Anda di halaman 1dari 8

R E S U M E

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA


(POINT I – III)

Tugas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara


Dosen Pengampu : R. SOEKARTONO, S.H.,M.H.

Oleh :
SAFRIDA MARZARIKA
NIM. 1874201269
KELAS IV B. 08

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
2020
RESUME HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
(POINT I – III)

I. SUBJEK DAN OBJEK SENGKETA TATA USAHA NEGARA


1. Subjek Sengketa Tata Usaha Negara
a. Orang
Syaratnya : harus sudah dewasa, tidak sedang berada di bawah pengampuan,
tidak dalam keadaan pailit
b. Badan hukum perdata, badan atau perkumpulan atau organisasi atau
korporasi yang didirikan menurut ketentuan yang berlaku.
Ciri-cirinya : - Mempunyai anggota
- Mempunyai suatu tujuan tertentu (rapat anggota, pemilihan
pengurus, kerjasama antara para anggota).
- Ikut pergaulan lalu lintas hukum.
c. Badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan
kepadanya.
Sifat wewenang ada 2 :
 Mandat
Mandat adalah tidak terjadi pemindahan kewenangan, maka yang
digugat adalah pejabat TUN pemberi mandat.
 Delegasi
Delegasi adalah pelimpahan / pemindahan wewenang yang ada, yang
tergugat adalah pejabat TUN yang menerima delegasi

2. Objek Sengketa Tata Usaha Negara


Yang termasuk dalam objek sengketa TUN adalah :
a. Penetapan tertulis / Memo, menunjuk kepada isi penetapan bukan bentuk
keputusan yang dikeluarkan Badan atau Pejabat TUN
Termasuk memo atau nota apabila sudah jelas :
 Badan atau pejabat TUN mana yang mengeluarkan
 Maksud sengketa mengenai isi tulisan
 Kepada siapa tulisan dimaksudkan
b. Dikeluarkan oleh Badan / Pejabat TUN
Maksudnya adalah Badan atau pejabat di pusat atau daerah yang melakukan
kegiatan eksekutif
c. Berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan.
 Tindakan Hukum TUN adalah perbuatan hukum yang dilakukan Badan
atau Pejabat TUN yang menimbulkan hak atau kewajiban pada orang
lain.
 Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan yang dikeluarkan
Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah baik ditingkat Pusat
maupun Daerah dan semua Keputusan Badan / Pejabat TUN di Pusat /
Daerah mengikat secara umum.
d. Bersifat Konkrit, Individual dan Final
 Konkrit maksudnya adalah Objek KTUN tidak abstrak tetapi berwujud
tertentu atau dapat ditentukan.
Contoh : Keputusan rumah si A, Izin usaha bagi si B, Pemberhentian si A
sebagai Pegawai Negeri
 Individual, maksudnya KTUN yang tidak ditujukan untuk umum tetapi
tertentu baik alamat. Jika hal yang dituju lebih dari 1 orang maka tiap-
tiap nama orang yang terkena putusan disebutkan.
Misalnya : Keputusan tentang pembuatan atau pelebaran jalan dengan
lampiran yang memuat nama-nama orang yang terkena KTUN.
 Final, maksudnya sudah defitive dan karenanya dapat menimbulkan
akibat hukum. Keputusan yang memerlukan persetujuan instansi atasan
atau instansi lain belum bersifat final, dan karenanya belum
menimbulkan hak dan kewajiban kepada pihak yang bersangkutan.
Misalnya : Keputusan pengangkatan seoang Pegawai Negeri
memerlukan persetujuan dari BKN
e. Menimbulkan akibat hukum bagi sesorang atau badan hukum perdata.
1) Perbuatan hukum yang diwujudkan dalam pembuatan KTUN oleh Badan
/ Pejabat TUN dapat menimbulkan hak dan kewajiban pada seseorang
atau badan hukum perdata
Unsur KTUN meliputi :
 Ditinjau dari segi pembuatannya : dikeluarkan oleh badan atau
pejabat TUN dalam rangka melaksanakan kegiatan yang bersifat
eksekutif atau pemerintahan di pusat atau daerah.
 Ditinjau dari wujud material : berisi tindakan hukum TUN yang
melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
baik di pusat maupun daerah
 Ditinjau dari sifatnya : konkrit, individual, final
 Ditinjau dari segi akibatnya : menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.

2) Tidak termasuk Keputusan TUN


a) KTUN yang merupakan perbuatan hukum perdata
Contoh : Jual beli yang dilakukan antara instansi pemerintah dan
perorangan didasarkan ketentuan hukum perdata
b) KTUN yang merupakan pengaturan bersifat umum, pengaturan yang
memuat norma hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan
yang kekuatan berlakunya mengikat setiap orang.
c) KTUN yang memerlukan persetujuan
d) KTUN yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan kitab KUHP, KUHAP
atau peraturan lain yang bersifat pidana.
e) KTUN yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan bada
peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
f) KTUN mengenai Tata Usaha ABRI
g) Keputusan Paitia Pemilihan baik di pusat maupun di daerah
mengenai hasil pemilu.

3) Disamakan dengan KTUN, yaitu :


a) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
keputusan yang dimohonkan sedangkan hal itu menjadi kewajiban.
b) Jika badan / pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan yang
dimohonkan, sedang jangka waktu sesuai peraturan perundang-
undangan telah lewat sedangkan hal itu menjadi kewajibannya,
maka dianggap telah mengeluarkan Keputusan tentang penolakan
permohonan tersebut apabila tenggang waktu yang ditetapkan
telah lewat , Badan /Pejabat Tun bersikap diam, tidak melayani
permohonan yang telah diterimanya.
c) Jika Badan / Pejabat TUN tidak mengeluarkan putusan yang
dimohon sedangkan jangka waktu sesuai Perundang-Undangan
telah lewat.
d) Apabila tidak menentukan jangka waktu, maka setelah lewat 4
bulan, sejak diterima permohonan, dianggap mengeluarkan
keputusan penolakan.

4) Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan


sengketa TUN tertentu, dalam hal KTUN yang disengketakan
dikeluarkan :
a) Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam,
keadaan luar biasa yang membahayakan (sesuai per Undang-
Undangan yang ada).
b) Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

5) Untuk kepentingan umum sesuai Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun


2005.
Pembangunan jalan umum, rel kerta api, saluran air minum, dan lain-
lainnya.

II. PERBEDAAN ANTARA HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA DENGAN HUKUM
ACARA PERDATA
1. Objek Gugatan
Objek gugatan dalam PTUN adalah KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau
pejabat TUN mengandung perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
penguasa (onrechtsmatig overhead daad), sedangkan dalam hukum acara
perdata adalah perbuatan melawan hukum (onrechmatig daad)
2. Kedudukan Para Pihak
Kedudukan para pihak dalam sengketa TUN, selalu menempatkan seseorang
atau badan hukum perdata sebagai pihak penggugat dan badan atau pejabat
TUN sebagai pihak tergugat. Sedangkan dalam hukum acara perdata, dapat saja
para pihak sesama individu, sesama badan hukum perdata, atau antara individu
dengan adan hukum perdata.
3. Gugat Rekonvensi
Dalam hukum acara PTUN tidak dikenal gugatan rekonvensi. Pengugat tetap
merupakan individu atau badan hukum perdata, sedangkan tergugat tetap
merupakan badan atau pejabat TUN
Hukum acara perdata mengenal adanya gugatan rekonvensi yang artinya
gugatan yang diajukan tergugat terhadap penggugat dalam sengekta yang
sedang berjalan di persidangan.
4. Tenggang Waktu
Dalam hukum acara TUN pengajuan gugatan dilakukan hanya dalam tenggang
waktu 90 hari dihitung sejak diterimanya atau diumumkannya KTUN. KTUN
bersifat negatif apabila tidak ada peraturan yang mengaturnya maka tenggang
waktunya adalah 4 bulan terhitung sejak permohonan KTUN diajukan.
Sedangkan dalam hukum acara perdata, tenggang waktu pengajuan gugatan
tidak begitu mendasar kecuali dalam perjanjian sebelum tenggang waktu atau
jatuh tempo.
5. Tuntutan dalam Gugatan
Dalam hukum acara PTUN hanya dikenal 1 macam tuntutan yang berupa KTUN
yang digugat itu dinyatakan batal atau tidak sah atau tuntutan agar KTUN yang
dimohonkan oleh pengugat dikeluarkan oleh tergugat. Sedangkan tuntutan
tambahan yang diperbolehkan hanya berupa ganti rugi (untuk bukan sengketa
kepegawaian) atau rehabilitasi dengan atau tanpa kompensasi (untuk sengketa
kepegawaian)
Hukum acara perdata, tuntutan pokok itu (petitum primair) disertai dengan
tuntutan pengganti atau petitum subsidair.
6. Rapat Musyawarah
Rapat permusyawaratan adalah merupakan suatu prosedur penyelesaian
perkara yang disederhanakan. Kewenangan Ketua PTUN sebelum pokok
sengketanya diperiksa memutuskan suatu penetapan yang dilengkapi dengan
pertimbangan sebagai berikut :
a. Pokok gugatan tidak termasuk Kewenangan Pengadilan
b. Syarat gugatan tidak dipenuhi Penggugat
c. Gugatan didasarkan alasan yang tidak layak
d. Sudah terpenuhi dalam KTUN
e. Gugatan sebelum waktunya / lewat waktu
Dalam hukum acara perdata tidak dikenal adanya rapat permusaywaratan yang
menjadi kewenangan Ketua PTUN.
7. Pemeriksaan Persiapan
Dalam hukum acara PTUN pemeriksaan persiapan dilakukan oleh hakim yang
ditunjuk. Dalam melakukan persiapan pemeriksaan persiapan, hakim :
a. Wajib memberi nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatannya
dan melengkapi data yang diperlukan.
b. Dapat meminta penjelasan kepada badan atau pejabat TUN yang
bersangkutan.
Dalam hukum acara perdata tidak ada pemeriksaan persiapan.
8. Putusan Verstek
Hukum acara PTUN tidak mengenal putusan verstek karena badan/pejabat
TUN tidak mungkin tidak diketahui kedudukannya.
Hukum acara perdata mengenal putusan verstek apabila tergugat tidak datang
dari sidang pertama.
9. Pemeriksaan Acara Cepat
Dalam hukum acara PTUN dikenal pemeriksaan dengan cara cepat.
Pemeriksaan acara apat dapat
Hukum acara perdata tidak mengenal istilah pemeriksaan cepat.
10. Sistem Hukum Pembuktian
Hukum acara PTUN dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran material,
sedangkan hukum acara perdata untuk memperoleh kebenaran formal.
11. Upaya Pemaksa Agar Putusan Dilaksanakan
Dalam hukum acara PTUN tidak dikenal adanya upaya pemaksa. Hakikatnya
putusan dalam PTUN adalah untuk membatalkan KTUN atau memerintahkan
agar tergugat mengeluarkan KTUN yang dimohonkan penggugat.
Hukum acara perdata mengeanl upaya pemaksa.
12. Kedudukan Pengadilan Tinggi
Dalam hukum acara PTUN, kedudukan pengadilan tinggi sebagai pengadilan
pertama / terakhir.
Dalam hukum acara perdata, kedudukan pengadilan tinggi adalah sebagai
pengadilan tingkat banding sehingga pemeriksaan perkara harus terlebih
dahulu melalui Pengadilan Tingkat Pertama.
13. Hakim Ad Hoc
Dalam hukum acara PTUN dikenal istilah Hakim Ad Hoc,
Dalam hukum acara perdata tidak ada hakim Ad Hoc, cukup mendengar
keterangan saksi ahli.

III. PERSAMAAN HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA DENGAN HUKUM ACARA
PERDATA
1. Pengajuan Gugatan
Pengajuan gugatan menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 54 UU
PTUN sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 118 HIR.
2. Isi Gugatan
Persyaratan mmengenai isi gugatan menurut hukum acara PTUN di atur dalam
pasal 56 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam
pasal 8 nomor 3 Rv.
3. Pendaftaran Perkara
Pendaftaran perkara menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 59 UU
PTUN, sedangkan dalam hukum acara perdata diatur dalam pasal 121 HIR.
4. Penetapan Hari Sidang
Penetapan hari sidang menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 59 ayat
3 dan pasal 64 UU PTUN,sedangkan menurut hukum acara perdata diatur
dalam pasal 122 HIR.
5. Pemanggilan Para Pihak
Pemanggilan para pihak menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 65 dan
pasal 66 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata di atur dalam
pasal 121 ayat (1) HIR, pasal 390 ayat (1) dan pasal 126 HIR.
6. Pemberian Kuasa
Pemberian kuasa oleh kedua belah pihak menurut hukum acara PTUN diatur
dalam pasala 67 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata diatur
dalam pasal 123 ayat (1) HIR.
7. Hakim Majelis
Pemeriksaan perkara dalam hukum acara PTUN dan hukum acara Perdata
dilakukan dengan Hakim Majeis (tiga orang hakim) yang terdiri atas satu orang
bertindak selaku hakim ketua dan dua orang lagi bertindak sebagai hakim
anggota (pasal 68 UU PTUN).
8. Persidangan Terbuka Untuk Umum
Sidang pemeriksaan perkara di pengadilan pada asasnya terbuka untuk umum,
dengan demikian setiap orang dapat untuk hadir dan mendengarkan jalannya
pemeriksaan perkara tersebut. Dalam hukum acara PTUN diatur dalam pasal
70 ayat (1) UU PTUN sedangkan dalam ukum acara perdata diatur dalam pasal
179 ayat (1) HIR.
9. Mendengar Kedua Belah Pihak
Dalam pasal 5 ayat (1) UU 14/1970 disebutkan bahwa pengadilan mengadili
menurut hukum dengan tidak membedakan orang. Dengan demikian ketentuan
pasal ini mengandung asas kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama,
tidak memihak, dan kedua belah pihak didengar dengan adil. Hakim tidak
diperkenankan hanya mendengarkan atau memperhatikan keterangan salah
satu pihak saja (audi et alteran partem).
10. Pencabutan dan Perubahan Gugatan
Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya, sebelumtergugat
memberikan jawaban. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas
gugatan yang diajukan penggugat, maka akan dikabulkan hakim, apabila
mendapat persetujuan tergugat (pasal 76 UU PTUN dan pasal 271 RV).

11. Hak Ingkar


Untuk menjaga obyektivitas dan keadilan dari putusan hakim, maka hakim atau
panitera wajib mengundurkan diri, apabila diantara para hakim,antara hakim
dan panitera,antara hakim atau dengan salah satu pihak yang berperkara
mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai derajat ketiga,atau
hubungan suami isteri meskipun telah bercerai,atau juga hakim atau panitera
mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan sengketanya.
12. Pengikutsertakan Pihak Ketiga
Baik dalam hukum acara PTUN maupun hukum acara perdata, pada dasarnya
didalam suatau sengketa atau perkara, sekurang-kurangnya terdapat dua pihak,
yaitu penggugat (sebagai pihak yang mengajukan gugatan) dan pihak tergugat
(sebagai pihak yang digugat oleh penggugat).
13. Pembuktian
Baik hukum acara PTUN maupun hukum acara perdata sama-sama menganut
asas bahwa beban pembuktian ada pada kedua belah pihak, hanya karena yang
mengajukan gugatan adalah penggugat, maka penggugatlah yang mendapat
kesempatan pertama untuk membuktikannya.sedangkan kewajiban tergugat
untuk membuktikan adalah dalam rangka membantah bukti yang diajukan oleh
penggugat dengan mengajukan bukti yang lebih kuat (pasal 100 sampai dengan
pasal 107 UU PTUN dan pasal 163 dan 164 HIR).
14. Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan setelah adanya putusan. Dan
putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan adalah terhadap putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 115 UU
PTUN),yang pelaksanaanya dilakukan atas perintah ketua pengadilan yang
mengadilinya dalam tingkat pertama (pasal 116 UU PTUN, pasal 195 HIR).
15. Juru Sita
Dalam TUN ada juru sita tidak ada pengaturan tentang tugasnya. (Pasal 39A s/d
Pasal 39E) Undang-Undang No.9 Tahun 2004.
Tugas-tugas juru sita (Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Nomor : 14 Tahun
1970). Pelaksanaan Putusan Pengadilan oleh Panitera dan Juru Sita dipimpin
Ketua Pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai