DAN WASIAT
Oleh:
ISHLAHUL IKRAM
NO. BP. 2233066
Dosen Pengampu:
Wasiat ………………………………………………………………………………………. 29
2
HUKUM WARIS PERDATA BARAT
Pewarisan yang diatur dalam KUHPerdata baru dapat terjadi bila ada kematian dari
pewaris dan mempunyai harta kekayaan untuk dialihkan kepada ahli warisnya. Pewarisan
merupakan tindakan menggantikan kedudukan orang yang meninggal yang ada kaitan atau
hubungannya dengan hak atas harta benda, demikian menyangkut hukum kekayaan
kewajiban pada seketika itu juga kepada ahli warisnya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal
833 ayat (1) KUHPerdata : “sekalian ahli waris dengan sendirinya demi hukum memperoleh
hak milik atas segala barang, segala hak, dan segala piutang dari yang meninggal “.
Peralihan hak dan kewajiban dari yang meninggal dunia kepada ahli warisnya
disebut “saisine” yaitu ahli waris memperoleh segala hak dan kewajiban dari yang meninggal
dunia, tanpa memerlukan suatu tindakan tertentu, demikian pula bila ahli waris tersebut belum
kekayaan saja yang dapat diwariskan. Warisan menurut hukum waris barat (KUHPerdata)
meliputi seluruh harta benda beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan
3
1. Ahli waris menurut undang-undang atau ahli waris ab intestato, yaitu ahli waris
2. Ahli waris yang ditunjuk dalam surat wasiat (testamentair erfrecht) yaitu siapa saja yang
disebutkan dalam testamentair dengan tidak mengurangi kekecualian yang diatur dalam
Syarat untuk menjadi ahli waris ab intestato, dinyatakan dalam Pasal 832
KUHPerdata, yang mengandung konsekwensi bahwa pada asasnya keluarga semenda tidak
mewaris, dan dapat mewaris adalah orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris.
Seseorang yang akan menerima sejumlah harta peninggalan harus memenuhi syarat-
B. Ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia. Harus ada
ini berarti tidak hanya sudah dilahirkan tapi cukup apabila sudah ada dalam rahim ibu. Hal
ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 KUHPerdata yaitu : “anak yang ada dalam kandungan
menghendakinya. Apabila anak tersebut meninggal pada saat dilahirkan, dianggap tidak
pernah ada”.
C. Seorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam arti tidak dinyatakan oleh
undang-undang sebagai seseorang yang tidak patut mewaris karena kematian, atau tidak
4
Pengalihan harta kekayaan dalam pewarisan dari pewaris kepada ahli waris dapat
A. Setelah terpenuhinya syarat-syarat diatas, para ahli waris diberi kelonggaran oleh
undang-undang untuk selanjutnya menentukan sikap terhadap suatu waris, ahli waris diberi
hak untuk berpikir selama 4 (empat) bulan setelah itu harus menyatakan menerima warisan
sepenuhnya.
B. Menerima dengan syarat atau menerima warisan secara beneficiar, yaitu bahwa tidak
warisan itu.
Ada 3 sikap ahli waris, yaitu menolak, menerima dan menerima sebagian. Dalam hal
perdata diatur dalam Pasal 1057 KUHPerdata, yaitu harus dilakukan dihadapan panitera
5
2. Ahli waris yang menolak, melakukan penolakan didepan Panitera Pengadilan Negeri,
yaitu sebelum dibuat SKW sehingga notaris mengeluarkan SKW yang berisikan nama-
Bahwa apabila dilihat dari Putusan MARI Nomor 23 K/Sip/1973, disebutkan bahwa
penetapan oleh PN, tidak dapat lagi menuntut harta peninggalan dari pewaris. Oleh karena itu
maka disamping tidak dapat meminta pembagian waris, juga tidak dapat menuntut harta
Lebih lanjut tentu harus dilihat ketentuan Pasal 1058 KUHPerdata yang menyebutkan
Seseorang yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan karenanya dikecualikan
2. Mereka yang dengan keputusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah
kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara 5 (lima) tahun lamanya atau
3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah pewaris (yang
6
4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat yang
meninggal.
