Anda di halaman 1dari 52

KEKUASAAN KEHAKIMAN

MATERI PERKULIAHAN
HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS HUKUM UI
Perbedaan Sistem Hukum
Negara2 di dunia mengenal adanya perbedaan sistem hukum yang karenanya
sangat menentukan tatanan kehidupan kenegaraan yang tercakup di dalamnya.
Sistem Hukum yang berlaku di dunia antara lain:
 Sistem Hukum Civil Law (Eropa Kontinental)  Rechtsstaat
 Sistem Hukum Common Law (Anglo Saxon)  Rule of Law
 Sistem Hukum Islam  Nomokrasi Islam
 Sistem Hukum Sosialis  Socialist Legality
 Sistem Hukum Adat

Perbedaan sistem hukum ini menimbulkan konsekwensi pada mazhab hukum


yang dianut pada wilayah tertentu, terkait dengan sistem peradilan dan
kekuasaan kehakiman yang berlaku di dalamnya.
Rechtsstaat (Negara Hukum)
Gagasan konstitusionalisme Negara Hukum (RechtsStaat) di Eropa
Kontinental (tempat berlakunya sistem hukum civil law) pada abad
ke 19 hingga permulaan abad 20, oleh ditandai dengan Ciri2:
 Jaminan atas perlindungan HAM;
 Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin HAM
 trias politica;
 Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang2an
 (Wetmatigheid van Bestuur);
 Peradilan Administrasi.

(Friedrich Julius Stahl)


Rule of Law

Sementara pada wilayah negara-negara Anglo Saxon,


berkembang prinsip Rule of Law:
 Supremasi Hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-
wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika
melanggar hukum;
 Kedudukan yang sama di depan hukum baik bagi rakyat biasa
maupun bagi pejabat;
 Terjaminnya HAM oleh UUD dan keputusan pengadilan.

(A.V. Dicey)
Negara Kemakmuran (Welvaarts Staat
atau Welfare State)
Berkembang pada abad XX
Wetmatigheid menjadi rechtmatigheid
Paul Scholten dan Scheltema (Eropa Kontinental)
Wade dan Philip (Anglo Saxon)
Negara Hukum Konsep International
Commision of Jurist di Bangkok (1965)

Unsur-unsur dari rule of law:


oAdanya proteksi konstitusional
oAdanya pengadilan yang bebas dan tidak memihak
oAdanya pemilihan umum yang bebas
oAdanya kebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat
oAdanya tugas oposisi
oAdanya pendidikan civic
Teori Pemisahan Kekuasaan
Montesquieu The Spirit of Laws (1748)
Montesquieu memisahkan 3 (tiga) jenis kekuasaan,
yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan
kekuasaan yudikatif. Berbeda dengan John Locke
yang memasukkan kekuasaan yudisial dalam
kekuasaan eksekutif, Montesquieu memandang
kekuasaan pengadilan sebagai kekuasaan yang
berdiri sendiri.
Teori Pemisahan Kekuasaan
Montesquieu The Spirit of Laws (1748)
Bila kekuasaan legislatif dan eksekutif dipegang oleh
satu orang atau oleh sebuah badan, maka tidak akan
ada kebebasan karena warga negara akan khawatir
jika raja atau senat yang membuat UU tirani akan
memerintah mereka secara tiran.
Teori Pemisahan Kekuasaan
Montesquieu The Spirit of Laws (1748)
 Kebebasan pun tidak ada jika kekuasaan kehakiman
tidak dipisahkan dari kekuasaan legislatif dan
kekuasaan eksekutif, maka kekuasaan atas
kehidupan dan kebebasan warga negara akan
dijalankan sewenang-wenang karena hakim akan
menjadi pembuat hukum, dan jika hakim disatukan
dengan kekuasaan eksekutif maka hakim bisa
menjadi penindas
LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN 5
menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PUSAT
UUD 1945

BPK Presiden DPR MPR DPD MA MK


kpu bank
sentral
kementerian badan-badan lain KY
negara
yang fungsinya
dewan berkaitan dengan
pertimbangan
kekuasaan
TNI/POLRI kehakiman

Perwakilan Pemerintahan Daerah Lingkungan


BPK Provinsi Provinsi
Peradilan Umum
Gubernur DPRD
Lingkungan
Peradilan Agama
Lingkungan
Peradilan Militer
Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota Lingkungan
Bupati/ Peradilan TUN
DPRD
Walikota

DAERAH
Pasal 24 Perubahan Ketiga UUD Negara R.I.
Tahun 1945:

(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang


merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan.
(2) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara; dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
MAHKAMAH KONSTITUSI
MAHKAMAH KONSTITUSI
Pasal 24C Perubahan Ketiga UUD Negara R.I. Tahun 1945:
a.Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD
b.Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD
c.Memutus pembubaran Parpol
d.Memutus perselisihan tentang hasil Pemilu
e.Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wapres
MAHKAMAH KONSTITUSI

 Pasal 29 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009: Kewenangan lain yang


diberikan UU
 Memeriksa dan memutus sengketa hasil pemilihan kepala daerah (UU No
12 Tahun 2008)
MAHKAMAH AGUNG
MAHKAMAH AGUNG

Pasal 24A ayat (1) Perubahan Ketiga UUD Negara R.I. Tahun
1945:
“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi,
menguji perundang-undangan di bawah UU terhadap UU dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh UU.”
Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Tata Urut Peraturan Perundang-undangan menurut


Tap MPR No. III tahun 2000:
 UUD 1945;
 Tap MPR;
 UU;
 Perpu;
 PP;
 Keppres;
 Perda.
Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Tata Urut Peraturan Perundang-undangan menurut


UU No. 10 tahun 2004:
 UUD NRI tahun 1945;
 UU/Perpu;
 Peraturan Pemerintah;
 Peraturan Presiden;
 Peraturan Daerah
 Tingkat Provinsi, Kabupaten/kota dan Desa
Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Tata Urut Peraturan Perundang-undangan menurut


UU No. 12 tahun 2011:
 UUD NRI tahun 1945;
 Tap MPR;
 UU/Perpu;
 Peraturan Pemerintah;
 Peraturan Presiden;
 Peraturan Daerah
 Tingkat Provinsi, Kabupaten/kota dan Desa
Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Tata Urut Peraturan Perundang-undangan menurut Ketetuan
Pasal 7 UU No. 12 tahun 2011:
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pengujian Peraturan Perundang-undangan
 Pengujian Undang-undang dilakukan oleh Mahkamah
Konstitusi;
 Pengujian Peraturan Perundang-undangan di bawah
Undang-undang dilakukan oleh Mahkamah Agung;
 Khusus untuk Peraturan Daerah, pengujiaannya dapat
pula dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri selaku bagian
dari pemerintah pusat yang berwenang membina
pemerintahan daerah.
Hak Asasi Manusia dan
Kewajiban Dasar Manusia
 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan
Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia;

 Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang


apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya
dan tegaknya hak asasi manusia.
a.    Fungsi Peradilan
 Peradilan kasasi
 Peradilan untuk sengketa tentang:
(a) kewenangan mengadili
(b) perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang R.I.
(Pasal 33 UU No. 14 Tahun 1985)
 Peradilan untuk permohonan PK
 Peradilan untuk pengujian per-UU-an di bawah UU terhadap UU
 Peradilan di bidang Penyelesaian Perselisihan di Daerah:
  Permohonan keberatan terhadap pembatalan Peraturan Daerah dan
Keputusan Kepala Daerah oleh Pemerintah (Pasal 145 UU No. 32 Tahun
2004)
b. Fungsi Pengawasan
      
i. Pengawasan terhadap perbuatan para Pejabat Pengadilan
ii. Pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan
iii.Pengawasan yang dilakukan bersama-sama dengan
Pemerintah terhadap Penasihat Hukum dan Notaris
        

c. Fungsi Mengatur

a.  SEMA: yaitu suatu bentuk edaran dari Mahkamah Agung ke seluruh


jajaran peradilan yang isinya merupakan bimbingan dalam
penyelenggaraan peradilan yang lebih bersifat administrasi.

b. PERMA: yaitu suatu bentuk peraturan dari prinsip Mahkamah Agung ke


seluruh jajaran peradilan tertentu yang isinya merupakan ketentuan
bersifat hukum beracara
 
d. Fungsi Penasehat
 Pasal 22 UU No 48 Tahun 2009
“MA dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah
hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan”
 Pasal 37 UU No 14 Tahun 1985
““MA dapat memberi pertimbangan2 dalam bidang hukum baik diminta
maupun tidak kepada Lembaga Tinggi Negara yang lain.”
 Pasal 35 UU No 5 Tahun 2004
“MA memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam
permohonan grasi dan rehabilitasi.”
e. Fungsi Administratif

 Pasal 21 ayat (1) UU No 48 Tahun 2009


“Organisasi, administrasi, dan finansial MA dan badan
peradilan yg berada di bawahnya berada di bawah
kekuasaan MA.”
f. Tugas dan kewenangan lain
Pasal 39 dan penjelasannya UU No 14 Tahun 1985
Badan Peradilan Umum

 Merupakan lingkungan kekuasaan kehakiman yang bersifat umum (the


ordinary court) yang memutus semua perkara pidana dan perdata atau
permohonan yg tidak menjadi kompetensi badan peradilan khusus
(peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara)
Badan Peradilan Umum

 UU No 8 Tahun 2004 ttg Peradilan Umum


 Kek keh dalam lingkungan badan peradilan umum dilaksanakan 2
badan peradilan:
a. PN sbg peradilan tingkat pertama
b. PT sbg peradilan tingkat banding
Badan Peradilan Umum

 Pasal 27 ayat (1) UU No 48 Th 2009


“Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu
lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung”
 Penjelasan:
“Yang dimaksud dengan “pengadilan khusus” dalam ketentuan ini,
antara lain, adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan
HAM, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan
industrial yg berada di lingkungan peradilan umum, dan pengadilan
pajak di lingkungan peradilan tata usaha negara.”
Badan Peradilan Agama

 Pasal 2 UU No 3 Th 2006
“Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu
sebagaimana dimaksud dalam UU ini.”
Badan Peradilan Agama

 Pasal 49 UU No 3 Th 2006
“Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang:
Perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, ZIS, dan ekonomi syar’iyah”
Badan Peradilan Agama

 Pasal 3A UU No 3 Th 2006
“Di lingkungan Peradilan Agama dapat diadakan pengkhususan
pengadilan yang diatur dengan UU.”
Penjelasan:
“Pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama adalah
pengadilan syari’ah Islam yg diatur dengan UU. Mahkamah
Syar’iyah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yg dibentuk
berdasarkan UU Otonomi Khusus bagia Daerah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam…”
Badan Peradilan Agama

Dihapusnya kalimat yang terdapat dalam Penjelasan Umum UU No. 7


Tahun 1989: “Para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangakn
untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan.”
Badan Peradilan Militer

 Baru diadakan kembali dengan UU No 7 Tahun 1946


Susunan Pengadilan

 Pasal 12 UU No. 31 Th 1997


Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer terdiri dari:
a. Pengadilan Militer
b. Pengadilan Militer Tinggi
c. Pengadilan Militer Utama
d. Pengadilan Militer Pertempuran
Badan Peradilan Militer

 Berdasarkan pasal 29 UU No 2 Tahun 2002 ttg Kepolisian Negara RI,


anggota kepolisian tunduk pada kekuasaan peradilan umum (Peradilan
Kepolisian masuk ke Peradilan Militer berdasarkan Kepres No. 290/1964,
Pen.Pres No. 3 Tahun 1965 diganti Pen.Pres No. 23/1965)
Badan Peradilan Militer

 Pasal 16 UU No 48 Tahun 2009 jo pasal 198 UU No 31 Tahun 1997


Peradilan koneksitas dilakukan di peradilan umum kecuali dalam keadaan
tertentu yang ditentukan menurut keputusan ketua MA.
Badan Peradilan Tata Usaha Negara
Pasal 1 Angka 3 UU No. 5 Tahun 1986
“Keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yg
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yg berisi
tindakan hkm TUN yg berdasarkan peraturan per-
UU-an yg berlaku, yg bersifat konkret, indivudual,
dan final yg menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.”
Badan Peradilan Tata Usaha Negara
Penjelasan:
 Bersifat konkret: obyek yg diputuskan dalam
Keputusan TUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud,
tertentu, atau dapat ditentukan
 Bersifat indivudual: Keputusan TUN tidak ditujukan
utk umum, ttp tertentu baik alamat maupun hal yg
dituju
 Bersifat final: sdh definitif dan karenanya dapat
menimbulkan akibat hukum
Badan Peradilan Tata Usaha Negara
 Pasal 9A UU No 9 Th 2004
“Di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat
diadakan pengkhususan pengadilan yang diatur
dengan UU.”
Penjelasan:
“Yg dimaksud dengan “pengkhususan” adalah
diferensiasi atau spesialisasi di lingkungan Peradilan
Tata Usaha Negara, misalnya pengadilan pajak.”
Badan Peradilan Tata Usaha Negara
Perubahan penting:
1. Syarat untuk menjadi hakim, dihilangkannya syarat PNS menjadi
sehat jasmani dan rohani, dan hanya diperbolehkan lulusan SH
(sebelumnya SH atau sarjana lain yang memiliki keahlian di bidang
TUN)
2. Batas umur pengangkatan hakim dan pemberhentian hakim
3. Pengaturan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim
4. Pengaturan pengawasan terhadap hakim
5. Penghapusan ketentuan hukum acara yang mengatur masuknya
pihak ketiga dalam sengketa
6. Adanya sanksi thdp pejabat karena tidak dilaksanakannya putusan
pengadilan yg telah memperoleh kekuatan hukum tetap
KOMISI YUDISIAL
KOMISI YUDISIAL

Pasal 24B ayat (1) Perubahan Ketiga UUD Negara R.I. Tahun 1945:
“Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta prilaku hakim.”
Komisi Yudisial;
 Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009
Pengangkatan hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh
Komisi Yudisial.
Komisi Yudisial

 Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009


(1) Dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim dilakukan pengawasan eksternal oleh Komisi
Yudisial.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial mempunyai
tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku
hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim.
Komisi Yudisial
Pasal 41 UU Nomor 48 Tahun 2009
(1) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 dan Pasal 40, Komisi Yudisial dan/atau
Mahkamah Agung wajib:
a. menaati norma dan peraturan perundang-undangan;
b. berpedoman pada Kode Etik dan Pedoman PerilakuHakim;
dan
c. menjaga kerahasiaan keterangan atau informasi yang
diperoleh.
Komisi Yudisial
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh
mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
(3) Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
Komisi Yudisial
 Pasal 42 UU Nomor 48 Tahun 2009
Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial dapat menganalisis
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
sebagai dasar rekomendasi untuk melakukan mutasi hakim.
Komisi Yudisial
 Pasal 43 UU Nomor 48 Tahun 2009
Hakim yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim diperiksa oleh Mahkamah Agung dan/atau
Komisi Yudisial.
end of session…

Anda mungkin juga menyukai