Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA

KULIAH TUGAS 2

Nama Mahasiswa : DANIEL MATONDANG

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 041979416

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4202/Hukum Perdata

Kode/Nama UPBJJ : 89/Ternate

Masa Ujian : 2021/22.2 (2022.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Pertanyaan:
1. Bagaimana mekanisme pembagian warisan terhadap ahli waris dalam hukum Indonesia maupun
hukum Islam? Jelaskan!
2. Apakah anak diluar nikah yang mendapatkan warisan adalah anak zina?
3. Menurut analisis anda apakah semua ahli waris yang memiliki hubungan darah berhak
mendapatkan warisan?

Jawaban:
1. Dalam mekanisme pembagian warisan, Indonesia mengenal 3 macam sistem yaitu pembagian
warisan menurut sistem hukum perdata, hukum adat dan hukum waris Islam. Hal tersebut
disebabkan oleh adanya sifat pluralisme hukum di Indonesia.
 Dalam sistem hukum perdata, hubungan darah merupakan faktor penentu dalam hubungan
pewarisan antara pewaris dan ahli waris. Hukum perdata membagi 2 golongan yang berhak
mendapatkan warisan, antara lain: ahli waris absentantio (keluarga pewaris) dan ahli waris
testamentair (penunjukan berdasar surat wasiat). Ahli waris absentio ini dibagi lagi menjadi
beberapa golongan, antara lain:
o Gol. 1: suami/istri dan anak-anak beserta keturunannya dalam garis lencang bawah
(masing-masing mendapat ¼ bagian warisan)
o Gol. 2: orang tua, saudara, dan keturunan saudara. Golongan ini akan mewarisi
warisan jika pewaris tidak memiliki suami/istri, dan anak (bagian warisannya masing-
masing diatur dalam pasal 854 (1) KUHPerdata)
o Gol. 3: kakek, nenek dari ayah dan ibu, berdasarkan pasal 853 KUHPerdata bagian
warisannya ialah ½ bagian untuk keluarga garis ayah ke atas dan ½ bagian untuk
keluarga garis ibu ke atas
o Gol.4: keluarga sedarah lainnya yang masih hidup (jika tidak ada gol. 1,2, maupun 3).
Pembagiannya diatur dalam pasal 858 KUHPerdata.
Sedangkan untuk ahli waris testamentair merupakan ahli waris yang disebutkan di dalam
surat wasiat. Dasar hukumnya ada dalam Pasal 875 KUHPerdata.
 Dalam sistem hukum adat, digunakan 3 sistem yang dijadikan pedoman dalam pembagian
warisan, yaitu sistem patrilineal, sistem matrilineal, dan sistem parental/bilateral.
o Patrilineal: pembagian warisan berdasarkan garis keturunan dari bapak atau ayah
sehingga perempuan tidak mendapatkan porsi bagian dari warisan
o Matrilineal: pembagian warisan berdasarkan garis keturunan dari ibu.
o Parental/bilateral: pembagian watisan berdasarkan garis keturunan dari ayah dan
ibu. Kedudukan laki-laki dan perempuan dianggap setara sehingga masing” garis
keturunan bisa mendapat warisan merata.
 Dalam sistem hukum Islam, pembagian harta warisan didasarkan Al-Quran surat An-Nisa,
yang telah menentukan bahwa ada 6 tipe presentase pembagian harta waris, ada pihak yang
mendapatkan ½ bagian, ¼ bagian, 1/8 bagian, 2/3 bagian, 1/3 bagian, dan 1/6 bagian.
o (1/2): yang berhak mendapat ½ bagian ialah suami, anak perempuan, cucu
perempuan dari keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara
perempuan sebapak
o (1/4): suami / istri
o (1/8): istri yang mendapatkan warisan dari peninggalan suaminya, baik itu memiliki
anak atau cucu dari rahimnya atau Rahim istri yang lain
o (2/3): anak perempuan kandung, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara
perempuan kandung, dan saudara perempuan sebapak.
o (1/3): ibu dan 2 saudara baik laki-laki atau perempuan dari satu ibu
o (1/6): bapak, kakek, ibu, cucu perempuan, keturunan anak laki-laki, saudara
perempuan sebapak, nenek dan saudara laki-laki dan perempuan satu ibu.

