Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


“OTONOMI DAERAH DALAM KERANGKA NKRI”

DISUSUN
OLEH :

KELOMPOK 2

ANGGOTA : NUR RAHMASARI (10400121047)


NURUL FAHMI (10400121048)
NUR ALFIYANITA HASBUDDIN (10400121049)
MUH. RAFLY RIDWAN (10400121057)
MUQTADIR MUSLAMAT (10400121058)

ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah swt, tuhan semesta alam, yang telah
memberikan Rahmat Kesehatan dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami panjatkan shalawat serta salam kepada
Nabi Muhammad saw yang telah membawa manusia dari alam kegelapan ke alam yang
terang menderang seperti saat ini. Selanjutnya, terimakasih sebanyak-banyaknya kami
ucapkan kepada semua pihak, khususnya keluarga dan sahabat yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas matakuliah
“PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN” di bawah bimbingan Ibu
Hasninar, S.Pd. M.Pd. dengan judul “OTONOMI DAERAH DALAM KERANGKA NKRI.”

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
membutuhkan saran serta kritik dari pembaca sekalian, agar di lain kesempatan kami dapat
menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi
para pembaca maupun bagi kami, penulis makalah. Terima kasih.

Benteng, 9 November 2021

penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….…………….…. ii

BAB I ( PENDAHULUAN )

A. LATAR BELAKANG …………………………….…………………………………. 1

B. RUMUSAN MASALAH…………………………….………………………………. 1

C. TUJUAN……………. ……………………………….……………………………… 1

BAB II ( PEMBAHASAN )

A. HAKIKAT OTONOMI DAERAH……………………………………….........………2

B. SEJARAH OTONOMI DAERAH DI INDONESIA…………….…………………….3

C. PRINSIP-PRINSIP PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH…………………….....4

D. PEMBAGIAN KEKUASAAN OTONOMI DAERAH……………………………….5

BAB III ( PENUTUP )

A. KESIMPULAN ……………………………………………………………………….7

B. SARAN………………………………………………………………...……………...7

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………......................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik konstitusional. Meski begitu, tetap
didampingi dengan sistem pemerintahan demokrasi dan sistem presidensial.

Berdasar Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik. Berdasarkan hal itu, disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia
adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik.

Bentuk pemerintahan republik, terbagi menjadi tiga macam, yakni republik absolut,
republik konstitusional, dan republik parlementer. Bentuk pemerintahan Indonesia
telah disesuaikan berdasarkan pola kehidupan di negara, serta menyalurkan aspirasi
rakyat dalam memilih pemimpin. Salah satu ciri pemerintahan Indonesia (Republik
Konstitusional) adalah sistem otonomi daerah yang berarti. Menyerahkan sebagian
urusan pemerintah pusat pada masing-masing daerah. Segala kewenangan dan
tanggung jawab dipegang oleh pemerintah daerah. Makalah ini akan membahas
mengenai seluk-beluk sistem otonomi daerah atau dengan kata lain hal-hal yang
berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah, untuk lebih memperjelas dalam
memahaminya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Hakikat Otonomi Daerah ?
2. Bagaimana Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia?
3. Apa Saja Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah ?
4. Bagaimana pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah?

C. Tujuan
1. Untuk Memahami Hakikat Otonomi Daerah
2. Untuk Mengetahui Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia
3. Untuk Memahami Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah
4. Untuk Mengetahui Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. HAKIKAT OTONOMI DAERAH


Hakikat otonomi daerah adalah mengembangkan daerah-daerah Indonesia yang
mandiri, memberikan keleluasaan bagi terkuaknya potensi-potensi terbaik yang
dimiliki oleh setiap daerah secara optimal. Otonomi daerah juga berarti kesempatan
membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan daerah,
membangun sistem dan pola karier politik, administratif yang kompetitif, serta
mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang efektif.

Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi adalah untuk membebaskan pemerintah


pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga
pemerintah pusat berkesempatan mempelajari, memahami, dan merespon berbagai
kecenderungan global dan mengambil manfaat darinya, artinya pemerintah pusat
diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional
yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi kewenangan pemerintahan
ke daerah, maka daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang signifikan,
kemampuan prakarsa dan kreatifitas mereka akan terpacu sehingga kapabilitasnya
dalam menghadapi berbagai masalah domestik akan semakin kuat.

Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah, dimana melalui Undang-undang tersebut diharapkan bahwa
Pemerintahan daerah khususnya pemerintahan kabupaten akan berperan aktif
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan maupun tugas pelaksanaan pembangunan di
segala bidang. Daerah provinsi mempunyai kedudukan sebagai daerah otonom
sekaligus wilayah administrasi, otonomi untuk daerah provinsi diberikan secara
terbatas yang meliputi kewenangan lintas kabupaten dan kota, kewenangan yang tidak
atau belum dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota, serta kewenangan bidang
pemerintahan tertentu lainnya. Untuk mewujudkan hal tersebut di perlukan adanya
komitmen yang kuat dari pemerintah dengan political will yang tinggi untuk
memberikan kewenangannya kepada daerah.

Dalam penerapan asas desentralisasi terdapat konsekuensi logis yang mana menuntut
pemerintah daerah untuk siap menata keseluruhan perangkat organisasi daerah, serta
kemampuan untuk menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan eksternal agar
mampu melaksanakan amanat yang diberikan rakyat. Tuntutan tersebut dihadapi oleh
setiap pemerintah daerah, terutama di tingkat kabupaten yang merupakan ujung
tombak pelaksanaan asas desentralisasi daerah otonom yang mandiri dan memiliki
kewenangan dalam mengatur daerah masing-masing. Di pihak lain, daerah baik
masyarakat maupun pemerintahnya harus benar-benar mempersiapkan diri agar
mampu melaksanakan tugas, hak dan kewajibannya tersebut dengan baik, sehingga
pembangunan daerah dapat dilaksanakan secara mandiri dengan menggali potensi-
potensi yang dimiliki secara optimal dengan tanpa mengabaikan kepentingan
nasional.

2
B. SEJARAH OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
1. Era kolonial
Dalam buku Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan (2002) karya Syaukani dkk,
pada Pemerintahan Hindia Belanda sudah mengeluarkan peraturan mengenai
otonomi daerah, yaitu Reglement op het Beleid der Regering van Nederlandsch
Indie (Peraturan tentang administrasi Negara Hindia Belanda). Kemudian pada
1903, belanda mengeluarkan Decentralisatiewet yang memberi peluang
dibentuknya satuan pemerintahan yang memiliki keuangan sendiri.

Penyelenggaraan pemerintahan diserahkan pada dewan di masing-masing daerah.


Namun kenyataannya, pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan.
Bahkan hanya setengah anggota dewan daerah yang diangkat dari daerah dan
sebagian lainnya pejabat pemerintah. Dewan daerah hanya berhak membentuk
peraturan setempat yang menyangkut hal-hal yang belum diatur oleh pemerintah
kolonial. Dewan daerah mendapatkan pengawasan sepenuhnya dari Gouverneur-
General Hindia Belanda yang berkedudukan di Batavia. Kemudian pada 1922
pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru mengenai administrasi.

Dari ketentuan S 1922 No 216 munculah sebutan provincie (provinsi),


regentschap (kabupaten), stadsgemeente (kota) dan groepmeneenschap (kelompok
masyarakat). Sistem otonomi di era Belanda hanya untuk kepentingan penjajah
saja, agar daerah tidak mengganggu koloni dalam meraup kekayaan di Indonesia.
Namun ada beberapa yang bisa dipelajari dari sistem otonomi daerah era Belanda,
yaitu kecenderungan sentralisasi kekuasaan dan pola penyelenggaraan pemerintah
daerah yang bertingkat. Hal inilah yang masih dipraktikkan dalam
penyelenggaraan pemerintah Indonesia dari masa ke masa.

