O
L
E
H
Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul
ETIKA MENJADI HAKIM sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada H. Lomba Sultan, Prof. Dr., M.A.,
sebagai dosen di bidang studi PERADILAN ISLAM telah memberikan tugas yang
sangat penting bagi kita semua untuk menambah pengetahuan dan wawasan.
Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat
manusia sehingga di dalam masyarakat selalu ada sistem hukum, ada masyarakat ada
norma hukum (ubi societas ibi ius). Hal tersebut dimaksudkan oleh Cicero bahwa tata
hukum harus mengacu pada penghormatan dan perlindungan bagi keluhuran martabat
manusia. Hukum berupaya menjaga dan mengatur keseimbangan antara kepentingan
atau hasrat individu yang egoistis dan kepentingan bersama agar tidak terjadi konflik.
Kehadiran hukum justru mau menegakkan keseimbangan perlakuan antara hak
perorangan dan hak bersama. Oleh karena itu, secara hakiki hukum haruslah pasti dan
adil sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Hal tersebut menunjukkan pada
hakikatnya para penegak hukum (hakim, jaksa, Notaris, Advokat, dan polisi) adalah
pembela kebenaran dan keadilan sehingga para penegak hukum harus menjalankan
dengan itikad baik dan ikhlas, sehingga profesi hukum merupakan profesi terhormat
dan luhur (officium nobile). Oleh karena itu mulia dan terhormat, profesional hukum
sudah semestinya merasakan profesi ini sebagai pilihan dan sekaligus panggilan
hidupnya untuk melayani sesama di bidang hukum.
Etik
Bertens (1994) menjelaskan, Etika berasa dari bahasa Yunani kuno ethos dalam bentuk
tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari
ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaa.
Hakim
Hakim berasal dari kata hakama-yahkumu-haakiman yang artinya dengan qodhi yang
berasal dari kata qodiya-yaqdiyu-qoodi yang artinya memutus. Sedangkan menurut
bahasa adalah orang yang bijaksana atau orang yang memutuskan perkara atau
menetapkanya. Adapun pengertian menurut syara’ hakim yaitu orang diangkat oleh
kepala Negara untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan gugatan, perselisihan-
perselisihan dalam bidang hukum perdata oleh karena penguasa sendiri tidak dapat
menyelesaikan tugas peradilan.
3.1 KESIMPULAN