Anda di halaman 1dari 23

RESUME HUKUM WARIS PERDATA

BARAT DAN WASIAT

Disusun Sebagai Tugas Hukum Perdata

Oleh:

MARLONSIUS SIMBOLON
NO. BP. 2233080

Dosen Pengampu:

Dr. Bisma Putra Pratama, S.E., S.H., M.H.

KONSENTRASI HUKUM PIDANA

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS EKASAKTI
PADANG
2023
DAFTAR ISI

Daftar Isi …………………………………………………………………………………… 2

Hukum Waris Perdata Barat

1. Pengertian Hukum Waris …………………………………………………………….3

2. Dasar Hukum Waris di Indonesia ……………………………………………….….. 4

3. Prinsip Hukum Waris ………………………………………………………………..5

4. Subjek Hukum Waris ……………………………………………………………….. 5

5. Golongan Ahli Waris ………………………… ……………………………………. 6

6. Asas-Asas Hukum Waris Perdata Barat ………………………………….………… 7

7. Asas Hereditatis Petitio Dan Legitmate Portie …………..………………………......8

8. Harta Warisan Menurut KUHPerdata BW ……………………………….…….……8

9. Putusnya Hubungan Waris……………………………..…………………………....10

10. Ahli Waris Yang Tidak Patut Menerima Harta Warisan ……………………………11

Wasiat (Testamen) Menurut KUHPerdata

1. Pengertian Wasiat ………………………………………………………………….12

2. Syarat-Syarat Wasiat ………………………………………………………………12

3. Batasan Wasiat ……………………………………………………………………..15

4. Batalnya Wasiat ……………………………………………………………………16

5. Macam – Macam surat wasiat ………………………………………………………19

6. Prosedur pencabutan surat wasiat …………………………………………………..21

Daftar Bacaan

2
HUKUM WARIS PERDATA BARAT

1. Pengertian Hukum Waris

Menurut pakar hukum Indonesia, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro (1976), hukum

waris diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang

setelah pewaris meninggal dunia, dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang

lain atau ahli waris.

Meskipun pengertian hukum waris tidak tercantum dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata KUH Perdata, namun tata cara pengaturan hukum waris tersebut diatur oleh

KUH Perdata. Sedangkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, hukum waris

adalah hukum yang mengatur pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan pewaris, lalu

menentukan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa besar bagian masing-

masing

Dasar Hukum Waris di Indonesia

 Sementara itu, dasar hukum waris di Indonesia terdiri dari tiga macam yang didasarkan

pada kultur masyarakat, agama, dan ketetapan pemerintah.

 Pertama adalah hukum waris adat—berupa norma atau adat di kawasan tertentu.

Biasanya, tidak tertulis dan hanya diberlakukan untuk wilayah khusus. Secara umum,

hukum waris adat menganut empat sistem, yaitu keturunan, kolektif, mayorat, dan

3
individual.Penetapan sistem tersebut dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan atau pola

kehidupan masyarakat setempat.

 Kedua, hukum waris Islam yang diterapkan oleh muslim di Indonesia. Hukum tersebut

tercantum dalam Pasal 171-214 tentang Kompilasi Hukum Indonesia.Di aturan ini, ada

229 pasal yang menulis seputar pewarisan harta menurut Islam.Intinya, Islam

mengimplementasikan sistem waris individual bilateral— berasal dari pihak ibu atau

ayah.

 Ketiga—hukum waris perdata yang mengacu pada negara barat.Aturan ini berlaku untuk

semua masyarakat Indonesia.Ketetapannya dicantumkan dalam Buku II Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (KUHP) Pasal 830-1130.

2. Dasar Hukum Waris di Indonesia

 Sementara itu, dasar hukum waris di Indonesia terdiri dari tiga macam yang didasarkan

pada kultur masyarakat, agama, dan ketetapan pemerintah.

 Pertama adalah hukum waris adat—berupa norma atau adat di kawasan tertentu.

Biasanya, tidak tertulis dan hanya diberlakukan untuk wilayah khusus. Secara umum,

hukum waris adat menganut empat sistem, yaitu keturunan, kolektif, mayorat, dan

individual.Penetapan sistem tersebut dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan atau pola

kehidupan masyarakat setempat.

