Anda di halaman 1dari 9

RANGKUMAN HUKUM KEWARISAN PERDATA

Diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan Mata Kuliah Hukum Kewarisan Perdata,
Semester Genap Tahun Akademik 2023/2024

Disusun oleh:

Angger Prayogo Raditya (2106735381)

Daffa Pratama (2106709352)

Fabio Immanuel (2106735174)

Muhammad Subhan Alghifari (2106709863)

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
2023
I. PENGERTIAN-PENGERTIAN DALAM HUKUM KEWARISAN
Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal yang
hanya dalam bidang hukum kekayaan saja. Kewarisan Perdata diatur dalam Buku
II tentang Kebendaan dan Buku III tentang Perikatan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (“KUHPerdata”). Subjek Hukum Waris adalah Pewaris dan Ahli
Waris.

Catatan: Hak dan kewajiban yang tidak bisa diwariskan adalah Hak dan Kewajiban
yang timbul dari anggota suatu perkumpulan.

Pengertian-Pengertian Umum
Harta Waris adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan pasiva yang
ditinggalkan oleh pewaris yang kemudian dipindahkan kepada ahli waris setelah
kematian pewaris.
Pewaris adalah orang yang meninggal dunia yang meninggalkan harta warisan
Ahli Waris adalah orang yang ditinggalkan dan mempunyai hak untuk menerima
harta warisan dari pewaris.
Hukum Waris adalah hukum yang mengatur mengenai perpindahan harta kekayaan
seseorang kepada ahli waris beserta akibat hukumnya.

Ketentuan-Ketentuan Pengaturan Hukum Kewarisan Perdata


Mewaris Karena Kematian (Ab Instento)
- Ketentuan Umum diatur dalam Pasal 830-853
- Pewarisan Keluarga Sedarah, Suami/Istri yang Hidup Terlama diatur dalam
Pasal 852-861
- Pewarisan Anak Luar Kawin diatur dalam Pasal 862-873
Surat Wasiat (Testament)
- Ketentuan Umum diatur dalam Pasal 874-894
- Kecakapan diatur dalam Pasal 895-912
- Legitime Portie diatur dalam Pasal 913-929
Menerima dan Menolak Warisan
- Menerima diatur dalam Pasal 1044-1056
- Menolak diatur dalam Pasal 1957-1065
Syarat Umum Pewarisan
1. Pewarisan hanya berlangsung karena kematian
2. Ahli waris harus hidup. Ada pengecualian dalam pasal 2 KUHPerdata
3. Antara pewaris dan ahli waris harus ada hubungan darah
4. Ahli waris patut mewaris
Unsur-Unsur Pewarisan
a. Unsur Individual
Unsur Individual adalah kebebasan yang dimiliki seseorang terhadap harta
kekayaannya → Berhak untuk membuat testament.
b. Unsur Sosial
Unsur Sosial adalah pembatasan terhadap kebebasan pemilik harta untuk
kepentingan ahli waris terdekat.
Status Ahli Waris
a. Uit Eigen Hoofde
Ahli waris yang memperoleh warisan berdasarkan kedudukannya sendiri
terhadap pewaris, misalnya anak
pewaris, istri/suami pewaris
b. Bij Plaasvervulling
Ahli waris pengganti berhubung orang yang berhak mewaris telah meninggal
dunia lebih dahulu daripada
pewaris.
Contoh: seorang ayah meninggal lebih dahulu daripada kakek, maka
anak-anak ayah yang meninggal itu
menggantikan kedudukan ayahnya sebagai ahli waris dari kakek.

II. PENGGOLONGAN AHLI WARIS


GOLONGAN I
Ahli Waris dalam golongan ini adalah Suami/Istri yang hidup terlama beserta garis
keturunan kebawah dan seterusnya.
1. Pembagian Waris - Pasal 852
Kepala Demi Kepala
Bagian Kepala Demi Kepala ini hanya dibagikan kepada Ahli waris yang
bersifat Uit Eigen Hoofde, dimana pembagiannya langsung dibagi secara rata
untuk seluruh ahli warisnya.

Pancang Demi Pancang


Bagian Kepala Demi Kepala ini hanya dibagikan kepada Ahli waris yang
bersifat Bij Plaasvervulling, yaitu kepada para keturunan yang menggantikan
posisi ahli waris yang seharusnya mendapatkan bagian tersebut dan
pembagiannya dibagi per pancang.
2. Golongan I dengan 2 Perkawinan
Terjadi ketika ada dua perkawinan. Pewaris telah menikah dahulu sebelum
pernikahan yang saat ini dan sudah mempunyai anak dari pernikahan
sebelumnya. Pembagian waris ini memiliki syarat, yaitu bagian dari pasangan
si Pewaris Tidak boleh melebihi bagian-bagian yang harus diterima oleh
anak-anak pewaris. Bagian maksimal yang diterima pasangan adalah ¼
bagian

GOLONGAN II
Ahli waris dalam golongan ini adalah orang tua (ayah dan/atau ibu) yang hidup
terlama serta saudara-saudaranya. Dalam hal ini pewaris tidak meninggalkan
keturunan (anak) dan pasangannya (suami/ istri)
Pembagian Waris - Pasal 854, 855, 856 KUHPerdata
Kedua Orang Tua Lengkap
Pasal 854 BW
= Jika pewaris meninggalkan satu orang saudara, maka masing-masing orang
tua (ayah & ibu) dan seorang saudara mendapatkan ⅓ bagian (Pasal 854 a)
Sedangkan apabila pewaris meninggalkan lebih dari satu saudara, maka
masing-masing orang tua (ayah & ibu )mendapatkan ¼ bagian dan
saudara-saudaranya akan mendapat sisa dari harta yang telah diambil untuk
ayah dan ibu dari pewaris. (Pasal 854 b).

Salah Satu Orang Tua Hidup ( Ayah atau Ibu)


Pasal 855 BW
= Jika pewaris hanya meninggalkan salah satu dari orang tuanya dan seorang
saudara, maka masing-masing dari mereka mendapat ½ bagian. Kemudian,
jika pewaris meninggalkan 2 orang saudara dan salah satu orang tua (ayah atau
ibu), maka mereka masing-masing akan mendapatkan ⅓ bagian. Lalu, apabila
pewaris meninggalkan 3 orang saudara atau lebih dan salah satu orang tua
(ayah atau ibu), maka ayah atau ibunya akan mendapatkan ¼ bagian terlebih
dahulu kemudian masing-masing saudaranya akan mendapatkan sisa dari harta
yang telah diambil terlebih dahulu oleh ayah atau ibu dari pewaris.

Tidak ada Orang Tua, hanya meninggalkan Saudara


Pasal 856 BW
= Apabila pewaris tidak meninggalkan keturunan, pasangan (suami atau istri),
dan kedua orang tuanya telah meninggal sebelum pewaris, maka harta waris
seluruhnya akan diberikan kepada saudara-saudara pewaris dengan bagian
sama besar.

GOLONGAN III
Ahli waris dalam golongan ini adalah kakek dan nenek baik dari garis ayah dan garis
ibu, yang pembagiannya adalah masing-masing sama rata melalui kloving. kloving
merupakan metode pembelahan harta warisan ke dalam 2 bagian (garis keturunan
ayah dan garis keturunan ibu) dimana dalam tiap-tiap garis pewarisan dilaksanakan
seakan akan merupakan satu kesatuan yang berdiri sendiri. Dalam hal ini pewaris
tidak meninggalkan keturunan (anak) dan pasangannya (suami/ istri) dan juga tidak
meninggalkan kedua orang tuanya dan saudara. Kemudian, jika kakek dan nenek dari
salah satu garis keturunan sudah tidak ada, maka bagian dari garis tersebut akan
diberikan secara keseluruhan kepada kakek dan nenek dari garis keturunan satunya.
Pembagian Waris - Pasal 853 KUHPerdata
= Pertama-tama harta waris harus dibagi dulu sama rata untuk garis keturunan ayah
dan garis keturunan ibu ke atas melalui metode kloving. Kemudian masing -masing
dari kakek dan nenek dari kedua garis akan mendapat setengah bagian dari setengah
hasil kloving tersebut sehingga perhitungannya menjadi ½ x ½ = ¼ bagian untuk
masing-masing orang.
GOLONGAN IV
Ahli waris dalam golongan ini adalah keluarga sedarah lainnya dalam garis
menyimpang sampai derajat ke -6 (Pasal 858 KUHPerdata). Untuk mekanisme
perhitungan warisnya, sama seperti golongan III yang memakai metode kloving untuk
membagi harta warisan ke dalam dua bagian sama rata antara garis keturunan ayah
dan garis keturunan ibu.
Golongan III dan IV mewaris bersama
Terdapat kemungkinan bahwa golongan III dan IV mewaris di waktu yang bersamaan
ketika salah satu garis keturunan telah meninggal, maka bagian dari satu garis tersebut
akan diberikan kepada golongan berikutnya dengan bagian sama besar. Dalam hal ini,
di salah satu garis keturunan, bagian yang seharusnya diterima oleh kakek dan/ atau
nenek menjadi bagian saudara sedarah lainnya, sedangkan di garis keturunan satunya,
tetap golongan III, yaitu kakek dan/atau yang menjadi ahli waris.

