Anda di halaman 1dari 5

KETENTUAN HUKUM WARIS DALAM KUHPerdata

A. Pengertian hukum waris


Istilah hukum waris (barat) berasal dari bahasa Belanda yaitu erfrecht. Pengaturan Hukum
Waris terdapat dalam Pasal 830-1130KUHPerdata dan ditempatkan dalam buku II tentang benda,
dengan alasan:
a. Hak mewaris diidentikkan dengan hak kebendaan sebagaimana diatur dalam pasal 528
KUHPerdata.
b. Hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan, yang dirumuskan
dalam pasal 584 KUHPerdata.
Penempatan hukum waris dalam buku II KUHPerdata tersebut diatas, menimbulkan reaksi
dikalangan para ahli hukum. Para ahli hukum berpendapat, bahwa dalam hukum waris tidak hanya
terdapat aspek hukum benda saja, tetapi terdapat juga aspek-aspek yang lainnya, meskipun tidak
dapat disangkal bahwa sebenarnya hukum waris termasuk dalam hukum harta.1
Dalam KUHPerdata, tidak ditemukan pengertian tentang hukum waris. Pasal 830
KUHPerdata pada intinya hanya menyebutkan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur
kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia, terutama berpindahnya
harta kekayaan seseorang itu kepada orang lain.2Pengertian hukum waris hanya dikemukakan oleh
beberapa ahli hukum dan hukum lainnya.
Beberapa pengertian hukum waris , antara lain menurut :
a. Hukum kodifikasi
Hukum waris berupa perangkat ketentuan hukum yang mengatur akibat-akibat hukum
umumnya di bidang hukum harta kekayaan karena kematian seseorang, yaitu pengalihan
harta yang ditinggalkan si mati beserta akibat-akibat pengasingan tersebut bagi para
penerimanya, baik dalam hubungan antar mereka maupun antar mereka dengan pihak
ketiga.
b. Subekti
Hukum waris adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseong meninggal
dunia kepada satu atau beberapa orang lain.

1
Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat.Pewarisan Menurut Undang-
Undang ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2006) , h.9.

2
CST Kansil dan Christine ST Kansil, op. cit., h.143.

1
c. Vollmar
Hukum waris adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat hukum dari kematian seseorang
terhadap harta kekayaan.
d. Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991), Pasal 171 huruf a.
Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
penunggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan
berapa bagian masing-masing.
Subyek hukum waris dalam KUHPerdata hanya berlaku bagi mereka yang tunduk atau
menundukan diri kepada KUHPerdata. Mereka yang tunduk kepada KUHPerdata, khususnya ialah
Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa dan Eropa (bukan muslim), imbas dari pluralisme
yang ditimbulkan Pasal 35-37 dan 66 UUP.
Hukum waris sama halnya dengan hukum perkawinan merupakan bidang hukum yang
sensitif atau rawan. Keadaan inilah yang mengakibatkan sulitnya diadakan unifikasi di bidang
hukum waris. Unifikasi yang menyeluruh dalam perkawinan khususnya yang berkaitan dengan
hukum waris tidak mungkin dicapai.
Berdasarkan beberapa pengertian hukum waris tersebut, dapat ditarik tiga (3) unsur dalam
pewarisan sebagai berikut :
a. Ada Pewaris
Yaitu orang yang meninggal dunia secara alamiah sebagaimana yang ditentukan dalam
Pasal 830 KUHPerdata, tetapi dalam prakteknya orang yang meninggal dunia secara yuridispun
harta warisannya sudah dapat dibagi-bagi dengan persyaratan tertentu.
b. Ada harta warisan
Dalam KUHPerdata yang dapat diwarisi ahli waris meliputi semua hak-hak dan kewajiban-
kewajiban dari pewaris.
Dengan demikian ahli waris menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal.
Pada umumnya yang digantikan adalah hanya hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan saja.
Kekayaan berupa keseluruhan aktiva dan pasiva yang ditinggalkan pewaris dan berpindah kepada
para ahli waris. Keseluruhan kekayaan yang berupa aktiva dan pasiva yang menjadi milik bersama
ahli waris disebut boedel. Harta peninggalan selain berupa hak-hak kebendaan yang nyata ada ,
dapat juga berupa tagihan-tagihan atau piutang-piutang dan dapat juga berupa sejumlah utang-utang
yang melibatkan pihak ketiga (hak perorangan).
Selain tersebut diatas, terdapat juga hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan yang
tidak beralih, misalnya: 3

3
Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, op. cit., h. 8.

2
a. Hubungan kerja atau hak dan kewajiban dalam bidang hukum kekayaan yang sifatnya sangat
pribadi, mengandung prestasi yang kaitannya sangat erat dengan pewaris. Contoh: hubungan
kerja pelukis, pematung, sebagaimana diatur dalam pasal 1601 dan pasal 1318 KUHPerdata,
b. Keanggotaan dalam perseorangan, sebagaimana diatur dalam pasal 1646 ayat (4) KUHPerdata,
d. Pemberian kuasa berakhir dengan meninggalnya orang yang memberi kuasa, diatur dalam pasal
1813 KUHPerdata,
e. untuk menikmati hasil orang tua/wali atas kekayaan anak yang dibawah kekuasaan orang tua
atau dibawah perwalian, berakhir dengan meninggalnya si anak, diatur dalam pasal 314
KUHPerdata,
f. Hak pakai hasil berakhir dengan meninggalnya orang yang memiliki hak tersebut, diatur dalam
pasal 807 KUHPerdata.
Sebaliknya ada juga hak dan kewajiban di bidang hukum keluarga yang ternyata dapat
diwariskan, misalnya: 4
a. Hak suami untuk menyangkal keabsahan anak, ternyata dapat dilanjutkan oleh para ahli
warisnya, sebagaimana diatur dalam pasal 257 jo. Pasal 252 jo. Pasal 259 KUHPerdata,
b. Hak untuk menuntut keabsahan anak dapat pula dilanjutkan oleh para ahli warisnya, kalau
tuntutan tersebut sudah diajukan oleh anak yang menuntut keabsahan, yang sementara
perkaranya berlangsung telah meninggal dunia. Hal-hal yang diatur dalam pasal 269,270,dan
pasal 271 KUHPerdata, secara garis besar menetapkan bahwa seorang anak dapat mewujudkan
tuntutan agar ia oleh pengadilan dinyatakan sebagai anak yang sah.
Sementara hak dan kewajiban yang bersifat pribadi atau yang bersikap hukum keluarga
(misalnya suatu perwalian) tidaklah beralih.
c. Ada ahli waris
Adalah anggota keluarga orang yang meninggal dunia yang menggantikan kedudukan
pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya pewaris, baik karena penunjukan
undang-undang maupun karena pewasiatan.
Orang yang mewaris disebut pewaris ( erflater ), orang yang menerima warisan karena
hubungan darah yang ditentukan dalam undang-undang disebut ahli waris (erfgenaam) sedangkan
orang yang menerima warisan karena wasiat disebut waris berwasiat (legataris) dan bagian warisan
yang diterima oleh legataris disebut legaat.
Tetapi tidak mutlak semua ahli waris berhak menerima harta warisan dari pewaris. Ada lima
(5) alasan ahli waris tidak berhak mendapatkan warisan dari pewaris yaitu:
a. Membunuh/ mencoba membunuh pewaris (Pasal 838 KUHPerdata)

4
Ibid. .

3
b. Menfitnah/mengajukan pengaduan terhadap pewaris melakukan kejahatan dengan
ancaman hukuman di atas 5 tahun (Pasal 838 ayat 2 KUHPerdata)
c. Orang tersebut memaksa untuk membuat/ menggugurkan surat wasiat (Pasal 838 ayat 3
KUHPerdata)
d. Orang tersebut menggelapkan, merusak, memalsukan surat wasiat pewaris (Pasal 838
ayat 4 KUHPerdata)
e. Menolak untuk menjadi ahli waris (Pasal 1057 KUHPerdata)

B. Terjadinya pewarisan
Pewarisan terjadi karena dua hal, yaitu : karena ditunjuk undang-undang (ab-intestaat) dan
wasiat (ad-testamento)
1. Undang-undang (ab- intestaat)
Pewarisan menurut undang-undang ialah pembagian warisan kepada orang-orang yang
ditunjuk lansung oleh undang-undang, baik karena mempunyai hubungan darah yang terdekat
dengan pewaris maupun karena terjadinya perkawinan dengan si pewaris. Hubungan kekeluargaan
sampai derajat tertentu yang berhak menerima warisan oleh undang-undang
Pada pewarisan menurut undang-undang terdapat pengisian tempat ( plaatsvervulling )
artinya apabila ahli waris yang berhak langsung menerima warisan, telah mendahului meninggal
dunia atau karena sesuatu hal dinyatakan tidak patut menjadi ahli waris; maka anak-anaknya berhak
menggantikan menjadi ahli waris dan demikianlah seterusnya.
Apabila si pewaris yang meninggal dunia tidak meninggalkan keturunan, suami atau isteri
maupun saudara-saudara, maka terjadilah pecah dua (kloving), artinya warisan harus dibagi dalam
dua bagian yang sama yaitu satu bagian untuk sekalian keluarga sedarah menurut garis pancar
bapak lurus ke atas dan satu bagian lain untuk keluarga yang sama garis pancar ibu.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa kewarisan berdasarkan penunjukan undang-
undang terjadi karena :
a. Haknya sendiri
b. Penggantian
Syarat-syarat penggantian yaitu :
1). Yang diganti mati terlebih dahulu dari pewaris
2). Yang mengganti adalah keturunan sah dari yang diganti
3). Yang mengganti adalah anak dari orang yang berada disamping orang-orang yang berhak
lainnya.

4
2. Wasiat (Testamen)
a. Pengertian wasiat ( testamen )
Dalam Pasal 875 KUHPerdata yang dimaksud wasiat (testamen) adalah suatu akta yang
memuat pernyataaan seseorang tentang apa yang dikehendaki agar terjadi setelah ia meninggal
dunia, dan olehnya dapat dicabut kembali.
Pewarisan berdasarkan wasiat merupakan pembagian warisan kepada orang-orang yang
berhak menerima warisan atas kehendak terakhir ( wasiat ) si pewaris. Wasiat itu harus dinyatakan
dalam bentuk tulisan misalnya dalam akta notaris (warisan testamenter).
b. Unsur-unsur testamen :
1). Akta, artinya testamen yang harus dibuat dalam bentuk akta (tertulis). Jadi dapat dibuat
dalam bentuk : akta otentik dan akta di bawah tangan;
2). Pernyataan kehendak, artinya pernyataan kehendak terakhir dari si pembuat testamen
dan merupakan tindakan hukm sepihak (jadi hukum merupakan perjanjian) karena
testamen tidak ada kata sepakat.
3). Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal dunia. Artinya testamen berlaku setelah si
pembuat surat wasiat telah meninggal dunia.
4). Dapat dicabut kembali. Artinya, surat wasiat itu dapat dicabut kembali oleh si pembuat
surat wasiat, pada saat masih hidup.
c. Bentuk-bentuk surat wasiat :
1). Olografis, adalah surat wasiat yang seluruhnya harus ditulis dan ditanda tangani sendiri
oleh testateur (pembuat wasiat) kemudian dibawa ke notaris yang disaksikan dua saksi,
kemudian notaris membuat surat penyimpanan surat wasiat itu (akta van depot).
2). Surat wasiat umum adalah surat wasiat yang dibuat oleh testateur dihadapan notaris atas
pembimbing notaries;
3). Surat wasiat rahasia adalah surat wasiat yang dibuat dan ditanda tangani sendiri oleh
testateur kemudian dibawa ke notaris dalam keadaan tertutup (tersegel)

C. Asas hukum waris


Asas hukum waris antara lain :
a. Golongan ahli waris terdekat menutup golongan ahli waris terjauh, kecuali ada kloving.
b. Derajat keluarga terdekat tidak pasti menutup derajat keluarga terjauh.
c. Hanya hak-hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda yang dapat
diwariskan.
d. Apabila seseorang meninggal, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih
kepada ahli warisnya.

Anda mungkin juga menyukai