Anda di halaman 1dari 13

MATERI UAS SEMESTER II

HUKUM INTERNASIONAL

1. VATIKAN
Bukan merupakan negara, karena sejarah yaitu terbentuk karena akibat adanya lateral,
kerjasama antara gereja dengan Italia untuk pengembangan agama Kristiani.
 Adanya pemisahan antara gereja dengan politik
 Oleh sebab itu, gereja dijadikan sebagai subjek Hukum Internasional
 Merupakan subjek Hi khusus
 Bukan merupakan negara walaupun memenuhi syarat, bukan juga OI

2. BELLIGERENT
Kombatan: dalam arti luas
Pemberontak: dalam arti sempit
 Sebagaian besar tantara, tetapi tidak harus tantara
 Orang yang berpartisipasi langsung dalam pertempuran melawan sipil
 Orang yang menjadi target sasaran
 Boleh ditembak dan menembak
 Melawan pemerintah yang sah
 Sipil tidak boleh menyerang
 Tidak semua pemberontak disebut belligerent, harus memenuhi wilayah
syarat terlebih dahulu, yaitu:
a. Terorganisir
b. Memiliki identitas yang jelas/seragam kesatuan (distinction/membawa
senjata terbuka) = untuk agar tidak salah sasaran
c. Menguasai sebagian wilayah
Pemerintah tidak bisa lagi memasuki wilayah tersebut
d. Mendapat dukungan rakyat di wilayah yang diduduki
e. Mampu melaksanakan hukum humaniter internasional
 Adanya syarat adalah untuk adanya pertanggung jawaban komandan dalam
setiap tindakan yang dilakukan
 Ilegal kombatan menurut HI adalah tantara bayaram, mata mata dan tantara
anak
 Mereka dapat dihukum mati (boleh)
 Apabila tidak memenuhi syarat disebut sebagai Insurgent yaitu tim huru
hara
 Sekalipun memenuhi syarat tapi tidak diakui negara lain
 PLO satu satunya yang diakui sebagai suara rakyat oleh HI sebagai subjek
Belligerent

3. PENGAKUAN
Berisi tentang politik dimana tidak ada kepastian hukum yang dibuat oleh politik,
menurut politik untuk kepentingan umum
1. Terhadap Negara Baru
Pernyataan/sikap/tindakan negara untuk mengakui eksistansi suatu entitas politik
terorganisir sebagai subjek HI dengan hak hak dan kewajiban berdasarkan HI
 Cara memberi pengakuan ada secara eksplisit dan tersirat
 Apabila ragu kita perlu mempertanyakan intention dari tindakan tersebut
mengakui atau tidak
a. Teori Deklaratif/Evidenter (Declaratory Theory)
Lahirnya suatu negara hanyalah merupakan suatu peristiwa fakta yang sama
sekali lepas dari ketentuan hukum internasional. Adapun pengakuan semata
mata merupakan tindakan formalitas, dengan demikian pengakuan tidak
melahirkan negara baru.
b. Teori Konstitutif
Suatu negara baru lahir bila telah diakui oleh negara lain
c. Teori Pengakuan Kolektif
Kelahiran negara baru harus melewati Lembaga pengakuan yang parameternya
ditentukan secara kolektif (oleh Lembaga internasional tertentu) demikian pula
pemberian atau penolakannya juga diberi secara kolektif. Hal ini untuk
mencegah masing masing negara tanpa parameter hukum yang jelas.
2. Terhadap Pemerintah Baru
3. Terhadap Belligerent
4. Terhadap Perolehan Tambahan Teritorial
Mendapat wilayah yang tidak sah, seperti tim tim walaupun kita mendapatkan
secara iegal itu tetap illegal, pengakuan hanya sebagai penguat saja

