Anda di halaman 1dari 6

GOLONGAN AHLI WARIS

Sean Semesta M/6311191027 |Viona Haura Kansa/6311201002 | Hanifah


Prihandini/6311201014 |Sadrakh Brandon Elvan M/6311201017 |Ela
Yuniar/6311201021 |Arvia TantiaZahra/6311201023 | Rizki Nugraha/6311201025 |
Erlangga Vicky F/6311201026 | Muhammad Zulfikar H.M/6311201031

Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Universitas Jendral Achmad Yani

Latar Belakang

Menurut pakar hukum Indonesia, Wirjono Prodjodikoro, hukum waris diartikan


sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang setelah ia
meninggal dunia (Pewaris), dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain
(Ahli waris). Ahli waris adalah orang yang mendapatkan bagian dari harta orang yang
meninggal atau pewaris.Seseorang disebut sebagai ahli waris apabila dinyatakan atau
ditunjuk dengan resmi sesuai dengan hukum yang digunakan pada pembagian hak
waris.Pengaturan mengenai ahli waris terdapat dalam beberapa sumber hukum diantraanya
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Adat dan pengaturan dalam Kompilasi
Hukum Islam.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengolongan ahli waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?


2. Bagaimana penggolongan ahli waris dalam Hukum Adat?
3. Bagaimana penggolongan ahli waris dalam Kompilasi Hukum Islam?

Penyelesaian Masalah

1. Golongan Ahli Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


Menurut KUHPerdata, ada dua hal yang diwariskan yaitu: hak dan kewajiban
di dalam hukum kekayaan dan pidey comist artinya kepercayaan. Pidey comist adalah
harta tidak boleh dihabiskan oleh anak sebagai pembatasan harta supaya keturunannya
dapat menikmati warisan tersebut. Untuk memenuhi keinginan pewaris yang sedang
mencegah kekayaannya dihabiskan oleh anak anaknya, waris kepercayaan ini
biasanya dinyatakan dalam wasiatnya." anak anaknya tidak boleh menjual benda
wrisan tertentu yang dimana benda warisan tersebut akan diwariskan lagi sebagai
turun temurun.
Menurut KUHPerdata terdapat asas-asas hak dan kewajiban harta kekayaan
yaitu bahwa hanya hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekayaannya saja yang
dapat diwariskan, artinya hak dan kewajiabnnya saja yang dapat dinilai dengan uang.
Oleh karena itu, hak dan kewajiban pribadi tidak dapat diwariskan juga hak dan
kewajiban seseorang anggota sebagai perkumpulan tidak boleh diwariskan. Namun
terdapat pengecualian dalam hak seorang ayah untuk menyangkal keabsahan anaknya
bisa diwariskan kepada anaknya dalam perkawinan. Hak seorang anak untuk mnuntut
agar ia diakui sebagai anak yang sah.
Asas tidak patut mawaris yang diyakinin individu cakap menerima waris,
dalam KUHPerdata, tercantum pada Pasal 2 KUHPerdata. Bahwa undang-undang
membatasi ahli waris untuk menerima warisan sesuai dengan perbuatannya.
Disingkirkan menjadi pewaris apabila: membunuh pewaris, memalsukan wasiat, dan
lain sebagainya. Maka atas hal tersebut dapat dikatakan tidak patut untuk mawaris.
Dalam aturan hukum ada yang dinamakan pengampunan dimana anak tersebut yang
melakukan kesalahan tetap diberi bagian apabila tercantum dalam wasiatnya.

Dalam KUHPerdata mengenal 2 macam sistem pewarisan, yaitu :