 Kedua, hukum waris Islam yang diterapkan oleh muslim di Indonesia. Hukum tersebut

tercantum dalam Pasal 171-214 tentang Kompilasi Hukum Indonesia.Di aturan ini, ada

229 pasal yang menulis seputar pewarisan harta menurut Islam.Intinya, Islam

4
mengimplementasikan sistem waris individual bilateral— berasal dari pihak ibu atau

ayah.

 Ketiga—hukum waris perdata yang mengacu pada negara barat.Aturan ini berlaku untuk

semua masyarakat Indonesia.Ketetapannya dicantumkan dalam Buku II Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (KUHP) Pasal 830-1130.

3. Prinsip Hukum Waris

Prinsip Hukum Waris Menurut KUHPerdata, prinsip dari pewarisan adalah:

1. Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu

kematian. (Pasal 830 KUHPerdata);

2. Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri

dari pewaris. (Pasal 832 KUHPerdata), dengan ketentuan mereka masih terikat dalam

perkawinan ketika pewaris meninggal dunia. Artinya, kalau mereka sudah bercerai pada

saat pewaris meninggal dunia, maka suami/isteri tersebut bukan merupakan ahli waris

dari pewaris.

4. Subjek Hukum Waris

 Subjek dari hukum waris adalah Pewaris dan Ahliwaris,Pewaris adalah seseorang yang

meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta

kekayaan maupun hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus

dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat

5
sedangkan ahli waris adalah anggota keluarga yang meninggal dunia yang menggantikan

kedudukan Pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya Pewaris.

 Menurut Pasal 832 KUHPerdata/BW yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga

sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan

suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini. Bila

keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta

peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang

meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.

5. Golongan Ahli Waris

1)Golongan I

Golongan ini terdiri suami/istri yang hidup terlama (Duda/Janda) beserta Anak

dan keturunannya kebawah tanpa batas.

2)Golongan II

Golongan ini terdiri dari Orang tua (Ayah dan/atau Ibu) dari pewaris beserta saudara dan

keturunannya sampai derajat ke 6.

3)Golongan III

Golongan ini terdiri dari keluarga sedarah menurut garis lurus ke atas, yaitu  Kakek dan

Neneknya, baik dari garis ayah maupun dari garis ibu

4) Golongan IV

6
Golongan ini terdiri dari keluarga sedarah dalam garis kesamping yang lebih  jauh, yaitu

Paman dan Bibinya baik dari garis Ayah dan garis Ibu, beserta  keturunannya yang dibatasi

sampai derajat ke 6 (enam)

Pada prinsipnya, Golongan yang terdekat menutup golongan yang lebih jauh  dan derajat yang

lebih dekat akan menutup derajat yang lebih jauh. Selama  masih ada Golongan I, maka

dengan sendirinya akan menutup golongan-  golongan yang lainnya.

Contoh: selama masih ada istri dan anak dari pewaris, maka dengan sendirinya Ayah Ibu atau

saudaranya tidak akan mendapat bagian waris.

6. Asas-Asas Hukum Waris Perdata Barat

ASAS KEUTAMAAN 

•Dalam surat wasiat menurut hukum waris perdata harus sesuai dengan asas  keutamaan. Jadi

yang paling diutamakan adalah golongan I (istri/suami, anak-  anak dan keturunan)

dibandingkan golongan II (orang tua dan saudara).  Golongan II tidak akan mewarisi selama

masih ada golongan I.

ASAS PENGGANTI 

•Menurut hukum waris perdata, seseorang dalam garis lurus (masih golongan  I)

diperbolehkan menggantikan hak untuk menerima waris. Misal seorang  kakek memiliki 3

orang anak. Salah satu anaknya meninggal dunia, sebelum si  kakek meninggal. Kakek

tersebut dapat mewariskan kepada cucunya.

7
7. Asas Hereditatis Petitio Dan Legitmate Portie

Asas Hereditatis Petitio

 Hereditatis Petitio adalah hak untuk mengajukan gugatan, guna  mempertahankan hak

warisnya. Seseorang yang mengajukan hereditatis  petitio harus membuktikan dirinya adalah

ahli waris.

Bagian Mutlak atau Legitmate Portie

Menurut hukum waris perdata, ahli waris garis lurus ke atas dan ke bawah  memiliki bagian

mutlak atau legitimate portie. Dengan adanya bagian mutlak,  maka orang tua (orang yang

memberikan waris), tidak dapat mewariskan 100%  hartanya ke orang lain. Berikut ini aturan

bagian mutlak:

Jika satu anak, maka bagian mutlaknya adalah ½ dari harta peninggalan.

Jika dua anak, maka bagian mutlaknya adalah 2/3 dari bagian sebagai ahli waris.

Jika lebih dari dua anak, maka bagian mutlaknya adalah masing-masing ¾ dari  bagiannya

sebagai ahli waris

8. Harta Warisan Menurut KUHPerdata BW

•Yang menjadi objek dari hukurn waris adalah harta warisan .Harta warisan  adalah kekayaan

berupa keseluruhan aktiva dan passiva yang ditinggalkan  Pewaris dan berpindah kepada para

8
ahli waris. Keseluruhan kekayaaan yang  berupa aktiva dan passiva yang rnenjadi milik

bersarna ahli waris disebut  boedel Harta warisan (boedel waris) diberikan oleh pewaris

kepada ahli  warisnya ketika syarat yang disebut dalam Pasal 830 KUHPerdata terjadi  yakni

dengan adanya kernatian dari pewaris.

Adapun Yang dimaksud dengan warisan atau harta peninggalan adalah sejumlah harta benda

kekayaan pewaris dalam keadaan bersih. Artinya, setelah dikurangi dengan pembayaran

hutang  pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh meninggalnya

pewaris.  Warisan dalam sistem hukum perdata barat yang bersumber pada BW itu meliputi

seluruh harta benda beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban pewaris dalam lapangan hukum

harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi terhadap ketentuan tersebut ada

beberapa pengecualian, dimana hak-hak dan kewajibankewajiban dalam lapangan hukum

harta  kekayaan ada juga yang tidak dapat beralih kepada ahli waris, antara lain:

•Hak memungut hasil (vruchtgebruik);

•Perjanjian perburuhan, dengan pekerjaan yang harus dilakukan bersifat pribadi;

•Perjanjian perkongsian dagang, baik yang berbentuk maatschap menurut BW maupun firma

menurut WvK, sebab perkongsian ini berakhir dengan meninggalnya salah seorang

anggota/persero.

Sistem waris BW tidak mengenal istilah “harta asal maupun harta gono-gini” atau harta yang

diperoleh bersama dalam perkawinan, sebab harta warisan dalam BW dari siapa pun juga,

merupakan “kesatuan” yang secara bulat dan utuh dalam keseluruhan akan beralih dari tangan

peninggal warisan/pewaris ke ahli warisnya. Artinya, dalam BW tidak dikenal perbedaan

pengaturan  atas dasar macam atau asal barang-barang yang ditinggalkan pewaris. Seperti

yang ditegaskan dalam  pasal 849 BW yaitu “Undang-undang tidak memandang akan sifat

9
atau asal dari pada barang-barang  dalam suatu peninggalan untuk mengatur pewarisan

terhadapnya”.

Berdasarkan Pasal 837 KUHPerdata/BW ditentukan bahwa Bila suatu warisan yang terdiri

atas  barang-barang, yang sebagian ada di Indonesia, dan sebagian ada di luar negeri, harus

dibagi antara  orang-orang asing yang bukan penduduk maupun warga negara Indonesia di

satu pihak dan  beberapa warga negara Indonesia di pihak lain, maka yang tersebut terakhir

mengambil lebih dahulu  suatu jumlah yang sebanding menurut ukuran hak warisan mereka,

dengan harga barang-barang yang  karena undangundang dan kebiasaan di luar negeri, mereka

tak dapat memperoleh hak milik atasnya.  Jumlah harga itu diambil terlebih dahulu dan

barang harta peninggalan yang tidak mendapat  halangan seperti yang dimaksud di atas.