4. OKUPASI
Perolehan kedaulatan secara administrasi
 Harus membuktikan telah melakukan penemuan terhadap terra nullius dan
mempunyai niat untuk memilikinya
 Res Comunis = wilayah yang tidak boleh dimiliki, dipunyai oleh Bersama
 Res Nullius = wilayah yang dapat dimiliki
 Harus dapat membuktikan bahwa ia telah menjadi penemu pertama terhadap
wilayah tersebut
 Kalau dikatakan sebagai cara damai patut dipertanyakan karena
kenyataannya cara memperolehnya melalui peperangan berdarah
 Salah satu cara membuktikan dengan menancapkan bendera sebagai
penanda, tetapi ini tidak dapat menjamin
 Niat tersebut dilaksanakan dalam tindakan nyata yang efektif (prinsip
efektifitas)
 Terra nullius = wilayah yang tidak bertuan
 Harus merupakan tindakan negara bukan tindakan individu

5. PRESKIPSI/KADALUWARSA
Yaitu perolehan tambahan wilayah akibat pelaksanaan secara damai dalam
waktu yang lama atas suatu wilayah (de facto) atas wilayah yang secara de jure
milik negara lain
 Mendapatkan wilayah yang ditelantarkan
 Jika di claim tidak di protes oleh negara yang memiliki
 Jika di protes maka preskipsi itu menjadi batal

6. CESSIE
Yaitu perolehan wilayah melalui proses peralihan hak dari satu negara ke negara
lain. Seperti hukum perdata yaitu sewa menyewa, jual beli dan tukar menukar

7. AKRESI
Yaitu perolehan wilayah baru dengan proses alam terhadap wilayah yang sudah ada
di bawah kedaulatan negara
8. PLEBISIT
Yaitu secara modern perolehan tambahan wilayah melalui pemungutan suara
pendukungnya

9. RUANG UDARA (AIR SPACE)


 Kedaulatan negara kolong penuh dan eksklusif (Pasal 1 Konvensi Paris
1919 dan Konvensi Chicago 1944)
 Prinsip prinsip consent
 Kedaulatan ini sangat penting
 Apabila hendak lewat harus dengan izin terlebih dahulu
 Apabila ada yang melewati ruang udara tanpa izin negara terlebih dahulu,
boleh melakukan intersepsi (pencegatan), jika tidak mempan maka negara
diperbolehkan untuk menyerang atau menembak
 Melintas ruang udara negara lain harus melalui persetujuan

10. RUANG ANGKASA (OUTER SPACE)


 Tidak berlaku lagi prinsip cuius est solum eius usque ad coelum et ad inferos
 Non oppropriation principle
 Freedom exploitation (equality principle first come first served)
 Rezim ruang angkasa resi komunis, yaitu tidak boleh dimiliki karena
merupakan miliki seluruh umat manusia
 Come first served first (tidak adil karena hanya dapat dilakukan negara
maju)
 Negara mempunyai kedaulatan pada ketinggian yang tidak terbatas (dulu)
 Sekarang kedaulatan itu sudah tidaj berlaku lagi

11. BATAS WILAYAH ANTARA RUANG UDARA DENGAN RUANG


ANGKASA
 Horizontal: diatas laut sampai laut bagian laut territorial (12 mil)
 Vertical: sampai 100km dari permukaan laut
 Tetapi tetap tergantung kemampuan negara mengamankan kedaulatan ruang
udaranya

12. DASAR HUKUM KEDAULATAN DI LAUT


 Konvensi Hukum Laut I PBB (1930)
 Konvensi Hukum Laut II PBB (1958)
 Konvensi Hukum Laut III PBB (1982) = UNICLOS 1985 (paling terkenal)

13. PERAIRAN PEDALAMAN


Yaitu kedaulatan negara paling besar
 Pada sisi dalam atau sisi darat garis pangkal
 Kedaulatan negara pantai penuh daratan
 Tidak berlaku hak lintas damai, kecuali pada perairan pedalaman yang
terbentuk karena penarikan garis pangkal lurus
 Ex: pelabuhan, teluk yang lebar mulutnya kurang lebih 24 mil laut