Dalam hukum waris barat, dikenal adanya penggantian waris (plaatsvervulling), yang
terjadi apabila seorang ahli waris meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris. Penggantian
tempat selalu dikaitkan dengan ahli waris yang meninggal terlebih dahulu dari pewaris. Pada
dasarnya menurut KUHPerdata penggantian merupakan suatu hak yang diberikan kepada
seorang ahli waris dalam menggantikan ahli waris lainnya untuk bertindak sebagai
penggantinya dalam hak dan derajat yang sama dengan ahli waris yang diganti, jelasnya
dalam hal ini yang digantikan adalah ahli waris yang mempunyai hak mewaris, akan tetapi
Seorang ahli waris dapat meminta atau menuntut haknya bila warisan yang menjadi
bagiannya dikuasai oleh yang bukan ahli waris untuk mengembalikan harta tersebut. Setiap
ahli waris mempunyai hak mutlak yang disebut legitieme portie. Bagian Mutlak adalah bagian
dari suatu warisan yang tidak dapat dikurangi dengan suatu pemberian semasa hidup atau
pemberian dengan testamen. Pewaris tidak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik sebagai
Bagian Mutlak ini diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus, yaitu ada garis lurus
kebawah yaitu anak-anak dan keturunannya, serta garis lurus ke atas yaitu orang tua dan
semua leluhurnya. Bagian Mutlak (legitieme portie) bagi para ahli waris dalam garis lurus
Jika hanya ada seorang anak (sah) saja, maka bagian itu adalah ½ (setengah) dari
7
Jika ada 2 (dua) orang anak, bagian itu sebesar 2/3 (dua pertiga) bagian masing-
Jika ada 3 (tiga) orang anak, bagian itu sebesar ¾ (tiga perempat) bagian masing-
Pasal 1066 KUHPerdata menetapkan adanya hak dan ahli waris untuk menuntut
diadakannya suatu pemisahan harta warisan, namun dapat pula diadakan persetujuan para ahli
waris untuk selama waktu tertentu tidak melakukan pemisahan, yaitu untuk jangka waktu 5
(lima) tahun. Pewarisan terjadi secara langsung pada saat ada yang meninggal tetapi dalam
mendapatkan warisannya perlu suatu proses yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang
untuk membuat suatu surat keterangan kematian dan harus membayar ganti rugi dan bunga
untuk keperluan pemisahan dan pembagian bagi para ahli waris yang tercantum dalam akta
Dalam hal ahli waris ternyata tidak setuju dan merasa pembagian waris tersebut tidak
adil dan melanggar LP nya, maka ahli waris dapat mengajukan tuntutan. Dalam hal ahli waris
ingin mengajukan tuntutan terhadap LP nya, maka ahli waris harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
1. Orang tersebut harus merupakan keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke
bawah.
Mereka inilah yang disebut: “Legitimaris”. Jadi, yang dalam hal ini kedudukan
suami/isteri adalah berbeda dengan anak-anak dan orang tua pewaris. Meskipun
8
dengan anak (sehingga suami/isteri mendapat bagian yang sama besarnya dengan
anak), akan tetapi suami/isteri tersebut bukanlah Legitimaris. Demikian pula saudara
kandung dari pewaris, bukan merupakan Legitimaris. Oleh karena itu isteri/suami
dan saudara kandung tidak memiliki legitime portie atau disebut non legitimaris
Melihat syarat tersebut tidak semua keluarga sedarah dalam garis lurus memiliki hak
atas bagian mutlak. Yang memiliki hanyalah mereka yang juga waris menurut UU
(ab instestato).
Di dalam KUHPerdata dikenal ada 4 (empat) golongan ahli waris yang bergiliran
berhak atas harta warisan, dengan pengertian apabila ada ahli waris golongan pertama, maka
ahli waris golongan-golongan lainnya tidak berhak, sebaliknya apabila ahli waris golongan
pertama tidak ada maka ahli waris golongan kedua yang berhak dan demikian seterusnya.
terdiri dari suami atau isteri yang hidup terlama, dan anak dan atau keturunannya
dengan syarat perderajatan yang lebih dekatlah yang berhak mewaris terlebih dahulu.
Ahli waris golongan I ini diatur berdasarkan dengan Pasal 832 ayat (1), 852 dan 852a
KUHPerdata.
9
Ahli waris golongan II;
terdiri dari orang tua pewaris yaitu, bapak dan ibu; saudara-saudara dan atau
telah dijelaskan di dalam Pasal 861 KUHPerdata yakni sampai pada derajat keenam
kecuali dalam hal terjadinya pewarisan karena penggantian tempat (Pasal 844
KUHPerdata) Ahli waris golongan ini diatur sesuai dengan ketentuan Pasal 854, 855,
Pada ahli waris golongan kedua ini terjadi penyalahan atau penyimpangan dari asas
de naaste in het bloed erf het goed (keluarga yang terdekat dengan pewarislah yang
berhak mewarisi harta pewaris), sebab dalam golongan kedua, dimana ayah dan ibu
yang merupakan keluarga sedarah dalam garis lurus derajat pertama secara bersama-
keluarga sedarah dalam garis kesamping derajat kedua sehingga mereka tampil
mewaris secara bersama-sama. Akan tetapi meskipun di dalam meletakkan ayah dan
ibu dalam satu golongan dengan saudara-saudara pewaris, dan prinsip hubungan
(golongan kedua) oleh pembuat undang-undang asas de naaste in het bloed erf hed
goed tetap diperhatikan sehingga ayah dan ibu tetap diberikan prioritas.
