Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA

USAHA NEGARA JAMBI

NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI


BY : ANNEKA SALDIAN MARDHIAH

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa sengketa tata usaha negara

adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau

badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di

pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha

Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Pada dasarnya sengketa Tata Usaha Negara terjadi karena adanya seseorang

atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu

Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan

oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata

Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi

seseorang atau badan hukum perdata. Gugatan yang diajukan oleh seseorang atau

badan hukum yang merasa dirugikan tersebut haruslah dengan alasan-alasan

sesuai yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) UU No 5 Tahun 1986.


Secara umum jika kita kaji mengenai Isi atau bagian-bagian dari suatu

Putusan, maka hal ini diatur dalam Pasal 109 ayat (1) UU Peradilan Tata Usaha

Negara, yaitu memuat:

a. Kepala putusan harus berbunyi: “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa “.

b. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman para pihak yang bersengketa.

c. Ringkasan gugatan dan jawaban Tergugat yang jelas.

d. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam

persidangan selama sengketa itu diperiksa.

e. Alasan hakim yang menjadi dasar putusan.

f. Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara.

g. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera serta

keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.

Menurut hemat Penulis, Putusan Pengadilan Tata Usaha Negera Jambi Nomor: 01/

G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI secara keseluruhan sudah memuat semua bagian-

bagian isi dari suatu putusan sesuai Pasal 109 ayat (1) di atas.

Untuk mempermudah pemahaman Pembaca mengenai analisis terhadap

Putusan sengketa tata usaha negara yang dalam hal ini terhadap Putusan

Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI di

atas, maka Penulis akan mencoba menjelaskan atau menguraikannya satu persatu

dari hal-hal yang perlu untuk diketahui.

Secara keseluruhan jika kita sudah pada tahap penganalisaan suatu Putusan

Pengadilan Tata Usaha Negara maka secara tidak langsung sudah menunjukkan
bahwa prosedur sebelumnya sudah terpenuhi, yaitu seperti mengenai syarat-syarat

dari suatu surat gugatan terutama syarat formil, yang jika dalam kasus sengketa

tata usaha negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

Jambi di atas adalah diajukan oleh Ir.Sudjarwo (Penggugat), didaftarkan 9 Januari

2003 dengan Register Perkara Nomor : 01/ G/TUN/ 2003/ PTUN.JBI . Tidak

mungkin suatu sengketa tata usaha negara dapat diperiksa, diadili, dan diputus di

PTUN jika tidak lulus dari pemeriksaan awal suatu surat gugatan di Kepaniteraan

PTUN, Karena sebelum surat gugatan dapat di daftarkan di Kepaniteraan

Pengadilan Tata Usaha Negara syarat formilnya harus terpenuhi secara lengkap

terlebih dahulu, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b Jo Pasal

56 UU No.5 Tahun 1986. Beberapa hal lain yang perlu kita cermati adalah:

A. Kompetensi Mengadili

Sengketa Tata Usaha Negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata

Usaha Negara Jambi di atas, Penulis sependapat dengan eksepsi Tergugat dan

putusan Hakim, karena jenis sengketa tersebut adalah sengketa kepegawaian,

sehingga berdasarkan pada Pasal 48 Jo Pasal 51 ayat(3) Undang-Undang No.5

Tahun 1986 seharusnya gugatan tersebut di ajukan ke Pengadilan Tinggi Tata

Usaha Negara. Maka Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi tidak berwenang

memeriksa perkara tersebut.

B. Subjek Sengketa

Ketentuan mengenai pencantuman pihak-pihak dalam sengketa tata usaha ini

di atur dalam Pasal 109 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang
No.5 Tahun 1986, bahwa yang harus dicantumkan terkait subjek atau pihak-pihak

yang berperkara dalam proses Peradilan Tata Usaha Negara ini adalah Pertama;

nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan penggugat atau kuasanya.

Kedua; nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat.

