Anda di halaman 1dari 366

Asas-Asas

HUKUM PIDANA
3

Tim Pengajar Hukum Pidana


Bidang Studi Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Depok, 2013

KULIAH 1
Arti dan Ruang Lingkup Hukum Pidana
Sumber-sumber Hukum Pidana Di
Indonesia
Pembagian Hukum Pidana :

Pengertian Hukum Pidana


Prof. Moeljatno
Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di
suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :
1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh
dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa
pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb;
Criminal Act
2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg
telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
pidana sebagaimana yg telah diancamkan ; Criminal Liability/
Criminal Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil
3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu
dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tsb. Criminal Procedure/ Hukum Acara
Pidana

Pengertian Hukum Pidana


Prof. Pompe

Hukum Pidana adalah semua aturanaturan hukum yang menentukan terhadap


perbuatan-perbuatan apa yang
seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah
macamnya pidana itu

Pengertian Hukum Pidana


Prof. Simons

Hukum Pidana adalah kesemuanya


perintah-perintah dan larangan-larangan
yang diadakan oleh negara dan yang
diancam dengan suatu nestapa (pidana)
barangsiapa yang tidak mentaatinya,
kesemuanya aturan-aturan yg
menentukan syarat-syarat bagi akibat
hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan
untuk mengadakan (menjatuhi) dan
menjalankan pidana tersebut.

Pengertian Hukum Pidana


Prof. Van Hamel

Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar


dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu
negara dalam menyelenggarakan
ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu
dengan melarang apa yang bertentangan
dengan hukum dan mengenakan suatu
nestapa kepada yang melanggar
larangan-larangan tersebut

Pembagian Hukum Pidana


Hukum Pidana
Materiil (Hukum
Pidana)

Hukum Pidana Formil


(Hukum Acara
Pidana)

Ilmu Hukum Pidana & Ilmu-ilmu


lainnya

Kriminologi
Kriminalistik
Ilmu Forensik
Psikiatri Kehakiman
Sosiologi Hukum

KUHP dan Sejarahnya


Andi Hamzah
- Jaman VOC
- Jaman Hindia
Belanda
- Jaman Jepang
- Jaman
Kemerdekaan

Utrecht
-Jaman VOC
-Jaman Daendels
-Jaman Raffles
-Jaman Komisaris
Jenderal
-Tahun 1848-1918
-KUHP tahun 1915
-sekarang

Jaman VOC
Statuten van Batavia
Hk. Belanda kuno
Asas2 Hk. Romawi
Di daerah lainnya berlaku
Hukum Adat
mis. Pepakem Cirebon

Jaman Hindia Belanda


Dualisme dalam H. Pidana
1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55)
--> Orang Eropa
2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --> Orang
Indonesia & Timur Asing
Unifikasi :
Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch - Indie
- Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku 1/1/1918
disertai
- Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497) :
mengatur peralihan dari H. Pidana lama --> H.
Pidana baru.

Jaman Jepang
WvSI masih berlaku
Osamu Serei (UU) No. 1
Tahun 1942, berlaku
7/3/1942
H. Pidana formil yang
mengalami banyak
perubahan

Jaman Kemerdekaan
UUD 1945 Ps. II
Aturan Peralihan
Segala Badan
Negara dan
Peraturan yang ada
masih berlaku
selama belum
diadakan yang baru
menurut UUD ini

Jaman Kemerdekaan
UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang Hukum
Pidana yang berlaku di Indonesia
Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946)
PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera
UU No. 73 Tahun 1958 : Undang-undang tentang
menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh
wilayah RI dan mengubah Kitab Undang-undang
Hukum Pidana

SUMBER-SUMBER HUKUM
PIDANA DI INDONESIA
KUHP (beserta UU yang
mengubah & menambahnya)
PerUU Pidana (perUU Hk
Pidana ?) di luar KUHP
Ketentuan Pidana dalam
Peraturan perundangundangan non-hukum pidana

KUHP
Buku I : Ketentuan Umum (ps 1 ps
103)

Pasal 103 Ketentuan-ketentuan

dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga


berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang
oleh ketentuan perundang-undangan
lainnya diancam dengan pidana, kecuali
jika oleh undang-undang ditentukan lain

Buku II : Kejahatan (ps 104 488)


Buku III : Pelanggaran (ps 489 569)

Beberapa UU yang mengubah KUHP (1)


UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan
beberapa istilah, penghapusan beberapa pasal,
penambahan pasal-pasal baru : Bab IX - XVI
UU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a
KUHP --> pidana Tutupan
UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527
UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku
di seluruh Indonesia, tambahan Ps 52a, 142a, 154a
UU drt No. 1/1960 : menambah ancaman pidana dari
Ps 188, 359, 360 menjadi 5 Tahun penjara atau 1 tahun
kurungan

Beberapa UU yang mengubah KUHP (2)


Perpu No. 16/1960 : penambahan nilai terhadap
beberapa kejahatan ringan : Ps 364, 373, 379, 384, 407
(1)
Perpu No. 18/1960 : pidana denda dilipatgandakan 15 X
(ditetapkan mjd UU melalui UU No. 1/1961-check)
Perma No. 2/2012 : Penyesuaian batasan tindak
pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP.
UU No. 1/PNPS/1965 : tambahan Ps 156 a
UU No. 7/1974 : tambahan sanksi untuk judi Ps 303
menjadi 10 juta & denda 25 juta, Ps 542 (1) menjadi
Kejahatan, Ps 303 bis pidana menjadi 4 tahun, denda 10
juta.
UU No. 4/1976 perubahan dan penambahan tentang
Kejahatan penerbangan : Ps 3, Ps 4 angka 4, Ps 95a,
95b,95c, Bab XXIX A.
UU No. 20/2001 : menghapus pasal-pasal tentang korupsi
dari KUHP

UU Hukum Pidana di luar KUHP


UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No.
31/1999 sebagai mana diubah oleh UU No.
20/2001
UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No.7/drt/1955
UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme
UU No. 23/2004 PKDRT
UU No. 13/2006 PSK
UU No. 21/2007 tentang PTPPO
UU tentang Pemberantasan TPPU No. 8/2010
sebagai perubahan thdp UU No. 25/2003 dan
No. 15/2002) tentang TP Pencucian Uang

Contoh UU non hukum pidana


yang memuat sanksi pidana

UU Lingkungan
UU Pers
UU Pendidikan Nasional
UU Perbankan
UU Pajak
UU Partai Politik
UU pemilu
UU Merek
UU Kepabeanan
UU Pasar Modal
dll

Hukum Pidana Umum & Khusus


Dasar
Pembeda
an

Hukum Pidana
Umum

Hukum Pidana
Khusus

Subyek

H.Pidana non militer

H. Pidana militer

Substansi

KUHP & UU yg mengubah

TPE, TPK, TPS, H.Pid.


militer, H.Pid. Fiskal

UU Hukum Pidana yg.


Tempat
pengatura Berlaku umum (KUHP,
TPE,TPK, TPS, dll)
n

UU non hukum pidana yg.


Bersanksi pidana

KULIAH 2
Berlakunya Hukum Pidana Menurut
Waktu
Berlakunya Hukum Pidana Menurut
Tempat
Teori-teori tempus dan locus delicti

Pengertian Hukum Pidana


Prof. Moeljatno
Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan
dasar-dasar dan aturan untuk :
1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh
dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi
berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar
larangan tsb;
Criminal Act
2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada
mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat
dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah
diancamkan ;
Criminal Liability/ Criminal Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana
Materiil
3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana
itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka

Pengertian Hukum Pidana


Prof. Simons
Hukum Pidana adalah kesemuanya perintahperintah dan larangan-larangan yang diadakan
oleh negara dan yang diancam dengan suatu
nestapa (pidana) barangsiapa yang tidak
mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan yg
menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu
dan kesemuanya aturan-aturan untuk
mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana
tersebut.
Tindak Pidana: Perbuatan manusia, yang oleh
hukum diancam dgn hukuman, bertentangan dgn
hukum (ada unsur melawan hukum), dilakukan
oleh seorang yg bersalah (ada unsur kesalahan), di
mana org tersebut dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana (dpt

Pasal 1 KUHP
(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana,
kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah
ada sebelumnya.
(2) Jika ada perubahan dalam perundangundangan sesudah perbuatan dilakukan,
maka terhadap terdakwa diterapkan
ketentuan yang paling menguntungkan .

