6052001292
HUKUM WARIS KUHPERDATA D
1. Berdasarkan Pasal 838 KUHPerdata, ditetapkan bahwa bahwa ada empat hal
yang menyebabkan ahli waris tidak patut menerima warisan, yaitu:
1) Ahli waris karena putusan hakim dihukum karena mencoba membunuh
pewaris
2) Ahli waris kerena putusan hakim dihukum karena memfitnah pewaris
melakukan kejahatan
3) Ahli waris yang dengan kekerasan menghalangi pewaris untuk
membuat wasiat, dan
4) Ahli waris yang memusnahkan surat wasiat.
2. A. Asas “le mort saisit le vif” mengandung arti bahwa jika seseorang
meninggal dunia, maka seketika itu pula segala hak dan kewajibannya beralih
kepada para ahli warisnya. Tidak diperlukan penyerahan atau perbuatan
hukum apapun. Asas ini terkandung dalam Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata.
B. Hak hereditatis petitio terkandung dalam Pasal 834 KUHPerdata. Hak
hereditatis petitio merupakan suatu hak yang diberikan oleh undang-undang
kepada para ahli waris terhadap mereka, untuk seketika itu pula para ahli
waris dapat menuntut kepada pihak III yang menguasai harta warisan agar
harta warisan itu dikembalikan kepada boedel warisan.
C. Pewarisan dibedakan menjadi dua, yaitu Pewarisan berdasarkan undang-
undang, juga disebut pewarisan ab-intestato dan Pewarisan testamentair,
yaitu pewarisan berdasarkan suatu testamen atau surat wasiat. Dalam hal
mewaris menurut undang-undang, dibedakan menjadi mewaris langsung “uit
eigen hoofde” dan mewaris dengan cara mengganti “bij plaatsvervulling”.
Dengan demikian, uit eigen hoofde merupakan cara memperoleh waris
karena kedudukannya secara langsung sebagai ahli waris.
3. Boedel adalah warisan yang berupa kekayaan saja, dan yang perlu segera
dikeluarkan dari harta orang meninggal dunia. Termasuk dalam boedel: biaya
pengurusan jenazah, dibayarkan utangnya, dilaksanakan wasiatnya/hibah
wasiatnya, dalam hukum waris Islam diambil zakatnya/sewanya. Sisanya
adalah harta warisan.
4. Ahli waris Tn. Abdi adalah Bagus, Dito, Tegar, Bimo, Diah dan Dian.
KUHPerdata mengandung asas perderajatan yang menyatakan bahwa
keluarga yang lebih dekat menutup peluang keluarga yang lebih jauh.
Menurut Pasal 854 jo Pasal 857 KUHPerdata, golongan II ahli waris ab
intestato adalah orang tua dan saudara sekandung, seayah atau seibu.
Sebab golongan I dari Tn. Abdi masih ada, maka Sekar tidak mendapatkan
waris dari Abdi. Rahmat juga tidak patut menjadi ahli waris karena telah
mencoba membunuh pewaris, hal ini diatur oleh Pasal 838 KUHPerdata.
Sementara itu, Sekar juga tidak dapat mendapatkan warisan dari Abdi karena
telah cerai. Lebih lanjut, Diah dan Dian menggantikan kedudukan ibunya, Mila
terhadap harta warisan yang ditinggalkan oleh Abdi sesuai dengan Pasal 842
KUHPerdata. Dengan demikian, bagian untuk Bagus = Dito = Tegar = Bimo =
Diah = Dian = ⅙, sehingga masing-masing mendapatkan Rp 200.000.000.
7. Ahli warisnya adalah ibu (A), tiga orang saudara sekandung (B, C, dan D),
dua orang saudara seibu (E dan F), dan satu orang saudara seayah (G).
Dalam hal ini warisan dibagi dua dulu, 1/2 bagian untuk saudara seayah, dan
1
/2 bagian lagi untuk saudara seibu. Maka, B = C = D = A = E = F = ⅙ x ½ =
1/12. Kemudian, B = C = D = A = G = ⅕ x ½ = 1/10. Sehingga, E = F = 1/12.
G = 1/10. Dan B = C = D = A = 1/12 + 1/10 = 11/60.
8. Orang tua P dan saudara kandungnya, H dan I bukan merupakan ahli waris.
Sebab, diberlakukan asas penderajatan yang menyatakan bahwa keluarga
yang lebih dekat menutup peluang keluarga yang lebih jauh. Karena golongan
I masih ada, yaitu sang istri, maka golongan kedua yaitu orang tua P dan
saudara kandungnya tidak mendapatkan warisan dari P.
9. Menurut Pasal 853 KUHPerdata, ahli waris dalam golongan ketiga adalah
keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas baik garis ayah, maupun ibu.
Secara singkat dapat dikatakan, kakek-nenek dari pihak ibu maupun ayah.
Sementara itu, golongan keempat menurut Pasal 861 jo Pasal 858
KUHPerdata adalah keluarga ke samping sampai derajat keenam. Mereka ini
adalah saudara sepupu dari pihak ayah maupun pihak ibu. Pembagian dalam
golongan ketiga dan keempat menggunakan kloving, yaitu pembelahan harta
warisan dalam 2 bagian, di mana dalam tiap-tiap garis pewarisan
dilaksanakan seakan-akan merupakan satu kesatuan yang berdiri sendiri.
Sebagai contoh, A meninggal dan meninggalkan kakek dan nenek dari pihak
ayah, serta paman dari pihak ibu. Maka, dilakukan kloving 1/2 untuk kakek dan
nenek dari pihak ayah dan 1/2 untuk paman dari pihak ibu. Dengan demikian,
1
paman mendapatkan /2 harta waris. Sementara itu, kakek dan nenek
mendapatkan 1/2 x 1/2 = 1/4 harta waris.
10. Ahli waris dari P adalah K, L, S, dan T. Dalam hal ini, S dan T diakui mewaris
bersama-sama golongan pertama. Maka, S = T = 1/3 x 1/4 = 1/12. 1/12 + 1/12 =
⅙. Sisa harta warisan = 6/6 - ⅙ = ⅚. Dari sisa bagian ini, maka K = L = ½ x
⅚ = 5/12 bagian.