9. Putusnya Hubungan Waris

•Pasal 831 BW menjelaskan bahwa jika terdapat kondisi Pewaris dan Ahli Warisnya atau

yang keduanya saling  mewaris, meninggal secara bersamaan yang berarti tidak diketahui

siapa yang lebih dahulu meninggal diantara  keduanya, maka hubungan waris diantara

keduanya tersebut akan menjadi putus dan menjadi tidak saling  mewaris.

•Contoh: Seorang Ayah (A) yang kaya raya pergi bersama salah satu anaknya (C) dengan

menggunakan  Pesawat. Ternyata pesawat tersebut mengalami kecelakaan yang menyebabkan

A dan C meninggal secara  bersamaan atau tidak dapat diketahui siapa yang lebih dahulu

meninggal dalam kecelakaan tersebut.  Kebetulan si C telah mempunyai seorang anak juga,

yaitu si G. Karena tidak diketahui siapa yang lebih dahulu  meninggal antara A dan C, maka

hubungan waris antara A dan C akan putus, atau dapat dikatakan A dan C  menjadi tidak

Saling Mewaris, dimana C tidak bisa menjadi Ahli Waris dari A, dan A pun tidak bisa

10
menjadi  ahli waris dari C. Dengan demikian, si G yang sebenarnya dapat menjadi Ahli Waris

dari A, karena  menggantikan posisinya C, tidak akan dapat menjadi ahli waris, karena

mereka telah putusah hubungan waris  dengan si A, dan sebaliknya.

10. Ahli waris yang tidak patut menerima harta warisan

UUndang-undang menyebutkan ada empat hal, seseorang ahli waris tidak patut

mewaris, yaitu :

1. Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena

dipersalahkan membunuh atau setidak-tidaknya mencoba membunuh pewaris

2. Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dihukum, karena

dipersalhkan memfitnah dan mengadukan pewaris, bahwa pewaris difitnah

melakukan kejahatan yang diancamhukuman pehjara empat tahun atau lebih

3. Ahli waris yang dengan kekerasan telah nyata-nyata menghalangi atau mencegah

pewaris untuk membuat atau menarik kembali surat wasiat

4. Seorang ahli waris yang telah menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan

surat wasiat Apabila ternyata ahli waris yang tidak patut ini menguasai sebagian

atau seluruh harta peninggalan dan ia berpura-pura sebagai ahliwaris, ia wajub

mengembalikan semua yang dikuasainya termasuk hasil-hasil yang telah

dinikmatinya

11
WASIAT (TESTAMEN)

1. Pengertian Wasiat

Wasiat adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari

seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Dengan kata

lain, testament atau wasiat adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang

dikehendaki setelah ia meninggal, demikian pendapat menurut R. Subekti dalam Pokok-

Pokok Hukum Perdata

2. Syarat-Syarat Wasiat

a. Orang yang berwasiat

Mengenai kecakapan orang yang membuat surat wasiat atau testament adalah bahwa

orang tersebut mampu berpikir secara normal atau berakal sehat. Sesuai dengan pasal 895

KUHPerdata yang menyebutkan untuk dapat membuat atau mencabut suatu surat wasiat

seseorang harus mempunyai akal budinya. Sehingga seseorang yang kurang memiliki akal

sehat ketika membuat surat wasiat, maka wasiatnya tersebut tidak dapat diberikan akibat

hukum atau dinyatakan batal. Pasal 895 KUH Perdata tersebut tidak memberikan

wewenang kepada orang yang tidak memiliki akal sehat untuk melakukan perbuatan

kepemilikan dengan surat wasiat.

Ketidaksehatan dari suatu akal pikiran dapat bersifat tetap seperti sakit gila, dan juga

dapat bersifat hanya sementara seperti dalam keadaan mabuk, sakit panas atau demam

yang sangat tinggi dan dibawah hipnose. Hal ini berarti jika seseorang dalam kondisi yang

demikian membuat surat wasiat, maka keabsahan wasiatnya dapat ditentang oleh para ahli

12
warisnya. Apabila seseorang yang sedang dalam keadaan tidak berakal sehat telah

membuat suratwasiat kemudian setelah itu menjadi normal kembali dan masih hidup lama,

maka jika tidak mengubah wasiatnya (ketika dalam keadaan normal tersebut) tetap tidak

sah sebagaimana orang tersebut masih dalam keadaan tidak berakal sehat.

Pada pasal 897 KUHPerdata disebutkan bahwa para belum dewasa yang belum

mencapai umur genap delapan belas tahun tidak diperbolehka membuat surat wasiat. Hal

ini berarti seseorang dapat dikatakan dewasa dan dapat membuat surat wasiat apabila

sudah mencapai umur delapan belas tahun, akan tetapi orang yang sudah menikah

walaupun belum berumur delapan belas tahun diperbolehkan membuat surat wasiat.

Karena kedewasaan seseorang akibat perkawinan sudah dianggap mempunyai kecakapan

dalam pembuatan surat wasiat.

Pasal 893 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu wasiat dianggap batal jika dibuat

dibawah ancaman atau penipuan. Suatu wasiat juga tidak boleh dibuat oleh dua orang

bersama-sama untuk menguntungkan satu sama lain dan untuk kepentingan pihak ketiga,

terdapat dalam pasal 930 KUHPerdata.

b. Orang yang menerima wasiat

Orang yang menerima suatu wasiat harus ada sewaktu orang yang berwasiat

meninggal dunia (tertuang dalam pasal 899 KUHPerdata). Ketentuan ini bermaksud untuk

menghindari ketidakpastian dari orang yang diberi wasiat dan menetapkan bahwa suatu

wasiat gugur dalam hal pihak yang mendapatkan keuntungan (wasiat) meninggal terlebih

dahulu.

13
Pasal 912 KUHPerdata menyebutkan bahwa mereka yang telah dihukum karena

membunuh si yang mewariskan, lagipun mereka yang telah menggelapkan, membinasakan

dan memalsu surat wasiatnya dan akhirnyapun mereka yang dengan paksaan atau

kekerasan telah mencegah si yang mewariskan tadi, akan mencabut atau mengubah surat

wasiatnya. Tiap-tiap mereka itu sepertipun tiaptiap istri atau suami dan anak-anak mereka

tak diperbolehkan menarik suatu keuntungan dari surat wasiat.

Hal ini berarti suatu wasiat tidak berisi penetapan untuk menguntungkan orang-orang

yang ditunjuk oleh Undang-undang, yakni:

1. Seseorang yang telah dihukum karena membunuh si pewasiat.

2. Seseorang yang telah menggelapkan, membinasakan dan memalsukan surat

wasiat.

3. Seseorang yang secara paksaan atau dengan cara kekerasan mencabut atau

mengubah surat wasiat yang telah dibuat pewasiat.

Apabila seseorang dianggap tidak pantas menjadi ahli waris, maka anak-anak dari

suami dan istri yang dianggap tidak pantas menerima wasiat tersebut juga tidak

diperbolehkan menarik suatu keuntungan dari surat wasiat.

Seorang anak yang belum dewasa meskipun sudah berumur delapan belas tahun

tidak diperbolehkan menghibahwasiatkan sesuatu untuk keuntungan walinya. Hal ini

karena dikhawatirkan adanya pengaruh yang kurang baik dari para wali anak yang belum

dewasa tersebut. Orang yang sudah dewasa pun baru dapat membuat testament secara sah

14
yang ditujukan kepada mantan walinya hanya setelah perhitungan perwalian diserahkan

dan ditutup.

Seorang Notaris dan saksi-saksi dalam pembuatan surat wasiat juga tidak

diperbolehkan mengambil keuntungan dari surat wasiat atau testament tersebut. Hal ini

dinyatakan dalam pasal 907 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa Notaris, yang mana

dengan perantaranya telah dibuat akta umum dari suatu wasiat, dan segala saksi yang telah

menyaksikan pembuatan akta itu, segala mereka tak diperbolehkan menikmati sedikitpun

dari apa yang pada mereka dengan wasiat itu kiranya telah dihibahkannya.