ASAS YG TERCAKUP
DLM PASAL 1 (1) KUHP
Nullum delictum, nulla poena sine praevia
lege poenali :
Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu
peraturan yg terlebih dahulu menyebut
perbuatan yang bersangkutan sebagai
suatu delik dan yang memuat suatu
hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik
itu
3 prinsip, sbb:

Asas legalitas mengandung 3 prinsip:


1. Aturan hukum pidana harus tertulis
2. Larangan berlaku surut
3. Larangan penggunaan Analogi

1. Aturan hukum pidana harus tertulis


(lex scripta)
Aturan hukum pidana harus mrpkn
atauran yg dibuat oleh badan legislatif
(produk legislatif)
Produk legislatif yg dimaksud adl dlm
bentuk UU atau Perda
Aturan tsb harus jelas rumusannya (lex
certa) dan tdk multi tafsir
Hukum adat ? Merupakan pengecualian ?
Lihat UU Drt No.1/1951 dan R-KUHP Ps.
1 ayat (3)

2. LARANGAN BERLAKU SURUT


(non retroaktif)
Undang-undang pidana berjalan ke depan dan
tidak ke belakang :

X mundur (ke belakang)

harus ke depan (maju)

(Dilarang) ---------- UU Pidana ---------------


Perlu diketahui kapan suatu tindak pidana terjadi
(wkt terjadinya tindap pidana = tempus delicti.

Teori2 Tempus Delicti

1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de


lichamelijke daad)
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer
van het instrument)
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
4. Teori waktu yg jamak (de leer van de
meervoudige tijd)

Larangan berlaku surut dalam berbagai ketentuan


selain yang diatur dalam Ps. 1 ayat (1) KUHP

Internasional:
Ps 15 (1) ICCPR: hukum tidak berlaku surut
Ps 15 (2) ICCPR pengecualian, untuk
kejahatan menurut hukum kebiasaan
international: boleh berlaku surut
Ps 22, 23, dan 24 ICC (Statuta Roma)
Nasional
Ps 28i UUD 1945
Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun
1999

Ps 28i UUD 1945


Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun.

UU No. 39/ 1999 ttg HAM


Ps 18 (2)
Setiap orang tidak
boleh dituntut untuk
dihukum atau dijatuhi
pidana, kecuali
berdasarkan suatu
peraturan perundangundangan yang
sudah ada sebelum
tindak pidana itu
dilakukan

Ps 18 (3)
Setiap ada
perubahan dalam
peraturan perundangundangan maka
berlaku ketentuan
yang paling
menguntungkan bagi
tersangka

Tempus delicti penting diketahui


dalam hal2 :
Kaitannya dg Ps 1 KUHP
Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa
Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku
tindak pidana anak : UU Pengadilan Anak

Pengecualian Larangan Berlaku Surut


Ps 1 ayat (2) KUHP dalam hal tjd perubahan
UU yg meringankan bagi tdkw, digunakan UU
yg baru
Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000 (UU Pengadilan
HAM) diperlukan syarat2 ttt, al: pembentukan
pengadilan HAM ad hoc dgn persetujuan DPR
Perpu 1/2002 & 2/2002 UU 15/2003 (UU
Pemberantasan TP Terorisme) ; UU 16/2003
yang memberlakukan UU No. 15/2003 untuk
kasus Bom Bali (UU No. 16/2003 dibatalkan oleh
MK)

UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan


HAM (bisa berlaku surut )
(1) Pelanggaran hak asasi
manusia yg. Berat yg.
terjadi sebelum
diundangkannya UU ini,
diperiksa dan diputus oleh
pengadilan HAM ad hoc.
(2) Pengadilan HAM ad hoc
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dibentuk
atas usul DPR Indonesia
berdasarkan peristiwa
tertentu dg. Keputusan
presiden.

Penjelasan Ps 43 (2)
Dalam hal DPR Indonesia
mengusulkan dibentuknya
Pengadilan HAM ad hoc,
DPR Indonesia
mendasarkan pada dugaan
telah terjadinya
pelanggaran HAM yang
berat yg dibatasi pada locus
dan tempus delicti tertentu
yg terjadi sebelum
diundangkannya undangundang ini.

UU Pemberantasan TP Terorisme
dan Putusan MK
MK membatalkan ketentuan berlaku surut
dalam UU Pemberantasan TP Terorisme
(UU No.16/2003) karena bertentangan
dengan UUD 1945

3. Larangan penggunaan analogi


1. Penafsiran diperbolehkan dalam
hukum pidana karena diperlukan
utk memahami UU hukum pidana
yang tidak selalu jelas
rumusannya
2. Analogi tdk diperbolehkan krn
analogi bukan penafsiran
melainkan metode konstruksi
3. Penafsiran yg dikenal dalam huk

JENIS-JENIS PENAFSIRAN
- Otentik
- Sistematis
- Gramatikal
- Historis
- Sosiologis
- Teleologis
- Ekstensif

Penafsiran Ekstensif Vs Analogi ?


Putusan HR 23 Mei 1921 (kasus
pencurian listrik di Gravenhage)
Putusan Rechtbank Leeuwarden, 10 Des
1919 (pencurian sapi)
Taverne Vs para sarjana pidana lainnya
(Van Hattum, Simons, Zevenbergen, Van
Hamel)

Pendapat Scholten
(dan juga Utrecht)
Pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara penafsiran
ekstensif dan analogi. Dalam kedua hal itu hakim
membuat konstruksi , yaitu membuat (mencari) suatu
pengertian hukum yang lebih tinggi. Hakim membuat
suatu kaidah yang lebih tinggi dan yang dapat dijadikan
dasar beberapa ketentuan yang mempunyai kesamaan.
Mis.
Mengambil = mengadakan suatu perbuatan yang bermaksud
memindahkan sesuatu benda dari tangan yang satu ke tangan
yang lain

Pendapat Scholten
(dan Utrecht)
PENAFSIRAN
EKSTENSIF
Hakim meluaskan
lingkungan kaidah
yang lebih tinggi
sehingga perkara
yang bersangkutan
termasuk juga di
dalamnya

ANALOGI
Hakim membawa
perkara yang harus
diselesaikan ke dalam
lingkungan kaidah
yang lebih tinggi

Pasal 1 Ayat (2) KUHP


1. UU dimungkinkan utk berlaku surut
2. 3 syarat memberlakukan surut suatu UU
a. terjadi perubahan UU
b. perubahan tjd setelah tindak pidana
dilakukan
c. perubahan menguntungkan bg
TSK/TDW
3. Disebut sbg hukum transitoir

Pasal 1 ayat (2) KUHP


-+-----------+---------------+---->
UU
Perbuatan Perubahan UU
Apa yg dimaksud dgn Perubahan
UU ?
Teori : (1) Teori formil (2) Teori materiil
terbatas (3) Teori materiil tidak terbatas
Apa yg dimaksud dgn Paling

menguntungkan bg

Yg menguntungkan bg TSK/TDKW
Hal ini tidak dapat ditentukan sec. Umum
(in abstracto), dan hanya dapat ditentukan
untuk masing2 perkara sendiri (in
concreto).
Yang menguntungkan bagi TSK/TDKW:
sanksi menjadi lebih ringan, diubah menjadi
delik aduan, unsur- unsur pokok delik
menjadi lebih banyak (ditambah)
(Periksa : Utrecht h.228)

Perubahan UU yg dimaksud
Pasal 1 ayat (2) KUHP
Teori Formil :Ada perubahan undang-undang kalau redaksi undangundang pidana berubah (Simons)
ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps 295 sub 2 KUHP,
batas dewasa 23 21 tahun dlm BW
Teori Materiil Terbatas : Tiap perubahan sesuai dg suatu perubahan
perasaan (keyakinan) hukum pada pembuat undang-undang (jadi
tidak boleh diperhatikan perubahan keadaan karena waktu)
Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan baik dalam perasaan
hukum dari pembuat undang-undang maupun dalam keadaan
karena waktu boleh diterima sebagai suatu perubahan dalam
undang-undang
Sesuai HR 5 Des 1921

Perubahan kesadaran/perasaan
hukum
Menjadi tidak dapatnya dihukum suatu
perbuatan
Menjadi dapat dihukumnya suatu
perbuatan
Diperberat/diperingan pidana atas suatu
perbuatan.
(Baca lebih lanjut dalam buku Lamintang Putusan MA,
dalam bag. Berlakunya UU Pidana Menurut Waktu)

Perubahan UU terjadi setelah tindak


pidana dilakukan
Yang harus diperhatikan:
1.Waktu terjadinya tindak pidana (tempus
delictie)
2.Teori2 tempus delicti

Berlakunya Hukum Pidana menurut


tempat

Berlakunya Hukum Pidana menurut


Tempat

Untuk mengetahui hukum pidana


negara mana yang digunakan: hukum
pidana Indonesia atau hukum pidana
negara lain.