Pada contoh kasus sengketa tata usaha di atas pihak yang berperkara adalah:

1. Penggugat

Nama : Sudjarwo

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jalan Imam Bonjol No.28 RT.18 RW.05, Kelurahan Pematang Kandis, Bangko

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Pemda Kabupaten Merangin

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 05/ TUN/ LBHDB/ II/ 2003 tanggal 4

Februari 2003 memberikan kuasa kepada Faidillah Darma SH, Budi Asmara SH,

dan Alimin SH, Advokat/Pengacara yang tergabung dalam Lembaga Bantuan

Hukum “Darma Bakti”.

2. Tergugat

Nama Jabatan : Bupati Merangin

Tempat Kedudukan : Jalan Jenderal Sudirman No.1 Bangko

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 067/SKH/HK&ORG/2003 tanggal 20

Januari 2003 dan Surat Kuasa Khusus Nomor: 137/ SKH/HK&ORG/ 2003

tanggal 30 Januari 2003 Jo Nomor : B-78/ N.5.14/ G.31/ 2003 tanggal 30 Januari

2003 memberi kuasa kepada Irdam SH, Isnadil SH, Dedie Tri Hariyadi SH, Asep

Dahwan S. SH.
C. Objek Sengketa

Objek yang disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan

Tata Usaha Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-

Undang No.5 Tahun 1986, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha

Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang

bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi

seseorang atau badan hukum perdata.

Dalam perkara ini objek gugatan yang diajukan oleh Penggugat merupakan

suatu Keputusan Tata Usaha Negara yaitu berupa Surat Keputusan Bupati

Merangin No. 335 tahun 2002 tanggal 03 Desember 2002 tentang Pemberhentian

Penggugat ( Sudjarwo ) dari Jabatan Kepala Dinas Tata Kota Kabupaten Merangin

(eselon II/b) menjadi Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Pariwisata Kabupaten

Merangin (eselon III/a).

Berdasarkan hal tersebut, Maka benarlah bahwa kasus tersebut termasuk

kedalam objek sengketa tata usaha negara, tepatnya sengketa kepegawaian yang

dapat diperiksa di Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi, karena selain merupakan

suatu penetapan tertulis yang bersifat individual, konkret, dan final, juga pihak

Penggugat merasa dirugikan oleh keputusan tersebut.

D. Posita Dan Petitum


Seperti yang telah diketahui bahwasanya pada penulisan ini Penulis sedang

menganalisis sebuah Putusan Tata Usaha Negara. Suatu Putusan Pengadilan Tata

Usaha Negara akan berisikan rangkuman secara keseluruhan dari pemeriksaan-

pemeriksaan yang telah dilakukan selama persidangan sesuai isi/sistematika

putusan yang telah ditentukan undang-undang. Walaupun pada dasarnya Posita

dan Petitum gugatan berawal dari suatu surat gugatan, namun hal itu tidak

menghalangi kita untuk dapat mengetahui apa yang menjadi Posita maupun

Petitum dari gugatan Penggugat, karena hal tersebut tetap dicantumkan pada suatu

Putusan Tata Usaha.

Posita atau dasar gugatan berisikan dalil-dalil Penggugat untuk mengajukan

gugatan yang diuraikan secara ringkas, sederhana, dan harus jelas atau terang,

biasanya berisi tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang

merupakan uraian dari duduk perkara suatu sengketa dan berisi fakta hukum

terkait hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat. Sedangkan Petitum

adalah kesimpulan gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh Penggugat

untuk diputuskan oleh Hakim.

Pada sengketa Tata Usaha Negara sesuai contoh Putusan Pengadilan Tata

Usaha Negara Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/PTUN.JBI di atas, yang menjadi

Posita dan Petitumnya adalah:

1. Posita

Secara keseluruhan uraian mengenai kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa

terkait duduk perkara yang tertuju pada dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha

Negara dapat dilihat dan dicermati pada halaman ke-2 dari Putusan TUN tersebut.
Bertitik tolak kepada ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang No.9 Tahun

2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.5 Tahun 1986, bahwa alasan-

alasan Penggugat untuk menggugat adalah:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi di atas, alasan

Penggugat mengatakan KTUN tersebut bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan adalah karena penerbitan SK Bupati Merangin Nomor 335

Tahun 2002 tanggal 3 Desember 2002 tersebut adalah bertentangan dengan

Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 13 Tahun 2002 yang

merupakan ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000

yang menyebutkan bahwa “ untuk menjamin pembinaan karir yang sehat tidak

diperbolehkan perpindahan jabatan struktural dari eselon yang lebih tinggi

kedalam eselon yang lebih rendah”.