Menurut pasal tersebut, seorang Notaris dalam pembuatan surat wasiat maupun

saksi-saksi yang hadir pada waktu itu tidak dapat menarik suatu keuntungan dari wasiat.

Saksi-saksi yangdimaksud dalam pasal ini adalah para saksi yang benar-benar diperlukan

dalam pembuatan surat wasiat, dan bukan orang-orang yang secara kebetulan hadir pada

saat surat wasiat dibuat.

3. Batasan Wasiat

Dalam pembuatan wasiat, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan

pembatasan yaitu:

a.   Tidak boleh pengangkatan waris atau hibah wasiat lompat tangan (fidei-commis);

b.   Tidak boleh memberikan wasiat kepada suami/istri yang menikah tanpa izin;

c.   Tidak boleh memberikan wasiat kepada istri kedua melebihi bagian yang terbesar yang

boleh diterima istri kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 852a KUHPerdata;

15
d.   Tidak boleh membuat suatu ketetapan hibah wasiat yang jumlahnya melebihi hak

pewaris (testateur) dalam harta persatuan;

e. Tidak boleh menghibahwasiatkan untuk keuntungan walinya; para guru dan imam;

dokter, ahli penyembuhan, ahli obat-obatan dan orang-orang lain yang menjalankan ilmu

penyembuhan, yang merawat pewaris selama ia menderita penyakit yang akhirnya

menyebabkan ia meninggal; para notaris dan saksi-saksi dalam pembuatan wasiat;

f.  Tidak boleh memberikan wasiat kepada anak luar kawin melebihi bagiannya dalam

Pasal 863 KUHPerdata;

g.    Tidak boleh memberikan wasiat kepada teman berzina pewaris;

h.    Larangan pemberian kepada orang yang dijatuhi hukuman karena telah membunuh

pewaris, orang yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan surat wasiat

pewaris, atau orang yang dengan paksaan atau kekerasan telah menghalangi pewaris untuk

mencabut atau mengubah surat wasiatnya, serta isteri atau suaminya dan anak-anaknya.

4. Batalnya Wasiat

Batalnya testament tergantung pada suatu peristiwa yang tidak tentu, yaitu apabila

orang yang menerima wasiat meninggal lebih dahulu sebelum orang yang mewasiatkan

meninggal dunia maka wasiatatau testamentnya menjadi batal. Hal ini tertuang dalam pasal

997 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa tiap-tiap ketetapan dengan surat wasiat, sekedar

diambil dengan syarat yang bergantung pada suatu peristiwa yang tak tentu akan terjadi, dan

yang demikianpun sifatnya sehingga si yang mewasiatkan harus dianggap menggantungkan

16
pelaksanaan ketetapan yang demikianpun gugurlah, apabila si yang diangkat menjadi waris

atau yang harus menerima hibah meninggal dunia sebelum syarat itu terpenuhi.

Sehingga berdasarkan pasal tersebut di atas apabila orang yang menerima wasiat

meninggal lebih dahulu sebelum orang yang berwasiat meninggal dunia maka testamentnya

menjadi batal. Orang yang menerima wasiat atau testament menolak atau ternyata ia tidak

cakap untuk menerimanya (pasal 1001 KUH Perdata).

Pada uraian terdahulu sudah dijelaskan, bahwa wasiat bisa dicabut kembali, oleh

karena itu jika terjadi pencabutan kembali oleh pewasiat maka wasiat yang telah dibuat

menjadi batal Pencabutan tersebut dapat dilaksanakan secara terang-terangan (uitdurkkelijk)

maupun secara diam-diam (stilzwijgend)

1. Pencabutan secara tegas

Mengenai pencabutan wasiat secara tegas ada ketentuanketentuan seperti pasal

992 KUHPerdata suatu surat wasiat dapat dicabut dengan:

a. surat wasiat baru

b. akta notaris khusus Arti kata “khusus” di dalam hal ini adalah bahwa isi dari

akta itu harus hanya penarikan kembali itu saja.