Asas2 Berlakunya Hukum Pidana menurut


tempat(1)
Indonesia menganut asas2 di bawah dibuktikan dgn dasar
hukum yg terdapat dalam KUHP:
Asas Teritorialitas/ wilayah :
Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976
Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2 dan 4 -->
Ps 8 KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955
Lihat Ps 16 UU 31/1999
Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif :
Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP
Asas Universalitas :
Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas
negara atau uang kertas Bank

Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana


Menurut Tempat
1. Asas teritorial/wilayah
berlakunya hukum pidana sesuai
tempat
terjadinya tindak
pidana
Pasal 2 dan 3 KUHP
KUHP Indonesia
TP terjadi di Indonesia
Pelaku WNA/WNI

Berlaku teori2 locus delicti

UU No.43/2008 tentang Wilayah


Negara
Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang selanjutnya disebut
dengan Wilayah Negara adalah salah satu
unsur negara yang merupakan satu
kesatuan wilayah daratan, perairan
pedalaman, perairan kepulauan dan laut
teritorial beserta dasar laut dan tanah di
bawahnya, serta ruang udara di atasnya,
termasuk seluruh sumber kekayaan yang
terkandung di dalamnya.

Batas Wilayah
Pasal 5
Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya
serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral
dan/atau trilateral mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
Pasal 6
(1) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, meliputi:
a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, dan
Timor Leste;
b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini,
Singapura, dan Timor Leste; dan
c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan
batasnya dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan
hukum internasional.
(2) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk
titik-titik koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau
trilateral.
(3) Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara lain,
Indonesia menetapkan Batas Wilayah Negara secara unilateral berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

Asas-asas Berlakunya Hukum


Pidana
2. Asas Nasionalitas Aktif/Personalitas
Pasal 5 6 (perluasan Ps. 5) & 7 KUHP
KUHP Indonesia
TP terjadi di luar Indonesia
Pelaku WNI (perlindungan terhadap WNI)
Utk jenis delik kejahatan ( ..?..)

Asas-asas Berlakunya Hukum


Pidana
3. Asas Nasionalitas Pasif/Perlindungan
Pasal 4 dan 8 KUHP
KUHP Indonesia
TP terjadi di mana saja (di luar Ind)
Pelaku WNA/WNI
Melindungi kepentingan negara/nasional

4. Asas universal
Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
melakukan kejahatan ttg mata uang,
uang kertas negara atau uang kertas
Bank
Untuk melindungi kepentingan negara
kepentingan dunia (stabilitas ekonomi)

Teori2 Locus Delicti


1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de
lichamelijke daad)
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer
van het instrument)
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de
meervoudige tijd)

Locus delicti penting diketahui


dalam hal2 :
Hukum pidana mana yang akan
diberlakukan?
- Hukum Indonesia atau Hukum negara
lain
Kompetensi relatif suatu pengadilan
- contoh : PN Jakarta Selatan atau PN
Bogor

Teori mana yg dipilih ?


Van Hamel, Simons :
Bergantung sifat dan corak perkara
konkret yang hendak diselesaikan
Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen,
Noyon-Langemejer :
Mempergunakan 3 teori secara
teleologis

Periksa buku Utrecht hal 239

Surabaya
Semarang
Cirebon
---- racun --> ----diminum ---> ----- mati
A --> B
B
B

Meervoudige locus delicti


Hakim diberi kemerdekaan memilih di
antara 3 locus delicti ini

Asas2 berlakunya H. Pidana : Beberapa


masalah
Kapal :
a) kapal Indonesia
b) kapal perang
c) kapal dagang
Prinsip ius passagii innoxii (thdp kapal,
maka berlaku hk pidana di wilayah mana
kapal melintas/lewat)
Asas Universalitas :
- Kejahatan Terorisme ?
- Kejahatan HAM berat ?
-tindak pidana terjadi di ZEE dan landas
kontinen ?

Asas2 Berlakunya H. Pidana : Pengecualian (2)

Ps 9 KUHP : Hukum publik internasional


membatasi berlakunya Ps 2,3,4,5, 7, dan 8
KUHP
Termasuk yg memiliki imunitas h.pidana :
Sesuai perjanjian Wina 18/4/1961
Yg memiliki imunitas :
1) Kepala-kepala negara & keluarganya (sec.
resmi, bukan incognito/singgah)
2) Duta negara asing & keluarganya -->
konsul : tergantung traktat antar negara.
3) Anak buah kapal perang asing : termasuk
awak kapal terbang militer
4) Pasukan negara sahabat yg berada di
wilayah negara atas persetujuan negara

Menurut perjanjian Wina


18/4/1961, maka keluarga
termasuk memiliki imunitas (hak
eksteritorial)
Untuk ketua organisasi
internasional biasanya dilindungi
(tergantung traktat antar negara).

Istilah
Definisi
Cara Merumuskan Tindak Pidana
Subjek Tindak Pidana
Unsur-Unsur Tindak Pidana

Tindak Pidana
Istilah

Tindak pidana
Perbuatan pidana
Peristiwa pidana
Strafbaar feit
Delict / Delik
Criminal act
Jinayah
Apa alasan dan implikasi penggunaan istilah
tindak pidana, perbuatan pidana dan
peristiwa pidana ?

Tindak Pidana
Definisi

Simons : kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat

melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan & dilakukan


oleh orang yg mampu bertanggung jawab

Van Hamel : kelakuan manusia yg dirumuskan dalam


UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg
kesalahan

Vos : suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi


pidana; jadi suatu kelakuan manusia yg pada umumnya
dilarang & diancam dengan pidana

Aliran Monistis ...


Aliran Dualistis ..

Aliran Monistis
Tidak memisahkan antara perbuatan
dan pertanggungjawaban
Dalam rumusan tindak pidana
sekaligus tercakup unsur
perbuatan/akibat dan unsur
kesalahan/pertanggungjawaban

Aliran Dualistis
Memisahkan secara tegas antara
perbuatan (pidana) dan
pertanggungjawaban pidana
Dalam rumusan tindak pidana hanya
tercantum unsur perbuatan/akibat
tanpa unsur kesalahan

TINDAK PIDANA:
Pada dasarnya ada 3 cara merumuskan Tindak Pidana

Disebutkan unsur-unsurnya &


disebut kualifikasinya
(namanya) --> mis, Ps 362
KUHP
disebutkan kualifikasinya
tanpa disebut unsur-unsurnya
--> mis. Ps 184, Ps 297, Ps
351
disebutkan unsur-unsurnya,
tidak disebut kualifikasinya -->
mis. Ps 167, Ps 209, Ps 322

Subjek Tindak Pidana


Manusia (natuurlijk persoon)

Korporasi
adanya kebutuhan untuk
memidana korporasi:

a) Cara merumuskan
Barangsiapa .
b) Hukuman : mati, penjara,
kurungan (Ps 10 KUHP),
hanya dapat dikenakan
pada manusia
c) Pertanggungjawaban
pidana disandarkan pada
kesalahan, yang hanya
mungkin dimiliki oleh
manusia (orang)

R-KUHP, UU Hk. Pidana Khusus


dan UU non H. Pidana,
korporasi:
- Badan Hukum
- Bukan badan hukum
UU TPE, UU Pemberantasan
T.P. Korupsi, UU Pencucian
Uang ,UU Pemberantasan TP
Terorisme
Badan Usaha (UU ITE: 11/2008)
Badan Publik (UU KIP: No.
14/2008)

Unsur-Unsur Tindak Pidana


Unsur2 dalam
perumusan
A. Unsur Obyektif

- perbuatan (aktif/pasif) atau


akibat
- melawan hukum
B. Unsur Subyektif
-Manusia (pelaku)
- kesalahan :
(a) kesengajaan; atau
(b) kealpaan
C. Keadaan
D. Syarat tambahan untuk
pemidanaan

Unsur2 di luar perumusan


- melawan hukum (materil)
- Kesalahan dalam arti materiil
dapat dipersalahkan
(dicela)
sehingga dapat
dipertanggungjawabkan
(verwijtbaarheid)

Apa gunanya unsur (tertulis) ?