Pewarisan Anak Luar Kawin (ALK)


Pada Pasal 862 KUHPerdata menyatakan bahwa jika si yang meninggal
meninggalkan anak-anak luar kawin dan telah diakui secara sah maka warisan harus dibagi.
Maka dari pasal tersebut dapat dinyatakan bahwa ALK yang diakui secara sah ia dapat
menjadi pewaris yang sah menurut KUHPerdata. Mengenai hubungan ALK, kita dapat
melihat pada Pasal 820 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pengakuan terhadap anak di
luar kawin muncul hubungan perdata antara anak itu dan bapak atau ibunya. Pada Pasal 863
ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa apabila pewaris meninggalkan seorang pasangan
dan keturunannya dan juga terdapat ALK yang ternyata sudah diakui sebelum Perkawinan
tersebut maka ALK tersebut mendapatkan bagian sebesar 1/3 bagian. Contohnya apabila A
seorang pewaris meninggalkan istri dan keturunan sah dari sang istri. Selain itu, terdapat
ALK yang sudah diakui sah sebelum perkawinan dengan sang istri. Maka ALK tersebut akan
disisihkan ⅓ bagian. Maka ⅓ x ⅓ yang mana ALK mendapatkan 1/9 bagian. Sisa 8/9 nya
akan dibagikan kepada sang istri dan sang keturunan sah dari perkawinan tersebut. Pada
konteks lain pada Pasal 863 ayat (1) adalah dengan ilustrasi berikut:
Pada ilustrasi diatas, C adalah ALK yang diakui sah pada perkawinan P dan A. Maka
berdasar pasal 863 ayat (1) seandainya ALK tersebut adalah anak sah ia mendapat bagian
sebesar ⅓ bagian. Maka ⅓ x ¼ , maka ALK mendapatkan 1/12 bagian. Namun, karena B
sebagai anak dari perkawinan lain bisa saja dirugikan oleh ALK berdasar 863 ayat (1)
KUHPer maka, kita sisihkan dulu bagian B dari bagian ALK tersebut. Penyisihannya adalah
berdasar semua yang mewaris dan ALK dianggap tidak ada. maka bagiannya ada ⅓ (A, D,
dan B). Maka (1-1/12: 11/12) maka bagian dari si B adalah 11/12 x ⅓ yang mana B mendapat
11/36 Bagian. Kemudian kita akan menghitung yang didapatkan A dan D, A dan D tidak
dirugikan oleh hadirnya C. Maka, kita anggap ALK tersebut tidak ada yang mana A dan D
mendapat bagian masing-masing ⅓. Maka bagian dari ALK adalah 1 - (A + D + B) yang
mana ia mendapat 1/36 Bagian.
Pada ketentuan lain di Pasal 863 ayat (1) KUHPerdata kita juga mengenal bagaimana
apabila ALK mewaris bersama dengan golongan 2. Pada konteks ini, apabila misalkan
pewaris meninggalkan ALK dan juga orang tua beserta saudara kandungnya. Maka berdasar
Pasal 863 ayat (1) bahwa ALK tersebut mendapat bagian ½ dulu dan ½ sisanya akan
disisihkan kepada orang yang mewaris dalam hal ini golongan 2. Selanjutnya, ketentuan lain
pada Pasal 863 ayat (1) adalah apabila ALK dari perkawinan yang sah mewaris bersama
dengan golongan 3 maka ALK juga akan mendapat bagian ½ terlebih dahulu kemudian barus
dibagi kepada golongan 3 yang berhak mewaris. Kemudian, berdasar pasal 863 ayat (1), jika
ALK mewaris bersama golongan 4. Maka ALK tersebut berhak mendapat ¾ bagian tersebut
sebelum dibagikan kepada golongan 4.

