Anda di halaman 1dari 4

Putri Angelia Ningrum

NIM : 2020330050072

1. Jadi undang-undang tidak memandang akan sifat atau asal dari barang-barang dalam
sesuatu peninggalan, untuk mengatur pewarisan terhadapnya.

2. Golongan III ini terdiri dari keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas sesudah orang tua,
baik dari pihak ayah maupun dari garis ibu (Pasal 853 KUHPerdata). Golongan ini tampil apabila ahli
waris dari Golongan I dan Golongan II tidak ada lagi. Yang dimaksud dengan keluarga sedarah dalam
garis ibu dan garis ayah ke atas adalah kakek dan nenek, kakek buyut dan nenek buyut terus ke atas
dari garis ayah maupun dari garis ibu. Berdasarkan Pasal 853 KUHPerdata, pembagian warisan dibagi
dalam 2 bagian terlebih dahulu (kloving). Satu bagian untuk keluarga sedarah dalam garis ayah lurus
ke atas dan satu bagian untuk keluarga sedarah dalam garis ibu lurus ke atas. Dengan demikian, di
dalam pewarisan Golongan III ini, otomatis terjadi kloving atau pembelahan harta warisan dalam 2
bagian. Arti kloving di sini adalah pembelahan harta warisan dalam 2 bagian, di mana dalam tiap-tiap
garis pewarisan dilaksanakan seakanakan merupakan satu kesatuan yang berdiri sendiri. Jadi, dalam
garis yang satu (misalnya dalam garis ayah), ada kemungkinan terdapat ahli waris yang menerima
warisan derajatnya lebih jauh dari pewaris dibandingkan dengan ahli waris dalam garis yang lain.

Konsekuensi yang lain, bahwa suatu penolakan warisan oleh salah seorang ahli waris dalam salah
satu garis hanya mempunyai akibat terhadap pewarisan dalam garis yang bersangkutan, yaitu pada
garis di mana ahli waris tersebut berada. Pasal 861 ayat (2) KUHPerdata menentukan, bahwa jika
dalam garis yang satu tidak ada keluarga sedarah dalam derajat yang mengijinkan untuk mewaris,
maka segala keluarga sedarah dalam garis yang lain memperoleh seluruh warisan.

3. KUHPerdata mengenal 2 macam system pewarisan, yaitu:

a. Mewaris berdasarkan kedudukan sendiri (uit eigen hoofed); yaitu ahli waris tampil mewaris
secara langsung dari pewaris kepala demi kepala (sama rata). Dengan demikian, orang yang mewaris
karena kedudukannya sendiri dalam susunan keluarga si pewaris, mempunyai posisi yang
memberikan kepadanya hak untuk mewaris. Hak tersebut adalah haknya sendiri, bukan
menggan¬tikan hak orang lain.

b. Mewaris berdasarkan penggantian tempat (bij plaatsvervulling) . Artinya, ahli waris tampil
mewaris karena menggantikan kedudukan dari ahli waris yang sebenarnya berhak mewaris yang
telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. (Pasal 852 ayat 2 KUHPerdata). Orang yang
menggantikan dengan sendirinya memperoleh hak dan kewajiban dari orang yang digantikan
tempatnya.

4. Seseorang dikatakan mewaris dengan cara mengganti atau ahli waris “bij plaatsvervulling”
adalah seseorang yang menerima harta warisan dari pewaris bukan karena kedudukannya sendiri,
akan tetapi menggantikan kedudukan orang lain yang seharusnya menerima warisan. Orang lain
yang seharusnya menerima warisan telah meninggal lebih dahulu daripada pewaris, sehingga dalam
pewarisan orang yang menggantikan tersebut terpanggil/tampil untuk menduduki tempat yang
lowong karena kematian orang yang digantikan tersebut. Mewaris dengan cara mengganti atau ahli
waris “bij plaatsvervulling” dimungkinkan adanya penggantian kedudukan seseorang sebagai waris
oleh orang tertentu. Penggantian kedudukan ini hanya dilakukan oleh mereka yang mempunyai
hubungan hukum sebagai keturunan sah dari waris yang digantikan tersebut yang seharusnya
mendapat warisan itu

Mereka ini dapat mewaris secara uit eigen hoofed apabila semua anak pewaris ternyata tidak pantas
atau menolak atau dicabut hak mewarisnya. mereka hanya akan bertindak untuk diri/mewaris
secara uit eigen hoofed apabila semua saudara-saudara itu, termasuk orang-orang yang tidak pantas
atau telah menolak.

contoh : A meninggal dunia dan meninggalkan 4 (empat) orang keponakan D, E, F, danG.


DdanEadalahanakB. B adalah saudara kandung A yang telah meninggal, F dan G adalah anak
kandung C.

C adalah saudara kandung A yang juga telah meninggal terlebih dahulu dari A. Ahli waris A adalah D,
E (menggantikan kedudukan B) dan F, G (menggantikan kedudukan C). Bagian D dan E masing-
masing 1⁄4, karena menggantikan bagian B. Bagian C digantikan oleh F dan G masing-masing 1⁄4
bagian.

5. Syarat-syarat:

a. Orang yang digantikan harus meninggal dunia lebih da¬hulu dari si pewaris.

b. Orang yang menggantikan harus keturunan sah dari orang yang digantikan.

c. Orang yang menggantikan harus memenuhi syarat umum untuk mewaris.

6.

