang jelas maksudnya,
Unsur yang paling pokok dari suatu wasiat adalah unsur “ dapat dicabut
kembali” secara sepihak. Unsur ini sangat penting karena syarat inilah yang pada umunya
dipakai untuk menetapkan apakah suatu tindakan hukum harus dibuat dalam bentuk surat
Pembuatan surat wasiat merupakan perbuatan yang bersifat sangat pribad i, dan
perwakilan dalam hal ini tidak diperbolehkan162. Tidak ada pihak manapun yang dapat
mencampuri kehendak testatur, bahkan sebagaimana disebutkan dalam pasal 838 dan 912
mencegah pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya. Sedangkan surat
wasiat yang dibuat akibat paksaan atau tipu daya adalah batal.
yang dapat ditarik kembali secara sepihak, dan baru mempunyai akibat hukum bila
lembaga hukum, pertanggungan jiwa, bila didalamnya terdapat ketentuan, bahwa orang
yang ditunjuk sebagai penerima santunan asuransi dapat diganti (diubah menurut
kehendak sitertanggung) .
12
penunjukkannya.
Dalam Pasal 931 Kitab Undang- undang Hukum Perdata menetapkan bahwa
surat wasiat boleh dinyatakan, baik dengan akta yang ditulis sendiri atau olografis, baik
dengan akta umum, baik dengan akta rahasia atau tertutup. Dari pasal tersebut dapat
disimpulkan, bahwa undang-undang pada dasarnya mengenal 3 macam bentuk surat wasiat,
yaitu :
Yang dimaksud surat wasiat olograpis adalah surat wasiat yang dibuat dan ditulis
sendiri oleh testateur. Surat wasiat yang demikian harus seluruhnya ditulis sendiri
oleh testateur dan ditandatangani olehnya. Kemudian surat wasiat tersebut dibawa ke
notaris untuk dititipkan atau disimpan dalam protocol notaris. Notaris yang
menerima penyimpanan surat wasiat olograpis wajib dengan dihadiri oleh 2 orang
saksi, membuat akta penyimpanan atau disebut akta van depot. Sesudah dibuatkan
akta van depot dan ditandatangani oleh testateur, saksi-saksi dan notaris, maka surat
wasiat tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan wasiat umum, yang dibuat
Ciri yang terpenting dari wasiat olografis, adalah seluruhnya mesti ditulis
dengan tangan pewaris dan kemudian ditandatangani. Di waktu orang masih dapat
menyimpan sendiri wasiat olografisnya itu, dan karenanya banyak kesempatan untuk
penggelapan dan pemalsuan, maka dengan adanya syarat “seluruhnya harus ditulis
13
Memalsukan tandatangan saja sudah sukar, apalagi menulis seluruh surat dengan
tulisan orang lain tentu tidak mungkin dapat dikerjakan. Syarat ini dipegang seteguh-
teguhnya. Apabila dalam surat itu terdapat sedikit tulisan tangan orang lain, maka
Surat wasiat ologafis mempunyai kekuatan yang sama dengan surat wasiat yang
diperbuat dengan akta umum, demikian dikatakan oleh pasal 980. Pewaris boleh
membubuhkan surat wasiat olografis itu dengan tanggal dan tempat ia perbuat.
Undang–undang memberikan cara khusus untuk menarik surat wasiat ologarfis yaitu
Surat wasiat umum adalah surat wasiat yang dibuat oleh testateur dihadapan notaris.
Ini merupakan bentuk testament yang paling umum dan yang paling sering muncul,
dan paling dianjurkan (baik), karena notaris, sebagai seorang yang ahli dalam bidang
ini, berkesempatan dan malah wajib, memberikan bimbingan dan petunjuk, agar
Dalam pasal 985 dan 986 dapat kita membaca syarat-syarat tentang bentuk surat
wasiat umum, yaitu suatu wasiat yang dituang dalam akta umum (yang dalam hukum
sipil sama artinya dengan “akta notaris”). Ini adalah suatu wasiat yang umumnya
disebabkan oleh hal, bahwa wasiat ini pada asasnya, merupakan suatu wasiat lisan.