14. LAUT TERITORIAL


Tidak selalu 12 mil
 12 mil laut dari garis pangkal (maksimal)
 Kedaulatan negara mulai berkurang
 Berlaku hak lintas damai bagi kapal asing (the right pf innocent passage)
 Negara pantai mempunyai kedaulatan penuh atas ruang udara diatasnya +
dasar laut dan tanah di bawahnya

15. ZONA TAMBAHAN


Sudah bukan kedaulatan kita, tapi kita mempunyai hak
-
-

16. YURISDIKSI
Mempunyai kewenangan :
 Membuat aturan
 Mengadili
 Menegakkan aturan

17. PRINSIP YURISDIKSI


o Prinsip Teritorial
 Negara dimana tindak pidana dilakukan, disitulah pengadilan yang
berhak mengadili

o Merupakan Yurisdiksi terpenting, ratio :


 Negara dimana tindak pidana dilakukan adalah negara yang paling
terganggu dan dilanggar ketertibannya
 Pelaku, saksi dan bukti – bukti lebih mudah ditemukan di negara
tempat dilakukannya tindak pidana sehingga pengadilan
setempatlah yang paling tepat untuk mengadili

o Pengecualian terhadap Yurisdiksi Teritorial :


 Kapal publik asing (floating island principle)
 Negara asing dan Kepala Negara asing (Par im Parem non Hebet
imperium principle) : imunitas terbatas : jure imperii & jure
gestionis
 Perwakilan diplomatik asing (functional necessity principle)
 Angkatan bersenjata asing
 Lembaga internasional

o YURISDIKSI TERITORIAL SUBYEKTIF


 Perbuatan dimulai dari negara – negaranya sendiri tetapi diakhiri /
akibat (kerugian)-nya dirasakan di negara lain.

o YURISDIKSI TERITORIAL OBYEKTIF


 Perbuatan dimulai dari negara lain tetapi diakhiri / akibat (kerugian)-
nya dirasakan di negaranya sendiri.

o YURISDIKSI NASIONALITAS AKTIF


 Negara memiliki yurisdiksi terhadap warga negaranya yang
melakukan kejahatan di luar negeri

o YURISDIKSI NASIONALITAS PASIF


 Negara mempunyai yurisdiksi terhadap WNA yang melakukan
tindak pidana terhadap warga negara-nya sendiri di luar negeri

o YURISDIKSI UNIVERSAL
 Setiap negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili pelaku kejahatan
internasional yang dilakukan dimana pun tanpa memperhatikan
kebangsaan pelaku maupun korban (kejahatan perang, genosida, dll)
 Perdagangan wanita dan anak – anak, narkoba, pemalsuan uang.
hijacking  aut punire aut dedere principle

18. PRINSIP PERLINDUNGAN


 Negara mempunyai yurisdiksi terhadap WNA yang melakukan tindak
pidana di luar negeri yang melanggar kepentingan keamanan, integritas
kemerdakaan, dan kepentingan viral ekonominya.
 Ratio : akibat dari tindak pidana itu sangat merugikan negara terhadap
dimana tindak pidana itu ditujukan.

19. EKSTRADISI
 Penyerahan secara formal berdasarkan perjanjian, prinsip resiprositas atau
hubungan baik antar negara atas seseorang (tersangka, tertuduh, terdakwa,
terpidana) oleh negara. Tempat orang tersebut melarikan diri / bersembunyi
(Requested Stato) kepada negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili dan
menghukumnya atas permintaan dari negara tersebut (Requesting State) dengan
tujuan untuk diadili atau dilaksanakan hukumannya.

20. PRINSIP – PRINSIP EKSTRADISI


a. Prinsip Kejahatan Gand (Double Criminal)
 Perbuatan tindak pidana menurut hukum kedua negara merupakan kejahatan,
tetapi hanya satu kejahatan yang dilakukan.

b. Prinsip Kekhususan/Spesialitas
harus disebutkan telah melakukan kejahatan apa.

c. Prinsip Tidak Menyerahkan Pelaku Kejahatan Politik


paling sering digunakan untuk menolak ekstradisi.

d. Prinsip Tidak Menyerahkan Warga Negara Sendiri


negara mempunyai hak dan kewajiban untuk melindungi WN-nya sendiri.

e. Prinsip Ne bis in Idem


seseorang tidak dapat diadili dua kali atas kasus yang sama.

f. Prinsip Kadaluwarsa
apabila suatu aturan pidana telah hangus maka pelaku tindak pidana tersebut
tidak dapat diserahkan

TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL


 Kapan tanggung jawab negara dalam Hukum Internasional muncul?