a. Sistem pewarisan ab intestate (menurut UU/karena kematian/tanpa wasiat)
Ahli waris ab intestate diatur dalam Pasal 832 KUHPerdata, yang menyatakan
bahwa yang berhak menjadi Ahli Waris adalah para keluarga sedarah, baik sah,
maupun di luar kawin dan si suami dan istri yang hidup terlama. Apabila semua
tidak ada, maka yang berhak menjadi Ahli Waris adalah Negara.
b. Sistem pewarisan menurut surat wasiat (testament).
Pewarisan secara testamentair/wasiat merupakan penunjukkan ahli waris
berdasarkan surat wasiat. Ahli waris testamentair diatur dalam Pasal 874
KUHPerdata, “Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia, adalah
kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang, sekadar terhadap itu
dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan yang sah.”Dalam
jalur ini, terdapat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah
ia meninggal dunia suatu saat nanti yang oleh si pembuatnya dapat diubah atau
dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai dengan Pasal 992KUHPerdata. Cara
pembatalannya harus dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris. Syarat
pembuatan surat wasiat ini berlaku bagi mereka yang sudah berusia 18 tahun atau
lebih dan sudah menikah meski belum berusia 18 tahun. Yang termasuk golongan
ahli waris berdasarkan surat wasiat adalah semua orang yang ditunjuk oleh
pewaris melalui surat wasiat untuk menjadi ahli warisnya.

Harta kekayaan beralih (pewarisan), harus memenuhi 2 syarat, yaitu :


a. Syarat umum :
1. Ada orang yang meninggal dunia (Pasal 830 KUHPerdata)
2. Ada ahli waris yang ditinggalkan (Pasal 836 KUHPerdata)
3. Ada harta kekayaan yang ditinggalkan (Pasal 1100)
b. Syarat mutlak Harus ada orang yang meninggal dunia, kecuali dapat terjadi dalam
keadaan tidak hadir (Pasal 467 jo 470 KUHPerdata) bahwa pewaris belum
meninggal.

Di dalam KUHPerdata tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, juga


tidak membedakan urutan kelahiran. Hanya ada ketentuan bahwa ahli waris golongan
pertama jika masih ada maka akan menutup ahli waris golongan berikutnya.
Golongan ahli waris tersebut telah diatur mengenai penerima waris dalam Pasal 832
menyebutkan orang-orang yang berhak menjadi ahli waris, yaitu: 

a. Golongan I, meliputi keluarga yang berada pada garis lurus ke bawah, yaitu suami
atau istri (duda atau janda) yang ditinggalkan, anak-anak, dan keturunan beserta
suami atau istri yang hidup lebih lama. Untuk ketentuan memiliki istri kedua,
maka hak istri kedua sama seperri hak anaknya namun aoabila dalam perkawinan
pertama memiliki anak, maka hak istri kedua sebagai ahli waris tidak bole
melebihi ¼ (seperempat) bagian.
b. Golongan II, meliputi keluarga yang berada pada garis lurus ke atas, seperti orang
tua dan saudara beserta keturunannya.
c. Golongan III, terdiri dari kakek, nenek dari pewaris.
d. Golongan IV, meliputi anggota keluarga yang berada pada garis ke samping dan
keluarga lainnya hingga derajat keenam dapat dikatakan sebagai keluarga jauh
dimana tidak ada ketentan bagian (kloving).
Terdapat beberapa alasan bahwa orang tua, nenek dan kakek menjadi ahli waris dan
mendapatkan harta warisan, yaitu dikarenakan :
a. Kakek dan nenek merupakan keluarga sedarah atau senasab.
b. Terdapat kewajiban alimentasi, yaitu kewajiban anak dalam memelihara dan
memberikan nafkah kepada orang tua.
c. Orang tua memiliki hak dalam warisan yang disebut sebagai hak bagian mutlak
(legitimet portie) dari harta anaknya.

2. Golongan Ahli Waris Menurut Hukum Adat


Hukum waris adat adalah peraturan-peraturan yang mengatur proses peralihan
harta kekayaan baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari pewaris kepada
ahli waris. Dalam struktur masyarakat hukum adat di Indonesia, menganut adanya
tiga macam sistem kekerabatan, yaitu sebagai berikut :
a. Sistem Kekerabatan Parental
Dalam sistem kekerabatan parental kedua orang tua maupun kerabat dari ayah-ibu
itu berlaku peraturan-peraturan yang sama baik tentang perkawinan, kewajiban
memberi nafkah, penghormatan, pewarisan. Dalam susunan parental ini juga
seorang anak hanya memperoleh semenda dengan jalan perkawinan, maupun
langsung oleh perkawinannya sendiri, maupun secara tak langsung oleh
perkawinan sanak kandungnya, memang kecuali perkawinan antara ibu dan
ayahnya sendiri. Susunan sistem kekerabatan ini terdapat masyarakat Jawa barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Kalimantan dan Sulawesi (Makassar).
b. Sistem Kekerabatan Patrilineal
Dalam sistem kekerabatan patrilineal anak menghubungkan diri dengan kerabat
ayah berdasarkan garis keturunan laki-laki secara unilateral. Di dalam susunan
masyarakat ini, yaitu berdasarkan garis keturunan bapak (laki-laki), keturunan dari
pihak bapak (laki-laki) dinilai mempunyai kedudukan lebih tinggi serta hak-
haknya juga akan mendapatkan lebih banyak. Susunan sistem kekerabatan ini
terdapat pada masyarakat Suku Bali, suku Rejang, suku batak dan suku Makassar,
dan Bangsa Arab.
c. Sistem Kekerabatan Matrilineal
Dalam masyarakat yang susunannya matrilineal, keturunan menurut garis ibu
dipandang sangat penting, sehingga menimbulkan hubungan pergaulan
kekeluargaan yang jauh lebih rapat dan meresap diantara para warganya yang
seketurunan menurut garis ibu, hal mana yang menyebabkan tumbuhnya
konsekuensi (misalkan, dalam masalah warisan) yang jauh lebih banyak dan lebih
penting dari pada keturunan menurut garis bapak. Susunan sistem kekerabatan ini
terdapat pada Suku Minangkabau di Sumatera Barat, Kerinci dan orang Sumendo.

Ahli Waris menurut Hukum Adat berhak atau tidaknya para waris sebagai
penerima warisan sangat dipengaruhi oleh sistem kekerabatan dan agama yang dianut.
Bahwa pada dasarnya ahli waris itu terdiri dari berikut :
a. Garis pokok keutamaan yaitu garis hukum yang menentukan urutan-urutan
keutamaan di antara golongan-golongan dalam keluarga pewaris dengan
pengertian bahwa golongan yang satu lebih diutamakan daripada golongan yang
lain. Golongan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kelompok keutamaan I adalah keturunan pewaris
2. Kelompok keutamaan II adalah orang tua pewaris
3. Kelompok keutamaan III adalah saudara-saudara pewaris dan keturunannya
4. Kelompok keutamaan IV adalah kakek dan nenek pewaris
b. Garis pokok penggantian yaitu garis hukum yang bertujuan untuk menentukan
siapa di antara orang-orang di dalam kelompok keutamaan tertentu, tampil sebagai
ahli waris, golongan tersebut yaitu :
1. Orang yang tidak mempunyai penghubung dengan pewaris
2. Orang yang tidak ada lagi penghubungnya dengan pewaris

Berdasarkan sistem kekerabatan yang berlaku pada masyarakat itu sendiri, maka
yang menjadi ahli waris tiap daerah akan berbeda. Masyarakat yang menganut prinsip
patrilineal seperti Batak, yang merupakan ahli waris hanyalah anak laki-laki,
demikian juga di Bali. Berbeda dengan masyarakat di Sumatera Selatan yang
menganut matrilineal, golongan ahli waris adalah tidak saja anak laki-laki tetapi juga
anak perempuan. Masyarakat Jawa yang menganut sistem bilateral, baik anak laki-
laki maupun perempuan mempunyai hak sama atas harta peninggalan orang tuanya

3. Golongan Ahli Waris Menurut Kompilasi Hukum Islam


Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang ditetapkan dalam bentuk Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang pelaksanaannya, merupakan salah
satu bentuk produk pemikiran hukum Islam yang dikodifikasikan secara sistematis
dan diformulasi sesuai kondisi sosial lokal Indonesia. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
merumuskan pengaturan pelaksanaan tiga persoalan pokok dalam keperdataan Islam,
terkait Pengaturan bidang kewarisan diatur pada buku II yang terdiri dari 6 bab dan 44
pasal (pasal 171 s/d pasal 214). Ahli waris dalam Kompilasi Hukum Islam diatur pada
bab II pada pasal 172 sampai dengan pasal 175.

Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau
pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak
yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya. Seorang
terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
1. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya
berat para pewaris;
2. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris
telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun
penjara atau hukuman yang lebih berat

Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:


1. Menurut hubungan darah:
a. Golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki,
paman dan kakek.
b. Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara
perempuan dari nenek.
2. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak,
ayah, ibu, janda atau duda.

Anda mungkin juga menyukai