Anda di halaman 1dari 3

PERBEDAAN HUKUM WARIS ISLAM,ADAT DAN PERDATA

Hukum waris adalah sebuah hukum yang mengatur tentang pembagian


harta seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris atau keluarga
yang berhak. Di Indonesia, hukum waris yang berlaku ada 3 yakni, hukum
adat, hukum waris Islam dan hukum perdata.

Hukum Waris Islam


Sumber utama dalam hukum Waris Islam adalah Al-Qur’an surat
An-Nisa’ ayat 11, 12, dan 176. hukum Waris Islam atau ilmu faraidh
adalah ilmu yang diketahui. siapa yang berhak mendapat waris dan
siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran untuk setiap ahli
waris.

Ilmu Faraidh termasuk ilmu yang paling mulia tingkat bahayanya,


paling tinggi kedudukannya, paling besar ganjarannya, oleh karena
pentingnya, bahkan sampai Allah Subhanahu wa ta’ala sendiri yang
menentukan takarannya, Dia terangkan jatah harta warisan yang
didapat oleh setiap ahli waris, dijabarkan kebanyakannya dalam
beberapa ayat yang jelas, karena harta dan pembagiannya
merupakan sumber ketamakan bagi manusia.

Sebagian besar dari harta warisan adalah untuk laki-laki dan


perempuan, besar dan kecil, mereka tidak ada yang lemah dan kuat
disesuaikan dengan tatanan adat dan budaya yang diberlakukan,
sehingga tidak terdapat padanya kesempatan untuk berpendapat
atau berbicara dengan hawa nafsu. Karena di Indonesia
Pengembangan Hukum Undang-undan serta Peraturan Pemerindah
berdasarkan hukum islam dan hukum adat. Sehingga Hukum Islam
dan Hukum Adat tidak berlawanan dengan pengembangan Hukum di
Indonesia

Hukum Waris Perdata


Pasal yang mengatur tentang waris sebanyak 300 pasal, yang
dimulai dari Pasal 830 s/d Pasal 1130 KUHPerdata. Disamping itu
waris juga diatur pada Inpres no. 1 Tahun 1991. Hukum waris adalah
hukum yang mengatur mengenai kekayaan seseorang setelah ia
meninggal, mengenai bagaimana memindahkan kekayaan
seseorang setelah ia tiada.

Terdapat tiga unsur pada warisan yakni,


1. Adanya pewaris;
2. Adanya ahli waris; dan
3. Harta warisan. Harta warisan adalah berupa hak dan kewajiban
yang dapat dinilai dengan uang.

Dalam Pasal 830 KUHPerdata yang ditentukan sebagai ahli waris


adalah:
a. Para keluarga sedarah, baik syah maupun luar kawin (Pasal 852
perdata)
b. Suami atau istri yang hidup terlama Berdasarkan penafsiran ahli
waris menurut UU dibagi kedalam 4 (empat) golongan:
– Golongan pertama, terdiri dari suami/istri dan keturunannya;
– Golongan kedua, terdiri dari orang tua, saudara, dan keturunan
saudara;
– Golongan ketiga, terdiri dari sanak keluarga lain-lainnya;
– Golongan keempat, terdiri dari sanak keluarga lainnya dalam garis
menyimpang sampai dengan derajat keenam.

Jadi, pembagian waris menurut sistem hukum perdata ini yang


diutamakan adalah golongan pertama sebagai ahli waris yang
berhak menerima warisan. Pembagian warisan menurut hukum
perdata tidak membedakan bagian antara laki-laki dan perempuan.
Dengan demikian dalam dilakukan secara seimbang.

Hukum Waris Adat


Hukum waris adat adalah hukum lokal yang terdapat di suatu
daerah ataupun suku tertentu yang berlaku, diyakini dan dijalankan
oleh masyarakat-masyarakat daerah tersebut. Hukum waris adat di
Indonesia tidak terlepas dari pengaruh susunan masyarakat
kekerabatannya yang berbeda. Hukum waris adat tetap dipatuhi dan
dilakukan oleh masyarakat adatnya terlepas dari Hukum waris adat
tersebut telah ditetapkan secara tertulis maupun tidak tertulis.
Berdasarkan hukum waris adat dikenal beberapa macam sistem
pewaris, yaitu:

Sistem keturunan: pewaris berasal dari keturunan bapak atau ibu


ataupun keduanya.
a. Sistem individual: setiap ahli waris mendapatkan bagisannya
masing-masing.
b. Sistem kolektif: ahli waris menerima harta warisan tetapi tidak
dapat dibagi-bagikan penguasaan ataupun kepemilikannya. Setiap
ahli waris hanya mendapatkan hak untuk menggunakan ataupun
mendapatkan hasil dari harta tersebut.
c. Sistem mayorat: harta warisan diturunkan kepada anak tertua
sebagai pengganti ayah dan ibunya.
Hukum waris adat tidak mengenal adanya hak bagi waris untuk
sewaktu-waktu menuntut agar harta warisan dibagikan kepada para
waris sebagaimana disebut dalam alinea kedua dari pasal 1066
KUHPerdata atau juga menurut hukum waris Islam. Akan tetapi jika
si waris mempunyai kebutuhan atau kepentingan, sedangkan ia
berhak mendapat waris, maka ia dapat saja mengajukan
permintaannya untuk dapat menggunakan harta warisan dengan
cara bermusyawarah dan bermufakat dengan para waris lainnya.

Pada intinya pembagian warisan berdasarkan Hukum Waris Adat


sangat beragam tergantung ketentuan suatu Adat tersebut dengan
tetap memperhatikan prinsip keadilan antara para ahli waris.

Hukum waris jarang didalami oleh kebanyakan masyarakat


Indonesia, padahal keberadaannya sangat diperlukan dan tak jarang
sering menimbulkan konflik jika penerapan hukum waris tidak pada
tempatnya.

Biasanya jika penerapannya kepada non muslim maka biasanya


hukum digunakan adalah Hukum Perdata. Sedangkan, untuk yang
muslim maka yang digunakan Hukum Islam, atau dapat pula Hukum
Adat.

Anda mungkin juga menyukai