21. SHAW
 Adanya suatu kewajiban HI yang berlaku antara dua negara tertentu
 Adanya suatu perbuatan/kelalaian yang melanggar kewajiban HI tersebut yang
melahirkan tanggung jawab negara
 Adanya kerusakan/kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar
hukum/kelalaian

22. DRAFT KONVENSI TANGGUNG JAWAB NEGARA :


 Setiap tindakan negara yang tidak sah secara Internasional melahirkan tanggung
jawab Internasional
 Tindakan yang tidak sah secara Internasional
 Berupa tindakan/kelalaian suatu negara menurut HI
 Tindakan tersebut merupakan suatu pelanggaran kewajiban HI
 Tindakan tersebut dapat dilimpahkan pada negara (Doktrin Impusabilitas)

 Individu dibagi menjadi 2, yaitu :


1. Agen Negara (State Actor)
 Yang bekerja/bertindak untuk negara/atas nama negara
 Jika sedang menjalankan tugas berlaku prinsip ABSOLUT
 Dapat dilimpahkan kepada negara
 State Responsibility (pertanggungjawaban negara)
 Pengadilan Internasional
2. Individu Biasa (Non-State Acter)
 Tidak dapat dilimpahkan kepada negara
 no state responsibility

23. DOKTRIN IMPUSABILITAS


o Pelanggaran HI yang dapat dilimpahkan pada negara, yaitu :
 Tindakan organ negara dalam kapasitas resminya (absolute principle)
 Tindakan individu/entity yang mendapat kuasa resmi dari negara
 Tindakan individu/entity, atas fasilitas negara
 Tindakan individu/entity, negara berusaha mencegah
 Kondisi negara chaos/tidak ada aparat negara
o Pelanggaran HI yang tidak dapat dilimpahkan pada negara :
 Tindakan individu di luar kontrol/kuasa/fasilitas negara
 Tindakan individu, negara sudah berusaha secara maksimal untuk
mencegah
 Tindakan aparat/organ negara diluar kapasitas resminya

PENGECUALIAN/PEMBEBASAN DIRI NEGARA DARI TUNTUTAN


PERTANGGUNGJAWABAN
 Ada beberapa alasan yang bisa digunakan negara untuk membela diri atau melepaskan diri
dari tuntutan pertanggungjawabn pihak asing.
24. PENERAPAN SANKSI ATAS DASAR HI
 Meskipun penggunaan kekerasan terhadap negara lain, namun negara dapat
melepaskan diri dari tuntutan pertanggungjawaban manakala penggunaan
kekerasan yang dilakukannya dalam rangka sanksi atas pelanggaran hukum
internasional yang dilakukan pihak asing

25. KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEUR)


 Negara dapat juga menggunakan pengecualian ini untuk membebaskan diri dari
pertanggungjawaban pihak asing manakala terjadi sesuatu hal/kejadian yang
merugikan pihak asing di luar prediksi negara dan memang tidak bisa diprediksi
sebelumnya, tidak ada kesengajaan dan negara tidak kuasa
mencegah/menghindarinya.

26. STATE NECESSITY


 Yang dapat digunakan negara untuk membebaskan diri dari
pertanggungjawaban adalah kepentingan negara yang darurat dan sangat penting
dilaksanakan untuk meminimalisasi kerugian yang akan terjadi

SUKSESI NEGARA DALAM HI


 State succesion / Succesion of State
 Suksesi pemerintah
 Suksesi negara : pergantian dari Predecessor State pada Succesor State dalam hal
kedaulatan (tanggung jawab) atas suatu wilayah dalam hubungan internasional.

27. MASALAH HUKUM SUKSESI NEGARA DALAM HI


 Sejauh mana hak dan kewajiban Predecessor State beralih pada Successor State?
 Common Doctrine (Universal Doctrine)
ketika terjadi suksesi negara maka seluruh hak dan kewajiban predecessor
beralih pada suksesinya.
 Clean State Doctrine
 pick & choose
 newly independent state
Ketika terjadi suksesi negara semestinya negara baru mulai dengan lembar
yang bersih, hak dan kewajiban dari predecessor tidak beralih pada suksesor
kecuali dikehendakinya.
 Devolution / Inheritance Agreement
KW ’78 : SN dalam kaitannya dengan Perjanjian Internasional
KW ’83 : SN dalam kaitanna dengan state property, arsip dan hutang
Pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat dari suatu negara berdaulat
kepada pemerintah pada tingkat subnasional, seperti tingkat regional, lokal
atau negara bagian.

28. BENTUK – BENTUK SUKSESI NEGARA


 SUKSESI UNIVERSAL
Tidak ada lagi international identity dari suatu negara karena seluruh
wilayahnya hilang / habis dibawah kedaulatan negara lain.
Contoh :
 Satu negara dicaplok negara lain (Korea - Jepang tahun 1910,
Kongo – Belgia tahun 1909)
 Satu negara habis terbagi wilayahnya menjadi beberapa negara baru
(Columbia : Venezuela, Equador dan New Granada
 Beberapa negara bergabung menjadi satu negara yang lebih besar

 SUKSESI PARSIAL
International identity dari predecessor state masih ada, negara ini hanya
mengalami perubahan berkaitan dengan luas willayahnya
Contoh : Indonesia kehilangan Provinsi Timor – Timur
[NOTE : berbeda bentuk SN berbeda pula akibat hukumnya]

SUKSESI NEGARA BERKAITAN DENGAN PERJANJIAN INTERNASIONAL


29. Pasal 34 KW ’69 tentang Perjanjian Internasional
 “Pacta tertiis nec nocunt nec procent”
(perjanjian tidak menimbulkan hak dan kewajiban kepada pihak ketiga tanpa
persetujuannya)
30. Pasal 17 & 24 KW ’78 tentang Suksesi Negara dalam kaitannya dengan
Perjanjian Internasional
 Tidak beralih pada successor state kecuali ditentukan lain dalam devolution
agreement.

31. MACAM PERJANJIAN INTERNASIONAL


 Despositive Treaties (boundary treaties & servitudes treaties)
Beralih pada successor state
 Personal Treaties
Tidak beralih pada successor state kecuali ditentukan lain

SUKSESI NEGARA BERKAITAN DENGAN :


32. ARSIP NEGARA
BERALIH pada successor

33. PUBLIC PROPERTY


 Newly Independent State Case
BERALIH pada suksesor baik benda bergerak maupun tetap dimanapun berada.
 Partial Succession
Hanya benda yang terletak di wilayah yang BERALIH saja yang menjadi hak
successor state.
 Private Property
TIDAK BERALIH pada suksesor

34. HAK – HAK KONSESI


 TIDAK ADA KEWAJIBAN bagi suksesor untuk melanjutkan hak – hak
konsesi tersebut
 Suksesor WAJIB MENGHORMATI hak – hak tersebut.
35. INTERNATIONAL CLAIM
 TIDAK BERALIH pada suksesor

36. STATE DEBT


 Newly Independent State
TIDAK BERALIH pada suksesor kecuali ditentukan lain dalam perjanjian
antar keduanya
 Partial Succession
Take the benefit with the burden principle
 Unification of State
BERALIH pada suksesor
 Disintegration of State
BERALIH pada suksesor secara proporsional sesuai dengan kemampuan
masing – masing suksesor dilihat dari luas wilayah kekayaan alam, jumlay
penduduk, dll yang dimiliki suksesor.

 good luck 

Anda mungkin juga menyukai