Akta otentik ini dibuat dihadapan notaris dengan dihadiri oleh dua orang saksi, tidak
Jadi intinya surat wasiat umum adalah surat wasiat yang dibuat oleh orang
yang akan meninggalkan warisan, datang sendiri ke kantor notaris dan menyatakan
14
kehendaknya kepada itu kepada notaris, kemudian notaris tersebut menyusunnya
dalam sebuah akta, dengan dihadiri oleh 2 orang saksi. Kehadiran lebih dari dua
orang saksi tidak dapat mengurangi sahnya suatu surat wasiat. Undang-undang
menghendaki adanya dua orang saksi pada pembuat akta, yaitu untuk mengawasi
notaris.
Wasiat ini dibuat oleh testateur sendiri dan kemudian diserahkan kepada notaris
dalam keadaan tertutup atau tersegel. Notaris yang menerima penyerahan surat
wasiat yang demikian, harus membuat akta pengalaman atau akta super scriptie,
Kalau sampulnya diserahkan dalam keadaan tertutup, maka orang yang membuat
testament itu harus membuat surat keterangan dimuka notaris dan saksi-saksi itu
bahwa yang termuat dalam sampul itu adalah testamentnya dan bahwa ia sendiri
yang menulis atau menyuruh orang lain menulisnya dan telah mendatanganinnya.
Surat wasiat rahasia berlawanan dengan wasiat olografis, pewaris tidak perlu
Berlawan dengan wasiat olografis, maka notaris tidak boleh mengembalikan wasiat
rahasia, menarik kembali wasiat rahasia mestilah dilakukan dengan cara yang serupa
Perbedaan antara wasiat olografis yang diserahkan dengan tertutup dipihak yang
satu, dengan wasiat rahasia di pihak yang lain, maka akan ditemukan hal- hal yang
berikut :
15
1. Wasiat olografis mesti ditulis dan ditandatangani dengan tangan sendiri oleh
dihadapan dua orang saksi, pada wasiat rahasia dihadapan empat orang saksi.
sedangkan pada wasiat tertutup tidak dipe rbuat akta khusus untuk
penyimpanan dan akta superskripsi dari notaris dituliskan di kulit surat itu.
16
DAFTAR REFERENSI BACAAN
A Pitlo, 1994, Hukum Waris Menurut KUHPerdata Belanda (terjemahan : M.Isa Arief),
Intermasa, Jakarta
Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung
Apeldorn, L.J. van, 1980, Pengantar ilmu Hukum (terjemhan : Mr. Oetarid Sadino) Cet. XVI,
Pradnya Paramita, Jakarta
Djaj S. Meliala, 2015, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan hukum
Perikatan,Nuansa Aulia, Bandung
Eman Suparman, 1985, Intisari Hukum Waris Indonesia, Armico, Bandung
Henry Tanuwidjaja. 2012. Hukum Waris Menurut BW. Jakarta: Refika Aditama.
Hilman Hadikusuma, 1991, Hukum Waris Indonesia Menurut perundangan, hukum Adat,
Hukum Agama Hindu-Islam, PT. Citra Aditya, Bandung
Mariam Darus Badrulzaman, 1983, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung
Oemarsalim,1987, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta
P.N.H. Simanjuntak, 2015, Hukum Perdata Indonesia, edisi Pertama, Kencana, Jakarta
Prodjojo Hamidjojo. 2000. Hukum Waris Indonesia. Jakarta: Stensil.
R. Santoso Pudjosubroto, 1976, Hukum Warisan Di Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta
R. Subekti, R. Tjitrosudibio, 1999, Kitab Undang Undang Hukum Perdata Terjemahan,
PT.Pradnya Paramita, Jakarta
Salim H.S. 2014. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika
Soepomo, 1993, Bab – Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta .
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,Hukum Perdata Hak Jaminan Atas Tanah, Cet.Pertama, Liberty,
Yogyakarta
Subekti, 1979, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Cet, ke. 14, PT. Intermasa, Jakarta
Wirjono Prodjodikoro, 1966, Hukum Warisan Di Indonesia, Sumur, Bandung
17