2. Era Jepang
Meski hanya dalam waktu 3,5 tahun (1941-1945) ternyata Pemerintah Jepang
banyak melakukan perubahan yang cukup fundamental. Pembagian daerah pada
masa Jepang jauh lebih terperinci ketimbang pembagian di era Belanda.

Awal mula masuk ke Indonesia, Jepang membagi daerah bekas jajahan Belanda
menjadi tiga wilayah kekuasaan. Wilayah tersebut yaitu Sumatera di Bukittinggi,
Jawa dan Madura dengan kedudukan di Jakarta, serta wilayah timur, seperti
Sulawesi, Kalimantan, Sunda Kecil, dan Maluku. Di Jawa, Jepang mengatur
penyelenggaraan pemerintah daerah dalam beberapa bagian, dikenal dengan
sebutan Syuu (tiga wilayah kekuasaan Jepang) dibagi dalam Ken (kabupaten) dan
Si (kota). Jepang tidak mengenal provinsi dan sistem dewan. Pemerintah daerah
hampir sama sekali tidak memiliki kewenangan. Penyebutan otonomi daerah pada
masa itu bersifat menyesatkan. Namun, struktur administrasi lebih lengkap bila
dibandingkan dengan pemerintah Belanda. Struktur administrasi tersebut adalah:
Panglima Balatentara Jepang Pejabat Militer Jepang Residen Bupati Wedana
Asisten Wedana Lurah atau Kepala Desa Kepala Dusun Rt atau RW Kepala
Rumah Tangga Sistem adminsitrasi tersebut yang kemudian diwariskan ke

3
pemerintah Indonesia pasca proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17
Agustus 1945.

3. Orde Lama
Untuk menyusun kembali Pemerintahan Daerah di Indonesia, sementara
pemerintah mengeluarkan Penetapan Presiden No 6 Tahun 1959 dan Penetapan
Presiden tahun 1960. Peraturan tersebut mengatur tentang Pemerintahan Daerah.

Di Era Orde Lama, Indonesia hanya mengenal satu jenis daerah otonomi. Daerah
otonomi tersebut dibagi menjadi tiga tingkat daerah, yaitu: Kotaraya Kotamadya
Kotapraja Orde Baru Pada era ini secara tegas menyebutkan ada dua tingkat
daerah Otonom, yaitu Daerah Tingkat I dan Darah Tingkat II. Selama Orde Baru
berlangsung, pemerintah pusat memperketat pengawasan atas pemerintah daerah
sebagai pengejawantahan dari pelaksanaan tanggung jawab pemerintah pusat.
Dalam era tersebut dikenal tiga jenis pengawasan, yaitu pengawasan preventif,
pengawasan represif, dan pengawasan umum.

4. Era Reformasi
Era awal reformasi pemerintah telah mengeluarkan dua kebijakan tentang otonomi
daerah, yaitu: UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah UU No 25 Tahun
1999 Tentang Perimbangan Kuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam
perkembangannya, kebijakan otonomi melalui undang-undang tersebut dinilai
baik dari segi kebijakan maupun implementasinya.

Otonomi daerah di Era Reformasi menjadi jawaban dari persoalan otonomi daerah
di Era Orde Baru. Seperti masalah Desentralisasi Politik, Desentralisasi
Administrasif, dan Desentralisasi Ekonomi.

Agar pelaksanaan otonomi daerah tidak kebablasan, pemerintah melakukan


beberapa revisi pada UU No 22 Tahun 1999 yang kemudian dikenal dengan UU
No 32 Tahun 2004. Untuk mengatur keuangan di daerah, pemerintah
mengeluarkan UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.