terdiri dari kakek dan atau nenek dalam garis bapak dan seterusnya ke atas, serta
kakek maupun nenek dalam garis ibu dan seterusnya ke atas. Kelompok ahli waris ini
diatur berdasarkan Pasal 853 KUHPerdata. Pada golongan Ketiga ini terjadi apa yang
10
dinamakan pembelahan (kloving) yang sesungguhnya antara garis ayah dan garis ibu,
pada golongan ketiga ini, tidak dikenal dengan pewarisan penggantian tempat,
Keluarga yang terdekat dalam kedua garis, menyampingkan segala keluarga dalam
terdiri atas keluarga sedarah dalam garis ke samping yang lebih jauh (paman dan bibi
dari garis ayah dan keturunannya, paman dan bibi dari garis ibu dan keturunannya
dalam batas yang ditentukan). Batasan tersebut adalah terdapat di dalam Pasal 661
KUHPerdata yakni, sampai derajat ke enam kecuali dalam hal adanya penggantian
tempat. Penggantian tempat dalam golongan keempat ini terjadi tidak secara
Untuk terjadinya pewarisan, maka syarat pertama yang harus dipenuhi adalah
pewaris harus sudah meninggal dunia. Didalam pasal 830 KUHPerdata disebutkan
11
artinya bisa dibuktikan dengan pancaindra bahwa benar-benar telah mati, misalnya
ada yang menyaksikan, bahkan ikut menguburkannya. J. Satrio, Op. Cit, hlm 8
Atau juga mungkin matinya pewaris tersebut tidak diketahui secara pasti, artinya
tidak diketahui secara sungguh menurut kenyataan yang dapat dibuktikan bahwa
sudah mati, namun kematian pewaris tersebut dinyatakan mati demi hukum yang
peralihan segala hak dan kewajiban seketika itu juga kepada ahli warisnya.
Ketentuan ini secara tegas dinyatakan di dalam Pasal 833 ayat (1), 955, dan 1100
KUHPerdata yang pada intinya bahwa, sekalian ahli waris baik menurut undang-
undang maupun berdasarkan dengan surat wasiat memperoleh hak milik atas barang.
peralihan segala hak dan kewajiban seketika itu juga kepada ahli warisnya.
Ketentuan ini secara tegas dinyatakan di dalam Pasal 833 ayat (1), 955, dan 1100
KUHPerdata yang pada intinya bahwa, sekalian ahli waris baik menurut undang-
undang maupun berdasarkan dengan surat wasiat memperoleh hak milik atas barang,
segala hak dan segala piutang, juga memikul beban berupa kewajiban untuk
membayar utang, hibah wasiat dan lain-lain seimbang dengan yang diterima masing-
12
3. Adanya Ahli Waris (erfgenaam)
Sebagai syarat ketiga dari pewarisan yaitu, adanya orang yang masih hidup sebagai
ahli waris (erfgenaam) akan memperoleh harta warisan (aktiva dan pasiva) pada saat
pewaris meninggal dunia. Ini berarti orang yang menurut undang-undang atau
menurut surat wasiat atau testament berhak mendapatkan harta warisan dari harta
kekayaan orang yang meninggal dunia. Menurut Pitlo bahwa ahli waris (erfgenaam)
adalah mereka yang menempati kedudukan hukum harta kekayaan pewaris, baik
Ada ketentuan dari Pasal 832 ayat (2) KUHPerdata bahwa sekiranya semua golongan
ahli waris (I, II, III dan IV) tidak ada, maka segala harta peninggalan (harta warisan) dari yang
meninggal jatuh menjadi milik Negara setelah ada keputusan pengadilan sebagaimana bunyi
ketentuan Pasal 833 ayat (3) KUHPerdata. Kecuali dengan itu, Negara wajib melunasi segala
kewajiban atau beban sebagai utang yang meninggal dunia (pewaris) sekedar harta
peninggalan jika mencukupi untuk itu (Pasal 832 ayat (2) KUHPerdata). Dengan demikian,
sesuai dengan Pasal 832 ayat (2) KUHPerdata, maka Negara tidak secara otomatis demi
hukum mengoper hak dan kewajiban pewaris menjadi milik Negara (vervallen de goerden aan
de lande), kecuali setelah ada keputusan hakim pengadilan. Jadi Negara di dalam
kedudukannya sebagai penerima harta kekayaan dari pewaris tidak memiliki hak saisine.
1. Asas Kematian
Asas ini mengandung pengertian bahwa pewarisan hanya berlangsung atau terjadi
karena adanya kematian, mengandung suatu asas pokok Hukum Kewarisan yaitu
13
terhadap harta warisan baru terbuka (jatuh meluang) kalau pewaris sudah meninggal
dunia dan setelah syarat-syarat lainnya dipenuhi. Asas kematian ini ditemukan
melepaskan haknya atas warisan seorang masih hidup, begitu pun tak dapatlah
menjual hak-hak yang kemudian hari akan diperolehnya atas warisan yang seperti
ini”.
pada asas kematian mengandung 3 (tiga) hal penting sebagai peringatan yaitu:
haknya atas harta warisan keluarganya yang masih hidup (calon pewarisnya);
hari akan diperoleh (sekarang belum diperolehnya) dari suatu pewarisan sekalipun
Asas hubungan darah dan hubungan perkawinan tercermin didalam ketentuan Pasal
832 ayat (1) dan 852a KUHPerdata. Menurut Pasal 832 ayat (1) KUHPerdata
menyebutkan bahwa: Menurut undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris
ialah, para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin, dan suami atau isteri yang
14
pada asasnya, menurut undang-undang, untuk dapat mewaris orang harus
darah tersebut dapat sah atau luar kawin, baik melalui garis bapak maupun melalui
garis ibu. Hubungan darah yang sah adalah hubungan darah yang ditimbulkan
sebagai akibat dari suatu perkawinan yang sah, sedangkan hubungan darah yang tak
sah atau luar kawin timbul sebagai akibat hubungan antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan disertai dengan pengakuan anak secara sah. Idem, hlm. 29.