Secara umum:
Untuk memberikan ciri/kekhasan antara
satu delik dgn delik lainnya
Untuk pembeda suatu delik dgn delik2
yang lain
Untuk dibuktikan di persidangan oleh JPU

Tindak Pidana
Unsur-unsur (van Bemmelen)
Di dalam perumusan (bagian)
dimuat dalam surat dakwaan
semua syarat yg dimuat dalam rumusan
delik merupakan bagian-bagian, sebanyak
itu pula, yang apabila dipenuhi membuat
tingkah laku menjadi tindakan yang melawan
hukum
1. Tingkah laku/akibat yang dilarang
/diharuskan (Bagian Obyektif)
2. Bagian yang terkait dengan bagian obyektif:
melawan hukum
3. Manusia/pelaku (Bagian subyektif)
4. Bagian yang terkait dengan pelaku: kesalahan
(kesengajaan atau kealpaan)
5. Keadaan (keterangan mengenai bagian
obyektif atau bagian subyektif)
6. Syarat tambahan untuk pemidanaan
4. Bagian yg dapat memperberat/memperingan
pidana

Di luar perumusan (unsur) :


syarat dapat dipidana
1. Melawan hukum (materil)
2. Dapat dipersalahkan (dicela)
sehingga dapat
dipertanggungjawabkan
Umumnya dianggap
ada/terpenuhi sehingga tdk
perlu dibuktikan, kecuali ada
alasan yang kuat bahwa
unsur/syarat tsb perlu
dibuktikan bhw unsur tsb tdk
ada/tdk terpenuhi akan
dibahas lbh lanjut di materi
dasar penghapus pidana.

Contoh unsur2 dalam rumusan


tindak pidana
Pasal 362 KUHP
barangsiapa
mengambil
barang
- yg sebagian/ seluruhnya
kepunyaan orang lain
dengan maksud memiliki
secara melawan hukum

Pasal 338 KUHP


barangsiapa
dengan sengaja
menghilangkan
nyawa orang lain

Contoh unsur dalam rumusan tindak pidana


Pasal 285

Pasal 359

barangsiapa
dengan kekerasan
atau
ancaman kekerasan
memaksa
seorang wanita
bersetubuh dengan
dia
di luar perkawinan

barangsiapa
karena kealpaannya
menyebabkan orang
lain mati

KULIAH 4
Penggolongan Tindak Pidana
Jenis Delik

Tindak Pidana
Pembagian Tindak Pidana (Jenis Delik)

Delik Kejahatan & Delik pelanggaran


Delik Materiil & Delik Formil
Delik Komisi & Delik Omisi
Delik Dolus & Delik Culpa
Delik Biasa & Delik Aduan
Delik yg Berdiri sendiri & Delik Berlanjut
Delik Selesai & Delik yg diteruskan
Delik Tunggal & Delik Berangkai
Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi; Delik Berprivilege
Delik Politik & Delik Komun (umum)
Delik Propia & Delik Komun (umum)

Pembagian delik menurut kepentingan yg dilindungi :


Lihat judul-judul bab pada Buku II dan Buku III KUHP

Jenis Delik
Kejahatan
(misdrijf)
dlm. MvT : sebelum ada
UU sudah dianggap tidak
baik (recht-delicten)
Hazewinkel-Suringa : tidak
ada perbedaan kualitatif,
hanya perbedaan
kuantitatif
a) Percobaan : dipidana

Pelanggaran
(overtreding)
dlm MvT : baru
dianggap tidak baik
setelah ada UU (wet
delicten)
Perbedaan dg
kejahatan:

b) Membantu : dipidana
c) Daluwarsa : lebih panjang
d) Delik aduan : ada
e) Aturan ttg Gabungan berbeda

a) Percobaan : tidak dipidana


b) Membantu : tidak dipidana
c) Daluwarsa : lebih pendek
d) Delik aduan : tidak ada
e) Aturan ttg Gabungan berbeda

KUHP : Buku II

KUHP : Buku III

Jenis Delik
D. Materiil : Yang
dirumuskan akibatnya
Ps 338, 368, Ps 187,
dll
Perhatikan dgn seksama
unsur2 dalam pasal dlm
menentukan delik materiil
dan delik formil, krn sering
terjadi kerancuan. Secara
sekilas spt delik formil tp
ternyata delik materiil atau
sebaliknya
D. Komisi : melanggar
larangan dg perbuatan
aktif
D. Dolus : delik dilakukan

D. Formil : yang dirumuskan


bentuk perbuatannya --> Ps
362, Ps 263, dll

D. Omisi : melakukan delik dg


perbuatan pasif

a) D. Omisi murni : melanggar


perintah dg tidak berbuat, mis. Ps
164, Ps 224 KUHP
b) D. Omisi tak murni : melanggar
larangan dg tidak berbuat, mis Ps
194 KUHP

D. Culpa : Delik dilakukan dg


kealpaan, mis. Ps205, Ps 359

Delik Pro Parte Dolus Pro Parte


Culpa
Delik yang dalam perumusannya sekaligus
mencantumkan unsur kesengajaan dan
unsur kealpaan
Contoh: Ps 287, Ps480

Jenis Delik
Delik Biasa (bukan
aduan)
penuntutannya tidak
memerlukan pengaduan,
mis. Ps 340, Ps 285

Cukup dengan laporan


dari setiap orang yang
melihat/ mengetahui
tindak pidana tsb., tidak
harus dengan pengaduan
dari korban atau orang2
tertentu

Delik Aduan
penuntutannya
memerlukan
pengaduan, mis. Ps
310, Ps 284, Ps 367 (2)
Harus ada pengaduan
dari korban atau orang
tertentu yang ditetapkan
UU

Delik Aduan
Ada 2 jenis:
1. Delik Aduan Absolut
2. Delik Aduan Relatif
Ad.1. Delik Aduan Absolut:
Delik yang pada hakekatnya/mutlak memerlukan
pengaduan untuk penuntutannya
Mis. Ps. 284, Ps.351
2. Delik Aduan Relatif:
Delik yang pada dasarnya merupakan delik biasa (bukan
delik
aduan), tetapi karena ada hubungan tertentu antara pelaku
dan korban, maka berubah jenisnya menjadi delik aduan
Mis. Ps.367 ayat (2)

Delik Berdiri Sendiri


Terdiri atas satu delik
yang berdiri sendiri

Untuk pemidanaannya
tidak perlu menggunakan
ketentuan tentang
gabungan TP; tinggal
melihat berapa ancaman
pidana dari Pasal yang
dilanggar

Delik Berlanjut
Terdiri atas dua atau lebih
delik, yang karena
kaitannya yang erat
mengakibatkan
dikenakan satu sanksi
kepada terdakwa
Untuk pemidanaannya
menggunakan ketentuan
tentang gabungan TP,
yaitu Pasal 64 KUHP

Delik Berlanjut
Masih menjadi perdebatan apakah delik berlanjut
(voortgezette delict) sama dengan perbuatan
berlanjut (voortgezette handeling)
Sebagian sarjana (termasuk Utrecht)
menyamakan voortgezette delict dengan
voortgezette handeling) dan untuk pemidanaannya
memakai ketentuan Pasal 64 KUHP, dengan
syarat:
Perbuatan perbuatan timbul dari 1 kehendak
Perbuatannya harus sejenis
Tenggang waktu antara 1 perbuatan dengan
perbuatan yang lain, tidak terlalu lama