Dari situlah yang dimaksud dengan otonomi seluas-luasnya adalah daerah


diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar
yang menjadi urusan pemerintah. Daerah memiliki kewenangan untuk membuat
kebijakan dalam memberikan pelayanan, peningkatan peran serta prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

C. PRINSIP-PRINSIP PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH


Prinsip Otonomi Daerah Ada lima prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah yaitu:
1. Prinsip Kesatuan
Otonomi daerah harus menunjang aspirasi perjuangan rakyat untuk memperkokoh
negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakat lokal.

4
2. Prinsip Riil dan tanggung jawab
Otonomi daerah nyata dan bertanggung jawab untuk kepentingan seluruh
masyarakat. Pemda berperan mengatur proses pemerintahan dan pembangunan
daerah.
3. Prinsip Penyebaran
Asas desentralisasi dan dekonsentrasi bermanfaat untuk masyarakat melakukan
inovasi pembangunan daerah.
4. Prinsip Keserasian
Daerah otonom mengutamakan aspek keserasian dan tujuan di samping aspek
demokrasi
5. Prinsip Pemberdayaan
Tujuan otonomi daerah adalah bisa meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintah di daerah. Utamanya dalam aspek pelayanan dan
pembangunan masyarakat. Selain itu dapat meningkatkan pembinaan kestabilan
politik dan kesatuan bangsa.

D. PEMBAGIAN KEKUASAAN DALAM OTONOMI DAERAH


Agar desentralisasi dapat berjalan dengan baik maka sebagai langkah awal adalah
pembagian kewenangan. Dengan pembagian ini akan jelas siapa melakukan apa, dan
siapa membiayai apa. Pemisahan dan pemilahan ini akan berdampak pada tatanan
kelembagaan dan akhirnya pada penyediaan dan penempatan pegawai.

Pembagian kewenangan dari sudut pandang masyarakat dapat ditentukan dengan


siapa yang akan menerima manfaat dan siapa yang akan menanggung beban atau
resiko atau dampak. Sebagai contoh penyelenggaraan upaya pertahanan negara akan
bermanfaat bagi seluruh bangsa dan harus didanai oleh seluruh bangsa secara
nasional, oleh karenanya bidang pertahanan merupakan kewenangan pemerintahan
nasional (pusat). Namun "lampu penerangan jalan" misalnya, hanya bermanfaat bagi
penghuni kota atau permukiman tertentu dan dapat didanai oleh masyarakat setempat,
karenanya hal ini mutlak kewenangan pemerintahan kota.

Secara garis besar UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan
jelas telah mengatur masalah pembagian kewenangan ini. Undang-undang
menyuratkan bahwa kewenangan pemerintah di tingkat lokal akan bertambah dan
mencakup kewenangan pada hampir seluruh bidang pemerintahan .

Sementara itu kewenangan yang terdapat pada pemerintah pusat terbatas hanya
pada kewenangan di bidang: (a) politik luar negeri; (b) pertahanan keamanan; (c)
peradilan; (d) moneter dan fiskal; (e) agama; dan (f) kewenangan di bidang lain.

Khusus mengenai kewenangan dan tanggung jawab di bidang lain yang masih
dimiliki oleh pusat sebagaimana dijelaskan didalam pasal 7, UU No. 22 Tahun 1999
meliputi kewenangan: (a) perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan
nasional secara makro; (b) dana perimbangan keuangan; (c) sistem administrasi
negara dan lembaga perekonomian negara; (d) pembinaan dan pemberdayaan

5
sumberdaya manusia; (e) pendayagunaan sumberdaya alam serta teknologi tinggi
yang strategis; (f) konservasi; dan (g) standarisasi nasional.