Hubungan darah luar kawin atau hubungan darah tak sah menurut J. Satrio adalah,
hubungan yang dianggap muncul sebagai akibat hubungan biologis antara ayah
biologis dengan ibu yang melahirkan anak luar kawin tersebut disertai dengan
pengakuan yang sah terhadap anak luar kawin yang bersangkutan. Kata “dianggap”
di dalam pengertian di atas muncul sebagai akibat hubungan biologis antara ayah
biologisnya dan ibunya, karena siapa sebenarnya ayah biologis anak tersebut tidak
ada yang mengetahui kecuali oleh ibunya sendiri. Pada asasnya anak luar kawin yang
dapat diakui secara sah adalah anak luar kawin dalam arti sempit yaitu, anak luar
kawin yang bukan anak zinah maupun anak sumbang dengan perkecualiannya pada
hubungan perkawinan, dalam pengertian hubungan suami isteri yang hidup terlama
(Pasal 832 ayat (1) dan 852a KUHPerdata). Maksud dari kata-kata “yang hidup
terlama” adalah suami atau isteri yang hidup lebih lama daripada suami/isteri yang
15
3. Asas Perderajatan
Asas perderajatan adalah suatu asas yang menetapkan bahwa ahli waris yang
derajatnya lebih dekat dengan pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya
dengan pewaris, keluarga yang lebih dekat derajatnya dengan pewaris menutup
Pada Pasal 853 ayat (2) KUHPerdata menyebutkan, “Waris yang terdekat derajatnya
dalam garis lurus ke atas, mendapat setengah dari bagian dalam garisnya, dengan
mereka ahli waris berbagi rata. Pasal 853 ayat (3) KUHPerdata menyatakan, “Semua
keluarga sedarah dalam garis lurus keatas derajat yang sama mendapat bagian
semua anggota keluarga sedarah dengan pewaris tidak pasti mewaris, akan tetapi
sedarah yang benar-benar dapat mewaris masih harus diseleksi melalui asas de naaste
het bloed erf het. Untuk mengukur jauh dekatnya hubungan antara pewaris dengan
menghitung hubungan antara pewaris dengan para ahli waris melalui leluhur (nenek
moyang) yang sama menurunkan ke dua orang tersebut. Ali Affandi mengemukakan
maka perlu diselidiki siapakah yang menurunkan 2 (dua) orang tersebut, sehingga
terdapat seorang saja (sepasang suami isteri yang menjadi leluhurnya). Kalau sudah
16
ketemu leluhur tersebut kemudian ditarik garis yang menghubungkan ke dua orang
4. Asas Individual
Asas ini dapat dilihat ketentuan hukumnya melalui Pasal 852 KUHPerdata. Sesuai
dengan namanya asas individual, maka ahli waris tampil menjadi ahli waris secara
individu-individu (perseorangan), bukan kelompok ahli waris. Menurut asas ini, jika
antara ahli waris dengan pewaris mempunyai pertalian darah dalam derajat ke satu,
maka ahli waris mewaris “kepala demi kepala”, mereka mewaris karena haknya atau
karena kedudukannya sendiri (uit eigen hoofed), dan apabila berkedudukan sebagai
Ahli waris yang mewaris berdasarkan “haknya sendiri” adalah ahli waris yang
antara ahli waris dengan pewaris. Didalam Pasal 852 ayat (2) KUHPerdata
dikatakan, “mewaris karena dirinya sendiri”. Sedang ahli waris karena “penggantian
tempat”, adalah ahli waris yang muncul sebagai pengganti tempat orang lain yang
seandainya tidak mati terlebih dahulu dari pewaris, maka “orang lain” itu sedianya
akan mewaris.
Di dalam Pasal 852 ayat (2) KUHPerdata dikatakan, “mereka bertindak sebagai
ahli waris pengganti) untuk bertindak dalam derajat dan dalam segala hak orang yang
diganti (Pasal 841 KUHPerdata). Dengan melihat penjelasan yang ada ini, maka
17
dapat disimpulkan bahwa Pasal 852 ayat (2) KUHPerdata menggambarkan dua
macam pewarisan yang mungkin terjadi (pada ahli waris golongan I),
-Pewarisan karena haknya sendiri, terjadi karena hubungan antara pewaris dengan
ahli waris adalah hubungan langsung, dan karena ahli waris terpanggil untuk
hubungan antara pewaris dan ahli waris adalah hubungan yang tidak langsung,
artinya hubungan yang diantarai oleh orang lain, dan ahli waris terpanggil untuk
mewaris karena menggantikan kedudukan dari orang lain yang seharusnya mewaris,
Dengan asas individual ini, maka setiap ahli waris dapat menuntut diadakannya
pemisahan harta warisan yang belum terbagi (Pasal 1066 ayat (2) KUHPerdata).
Dengan asas individual ini, harta warisan dibagi-bagi pemiliknya kepada para ahli
pembagian warisan, maka sebagai konsekwensi dari asas individual di dalam hukum
kewarisan menurut KUHPerdata ini, anak yang masih dalam kandungan ibunya pun
patut diperhitungkan selaku ahli waris dengan ketentuan mereka itu lahir dalam
5. Asas Bilateral
Asas bilateral diketemukan ketentuan hukumnya didalam Pasal 832 ayat (1)
KUHPerdata. Asas bilateral ini mengandung pengertian bahwa seseorang tidak hanya
mewaris dari bapak saja, akan tetapi juga mewaris dari ibu, demikian juga saudara
18
laki-laki mewaris dari saudara laki-lakinya dan juga pada saudara perempuannya,
ahli waris pengganti. Dengan berpedoman juga pada Pasal 832 ayat (1) dan Pasal 852
KUHPerdata, menetapkan bahwa antara suami dan istri memiliki kedudukan yang
6. Asas Bahwa Segala Hak Dan Kewajiban Pewaris Beralih Kepada Ahli Waris.
Asas ini sesungguhnya secara langsung tercermin pada pengertian Hukum Kewarisan
dunia kepada yang masih hidup selaku ahli waris. Asas ini sesuai dengan pepatah
Perancis yang berbunyi, “le mort saisit le vif” yang artinya kurang lebih bahwa “yang
meninggal dunia berpegang pada yang masih hidup”. Jadi yang meninggal seolah-
olah mempunyai kekuasaan untuk menguasai orang masih hidup, padahal yang
sebenarnya adalah orang mati dapat digantikan kedudukannya oleh yang masih hidup
dalam hal kepemilikan hartanya. Kedudukan orang yang meninggal dunia terhadap
orang yang masih hidup sebagai ahli waris, dikatakan oleh A. Pitlo bahwa “diri yang
meninggal dunia sebagai subjek hukum berarti peristiwa orang yang meninggal
dipandang sebagai pemberian kesempatan pada yang masih hidup untuk memiliki
semua barangnya”.
Apa yang berpindah dari pewaris kepada ahli waris. Yang berpindah adalah segala
hak (aktiva) dan segala kewajibannya (pasiva) yang bernilai uang (Pasal 833 ayat (1)
dan Pasal 1100 KUHPerdata). Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata membicarakan tentang
hak (aktiva) yaitu, “sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh
19
hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang yang meninggal”. Sedang
(pasiva), yaitu para ahli waris yang telah menerima suatu warisan diwajibkan dalam
hal pembayaran utang, hibah wasiat dan lain-lain beban, memikul bagian yang
seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan. Perolehan hak
milik atas barang, dan segala piutang maupun kewajiban di dalam memikul beban
Asas “segala hak dan kewajiban pewaris beralih kepada ahli warisnya” ini, adalah
berada di tengah-tengah Hukum Kebendaan (Buku II Bab XII s/d XVIII), yang
berarti pula bahwa hak-hak mewaris merupakan bagian dari hak-hak kebendaan.
Bahkan dengan tegas Sajuti Thalib dalam tulisannya “Pemikiran Kearah Rancangan
Kewarisan berdasarkan KUHPerdata itu sangat berbau hak milik mutlak meskipun
sebenarnya sangat sulit diungkap jiwa hak milik mutlak yang dimaksud itu tetapi
demikianlah adanya, segala sesuatunya lebih ditekankan pada keadilan karena hak
milik benda yang hendak diterimanya sebagai warisan itu sangat menonjol
Mewaris sebagai hak, maka para ahli waris berhak memperjuangkannya dengan jalan
mengajukan gugatan yang dapat mereka tujukan kepada : sesama ahli waris; kepada
orang yang tanpa hak menguasai benda-benda warisan; dan terhadap pihak-pihak
yang secara licik menyebabkan hilangnya kekuasaan ahli waris terhadap benda-
benda yang sebenarnya merupakan bagian dari harta warisan (Pasal 834
20
KUHPerdata). Hak untuk mengajukan gugatan guna memperoleh hak waris tersebut,
ketentuan yaitu apabila seseorang meninggal dunia maka pada saat itu, maka segala
-Ahli waris menempati kedudukan yang meninggal dunia dalam hak yang
-Ahli waris memperoleh hak secara mewaris demi hukum tanpa perlu dengan
levering;
-Tiap-tiap ahli waris berhak menuntut setiap barang atau uang yang termasuk harta
memberikan harta peninggalannya kepada siapapun juga, baik kepada yang bertalian
darah maupun tidak ada hubungan apa-apa. Akan tetapi oleh pembentuk undang-
undang menganggap beberapa ahli waris yang dekat hubungannya dengan ahli waris
adalah tidak etis apabila tidak mendapat sesuatu harta peninggalan dari pewaris,
21
karena itu dibentuklah apa yang dinamakan legitieme portie. Penerima legitieme
Legitieme portie atau bagian mutlak adalah bagian dari waris yang tidak dapat
dikurangi dengan suatu pemberian semasa hidup atau pemberian dengan surat wasiat
atau testamen. Legitieme portie atau bagian mutlak, disebutnya mutlak karena bagian
ini sepenuhnya harus diberikan kepada Legitiemaris, tidak boleh dikurangi oleh
pewaris dengan jalan apapun, termasuk tidak boleh dibebani dengan syarat apapun.
hukum dari perbuatan pewaris yang merugikan hak warisnya kerena adanya surat
wasiat atau testamen yang dibuat pewaris untuk kepentingan orang lain.
sendiri, ahli waris tertentu (legitiemaris) itu tidak dapat disingkirkan sama sekali oleh
“bagian mutlak atau legitieme portie adalah bagian dari harta peninggalan yang harus
diberikan kepada ahli waris”. Pada kata “harus” disini harus diartikan bahwa tanpa
Legitieme portie merupakan suatu hak dan hak ini dapat diberikan kepada
masing-masing legitiemaris untuk sebesar bagian mutlak yang mereka mesti dapat.