Pencabutan wasiat secara olografis dapat dilakukan secara meminta kembali

wasiat itu dari simpanan notaris (karena tertulis sendiri). Meskipun begitu tentang

penyerahan kembali ini harus dibuat akta ontentik, ini perlu untuk tanggung

jawabnya notaris. Pasal 993 KUHPerdata suatu wasiat yang berisi penarikan

kembali wasiat yang terdahulu dan yang tidak dapat berlaku sebagai wasiat,

17
berlaku juga sebagai akta notaris biasa; jika selain berisi penarikan kembali juga

mengulangi hal-hal didalam wasiat terdahulu, maka hal-hal yang yang diulang itu

berlaku juga. Dengan demikian arti dari kata “khusus” dalam pasal 992

KUHPerdata itu tidak hanya mengenai hal yang ditarik kembali saja, tetapi juga

boleh memuat hal-hal yang mengulangi apa yang disebut didalam wasiat yang

dahulu.

2. Pencabutan secara diam-diam

Pencabutan surat wasiat secara diam-diam bisa diketahui dari tindakan pewasiat

yang dilakukan sesudah surat wasiat dibuat. Hal ini berarti adanya keinginan dari

pewasiat untuk menarik kembali sebagian atau seluruh wasiat yang telah

dibuatnya. Pencabutan secara diam-diam ini dalam KUHPerdata dapat dilakukan

dengan tiga cara:

1. Kemungkinan seorang yang meninggalkan wasiat membuat dua surat wasiat

sekaligus, dimana isinya antara satu sama lain tidak sama (pasal 994 KUH

Perdata).

2. Dikatakan dalam pasal 996 KUH Perdata, jika suatu barang yang telah disebutkan

dalam suatu wasiat telah diberikan kepada orang lain, atau barang tersebut dijual

atau ditukarkan kepada oranglain.

3. Pada pasal 934 KUH Perdata dikatakan bahwa suatu testament olographis dicabut

kembali dari Notaris oleh orang yang telah membuat wasiat.

18
5. Macam – Macam surat wasiat

Berdasarkan Pasal 931 KUHPerdata, surat wasiat dapat dibedakan menjadi 3, yakni

surat wasiat olografis, surat wasiat umum, dan surat wasiat khusus. Secara umum, perbedaan

di antara ketiganya terletak pada prosedur pembuatannya. Selain daripada ketiga surat wasiat

tersebut, terdapat 2 jenis surat wasiat lainnya, yakni surat wasiat kodisil dan darurat. Untuk

memahami lebih lanjut, maka dapat dilihat di bawah ini.

1. Surat wasiat olografis

Surat wasiat bentuk ini dilakukan dengan cara dibuat dan ditandatangani sendiri oleh

pewaris. Setelah dibuat, surat wasiat ini dapat disampaikan secara tertutup ataupun

terbuka yang kemudian disimpan di kantor notaris dengan bukti akta penyimpanan

dengan dihadiri oleh 2 orang saksi. Jika disampaikan secara tertutup, maka penjelasan

mengenai surat wasiat dituliskan dalam sebuah kertas tersendiri. Akan tetapi jika

dilakukan secara terbuka, maka keterangan akta penitipan akan dijelaskan di bagian

bawah surat tersebut. Surat ini juga dapat dimintakan kembali dari notaris menggunakan

akta otentik dengan konsekuensi surat tersebut dianggap telah dicabut.

2. Surat wasiat rahasia

Berbeda dengan olografis, surat wasiat ini dapat ditulis sendiri ataupun dengan bantuan

orang lain yang kemudian diserahkan secara tertutup ke notaris. Dalam penyerahannya,

notaris akan membuat akta penyerahan dengan dihadiri oleh 4 orang saksi. Dalam

penyerahannya, pewaris harus memberikan keterangan bahwa surat tersebut ditulis oleh

19
dirinya atau orang lain dan dirinya telah menandatangani surat tersebut. Surat ini tidak

dapat dimintakan kembali meskipun telah dicabut atau dibatalkan.