Di dalam UU No.22 Tahun 1999 secara tegas dinyatakan bahwa kewenangan


daerah adalah: "Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan
Republik Indonesia. " Kewenangan ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang
pemerintahan kecuali kewenangan yang masih harus berada ditangan pusat.
Lebih rinci lagi kewenangan daerah yang terdapat di dalam undang-undang
adalah:
1. Mengelola sumberdaya nasional yang tersedia diwilayahnya dan bertanggung
jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan,
2. Mengelola wilayah laut sejauh 12 mil dari garis pantai kearah laut lepas dan
berwenang melakukan:
 ekplorasi, ekploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas
wilayah laut tersebut;
 pengaturan kepentingan administratif;
 pengaturan tata ruang;
 penegakan hukum; dan
 perbantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
3. Melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji,
tunjangan, dan kesejahteraan pegawai, serta pendididkan dan pelatihan sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan daerah yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan.
4. Membiayai pelaksanaan tugas pemerintah daerah dan DPRD.
5. Melakukan peminjaman dari sumber dalam negeri dan atau luar negeri dengan
persetujuan DPRD dan Pusat untuk pinjaman luar negeri.
6. Menentukan tarif dan tata cara pemungutan retribusi dan pajak daerah.
7. Membentuk dan memiliki Badan Usaha Milik Daerah.
8. Menetapkan APBD.
9. Melakukan kerjasama antar daerah atau badan lain, dan dapat membentuk Badan
Kerjasama baik dengan mitra didalam maupun diluar negeri.
10. Menetapkan pengelolaan Kawasan Perkotaan.
11. Pemerintahan kota/kabupaten yang wilayahnya berbatasan langsung dapat
membentuk lembaga bersama untuk mengelola kawasan perkotaan.
12. Membentuk, menghapus, dan menggabungkan desa yang ada di wilayahnya atas
usul dan prakarsa masyarakat dan persetujuan DPRD.
13. Mengatur penyelenggaraan pemerintahan desa.
14. Membentuk Satuan Polisi Pamong Praja.

6
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bentuk pemerintahan Indonesia telah disesuaikan berdasarkan pola kehidupan di
negara, serta menyalurkan aspirasi rakyat dalam memilih pemimpin. Salah satu ciri
pemerintahan Indonesia (Republik Konstitusional) adalah sistem otonomi daerah yang
berarti menyerahkan sebagian urusan pemerintah pusat pada masing-masing daerah.
Segala kewenangan dan tanggung jawab dipegang oleh pemerintah daerah.

B. SARAN
Mengetahui dan memahami materi otonomi daerah dalam kerangka NKRI sangatlah
penting karena sistem tersebut merupakan salah ciri dari sistem pemerintahan di
Indonesia, juga merupakan hal yang dapat menambah wawasan mengenai wewenang,
prinsip, sejarah, dan hakikat dari sebuah sistem yang diterapkan dalam ruang lingkup
daerah.

7
DAFTAR PUSTAKA

Merdeka.com. 2020. Bentuk Pemerintahan Indonesia, Ketahui Ciri Hingga Kelebihan


dan Kekurangan. https://www.merdeka.com/trending/bentuk-pemerintahan-
indonesia-ketahui-ciri-hingga-kelebihan-dan-kekurangan.html. Diakses 9 November
2021.

Kompas.com. 2020. Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia.


https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/134500469/sejarah-otonomi-daerah-
di-indonesia. Diakses 9 November 2021.

Dwi Latifatul Fajri. 2021. Pengertian, Tujuan, dan Prinsip Otonomi Daerah.
https://katadata.co.id/safrezi/berita/615ff9201f24a/pengertian-tujuan-dan-prinsip-
otonomi-daerah diakses 9 November 2021.

Deddy Supriady Bratakusumah. 2000. Penyelenggaraan Kewenangan


dalam Konteks Otonomi Daerah.
https://www.bappenas.go.id/files/7113/4985/2797/dedy__20091015151001__2383__
0.pdf. Diakses 9 November 2021.

Scholar.unand.ac.id. 2021. Latar Belakang Hakekat Otonomi Daerah.


http://scholar.unand.ac.id/33742/2/BAB%20I.pdf. Diakses 9 November 2021.

Anda mungkin juga menyukai