22
Karena itu, logis kalau setiap bagian mutlak itu tidak boleh diletakkan beban apapun
atasnya. Begitu pentingnya bagian mutlak itu (legitieme portie) untuk tidak boleh
mengingatkan bahwa, “asal saja legitieme portie tidak dilanggar maka pewaris dapat
Hak menuntut seseorang legitiemaris dapat saja ditujukan baik terhadap sesama ahli
waris, maupun terhadap pihak ketiga, baik terhadap ketetapan di dalam surat wasiat
atau testament (erfstelling) maupun ketetapan di dalam hibah wasiat (legaat). Jadi
semua pemberian, baik semasa pewaris hidup seperti hibah maupun yang terjadi
sesudah pewaris meninggal dunia berupa wasiat atau testamen yang merugikan hak
dari bagian mutlak legitiemaris itu, dapat dituntut oleh para legitiemaris sampai hak
memberi hak dan kesempatan kepada ahli waris pengganti untuk mengganti
kedudukan ahli waris yang lebih duluan meninggal dari pada pewaris untuk
bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak yang digantikannya
Pergantian tempat memberi hak kepada seseorang yang mengganti, untuk bertindak
sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang diganti. Karena
itu, pergantian tempat sebagai asas harus memenuhi persyaratan, dan persyaratan
tersebut dapat dilihat dari sudut ahli waris yang diganti, dan dari sudut ahli waris
23
pengganti. Ismuha, Penggantian Tempat Dalam Hukum Waris Menurut KUH
Perdata, Hukum Adat, dan Hukum Islam, Cet. 1, Bulan Bintang, Jakarta, 1978, hlm.
69.
Apabila persyaratan itu dilihat dari sudut ahli waris yang diganti harus memenuhi
B. Ahli waris yang diganti itu semasa hidupnya tidak termasuk ahli waris yang tidak
patut menerima harta warisan atau onwardig (Pasal 838, dan 912 KUHPerdata), dan
Bila persyaratan dilihat dari sudut ahli waris pengganti, maka harus memenuhi
A. Yang berhak bertindak sebagai ahli waris pengganti hanyalah keturunan yang sah
B. Harus ada dan masih hidup, tidak onwardig, dan tidak menolak harta warisan.
Pasal 842, 844 dan 845 KUHPerdata, dengan Pasal-pasal ini menunjukan bahwa
KUHPerdata menganut asas pergantian tempat. Akan tetapi dilihat dari ketentuan
(plaatsvervulling) menjadi 2 (dua) cara yaitu; pertama pergantian tempat yang dapat
terjadi secara otomatis, (Pasal 842 dan 844 KUHPerdata), dan kedua pergantian
24
Sesuai ketentuan pasal 842 ayat (1) KUHPerdata bahwa, “Pergantian dalam garis
lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus dan tidak ada akhirnya”. Dengan
menggunakan kalimat, “pergantian dalam garis lurus ke bawah yang sah” di dalam
pasal ini, menunjuk pada pergantian tempat yang terjadi kepada keturunan ahli waris
yang sah golongan pertama. Kemudian kalimat “berlangsung terus dengan tidak ada
akhirnya” berarti pergantian tempat pada keturunan ahli waris golongan pertama ini
selamanya diperbolehkan (Pasal 842 ayat (2) KUHPerdata), baik dalam hal bilamana
seorang anak yang telah meninggal dunia lebih dahulu (cucu pewaris), maupun
sekalian keturunan mereka mewaris bersama-sama, satu sama lain dalam pertalian
terjadi pada keturunan ahli waris golongan kedua. Pasal 844 KUHPerdata
keuntungan sekalian anak dan keturunan saudara laki-laki dan perempuan yang telah
meninggal terlebih dahulu, baik mereka mewaris bersama-sama dengan paman atau
bibi mereka, maupun warisan itu setelah meninggalnya semua keturunan mereka,
yang mana satu sama lain bertalian keluarga dalam perderajatan yang tidak sama.