7. Hak saisine diartikan bahwa orang yang meninggal dunia, mendudukkan orang yang masih
hidup pada tempatnya. Menurut Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata, sekalian ahli waris dengan
sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang
orang yang meninggal. Contoh: si A untuk membuktikan benar si B yang menabrak mobilnya,
mengajukan tiga orang yang melihat peristiwa tersebut. Alat bukti ini adalah alat bukti kesaksian.
Dari ketiga cara di atas dapat dikelompokkan sebagai cara pembuktian langsung

Heriditatis petitio adalah hak ahli waris untuk menggugat segala barang-barang yang termasuk
dalam harta peninggalan pewaris di tangan siapapun guna memperjuangkan hak waris¬nya (Pasal
834 KUHPerdata). Hak ini gugur karena daluwarsa selama 30 tahun (Pasal 835 KUHPerdata). Contoh:
misalnya penyewa rumah pewaris waktu pewaris masih hidup. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal
835 BW, hak hereditatis petitio ini daluwarsa setelah 30 (tiga puluh) tahun sejak warisan itu terbuka.
Jika telah lewat masa daluwarsa tersebut, maka tuntutan tersebut bukan menggunakan hereditatis
petitio melainkan menggunakan eigendomsactie. Artinya pihak tersebut dianggap melepaskan
haknya.
8. Berdasarkan pasal 1126, 1127, 1128 KUH Perdata, maka istilah Harta Tak Terurus berarti :
“Jika suatu suatu warisan terbuka, tiada seorangpun menuntutnya ataupun semua ahli waris yang
terkenal menolaknya, maka dianggaplah warisan itu sebagai tak terurus”

Bila batasan pengertian harta peninggalan tak terurus tersebut di atas di analisa dengan
cermat, dapat diketahui beberapa unsur yang membentuk pengertian harta tak terurus, yaitu:

- Adanya orang yang meninggal dunia

- Adanya harta yang ditinggal oleh almarhum

- Tidak ada ahli waris, atau jika ada, para ahli waris menolak warisan tersebut

- Tidak terdapat bukti otentik yang berisikan pengurusan harta peninggalan itu.

Pada dasarnya proses pengurusan harta peninggalan tidak terurus tidak jauh beda dengan
proses pengurusan harta yang dinyatakan tidak hadir berawal dari Penetapan Pengadilan tentang
Ketidakhadiran orang tersebut, maka pengurusan harta peninggalan tak terurus bertolak dari proses
pemeriksaan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia yang akta kematiannya
diperoleh dari Kantor Catatan SIpil.

Apabila dalam pemeriksaan terdapat unsur seperti tersebut di atas, maka demi hukum Balai
Harta Peninggalan berkewajiban untuk mengurus harta tersebut antara lain dengan melakukan
pendaftaran budel. Bila dirasa perlu, maka Balai Harta Peninggalan dapat melakukan penyegelan
atas harta tersebut.

9. Macam-macam bentuk surat wasiat:

1) Wasiat olographis (Olographis testament)

Wasiat olographis adalah wasiat yang ditulis tangan sendiri dan ditanda-tangani oleh pewaris,
kemudian diserahkan kepada notaris untuk disimpan. Penyerahan akte ini harus pula dihadiri oleh
dua orang saksi. Penyerahan pada notaris ini dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup (Pasal
932 KUHPerdata). Menurut Pasal 933 ayat (1) KUHPerdata, wasiat olographis yang berada dalam
penyimpanan notaris sama kuatnya dengan surat wasiat umum dan penetapan waktu yang dipakai
sebagai pegangan ialah waktu di mana di¬adakan penyimpanan pada notaris. Kemudian, tulisan dari
surat wasiat, harus dianggap ditulis sendiri oleh pewaris, kecuali kalau terbukti sebaliknya.

Apabila si pewaris hendak menarik kembali wasiatnya, cukuplah ia meminta kembali surat wasiatnya
yang disimpan oleh notaris itu (Pasal 934 KUPer).

2) Wasiat umum (Openbaar testament)

Wasiat umum adalah wasiat yang dibuat dihadapan Nota¬ris. Notaris itu membuat suatu akte
dengan dihadiri oleh dua orang saksi (Pasal 938 KUHPerdata). Dengan kata-kata yang jelas, notaris
tersebut harus menulis atau menyuruh menulis kehendak si pewaris, sebagaimana di dalam
pokoknya ketentuan itu (Pasal 939 ayat 1 KUHPerdata). Ben¬tuk ini paling banyak dipakai dan juga
memang yang paling baik, karena notaris dapat mengawasi dan memberi petun¬juk mengenai isi
surat wasiat tersebut.
3) Wasiat rahasia (Testament tertutup)

Wasiat rahasia atau tertutup adalah wasiat yang ditulis tangan sendiri atau ditulis tangan oleh orang
lain, dan di¬tanda-tangani oleh pewaris. Kemudian, diserahkan kepada Notaris dalam keadaan
tertutup/rahasia untuk disimpan. Penyerahannya kepada Notaris harus dihadiri oleh 4 orang saksi
(Pasal 940 KUHPerdata). Kalau si pewaris yang mening-galkan surat wasiat tertutup atau rahasia
tersebut meninggal dunia, maka surat wasiat itu harus diserahkan oleh notaries pada Balai Harta
Peninggalan, yang akan membuka surat wasiat tersebut. Penerimaan dan pernbukaan surat wasiat
tersebut harus dibuat proses verbal (Pasal 942 KUHPerdata).

10. Fidei-commis berasal dari “fides” yang berarti kepercayaan, yaitu suatu pemberian warisan
kepada seorang waris dengan ketentuan, ia wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat suatu
waktu atau apabila si waris itu sendiri telah meninggal, warisan itu harus diserahkan kepada seorang
lain yang sudah ditetapkan dalam testament.

Anda mungkin juga menyukai