Delik Selesai
Satu atau beberapa
perbuatan tertentu
yang selesai dalam
suatu waktu tertentu
yang singkat
Mis: Pasal 362, Pasal
338

Delik Berlangsung terus


satu atau beberapa
perbuatan yang
melangsungkan suatu
keadaan yang dilarang
Mis: Pasal 221, Pasal
261, Pasal 333

Delik Tunggal
Delik di mana untuk
dapat dipidananya si
pelaku maka ybs.
cukup melakukan
perbuatan tersebut
sebanyak satu kali
Mis: Pasal 362, Pasal
338

Delik Berangkai
Delik di mana untuk dapat
dipidananya si pelaku
maka ybs. harus
melakukan perbuatan
tersebut beberapa kali
(berulang-ulang, berturutturut)
Karena harus dilakukan
berulang-ulang: bisa
berupa pencaharian atau
kebiasaan (sebagai unsur
yang menentukan untuk
dipidananya pelaku)
Mis: Pasal 296, Pasal 481

Delik Pokok/sederhana
Delik yang dalam
perumusannya
mencantumkan unsur2
pokok yang menentukan
pemidanaannya
Pasal 362, Pasal 351
ayat (1)

Delik Berkualifikasi
Delik pokok yang ditambah
dengan unsur yang
memperberat pemidanaan
mis: Pasal 351 ayat (2),
Pasal 363, Pasal 365 ayat
(4)
Delik Berprevilege
Delik pokok yang ditambah
dengan unsur yang
meringan pemidanaan
Mis: Pasal 308. Pasal 364

Delik Politik
Delik yang
mengandung unsur
politik
Mis: Makar untuk
menggulingkan
pemerintah (Pasal
107), makar untuk
membunuh kepala
negara (Pasal 104)

Delik Komuna (bukan delik


politik)
Delik yang tidak
mengandung unsur
politik
Mis: pembunuhan
orang biasa (Pasal
338), Pencurian mobil
(Pasal 362)

Delik Propria
Delik yang hanya
dapat dilakukan oleh
orang2 tertentu
(subjeknya adalah
orang-orang tertentu)
Mis: Pasal 308, Pasal
346, Pasal 449

Delik Komuna
Delik yang dapat
dilakukan oleh
setiap orang
Cirinya: Subjeknya
adalah barang
siapa
Mis: Delik
Pencurian (Pasal
362), Delik
Pembunuhan (Pasal
338)

KULIAH 5
Tentang Ajaran Kausalitas
Sifat Melawan Hukum

KAUSALITAS
1. Pengertian ?

2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ?


3. Ajaran Kausalitas ?
Ilustrasi kasus:
B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B,
maka A terlambat ; karena terlambat A
mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi; A
menubruk C sehingga luka-luka; C dibawa ke RS
dan dioperasi oleh dokter D; D meminta E merawat
dengan suntikan tertentu; E salah memberikan
obat pada C; C mati.

Pengertian Kausalitas
Hal sebab-akibat
Hubungan logis antara sebab dan akibat
Persoalan filsafat yang penting
Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab
sekaligus menjadi sebab peristiwa lain
Sebab dan akibat membentuk rantai yang
bermula di suatu masa lalu
Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana
bukan makna di atas, tetapi makna yang dapat
dilekatkan pada pengertian kausalitas agar
mereka dapat menjawab persoalan siapa yang
dapat dimintai pertanggungjawaban atas suatu
akibat tertentu

Pengertian Ajaran Kausalitas


Ajaran yang berupaya untuk mencari
sebab dari timbulnya akibat
Dalam hukum pidana, sebab yang dicari
adalah suatu perbuatan
Dengan ditemukannya sebab, maka dapat
ditemukan siapa yang dapat
dipersalahkan dan diminta
pertanggungjawabannya

Kapankah diperlukan ajaran Kausalitas ?


Delik Materiil :Delik yang dalam perumusannya
mementingkan unsur akibat , mis. Ps. 338, Ps 359, Ps
360
Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva per
omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten): Pelaku
melanggar larangan (timbulnya akibat) dengan pasif
(tidak berbuat), Pasal. 194
Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir : tindak pidana yang
karena situasi dan kondisi khusus yang berkaitan
dengan pelaksanaan tindakan yang bersangkutan atau
karena akibat-akibat khusus yang dimunculkannya,
diancam dengan sanksi pidana yang lebih berat
ketimbang sanksi yang diancamkan pada delik pokok
tersebut. mis. Ps 351 (1) Ps 351 (2)/ Ps 351 (3)

Ajaran Kausalitas
Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von
Buri)
Teori Relevansi: van Hamel, Langemeijer
Teori-teori Individualisasi/Causa Proxima:
Birkmeyer , Mulder
Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat
(Von Kries, Simons, Pompe, Rumelin)

Ajaran KAUSALITAS
Utrecht hal. 381

Von Buri - Jerman


(Teori Equivalensi Teori Conditio Sine Quanon)

Semua syarat yang turut serta menyebabkan


suatu akibat dan yang tidak dapat
dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor ybs,
harus dianggap causa dari akibat, dan
diberi nilai sama (Equivalen)
Van Hamel juga menganut teori yg mirip.

Ajaran Conditio Sine Qua Non


Semua faktor yaitu semua syarat, yang
turut serta menyebabkan suatu akibat dan
yang tidak dapat dihilangkan dari
rangkaian faktor-faktor ybs. Harus
dianggap causa (sebab) akibat itu.
Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)
Ada beberapa sebab
Syarat = sebab

Pembatasan Ajaran Von Buri


Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van
Hamel [dibatasi dg ajaran kesalahan
(dolus/culpa)] - hal 384 Utrecht I.
Pengkesampingan semua sebab yang
terletak di luar dolus atau culpa; dalam
banyak kejahatan dolus atau culpa
merupakan unsur-unsur perumusan delik.

Pembatasan Teori Von


Buri

Teori Restriksi
(Pembatasan)
1. Teori-teori yang mengindividualisasi:
Dari rangkaian faktor-faktor yang oleh Von Buri
diterima sebagai suatu causa, diambil satu,
dan faktor yang diambil itu dianggap menjadi
kausa (sebab) yang paling berpengaruh atas
terjadinya akibat ybs (sebab terjadinya delik)
2. Teori-teori yang menyamaratakan:
Dari rangkaian faktor-faktor yang ada oleh Von
Buri diterima sebagai kausa, diambil satu, dan
faktor yang diambil itu menurut pengalaman
boleh dianggap umumnya menjadi kausa
(pengalaman orang pada umumnya)

Teori-teori Individualisasi/
Causa Proxima
Birkmeyer :
Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua
Non . Di dalam rangkaian syarat-syarat yang
tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat,
lalu dicari syarat manakah yang dalam keadaan
tertentu itu, yang paling banyak membantu
untuk terjadinya akibat.
G.E Mulder :
Sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak
dapat dilepaskan dari akibat.

Teori-teori yang
mengindividualisasi
Birkmeyer,
Dari rangkaian faktor-faktor yang oleh
Von Buri diterima sebagai suatu kausa,
diambil satu, dan faktor yang diambil
itu dianggap menjadi kausa yaitu faktor
yang paling berpengaruh atas
terjadinya akibat ys (terjadinya delik)

Teori-teori menggeneralisasi
Von Bar : teori ini tidak menyoal tindakan
mana atau kejadian mana yang in
concreto (pada kenyataannya)
memberikan pengaruh (fisik/psikis) paling
menentukan. Yang dipersoalkan adalah
apakah satu syarat yang secara umum
dapat dipandang mengakibatkan
terjadinya peristiwa seperti yang
bersangkutan mungkin ditemukan dalam
rangkaian kausalitas yang ada

Teori-teori menggeneralisasi
Von Kries (Teori Adequat Subjectif) : Sebab adalah keseluruhan

faktor positif & negatif yang tidak dapat dikesampingkan tanpa


sekaligus meniadakan akibat. Namun pembatasan demi kepentingan
penetapan pertanggungjawaban pidana tidak dicari dalam nilai
kualitatif/kuantitatif atau berat/ringannya faktor dalam situasi konkret,
tetapi dinilai dari makna semua itu secara umum, kemungkinan dari
faktor-faktor tersebut untuk memunculkan akibat tertentu. Sebab =
syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu memiliki
kecenderungan untuk memunculkan akibat tertentu, biasanya
memunculkan akibat itu, atau secara objectif memperbesar
kemungkinan munculnya akibat tersebut.
Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan akibat
tertentu hanya dapat diselesaikan apabila kita memiliki 2 bentuk
pengetahuan :
(a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg terjadi / pengetahuan
Nomologis yg memadai
(b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yg terjadi/ pengetahuan
Ontologis/ pemahaman fakta (empirik)

Teori-teori menggeneralisasi
Rumelin (Teori Adequat Objectif) :
Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus (perlu) ada
untuk terjadinya akibat. Ihwal probabilitas tidak
berdasarkan pada apa yang diketahui atau mungkin
diketahui pada waktu melakukan tindakannya, melainkan
pada fakta yang objektif pada waktu itu ada, entah
diketahuinya atau tidak jadi pada apa yang kemudian
terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi
peristiwa tersebut.
Simons :
Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis
umum pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat
Pompe :
Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk
dapat menimbulkan akibat

Teori-teori yang
menyamaratakan
(Generalisasi)
Faktor yang menurut pengalaman manusia
dapat menimbulkan akibat.
Von Kries - Adequate Theory
Subjective Pragnose(sesuai, seimbang):
Hanya ada satu perbuatan yang dapat
menimbulkan akibat perbuatan itu, sebelumnya telah
dapat diketahui oleh yang melakukan perbuatan tsb,
dapat diterima sebagai suatu kausa;
Rumelin Objective Pragnose:
Dalam rangkaian faktor-faktor yang dapat
dihubungkan dengan terjadinya delik, hanya 1 yg
menjadi kausa, yaitu faktor yang berdasarkan sudut
obyektif harus (perlu) ada utk terjadinya delik tsb.
Apakah pembuat harus tahu/tidak akan hal tsb ? Bukan
syarat yg harus dipenuhi.

Teori Relevansi
Van Hamel:
teori von Buri dibatasi dg ajaran kesalahan (dolus/culpa)
Pengkesampingan semua sebab yang terletak di luar
dolus atau culpa; dalam banyak kejahatan dolus atau
culpa merupakan unsur-unsur perumusan delik.
Jika hal itu bukan merupakan unsur delik, maka solusinya
harus dicari dengan bantuan alasan atau dasar-dasar
yang meniadakan pidana.
Langemeijer
Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan
memilih satu atau lebih sebab dari sekian yang mungkin
ada, yang dipilih sebab-sebab yang relevan saja , yakni
yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab oleh pembuat
undang-undang.

Sifat MELAWAN
HUKUM
Nathalina

Bidang Studi Hukum Pidana


FHUI - 2013

Sifat Melawan Hukum


Arti :
- tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
- bertentangan dg hak orang lain (tegen
eens anders recht)
- tanpa alasan yg wajar
- bertentangan dengan hukum positif
Melawan hukum : formil & materiil
- aliran formil : melawan hukum = melawan
UU, sebab hukum adalah UU.
-aliran materiil : melawan hukum adalah
perbuatan yg oleh masyarakat tidak
dibolehkan.
1365 KUHPerdata

Pembuktian Melawan Hukum


Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum
selalu menjadi unsur delik, ini tidak berarti
bahwa karena itu harus selalu dibuktikan adanya
unsur tersebut oleh penuntut umum
Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah
tergantung dari rumusan delik yaitu apakah
dalam rumusan unsur tersebut disebutkan
nyata-nyata, jika tidak dinyatakan maka tidak
perlu dibuktikan.

Alasan Pencantuman
Unsur Melawan Hukum
Pada umumnya dalam perundangundangan , lebih banyak delik yang tidak
memuat unsur melawan hukum dalam
rumusannya
Alasan pencantuman sifat melawan
hukum dalam perumusan tindak pidana :
- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak
untuk melakukan perbuatan yang masuk
dalam kategori TP dari tuntutan pidana.

Apabila dalam rumusan mencantumkan


unsur melawan hukum

Tugas jaksa untuk membuktikan


unsur melawan hukum tersebut

Apabila rumusan delik tidak


mencantumkan unsur melawan hukum
Aliran Formil
maka unsur itu dianggap diam-diam telah
ada, kecuali jika dibuktikan sebaliknya oleh
pihak terdakwa. Jadi dengan telah
terbuktinya semua unsur (lain) dalam
rumusan delik, maka perbuatan tsb.
dianggap terbukti melawan hukum
Aliran Materil
jaksa harus membuktikan apakah
perbuatan tersebut melawan hukum atau
tidak

Perbedaan Ajaran
Materiil dan Formil
Materiil :
materiil :
mengakui adanya
sifat melawan hukum adalah
pengecualian /
unsur mutlak dari tiap-tiap
penghapusan dari sifat
tindak pidana, juga bagi yang
melawan hukumnya
dalam rumusannya tidak
perbuatan menurut hukum
menyebut unsur-unsur tersebut
yang tertulis dan yang tidak
tertulis
formil:
formil :
hanya mengakui
sifat tersebut tidak selalu
menjadi unsur delik, hanya jika
pengecualian yang tersebut
dalam rumusan delik
dalam undang-undang saja/
disebutkan dengan nyata-nyata
mis, Ps. 49.
barulah menjadi unsur delik

Sifat Melawan Hukum


dalam Arti Materiil
Berfungsi Negatif
Perbuatan yg menurut UU dilarang, tapi masyarakat
menganggapnya tindak melanggar hukum pidana (bukan tindak
pidana)
Dalam hal ini perbuatan tsb tdk dapat dipidana
Co. kasus Ir. Otjo, korupsi dana reboisasi
Berfungsi Positif
Perbuatan yg menurut UU tidak dilarang tapi masyarakat
menganggapnya sebagai suatu tindak pidana, bertentangan dgn
asas legalitas.
Dalam hal ini perbuatan tsb dapat dipidana, Co. kumpul kebo,
waria, PSK.

Melawan Hukum
Alasan pencantuman sifat melawan hukum
dalam perumusan tindak pidana :
- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak dari tuntutan
pidana.

Akibat hukum tidak dicantumkannya sifat


melawan hukum dalam perumusan tindak
pidana :
- berarti sifat melawan hukum itu dianggap ada, tetapi
tidak perlu dibuktikan, kecuali dibuktikan sebaliknya oleh
pihak terdakwa.

Arti dan diantara unsur dengan sengaja &


unsur melawan hukum
Dengan sengaja dan MH (Ps. 180, 198, 406):
unsur MH tdk diliputi oleh unsur sengaja. Pelaku
memang sengaja, tp dia tdk hrs tahu bhw
perbuatannya MH, walaupun memang MH.
Jaksa tdk hrs membuktikan bahwa pelaku tahu
bhw perbuatan tsb MH
Dengan sengaja MH (257, - dengan:333, 372)
kata MH diliputi oleh unsur dengan sengaja jd
hrs dibuktikan bhw pelaku sengaja MH dan ia
tahu bahwa perbuatannya MH

Arti dan diantara unsur dengan sengaja &


unsur melawan hukum
Van Hamel, simons, pompe : perbedaan itu
mempunyai arti. Mis. Ps 406 KUHP :
dengan sengaja dan melawan hukum ; Ps
333 KUHP : dengan sengaja melawan
hukum
Vos, zevenbergen, langemeijer :
tiadanya kata dan tidak berarti apa2,
semuanya mesti dibaca dengan sengaja
dan melawan hukum
Remelink, van Bemmelen :
kata penghubung dan tidak mempunyai
arti, jadi istilah dengan sengaja meliputi
pula melawan hukum.

PMH : 1365 KUHPerdata


dalam Pasal 1365 KUHPerdata, dirumuskan bahwa :
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian, mengganti kerugian
tersebut.
Suatu perbuatan merupakan suatu perbuatan yang
melanggar hukum yang memenuhi pasal 1365 KUHPerdata
adalah jika di dalam perbuatan tersebut memenuhi unsur:
a.Perbuatan melawan hukum;
b.Kesalahan;
c.Kerugian;
d.Hubungan sebab akibat antara kesalahan dgn kerugian
yang ditimbulkan.

PMH : 1365 KUHPerdata


a. Perbuatan melawan hukum.
Di dalam doktrin, suatu perbuatan adalah merupakan
perbuatan melawan hukum, kalau memenuhi salah satu
unsur berikut:
a. bertentangan dengan hak orang lain,
b. bertentangan dengan kewajiban hukumnya
sendiri,
c. bertentangan dengan kesusilaan,
d. bertentangan dengan keharusan yang harus
diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai
orang lain atau benda.
b.Kesalahan.
Dalam pasal 1365 KUHPerdata, apabila unsur kesalahan
itu dilakukan baik dengan sengaja atau dilakukan karena
kealpaan, akibat hukumnya adalah sama, yaitu bahwa si
pelaku tetap bertanggung jawab untuk membayar
kerugian atas kerugian yang diderita oleh orang lain,

PMH : 1365 KUHPerdata


c. Kerugian.
Yang dimaksud dengan kerugian dalam pasal 1365 KUHPerdata
adalah kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum.
Tiap perbuatan melawan hukum tidak hanya dapat mengakibatkan
kerugian uang saja, tapi juga dapat menyebabkan kerugian moril
atau idiil, yakni ketakutan, terkejut, sakit dan kehilangan
kesenangan hidup
d. Hubungan sebab-akibat (kausalitas) antara kesalahan dengan
kerugian yang ditimbulkan.
Adanya unsur sebab-akibat untuk memenuhi pasal 1365
KUHPerdata dimaksudkan untuk meneliti apakah terdapat
hubungan kausal antara kesalahan yang dilakukan dengan kerugian
yang ditimbulkan. Sehingga dengan demikian si pelaku dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bila seseorang
melakukan perbuatan melawan hukum, maka sanksi dalam pasal
1365 KUHPerdata hanya dapat diterapkan apabila tersebut
ditimbulkan kerugian..

KAUSALITAS
1. Pengertian ?
2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ?
3. Ajaran Kausalitas ?
Ilustrasi :
B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B, maka A
terlambat ; karena terlambat A mengendarai mobil dengan
kecepatan tinggi; A menubruk C sehingga luka-luka; C
dibawa ke RS dan dioperasi oleh dokter D; D meminta E
merawat dengan suntikan tertentu; E salah memberikan
obat pada C; C mati.

Pengertian Kausalitas
Hal sebab-akibat
Hubungan logis antara sebab dan akibat
Persoalan filsafat yang penting
Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus
menjadi sebab peristiwa lain
Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di
suatu masa lalu
Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana (bukan
makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan
pada pengertian kausalitas agar mereka dapat
menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai
pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu

Pengertian Ajaran Kausalitas


Ajaran yang berupaya untuk mencari
sebab dari timbulnya akibat
Dalam hukum pidana, sebab yang dicari
adalah suatu perbuatan
Dengan ditemukannya sebab, maka dapat
ditemukan siapa yang dapat
dipersalahkan dan diminta
pertanggungjawabannya

Kapankah diperlukan ajaran Kausalitas/ Jenis delik


apa yang memerlukan ajaran kausalitas?
Delik Materiil : Delik yang perumusannya
melarang timbulnya akibat. Delik ini selesai ketika
akibat timbul. mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360, Ps.
368
Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva
per omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten) :
Delik yang terjadi dengan dilanggarnya suatu
larangan yang menimbulkan akibat yang dilakukan
dengan perbuatan pasif. Ps. 194 KUHP
Delik yang dikwalifisir : Delik yang sanksinya mjd
lebih berat krn ada penambahan unsur berupa
timbulnya akibat. Misal: Ps 351 (1) Ps 351 (2)/
Ps 351 (3)

Ajaran Kausalitas
Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von
Buri)
Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima
: Birkmeyer , Mulder
Teori-teori menggeneralisasi : teori
Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe,
Rumelin)
Teori Relevansi : Langemeijer

Ajaran Conditio Sine Qua Non


Semua faktor yaitu semua syarat, yang
turut serta menyebabkan suatu akibat dan
yang tidak dapat dihilangkan dari
rangkaian faktor-faktor ybs. Harus
dianggap causa (sebab) akibat itu.
Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)
Ada beberapa sebab
Syarat = sebab

Pembatasan Ajaran Von Buri


Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van
Hamel [dibatasi dg ajaran kesalahan
(dolus/culpa)]
Pengkesampingan semua sebab yang
terletak di luar dolus atau culpa; dalam
banyak kejahatan dolus atau culpa
merupakan unsur-unsur perumusan delik.

Teori-teori Individualisasi /
Causa Proxima
Birkmeyer :
Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua
Non .
Di dalam rangkaian syarat-syarat yang tidak
dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat, lalu
dicari syarat manakah yang dalam keadaan
tertentu itu, yang paling banyak membantu
untuk terjadinya akibat.
G.E Mulder : Sebab adalah syarat yang paling
dekat dan tidak dapat dilepaskan dari akibat.

Teori-teori menggeneralisasi
Von Bar
Teori Von Bar ini tidak menyoal tindakan
mana atau kejadian mana yang in concreto
memberikan pengaruh (fisik/psikis) paling
menentukan. Yang dipersoalkan adalah
apakah satu syarat yang secara umum
dapat dipandang mengakibatkan terjadinya
peristiwa seperti yang bersangkutan
mungkin ditemukan dalam rangkaian
kausalitas yang ada

Teori-teori menggeneralisasi
Von Kries (Teori Adequat Subjectif)
Sebab adalah keseluruhan faktor positif & negatif yang tidak dapat
dikesampingkan tanpa sekaligus meniadakan akibat. Namun
pembatasan demi kepentingan penetapan pertanggungjawaban
pidana tidak dicari dalam nilai kualitatif/kuantitatif atau
berat/ringannya faktor dalam situasi konkret, tetapi dinilai dari
makna semua itu secara umum, kemungkinan dari faktor-faktor
tersebut untuk memunculkan akibat tertentu.
Sebab = syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu
memiliki kecenderungan untuk memunculkan akibat tertentu,
biasanya memunculkan akibat itu, atau secara objectif
memperbesar kemungkinan munculnya akibat tersebut.
Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan
akibat tertentu hanya dapat diselesaikan apabila kita memiliki 2
bentuk pengetahuan :
(a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg terjadi / pengetahuan
Nomologis yg memadai
(b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yg terjadi/ pengetahuan
Ontologis/ pemahaman fakta (empirik)

Teori-teori menggeneralisasi
Rumelin (Teori Adequat Objectif) :
Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus (perlu) ada untuk
terjadinya akibat. Ihwal probabilitas tidak berdasarkan pada apa
yang diketahui atau mungkin diketahui pada waktu melakukan
tindakannya, melainkan pada fakta yang objektif pada waktu itu
ada, entah diketahuinya atau tidak jadi pada apa yang kemudian
terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi peristiwa
tersebut.
Simons :
Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis umum
pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat
Pompe :
Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk dapat
menimbulkan akibat

Teori Relevansi
Langemeijer
Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri
dengan memilih satu atau lebih sebab dari
sekian yang mungkin ada, yang dipilih
sebab-sebab yang relevan saja , yakni
yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab
oleh pembuat undang-undang.

Sifat Melawan Hukum


(Wederrechtelijkheid)
Arti :
- tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
- bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders
recht)
-tanpa alasan yg wajar
-Bertentangan dengan hukum positif

Alasan Pencantuman unsur Melawan


Hukum
Pada umumnya dalam perundangundangan , lebih banyak delik yang tidak
memuat unsur melawan hukum dalam
rumusannya
Alasan pencantuman sifat melawan hukum
dalam perumusan tindak pidana :
- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak dari
tuntutan pidana.

AJARAN SIFAT MELAWAN HUKUM


Melawan hukum :
- aliran formil : melawan hukum =
melawan UU, sebab hukum adalah UU.
- aliran materiil : melawan hukum adalah
perbuatan yg oleh masyarakat tidak
dibolehkan.