Kemudian pada pergantian tempat yang terjadi tidak secara otomatis berdasarkan
dengan ketentuan Pasal 848 KUHPerdata, hanya akan terjadi bilamana memenuhi 2
25
1.Ada keluarga sedarah dalam garis menyimpang, yang merupakan de naaste in het
bloed;
2. Ada keturunan dari saudara laki-laki atau keturunan anak saudara perempuan dari
Pergantian tempat yang tidak secara otomatis ini, terjadi dalam garis menyimpang,
disini dimaksudkan pasti bukan anak-anak saudara (ahli waris golongan II), karena
kemungkinan adalah, pergantian tempat dalam garis menyimpang yang lebih jauh,
yaitu untuk anak-anak atau keturunan paman atau bibi pewaris. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa pergantian tempat semacam ini, hanya dapat terjadi pada
Bila dicermati, asas pergantian tempat ini mencerminkan motivasi kemanusiaan guna
diperoleh orang tuanya (ahli waris yang diganti) hanya karena faktor kebetulan orang
tuanya itu lebih dahulu meninggal dunia dari kakek atau nenek. Apalagi jika
faktanya, pada saat kakek atau nenek meninggal dunia dimana anak-anaknya sudah
kaya dan telah mapan kehidupannya, sebaliknya cucu karena lebih cepat ditinggal
yatim oleh orang tuanya menjadi melarat dan miskin, maka apakah patut
melenyapkan haknya untuk memperoleh apa yang semestinya menjadi bagian orang
tuany
26
9. Asas Pelembagaan Hibah Wasiat Dan Testamen
Pasal 874 KUHPerdata menetapkan bahwa ”segala harta peninggalan seseorang yang
sekadar terhadap hal itu dengan surat wasiat tidak telah diambil suatu ketetapan yang
sah”. Dengan ketentuan pasal di atas ini, tersimpul suatu asas penting Hukum
baru berlaku kalau pewaris tidak atau telah meninggal suatu ketetapan yang
wasiat (erfstelling) dengan hibah wasiat (legaat). Surat wasiat diatur di dalam Pasal
954, 955 dan 956 KUHPerdata, sedang hibah wasiat diatur dalam Pasal 957
Hibah wasiat atau legaat merupakan pemberian hak kepada seseorang atas dasar
wasiat khusus, berupa; hak atas satu atau beberapa benda tertentu; hak atas benda
bergerak dan tidak bergerak; dan hak pakai (hak vruchtgebruik) atas sebagian atau
Orang yang mendapat pemberian melalui hibah wasiat (legaat) ini disebut dengan
ahli waris di bawah titel khusus (957 KUHPerdata), artinya orang yang menerima
wasiat yang bendanya ditentukan, dan orang yang mendapat legaat disebut legitaris.
Maksud ahli waris di bawah titel khusus yaitu, seseorang hanya menerima hak atau
jenis barang tertentu dari pewaris, akan tetapi tidak bertanggung jawab atas utang-
27
utang pewaris. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, seseorang penerima
legaat tidak punya hak atas harta pewaris kecuali yang dihibahkan secara wasiat saja.
Pewarisan dengan surat wasiat atau testamen (erfstelling) adalah suatu pemberian
(harta warisan) dengan tidak di tentukan bendanya secara tertentu (Pasal 954
KUHPerdata). Orang yang mendapatkan harta warisan berdasarkan surat wasiat atau
testamen merupakan ahli waris di bawah titel umum (Pasal 955 KUH Perdata).
Maksud sebagai ahli waris di bawah titel umum adalah ahli waris yang
hak milik atas barang, piutang, maupun kewajiban atau beban pewaris kepada pihak
ketiga beralih kepada ahli waris dengan surat wasiat atau testamen tersebut (Pasal
955 KUHPerdata). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ahli waris dengan
surat wasiat atau testamen menimbulkan akibat hukum terhadap terjadinya peralihan
hak dan kewajiban (aktiva dan pasiva) dari pewaris kepada ahli waris.
berdasarkan surat wasiat atau testamen berpangkal pada pikiran bahwa harta kekayaan
seseorang itu pada hakekatnya adalah hasil dari jerih payahnya selama hidup, karena itu
adalah wajar adanya jika mereka pun diberikan kebebasan didalam menentukan kepada siapa
hartanya itu dapat diberikan atau yang disukai selama tidak merugikan ahli waris yang
berkedudukan sebagai ahli waris yang harus mendapatkan bagian mutlak (legitieme portie).
28
WASIAT
dunia. Ungkapan keinginan atau kehendak terakhir pewaris mempunyai dua arti yakni, arti
materil dan arti formil. Arti materil bahwa keinginan terakhir dari pewaris tersebut menunjuk
pada pemberian pada waktu meninggal, sedangkan arti formil menunjukan arti
menurut peraturan perundang-undangan.
notaris.
bahwa surat wasiat atau testamen itu merupakan suatu perbuatan hukum sepihak yaitu, berupa
tindakan atau pernyataan kehendak satu orang saja sudah cukup untuk timbulnya akibat
yang menjadi keinginannya itu, termasuk misalnya untuk menetapkan apakah tindakan hukum
29
a) Suatu surat wasiat atau testamen adalah berbentuk akta (tertulis)
dunia;
dalam ketentuan bentuk Pasal 876 KUHPerdata terdiri dari 2 (dua) macam cara yaitu, pertama
dengan alas hak umum yaitu, memberikan wasiat dengan tidak ditentukan bendanya secara
dari harta bendanya pada X ; kedua dengan alas hak khusus yaitu, memberikan wasiat yang
dalamwasiat mempunyai 2 sifat :
Bahwa yang paling lazim dalam suatu wasiat berisi apa yang dinamakan erfstelling yaitu
penunjukkan seorang atau beberapa orang menjadi ahli waris yang akan mendapat seluruh
bagian wasiat.