3. Surat wasiat terbuka

Surat ini dibuat dengan cara mendatangi notaris untuk mengutarakan kehendaknya

dengan dihadiri oleh 2 orang saksi. Setelah akta dibuat, notaris dan saksi wajib

menandatanganinya.  Pada praktiknya, surat ini lebih sering digunakan karena isi dari

surat tersebut dapat diawasi oleh notaris dan karenanya dapat diberikan nasihat-nasihat

dalam pembuatannya.

4. Surat Wasiat Kodisil

Surat wasiat merupakan surat testamen yang hanya dapat digunakan untuk melakukan

pengangkatan pelaksana wasiat, pemesanan penguburan waris, dan pemberian hibah

wasiat yang terbatas pada pakaian, perhiasan, perabot rumah tangga khusus. Dalam

pembuatannya, surat kodisil harus ditulis, diberi tanggal dan ditandatangani oleh pewaris.

Surat ini tidak diwajibkan untuk diserahkan kepada notaris dan tidak menyebabkan

kebatalan apapun karenanya.

5. Surat Wasiat Darurat

Surat ini merupakan surat wasiat yang hanya dapat dibuat dalam keadaan-keadaan

tertentu seperti:

20
1. anggota angkatan bersenjata yang ditugaskan pada ketentaraan di medan perang

dapat membuat surat ini di hadapan perwira berpangkat letnan atau jabatan yang

lebih tinggi;

2. Orang yang berlayar di laut dapat membuat surat ini dihadapan nakhoda dengan 2

orang saksi;

3. Orang yang berada di tempat yang hubungannya dengan dunia luar dilarang,

karena penyakit pes atau penyakit menular lainnya dapat membuat surat ini

dihadapan pegawai negeri dengan 2 saksi;

4. Orang yang jiwanya terancam karena penyakit yang datang secara tiba-tiba,

gempa bumi, pemberontakan, atau bencana alam dahsyat lainnya dapat membuat

surat ini dihadapan pegawai negeri dengan 2 saksi.

6. Prosedur pencabutan surat wasiat

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya mengenai definisi surat wasiat,

bahwa dokumen tersebut dapat dicabut. Berdasarkan Pasal 992 KUHPerdata, pencabutan

wasiat dapat dilakukan dengan cara membuat wasiat baru atau dengan akta notaris yang

menyatakan bahwa wasiat dicabut untuk sebagian atau seluruhnya. Untuk itu, apabila

seseorang membuat wasiat baru yang isinya berbeda dengan wasiat sebelumnya, secara

implisit dapat diartikan bahwa dokumen yang lama telah dicabut dan digantikan dengan yang

baru. Kedua tindakan tersebut dikategorikan sebagai pencabutan surat wasiat secara tegas.

Sementara itu, pencabutan surat wasiat secara diam-diam dimungkinkan untuk dilakukan.

Beberapa cara untuk melakukannya secara diam-diam dapat dilihat dari berbagai tindakan di

bawah ini:

21
1. Seseorang yang membuat dua surat warisan secara bersamaan, namun kedua surat

tersebut isinya saling bertentangan satu sama lain (Pasal 994 KUHPerdata).

2. Dalam hal barang yang telah dituliskan dalam surat wasiat tersebut dijual atau ditukar

kepada orang lain (Pasal 996 KUHPerdata).

3. Dalam hal surat wasiat olografis tersebut dimintakan kembali dari notaris yang

berdampak tidak berlakunya lagi dokumen tersebut (Pasal 934 KUHPerdata).

22
DAFTAR BACAAN

Apeldorn, L.J. van, 1980, Pengantar ilmu Hukum Cet. XVI, Pradnya Paramita, Jakarta

A Pitlo, 1994, Hukum Waris Menurut KUHPerdata Belanda), Intermasa, Jakarta

Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung

Djaj S. Meliala, 2015, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan hukum
Perikatan,Nuansa Aulia, Bandung

Eman Suparman, 1985, Intisari Hukum Waris Indonesia, Armico, Bandung

Hilman Hadikusuma, 1991, Hukum Waris Indonesia Menurut perundangan, hukum Adat,
Hukum Agama Hindu-Islam, PT. Citra Aditya, Bandung

Mariam Darus Badrulzaman, 1983, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung

Oemarsalim,1987, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai