Anda di halaman 1dari 5

LUH AYU RIZKYOLLA DEFA NABILA

6052001292
HUKUM ACARA ADMINISTRASI B

1. A. Berdasarkan Pasal 53 ayat 1 UU Nomor 9/2004, secara normatif, pihak penggugat


dalam perkara TUN adalah orang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu KTUN. 1 Artinya, orang atau badan hukum
perdata tersebut secara hukum sebagai pendukung hak-hak dan kewajiban, sehingga
atas dasar itu mempunyai legal standing untuk mempertahankan kepentingan yang
dirugikan oleh suatu Keputusan TUN dengan cara mengajukan gugatan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara. Tri Handoko sebagai penggugat dalam kasus tersebut
telah memenuhi kualifikasi sebagai penggugat dalam menyelesaikan sengketa di
PTUN. Sebab, jika mengacu pada Pasal 53 ayat 1 UU No. 9/2004, Tri Handoko
merupakan orang yang kepentingannya dirugikan oleh suatu KTUN, dalam kasus
tersebut adalah Keputusan Nomor 172/TPA Tahun 2021 tentang Pemberhentian dari
Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Agama.
B. (1) Presiden Jokowi menjadi Tergugat dalam kasus tersebut disebabkan oleh objek
sengketa dalam kasus tersebut merupakan Keputusan Presiden yang di
(2) Berdasarkan Pasal 1 butir 6 UU No. 5/1986, Tergugat adalah Badan atau Pejabat
TUN yang mengeluarkan Keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau
yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum. 2 Dalam
kasus tersebut, Presiden Jokowi sebagai Tergugat telah memenuhi kualifikasi sebagai
Tergugat di PTUN. Sebab, Presiden Jokowi merupakan Pejabat TUN yang
mengeluarkan sebuah KTUN.
C. Pasal 83 UU Peratun disebutkan bahwa pihak ketiga dapat masuk selama
Pemeriksaan berlangsung.3 Pihak ketiga tersebut merupakan pihak intervensi orang
atau badan hukum perdata yang mempunyai kepentingan dalam sengketa pihak lain
yang sedang diperiksa oleh pengadilan yang masuk sebagai pihak, baik atas prakarsa
sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa hakim. Berkaitan

1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara


2 Ibid.
3 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
dengan kasus tersebut, sangat besar peluang Dirjen Bimas Buddha Caliadi, Dirjen
Bimas Katolik Yohanes Bayu Samodro, dan Dirjen Bimas Kristen Thomas Pentury
menjadi Penggugat II Intervensi dengan alasan mereka sama-sama merasa dirugikan
oleh Keputusan Nomor 172/TPA Tahun 2021 tentang Pemberhentian dari Jabatan
Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Agama. Namun, mereka juga
dapat menjadi Tergugat II Intervensi jika mereka merasa kepentingannya dapat
dirugikan oleh Penggugat,

2. A. (1) Objek sengketa TUN adalah keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau
pejabat tata usaha negara. Objek sengketa dalam kasus tersebut adalah Keputusan
Nomor 172/TPA Tahun 2021 tentang Pemberhentian dari Jabatan Pimpinan Tinggi
Madya di Lingkungan Kementerian Agama.
(2) Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU 51/2009 tentang Perubahan Kedua atas UU
5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, agar suatu objek sengketa memenuhi
kualifikasi sebagai objek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara harus bersifat
konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata.4 Berdasarkan sifat tersebut, KTUN yang disengketakan dalam
kasus Tri Handoko telah memuat unsur-unsur konkret, individual, dan final. Sebab,
KTUN tersebut telah jelas ditujukan kepada Tri Handoko dan isinya juga telah
konkret; yaitu tentang pemberhentian dari jabatan pimpinan tinggi di lingkungan
Kementerian Agama. Selain itu, keputusan tersebut juga telah final karena telah
mendapat persetujuan, serta telah menimbulkan hak dan kewajiban.
B. Tentu keputusan tersebut masih memiliki sifat individual. Sebab, sifat individual
yang dimaksud dalam objek sengketa di PTUN adalah bersifat khusus untuk hal
tertentu saja; tidak ditujukan untuk umum. Jika lebih dari seorang harus disebutkan
satu persatu dalam keputusan. Misalnya jika KTUN ditujukan kepada orang-orang
tertentu, maka KTUN tersebut harus menyebutkan nama-nama tersebut.
C. Berdasarkan UU 5/1986, PTUN memiliki kewenangan untuk memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya KTUN
oleh badan atau pejabat TUN baik di tingkat pusat maupun daerah. Kewenangan ini
berkembang sejalan dengan praktek penyelenggaraan pemerintahan yang juga

4 UU 51/2009 tentang Perubahan Kedua atas UU 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
semakin luas dan timbulnya lembaga negara yang mendukung terlaksananya
pemerintahan. Dengan demikian, PTUN memiliki kewenangan untuk mengadili
sengketa tersebut.

3. A. Penyelesaian sengketa dalam kasus tersebut dilakukan dengan penyelesaian


langsung yaitu Penggugat mengajukan gugatan melalui PTUN. Hal ini terbukti dengan
Tri Handoko melakukan gugatan terhadap Presiden Jokowi melalui PTUN yang
didaftarkan dalam perkara nomor 53/G/2022/PTUN.JKT, tanpa ada upaya
administratif yaitu upaya keberatan dan banding administratif.
B. Setelah berlakunya Perma Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyelesaian
Sengketa Administrasi Pemerintahan setelah menempuh Upaya Administratif, upaya
administratif bersifat wajib (mandatory) dan berlaku terhadap semua sengketa TUN.
Penyelesaian sengketa TUN di PTUN hanya dimungkinkan apabila seluruh upaya
administratif telah digunakan.5 Setelah berlakunya Perma Nomor 6 Tahun 2018
Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan setelah
menempuh Upaya Administratif, ketika pihak penggugat tidak mengajukan upaya
administratif maka gugatan yang diajukan di Pengadilan Tata Usaha Negara harus
dinyatakan tidak dapat diterima tanpa menunggu alasan-alasan lainnya. Namun,
dalam kasus tersebut, tindakan Tri Handoko tidak sesuai dengan Perma Nomor 6
Tahun 2018. Sebab, upaya administratif tidak diberlakukan oleh Tri Handoko. Ia
tanpa melakukan upaya administratif, langsung menggugat pejabat TUN ke PTUN.
C. Perhitungan jangka waktu pengajuan gugatan ke PTUN diatur secara khusus
dalam Pasal 55 UU PTUN yang menyatakan bahwa “Gugatan dapat diajukan hanya
dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau
diumumkan Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara”. Lebih lanjut,
Keputusan Nomor 172/TPA Tahun 2021 tentang Pemberhentian dari Jabatan
Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Agama tersebut diterbitkan pada
tanggal 6 Desember 2021. Jika mengacu pada Pasal 55 UU PTUN, maka 90 hari
setelah diterbitkannya putusan tersebut, yaitu 6 Desember 2021, adalah 21 Maret
2022. Tri Handoko mendaftarkan gugatannya ke PTUN pada tanggal 4 Maret 2022.

5 Enrico Simanjuntak, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara: Transformasi & Refleksi. Jakarta,
Penerbit Sinar Grafika, 2018.
Dengan demikian, gugatan yang diajukan oleh Tri Handoko belum melampaui
tenggang waktu 90 hari yang diatur dalam Pasal 55 UU PTUN.

4. A. Kompetensi absolut berkaitan dengan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara


untuk mengadili suatu perkara menurut objek, materi atau pokok sengketa.
Berkaitan dengan kasus tersebut, PTUN Jakarta memiliki wewenang absolut untuk
mengadili gugatan yang diajukannya karena objek sengketanya merupakan
Keputusan Nomor 172/TPA Tahun 2021 tentang Pemberhentian dari Jabatan
Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Agama yang dikeluarkan oleh
Presiden Joko Widodo, yang merupakan pejabat TUN. Sementara itu, kompetensi
relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh batas daerah hukum yang menjadi
kewenangannya. Dalam Pasal 54 UU 5/1986 jo UU 9/2004 diatur sebagai bahwa
gugatan sengketa TUN diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan Tergugat. PTUN Jakarta memiliki wewenang
relatif untuk mengadili gugatan yang diajukannya karena Tergugat yaitu Presiden
Jokowi, berkedudukan di Jakarta.6
B. Posita merupakan bagian gugatan yang menguraikan tentang fakta-fakta
sosiologis yang biasanya dikaitkan pula dengan aspek yuridis baik dalam perspektif
hukum, peraturan perundang-undangan dan/atau asas-asas umum pemerintahan
yang baik. Yang menjadi posita dalam gugatan Tri Handoko antara lain adalah bahwa
KTUN tersebut melanggar peraturan perundang-undangan dan AAUPB.
C. Hal-hal yang patut dijadikan petitum dalam gugatan Tri Handoko adalah:
● Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat Nomor 172/TPA Tahun
2021 tertanggal 6 Desember 2021 tentang Pemberhentian Dari Jabatan
Pimpinan Tinggi Madya Di Lingkungan Kementerian Agama tersebut;
● Memerintahkan Tergugat untuk mencabut/membatalkan Keputusan Nomor
172/TPA Tahun 2021 tertanggal 6 tentang Pemberhentian Dari Jabatan
Pimpinan Tinggi Madya Di Lingkungan Kementerian Agama tersebut;
● Memerintahkan kepada Tergugat untuk menerbitkan Keputusan baru
tentang Pengesahan dan Persetujuan Pengangkatan PENGGUGAT sebagai

6 Perma Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi


Pemerintahan setelah menempuh Upaya Administratif
Pimpinan Tinggi Madya Di Lingkungan Kementerian Agama atau dalam
jabatan lain yang setingkat;
● Memerintahkan kepada TERGUGAT untuk memberikan
rehabilitasi/pemulihan nama baik dalam kemampuan, kedudukan harkat dan
martabat PENGGUGAT sebagai akibat adanya Keputusan TERGUGAT (Objek
Gugatan);
● Membebankan semua biaya perkara kepada Tergugat.

Anda mungkin juga menyukai