30
a. orang yang memberi wasiat (pewasiat) sudah dewasa, mempunyai pikiran sehat,
benar-benar berhak atas harta benda yang diwasiatkan. Disamping itu pewasiat tidak
berada dibawah pengaruh yang tidak menguntungkan seperti tertipu, terpaksa dan
pemberi wasiat meninggal dunia.
wasiat ini dalam pembuatannya berbeda. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan tentang cara
kepada Balai Harta Peninggalan dan oleh BHP dibawah lembaran akta yang masih
kosong
31
2. Surat Wasiat Olografis, harus ditulis tangan orang yang meninggalkan warisan itu
sendiri dan ditanda-tangani oleh pewasiat itu pula. Kemudian surat itu diserahkan
sendiri kepada salah seorang notaris untuk disimpan. Penyerahan tersebut harus pula
dihadiri oleh dua orang saksi. Sebagai bukti bahwa notaris telah menerima surat
tersebut, dibuatlah akta penyimpanan atau akta van depot. Penyerahan pada notaris
Wasiat olografis menurut Pasal 932 harus seluruhnya ditulis dan ditanda-tangani oleh
Bilamana diserahkan dalam keadaan tertutup pewaris dengan dihadiri oleh notaris
Setelah diserahkan untuk disimpan, notaris harus membuat akta yang ditanda-tangani
32
surat wasiat diserahkan secara terbuka maka akta penyimpanan dibuat sendiri yaitu
dan dianggap dibuat pada hari pembuatan akta penyimpanan dan dianggap benar
seluruhnya ditulis dan ditanda-tangan sendiri oleh pewaris, kecuali kemudian terbukti
meminta kembali surat wasiat itu, asal guna tanggung jawab notaris dari permintaan
3. Wasiat tertutup atau rahasia yang harus ditanda-tangani sendiri oleh pewasiat akan
dimasukkan kedalam suatu amplop dan diserahkan kepada notaris dan dihadiri oleh
empat orang saksi kemudian notaris membuat akta Van Superscriptie yang diperbuat
di atas kertas itu sendiri/di atas sampulnya. Akta Van Superscriptie ditanda-tangani
oleh pewasiat dengan empat orang saksi dan notaris. Suatu surat wasiatrahasia harus
Dalam Pasal 940 dan 941 KUHPerdata ditetapkan hal-hal yang harus dituruti dalam
a. Pewaris menulis ketetapannya sendiri atau oleh orang lain dan kemudian. Tidak
perlu dibubuhi tanggal oleh karena sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 933
kepada notaris.
33
b.Kertas yang memuat surat wasiat atau sampulnya harus ditutup dan dilak.
notaris dihadiri 4 orang saksi. Pewaris harus menerangkan bahwa kertas itu
memuat kemauannya terakhir, ditulis dan ditanda-tangani sendiri atau ditulis oleh
orang lain dan ditanda-tangani sendiri. Mengenai pernyataan ini notaris membuat
akta yang disebut superskripsi. Akta ini harus ditanda-tangani oleh pewaris,
notaris dan para saksi. Semua formalitas yang dilakukan dihadapan notaris dan
waris dan jika mereka tidak atau tidak semua hadir, sedikitnya mereka yang
dalam Pasal 1010 KUHPerdata), dibuat berita acara pencatatan harta yang tidak
harus dibuat dalam bentuk akta notarial, asalkan semua ahli waris setuju; dan
2. Mengusahakan agar warisan disegel apabila ada ahli waris dibawah umur itu
dibawah pengampuan yang tidak dan wakil hukumnya (wali atau pengampu)
atau jika ada ahli waris yang tidak hadir tanpa wakilnya sebagaimana
Pelaksana wasiat adalah wakil dari para ahli waris, bukan dari warisannya, karena itu
bukan badan hukum. Wewenang Pelaksana Wasiat diperoleh dari Pewaris, walaupun tidak
ada perjanjian pemberian kuasa. Kedudukan Pelaksana Wasiat bersifat pribadi karena dipilih
mengingat kapasitasnya. Kedudukannya tidak diwariskan, tetapi para ahli warisnya (dari
34
Pelaksana Wasiat) wajib memberikan pertanggung jawaban untuk perbuatan Pelaksana
Wasiat.
(pekerjaannya tidak dapat diwariskan kepada ahli warisnya sebagaimana ditentukan Pasal
1015 KUHPerdata), tidak cakap, dan dipecat. Pasal 1011 KUHperdata merupakan ketentuan
sebagaimana mestinya.
Terkait hal tersebut terdapat Putusan MARI tenggal 17 Desember 1997, Nomor 3324
K/Pdt/1992 kaidah hukumnya : Harta warisan dari seorang pewaris dengan menunjuk
pelksana wasiat (executeur tertamentair), hanya dan mesti dibuktikan dengan pencatatan atau
perincian yang dibaut oleh pelaksana wasiat dihadapan para ahli warisnya sesuai ketentuan
penyimpanannya.
Yang tidak boleh menjadi saksi :
35
-adalah para ahli waris atau penerima hibah wasiat dan semua keluarga sedarah
-anak-anak, cucu-cucu dan para istri dari anak-anak atau cucu-cucu notaris
Akibat tidak diturutinya formalitas-formalitas yang ditentukan :
36
DAFTAR REFERENSI BACAAN
Dr. Udin Narsudin, SH, SpN, M.Hum, HUKUM WARIS PERDATA DAN WASIAT, 2018
37