2. Ada perbedaan antara anak di luar nikah dengan anak zina, yaitu status pernikahan kedua orang
tuannya. Anak di luar nikah kedua orang tuanya belum terikat dengan pernikahan yang sah,
sedangkan anak zina salah satu atau kedua orang tuanya terikat dengan pertalian pernikahan
sebelumnya secara sah. Untuk bagian pewarisan anak di luar nikah telah diatur dalam pasal 862 –
866 KUHPerdata. Sedangkan untuk anak zina pada dasarnya tidak mendapatkan warisan dari
pewaris, tetapi hanya berhak untuk mendapatkan nafkah seperlunya, hal ini diatur dalam pasal 867
KUHPerdata. Jadi menurut hukum perdata, anak diluar nikah yang mendapatkan bagian waris
bukanlahl anak zina.

3. Menurut KUHPerdata, prinsip pewarisan ialah 1. Harta waris baru terbuka apabila terjadi suatu
kematian (pasal 830 KUHPerdata), 2. Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris,
kecuali untuk suami atau istri pewaris (pasal 832 KUHPerdata), dengan ketentuan mereka masih
terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia. Berdasarkan prinsip tersebut, maka yang
berhak mewaris ialah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Baik itu
berupa keturunan langsung maupun orang tua, saudara, nenek/kakek, atau keturunannya dari
saudara-saudaranya. Semua ahli waris yang memiliki hubungan darah dengan pewaris berdasarkan
KUHPerdata telah dikelompokkan menjadi beberapa golongan. Apabila golongan pertama masih
ada, maka golongan berikutnya tidak mendapatkan apa-apa dari harta peninggalan pewaris.
Sehingga, semua ahli waris yang memiliki hubungan darah dengan pewaris berhak mendapatkan
harta warisan dengan tunduk pada ketentuan perdata dan urutan golongannya. Namun, jika ahli
waris yang memiliki hubungan darah dengan pewaris merupakan subjek dari ketentuan Pasal 838
KUHPerdata maka ahli waris tersebut termasuk menjadi orang-orang yang tidak berhak menjadi ahli
waris.
Ditinjau dari hukum waris Islam. Dalam hukum islam diatur mengenai Penghalang Warisan, artinya
ialah hal-hal yang menghalangi ahli waris yang berhubungan darah dengan pewaris dalam
menerima harta warisan. Hal-hal tersebut antara lain:
 Pembunuhan: Barang siapa membunuh seorang korban, maka ia tidak dapat mewarisi harta
warisannya, walaupun si korban tidak punya ahli waris selain dirinya, dan walaupun korban
itu bapaknya maupun anaknya. Maka bagi pembunuh walaupun ia merupakan ahli waris
yang memiliki hubungan darah ia menjadi tidak berhak mewarisi harta korban.
 Perbedaan agama: ahli waris yang memiliki hubungan darah dengan pewaris, tidak dapat
mewarisi harta warisannya jika keduanya memiliki agama yang berbeda (misal: pewaris
beragama muslim dan ahli waris non-muslim, dan sebaliknya)
 Berlainan negara: jika antara pewaris dengan ahli waris berbeda negara dan berbeda
pemerintahan maka ahli waris tersebut walaupun berhubungan darah dengan pewaris, tidak
dapat mewarisi harta warisannya.
Jadi menurut saya semua ahli waris yang memiliki hubungan darah dengan pewaris pada dasarnya
berhak mewarisi harta warisan sepanjang mereka tidak termasuk kedalam subjek yang diatur dalam
Pasal 838 KUHPerdata jika merujuk pada hukum waris Perdata dan sepanjang mereka tidak
melakukan hal-hal yang menjadi Penghalang Warisan jika merujuk pada hukum waris Islam.

Sumber:
- Osgar S. Matompo, Nafri Harun, Pengantar Hukum Perdata, Malang: Setara Press, 2017
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
- https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5985837/aturan-pembagian-harta-warisan-
menurut-islam
- https://lifepal.co.id/media/pembagian-warisan/
- https://lsc.bphn.go.id/konsultasiView?id=1133#:~:text=Berdasarkan%20prinsip%20tersebut%2C
%20maka%20yang,atau%20keturunannya%20dari%20saudara%2Dsaudaranya.

Anda mungkin juga menyukai