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan azas-azas

umum pemerintahan yang baik

Pada contoh salinan Putusan PTUN di atas, hal ini dapat dilihat atau dibuktikan

pada penjabaran “duduk perkara” point ke 16-17, yang menyebutkan bahwa

mutasi yang dirasa merugikan Penggugat tersebut dinilai melanggar atau tidak

sesuai dengan azas kepatutan kepegawaian yang berlaku umum dan azas larangan

berbuat sewenang-wenang.

2. Petitum
Yang menjadi tuntutan Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim terhadap perkara

gugatan dalam sengketa tata usaha negara tersebut adalah:

a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya

b. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Bupati Merangin No. 335

Tahun 2002 tertanggal 3 Desember 2002 tentang Pemberhentian Penggugat dari

Jabatan Kepala Dinas Tata Kota Kabupaten Merangin yang ditempatkan sebagai

Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Pariwisata, Seni dan Kebudayaan Kabupaten

Merangin

c. Memerintahkan Tergugat menerbitkan Surat Keputusan yang isinya mencabut

Surat Keputusan Bupati Merangin yang disebutkan di atas

d. Memerintahkan Tergugat untuk menerbitkan Surat Keputusan yang isinya

merehabilitasi Penggugat sesuai harkat, martabat dan kedudukannya

e. Menetapkan bahwa Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi

tentang penundaan pelaksanaan lebih lanjut Surat Keputusan yang menjadi objek

sengketa, tetap sah dan berlaku

f. Menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara yang timbul dalam

perkara.

E. Tenggang Waktu

Tenggang waktu gugatan adalah batas waktu atau kesempatan yang diberikan

oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk

memperjuangkan haknya dengan cara mengajukan gugatan melalui Peradilan Tata

Usaha Negara.
Ketentuan mengenai tenggang waktu ini diatur dalam Pasal 55 Undang-

Undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu “gugatan

dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak

saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara “. Artinya adalah bahwasanya gugatan tersebut harus diajukan paling

lambat 90 hari sejak diterima atau diumumkannya Keputusan Tata Usaha Negara.

Seperti yang diketahui bahwa bentuk kasus sengketa tata usaha negara dalam

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi di atas adalah termasuk kedalam

bentuk sengketa kepegawaian, yaitu sengketa yang timbul dalam bidang Tata

Usaha Negara antara orang yang menduduki jabatan sebagai Pegawai Negeri

dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah

sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara di bidang kepegawaian

yang dapat berupa hukuman disiplin, dan atas dasar human disiplin tersebut

tersedia upaya administratif, yang dalam sengketa ini adalah berupa Banding

Administratif.

Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa “

Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa

Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya

administratif yang bersangkutan telah digunakan “. Artinya adalah bahwa dalam

sengketa kepegawaian haruslah terlebih dahulu melakukan upaya administratif

secara keseluruhan/sampai selesai jika pihak yang ingin mengajukan gugatan

ingin gugatannya diperiksa, diputus, dan diselesaikan di PTUN.


Dalam contoh kasus sengketa tata usaha negara di atas, Surat Keputusan (SK)

Bupati Merangin No. 335 tahun 2002 yang diterbitkan tanggal 3 Desember 2002,

Sudjarwo sebagai pihak yang merasa dirugikan (Penggugat) baru mengetahui

mengenai Surat Keputusan (SK) pemutasiannya dari Kepala Dinas Tata Kota

Kabupaten Merangin (eselon II/b) menjadi Kepala Bagian Tata Usaha Dinas

Pariwisata Kabupaten Merangin (eselon III/a) pada tanggal 30 Desember 2002

dan baru menerimanya tanggal 6 Januari 2003.

Penggugat mengajukan surat keberatan kepada Tergugat sebagai bentuk

Banding Administratif dengan Nomor surat 800/ 873/DTK/ 2002 pada tanggal 31

Desember 2002, dan diteruskan oleh Tergugat kepada atasannya untuk memproses

surat keberatan tersebut tanggal 4 Januari 2003. Sebelum surat keberatan itu

diproses dalam waktu yang sudah ditentukan, Penggugat sudah terlebih dahulu

mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi tanggal 9 Januari

2003.

Seharusnya tindakan yang tepat dilakukan Penggugat adalah menunggu proses

keberatan atau upaya administrasi tersebut berjalan sampai batas waktu yang

ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 20 ayat (1) PP No.30 Tahun 1980 yang menyebutkan bahwa “Kepada

Pejabat yang menerima surat keberatan, paling lama 3 (tiga) hari harus

meneruskan kepada instansi atasannya, dan kepada instansi atasan pejabat tersebut

diberi kesempatan untuk menjawab paling lama 1 (satu) bulan terhitung mulai

tanggal ia menerima surat keberatan itu “.


Dari uraian di atas dan berdasarkan pada Pasal 48 ayat (2) “ Pengadilan baru

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang

bersangkutan telah digunakan”, Maka dapat dikatakan bahwa sengketa Tata Usaha

Negara pada contoh Putusan di atas, Pengadilan yang ditujukan Penggugat untuk

mengajukan gugatan tidaklah berwenang dan gugatan tersebut Prematur (belum

waktunya mengajukan gugatan).

F. Pembuktian

Pembuktian merupakan pengujian terhadap ada atau tidaknya suatu fakta,

dapat berupa fakta hukum yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang

keberadaannya tergantung dari penerapan suatu peraturan perundang-undangan,

dan fakta biasa yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang juga ikut

menentukan adanya fakta hukum tertentu (Wiyono, 2007: 148). Fakta-fakta yang

disebutkan di atas akan menjadi bahan pertimbangan Hakim dalam menentukan

putusan akhir.

Jika mencermati contoh putusan di atas, yang menjadi fakta biasa dalam

sengketa Tata Usaha Negara tersebut berdasarkan pada bukti-bukti yang ada

diantaranya adalah bahwa kinerja Penggugat (Sujdarwo) ketika menjabat sebagai

Kepala Dinas Tata Kota adalah kurang baik, hal ini dapat dilihat pada halaman ke-

34 Putusan tersebut terkait pertimbangan Hakim menyebutkan “ Menimbang,

bahwa dari semua saksi yang diajukan oleh Tergugat sebanyak 4 (empat) orang

kesemuanya menerangkan kinerja Penggugat sebagai Kepala Dinas Tata Kota


adalah kurang baik”. Sedangkan yang menjadi Fakta hukum dari sengketa Tata

Usaha Negara yang timbul dari adanya fakta biasa di atas diantaranya adalah

dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh Tergugat (Bupati

Merangin) berupa Surat Keputusan(SK) Bupati Merangin Nomor 335 Tahun 2002

tanggal 3 Desember 2002 tentang Pemberhentian, Pemindahan, dan Pengangkatan

Penggugat ( Sudjarwo) dari Kepala Dinas Tata Kota Kabupaten Merangin(eselon

II/b) menjadi Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya

Kabupaten Merangin(eselon III/a).

Pada Pasal 107 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata

Usaha Negara menyebutkan “ Hakim menetukan apa yang harus dibutikan, beban

pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian

diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim”.

Dengan demikian Hakim dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

sengketa Tata Usaha Negara memiliki kebebasan atau dapat menentukan sendiri

siapa yang harus dibebani pembuktian, serta Hakim tidak tergantung atau terikat

pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa.

Terkait alat bukti, Undang-Undang No 5 Tahun 1986 mengaturnya dalam

Pasal 100, yaitu:

a. Surat atau tulisan

b. Keterangan ahli

c. Keterangan saksi

d. Pengakuan para pihak

e. Pengetahuan Hakim.
Atas dasar pengaturan terkait alat bukti sebagai pada pasal-pasal di atas, maka

pada contoh kasus/sengketa di atas menurut pencermatan Penulis alat bukti yang

digunakan sebagai pertimbangan Hakim dalam menentukan putusan akhir adalah:

a. Surat atau tulisan ; Bukti ini dapat diperhatikan dari uraian bukti-bukti surat yang

diajukan oleh Penggugat maupun Tergugat berupa foto copy yang telah dilegalisir,

bermaterai cukup atau dengan kata lain surat-surat yang sudah dianggap sah dan

dapat dipergunakan di Pengadilan.

b. Keterangan ahli ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut pihak

Penggugat telah mengajukan 1 (satu) orang saksi ahli untuk diperdengarkan

kesaksiannya di depan Hakim tentang hal yang diketahuinya berdasarkan

pengalaman dan pengetahuannya.

c. Keterangan saksi ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut juga

diperdengarkan keterangan dari saksi-saksi (saksi fakta) yang diajukan oleh

Penggugat dan Tergugat.

d. Pengetahuan Hakim ; Dalam hal ini adalah pengetahuan hakim mengenai azas-

azas dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemeriksaan dan

penyelesaian suatu sengketa tata usaha negara, misalnya pada sengketa TUN

dalam Putusan di atas adalah sehubungan dengan pertimbangan Hakim untuk

mencabut Penetapan Ketua Pengadilan TUN Jambi mengenai Penangguhan

Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan karena

berdasarkan fakta yang ada bahwa jabatan Dinas Tata Kota merupakan institusi

pelayanan publik yang harus terus berjalan dan tidak boleh dibiarkan kosong.

Maka disinilah letak pertimbangan Hakim yang sesuai dengan pengetahuannya,


yaitu berdasarkan pada azas penyelenggaraan kepentingan umum dan Pasal 67

ayat (4) huruf b yang menyebutkan bahwa “permohonan penundaan pelaksanaan

Keputusan Tata Usaha Negara tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum

dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut”.

Dari penjelasan di atas,maka menurut Penulis dengan adanya lebih dari dua alat

bukti yang digunakan sebagai pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus

perkara, maka amar/putusan yang ditetapkan atau diambil oleh Hakim nantinya

tidak akan diragukan lagi ketepatan putusannya.

G. Diktum / Amar Putusan

Setelah semua tahap-tahap pemeriksaan di persidangan dilakukan (pembacaan

gugatan oleh Penggugat, pembacaan jawaban dari Tergugat, replik, duplik,

pengjuan alat-alat bukti, kesimpulan), diman inti dari hasil pemeriksaan di sidang

Pengadilan mengenai sengketa Tata Usaha Negara itu adalah Pertama, Penggugat

mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang dikeluarkan oleh Tergugat agar

dinyatakan batal atau tidak sah. Kedua, Tergugat mengajukan kesimpulan bahwa

KTUN yang telah dikeluarkan adalah sah (Wiyono, 2007: 123).

Kini tibalah saatnya kita pada tahap pembahasan penjatuhan putusan akhir.

Diktum atau Amar Putusan adalah apa yang diputuskan secara final oleh

pengadilan dan merupakan titik akhir yang terpenting bagi Penggugat atau

Tergugat, dengan kata lain Diktum atau amar putusan juga dapat dikatakan

jawaban atau tanggapan dari petitum.


Putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim setelah

pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara selesai yang mengakhiri sengketa

tersebut pada tingkat pengadilan tertentu. Berdasarkan Pasal 97 ayat (7) bentuk

Putusan pengadilan dapat berupa:

1. Gugatan ditolak

2. Gugatan dikabulkan

3. Gugatan tidak diterima

4. Gugatan gugur.

Pada contoh sengketa Tata Usaha Negara dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha

Negara Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI di atas yang menjadi

Diktum atau Amar putusan yang diputuskan dalam Rapat Permusyawaratn

Majelis Hakim pada hari Rabu tanggal 7 Mei 2003 yaitu, mengadili:

1. Menerima Eksepsi Tergugat

2. Mencabut Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/ G/

TUN/ 2003/ PTUN.JBI. tanggal 24 Januari 2003

3. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima

4. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang diperhitungkan

sebesar Rp. 427.000,- (empat ratus dua puluh tujuh rupiah).

Dengan diterimanya eksepsi tergugat maka otomatis gugatan Penggugat tidak

diterima yaitu putusan yang menyatakan bahwa syarat-syarat yang telah

ditentukan tidak dipenuhi oleh gugatan yang diajukan oleh Penggugat dan Diktum

putusan tersebut tidak membawa perubahan apa-apa dalam hubungan hukum yang

ada antara Penggugat dengan Tergugat, artinya keadaan tetap seperti yang berlaku
semula, dimana Penggugat ( Sudjarwo ) tetap pada posisi jabatannya ketika

dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi Objek sengketa dan

Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Tergugat (Bupati Merangin)

tetap berlaku atau sah menurut hukum, yaitu dengan adanya Putusan Hakim

mencabut Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/ G/

TUN/ 2003/ PTUN.JBI. tanggal 24 Januari 2003 tentang Penundaan Pelaksanaan

Lebih Lanjut Surat Keputusan tanggal 3 Desember 2002 Nomor 335 Tahun 2002.

Menghukum Penggugat(Sudjarwo) untuk membayar biaya perkara menurut

Penulis sudah tepat, karena berdasarkan Pasal 100 Undang-Undang No.5 Tahun

1986 menyebutkan bahwa “Pihak yang dikalahkan untuk seluruhnya atau

sebagian dihukum membayar biaya perkara”. Lebih lanjut Pasal 111 UU No.5

Tahun 1986 mengatur, yang termasuk dalam biaya perkara itu adalah:

a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai

b. Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa dengan catatan bahwa pihak yang meminta

pemeriksaan lebih dari lima orang saksi harus membayar biaya untuk saksi yang

lebih itu meskipun pihak tersebut dimenangkan

c. Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang dan biaya lain yang

diperlukan bagi pemutusan sengketa atas perintah Hakim Ketua Sidang.

Yang perlu ditekankan dalam penjatuhan putusan adalah bahwa Majelis Hakim

wajib menjatuh putusan terhadap semua petitum dan dilarang menjatuhkan

putusan di luar atau melebihi petitum.

Pasal 68 ayat(1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan “Pengadilan

memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara dengan tiga orang Hakim”.
Jika kita cermati, pada contoh Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas sudah

memenuhi aturan Pasal tersebut, dapat terlihat pada bagian penutup Putusan

PTUN, Majelis Hakim yang memutus tersebut adalah M.Arif Nurdu’a,SH Ketua

Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi selaku Hakim Ketua Majelis, R.Basuki

Santoso,SH dan Husban,SH masing-masing sebagai Hakim Anggota.

Pasal 108 ayat(1) dan(2) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 mengatur bahwa

Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan jika

hal tersebut tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan putusan Pengadilan tidak

sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Jika berpandangan pada pasal

tersebut, contoh Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas adalah sah dan

mempunyai kekuatan hukum, karena putusan tersebut diucapkan dalam sidang

yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 8 Mei 2003 oleh

Majelis Hakim dan dibantu oleh Bowo Winoto, SH sebagai Panitera sidang yang

dihadiri oleh Kuasa Penggugat dan Kuasa Tergugat.

Kekuatan hukum dari Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas adalah

mengikat semua yang berkepentingan untuk menaati dan melaksanakannya, yaitu

semua orang dan/atau semua badan hukum, baik badan hukum perdata maupun

badan hukum publik, karena Putusan Hakim di lingkungan Peradilan Tata Usaha

Negara mengikuti azas Erga Omnes, yang artinya putusan berlaku bagi semua

orang.

KESIMPULAN
Dari uraian analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa Putusan Tata Usaha

Negara Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI. terkait sengketa Tata Usaha

Negara antara Sudjarwo(Penggugat) yang menggugat Surat Keputusan Bupati

Merangin No.335 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Bupati Merangin(Tergugat)

secara keseluruhan sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan, baik dari segi isi putusan maupun maupun sistematika putusan, begitu

juga dengan Subjek, Objek, Kompetensi, tenggang waktu mengajukan gugatan

sudah tepat. Sehingga hal tersebut mengindikasikan bahwa Putusan Tata Usaha

Negara tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Anda mungkin juga menyukai