Pewarisan karena Testament


Testament atau wasiat sendiri adalah suatu pernyataan terakhir terhadap harta
kekayaan seseorang yang mana dapat dikatakan bahwa wasiat adalah suatu perbuatan atau
pembuatan hukum yang sepihak. Wasiat sendiri memiliki beberapa macam jenis. Pertama,
Wasiat yang ditulis tangan sendiri. Wasiat jenis ini adalah pembuatan wasiat yang mana
pewaris menulis sendiri wasiatnya dan kemudian dititipkan kepada notaris. Selanjutnya
notaris akan menyimpan dan mengeluarkan akta penyimpanan. Kedua, Wasiat Umum yang
mana wasiat umum ini adalah wasiat yang pewaris menghadap langsung kepada notaris dan
menyampaikan langsung isi dari wasiat ini. Ketiga, Wasiat Rahasia yang mana wasiat rahasia
adalah wasiat di mana pewaris membuat sendiri wasiatnya dan memberikannya kepada
notaris untuk disegel dan dihadiri oleh minimal 4 orang saksi. Terakhir, Wasiat Darurat yang
mana wasiat darurat adalah suatu kondisi di mana prajurit mewasiatkan harta kekayaannya
kepada komandannya pada kondisi perang. Mengenai pencabutan wasiat, wasiat ini dapat
dicabut sewaktu-waktu karena sifat pembuatannya sepihak. Setiap pencabutannya harus
dibuat secara detail dan jelas mengenai kata mana yang ingin dicabut. Apabila wasiat tersebut
dibuat berkali-kali maka yang dilihat dan dianggap sah adalah wasiat yang terakhir.

Legitime Portie
Berdasarkan Pasal 913 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Legitime
Portie (hak mutlak) adalah sesuatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan
kepada waris, garis lurus menurut ketentuan undang undang, terhadap mana si yang
meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu baik selaku pemberian yang masih hidup,
maupun selaku wasiat. Besarnya bagian mutlak (legitime portie) bagi anak-anak sah menurut
Pasal 914 KUHPerdata yaitu :
1. Kalau hanya seorang anak sah saja, besarnya 1/2 dari bagian jika ia mewaris tanpa
wasiat.
2. Kalau hanya 2 orang anak sah saja, besarnya 2/3 dari bagian jika ia mewaris tanpa
wasiat.
3. Kalau 3 orang atau lebih anak sah ,besarnya 3/4 dari bagian jika ia mewaris tanpa
wasiat (Pasal 914 KUH Perdata).
Apabila ada anak yang meninggal dunia terlebih dahulu, maka haknya atas bagian mutlak
(legitime portie) beralih kepada anak atau cucu dengan plaatsverfulling.

Hak mutlak (legitime portie) para ahli waris dalam garis lurus ke atas adalah 1/2 dari
bagiannya apabila mewaris tanpa wasiat (Pasal 915 KUH Perdata). Jika tidak ada waris yang
berhak atas legitime portie, maka pewaris dapat memberikan seluruh harta peninggalannya
kepada orang lain dengan hibah semasa hidup atau dengan wasiat (Pasal 917 KUH Perdata).

Pemasukan/Inbreng
Pemasukan atau inbreng merupakan pengembalian akan apa yang telah diterima seorang ahli
waris dari pewarisnya, sebagai hibah atau hibah wasiat ke dalam boedel, baik ujudnya
maupun nilainya, atau dengan cara memperhitungkannya. Tujuan dari inbreng tersebut adalah
agar sesama ahli waris mendapatkan bagian yang merata. Sesuai Pasal 1086 KUHPerdata
kewajiban inbreng berlaku pada ahli waris dalam garis lurus ke bawah dan ahli waris lain jika
ditentukan dengan tegas.

Wasiat dan Hibah Wasiat


Wasiat adalah salah satu cara pewarisan. Menurut Pasal 875 KUHPerdata, wasiat adalah akta
yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia
meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut kembali. Pemberian wasiat diberikan pada
saat pemberi wasiat masih hidup, tetapi pelaksanaannya dilakukan pada saat pemberi wasiat
meninggal dunia.

Pasal 875 KUHPerdata menyatakan bahwa segala harta peninggalan seseorang yang
meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut undang-undang, sejauh
mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah. Ketetapan yang sah tersebut
ialah surat wasiat. Artinya, jika ada surat wasiat yang sah, surat wasiat harus dijalankan oleh
para ahli waris. Sebaliknya, apabila tidak ada surat wasiat, semua harta peninggalan pewaris
adalah milik ahli waris.

Sedangkan Hibah Wasiat menurut pasal 957 KUHPerdata merupakan suatu penetapan wasiat
yang khusus, dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih memberikan
beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya, segala barang
bergerak, barang tidak bergerak atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian
harta peninggalannya. Artinya, dalam hibah wasiat Pemberi Hibah Wasiat menjelaskan secara
spesifik barang apa yang mau diwasiatkan. Hibah wasiat dibuat pada saat Pemberi Hibah
Wasiat masih hidup, tetapi pelaksanaannya dilakukan pada saat Pemberi Hibah Wasiat telah
meninggal dunia.

Anda mungkin juga menyukai