Perbedaan Ajaran Materiil dan Formil


AJARAN FORMIL

AJARAN MATERIIL

melawan hukum tidak selalu


menjadi unsur delik, hanya jika
dalam rumusan delik
disebutkan dengan nyatanyata barulah menjadi unsur
delik

melawan hukum adalah unsur


mutlak dari tiap-tiap tindak
pidana, juga bagi yang dalam
rumusannya tidak menyebut
unsur tersebut

hanya mengakui pengecualian


yang tersebut dalam undangundang saja/ mis, Ps. 49.

mengakui adanya
pengecualian / penghapusan
dari sifat melawan hukumnya
perbuatan menurut hukum
yang tertulis dan yang tidak
tertulis

Pembuktian Unsur Melawan


Hukum
Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu
menjadi unsur delik, ini tidak berarti bahwa karena itu
harus selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh
penuntut umum
Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah
tergantung dari rumusan delik. Bila unsur tersebut
tercantum dlm rumusan pasal, maka hrs dibuktikan,
sedangkan jika tidak tercantum maka tidak perlu
dibuktikan.
Akan tetapi bila seorang hakim berpendapat bahwa
tidak ada unsur melawan hukum dalam arti materiil,
maka unsur tersebut harus dibuktikan (dasar
penghapus pidana di luar KUHP)

KULIAH 6
Kesalahan dan
Pertanggungjawaban Pidana

Pengantar
Kesalahan merupakan unsur yg melekat
pada pelaku tindak pidana
4 pengertian kesalahan
Bentuk-bentuk kesalahan
Asas penting dalam pertanggung jawaban
pidana

Pengertian Kesalahan
Ada 4 pengertian kesalahan (Utrecht):
1.Kesalahan sebagai unsur delik; dalam
arti kumpulan (nama generik) yang
mencakup dolus dan culpa
2.Kesalahan dalam arti
pertanggungjawaban pidana:
ketercelaan (verwijtbaarheid) seseorang
atas perbuatan melawan hukum yang
telah dilakukannya

3. Kesalahan dalam arti bentuk


khusus, yang hanya berupa culpa
4. Kesalahan yang digunakan dalam
rumusan delik untuk menetapkan
bahwa pidana dapat diancamkan pada
pelaku yang bersalah karena telah
melakukan tindakan tertentu; mis.
Barang siapa dengan sengaja
menghilangkan nyawa orang lain
dipidana karena bersalah melakukan
pembunuhan

Kesalahan sebagai Unsur Delik


Dolus
Culpa

Dolus/ opzet/ sengaja


Apakah sengaja itu ?
Sengaja = willen (menghendaki) en
weten (mengetahui) (MvT- 1886)

Teori2 sengaja :
(a) teori kehendak (wils theorie)
opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik
dikehendaki si pelaku
(b) teori bayangan (voorstellings-theorie)
opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai
melakukan perbuatan, ada bayangan yg terang bahwa
akibat yg bersangkutan akan tercapai, maka dari itu ia
menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu

Dolus/ opzet/ sengaja


istilah2 dalam rumusan tindak pidana

Dengan sengaja : Ps 338 KUHP


Mengetahui bahwa : Ps 220 KUHP
tahu tentang : Ps 164 KUHP
dengan maksud : Ps 362, 378, 263 KUHP
niat : Ps 53 KUHP
dengan rencana lebih dahulu : Ps 340, 355 KUHP
- dengan rencana : (a) saat pemikiran dg tenang ; (b)
berpikir dg tenang; ( c ) direnungkan lebih dahulu.
- ada tenggang waktu antara timbulnya niat dengan
pelaksanaan delik

Bentuk-Bentuk Dolus
1. Dolus sebagai maksud /tujuan (als oogmerk)
2.

Dolus dengan kesadaran/keinsyafan kepastian


(noodzakelijkheidsbewustzijn)
3. Dolus dengan kesadaran/keinsyafan
kemungkinan (opzet met waarschijnlijkheids
bewustzijn/ awareness of probability)
4. Dolus eventualis (kesengajaan bersyarat; opzet
met mogelijkheidsbewustzijn/voorwaardelijk
opzet/awareness of possibility)
Kesengajaan bersyarat: dengan mengetahui dan
menghendaki menerima risiko yang besar

lanjutan ..
Ada sarjana yang membedakan bentuk-bentuk
dolus menjadi 3 macam,yaitu: sebagai
maksud, berkeinsyafan kepastian dan
berkeinsyafan kemungkinan (misalnya PAF
Lamintang, Tresna, Moeljatno)
Mereka menyamakan dolus eventualis dengan
kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan
Dolus eventualis merupakan perkembangan
dalam hukum pidana, khususnya dalam hal
bentuk-bentuk kesengajaan dan HR Belanda
baru menerima kesengajaan bentuk ini setelah
PD II

Bentuk-bentuk kesengajaan
Sengaja sebagai maksud/ tujuan
-

:
apabila pembuat menghendaki perbuatan dan/akibat perbuatannya;
tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya
tidak terjadi

Sengaja sebagai keinsyafan kepastian :


-

pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya tidak akan


tercapai tanpa terjadinya akibat yg tidak dimaksud

Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan:


-

pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak dikehendaki akan


terjadi untuk mencapai akibat yg dimaksudnya
Kesengajaan berkeinsyafan kepastian dan kemungkinan tidak dapat
berdiri sendiri. Selalu bersifat accesoir terhadap kesengajaan
sebagai maksud

Dolus eventualis
Pelaku dengan kehendak dan kesadaran
menerima kemungkinan munculnya
akibat yang buruk.
Di Jerman disebut billigend in Kauf
nehmen: menerima penuh risiko
terwujudnya sesuatu kemungkinan
Contoh: metro mini maut di Jakarta
Utara, naik kuda di jalan ramai di kota
London, memainkan pistol meletus
DOOR! dan mengenai org

Arti dan diantara unsur dengan sengaja & unsur


melawan hukum
Van Hamel, simons, pompe : perbedaan
itu mempunyai arti. Mis. Ps 406 KUHP :
dengan sengaja dan melawan hukum ; Ps
333 KUHP : dengan sengaja melawan
hukum
Vos, zevenbergen, langemeijer :
tiadanya kata dan tidak berarti apa2,
semuanya mesti dibaca dengan sengaja
dan melawan hukum
Remelink, van Bemmelen :
kata penghubung dan tidak mempunyai
arti, jadi istilah dengan sengaja meliputi
pula melawan hukum.

Culpa
Istilah2
- culpa - schuld - nalatigheid - sembrono
- teledor
istilah 2 yg digunakan dalam rumusan :
- kelalaian
- kealpaan
- kesalahan
- seharusnya diketahuinya
- sepatutnya diketahuinya

Pengertian, Jenis, Syarat


KUHP : tidak ada definisi ttg culpa
MvT : kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg kesengajaan
dan di pihak lain dengan hal yg kebetulan
Pada culpa, unsur menghendaki selalu tidak ada; sedangkan unsur
mengetahui sering tidak ada

Macam2 Culpa :
(a) culpa levis ; culpa lata
(b) culpa yg disadari (bewuste) : culpa yg tidak disadari (on bewuste)
Syarat adanya kealpaan :
(a) Hazewinkel-Suringa : 1) kekurangan menduga-duga; 2)
kekurangan berhati-hati
(b) van Hamel : 1) tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan
hukum; 2) tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan hukum
( c) Simons : pada umumnya kealpaan mempunyai 2 unsur : 1) tidak
berhati-hati; 2) dapat diduganya akibat.

Culpa
Untuk menentukan ada atau tidaknya culpa pada
seseorang, maka harus digunakan tolok ukur yang
normal (upaya dan kehati-hatian dari orang yang
sama kemampuan dan kecerdasannya dengan
pelaku).
Apabila pada situasi dan kondisi yang sama
dengan pelaku, orang yang sama kemampuan dan
kecerdasannya dengan pelaku pada umumnya
tidak melakukan perbuatan seperti yang dilakukan
oleh pelaku; berarti pelaku culpa telah melakukan
culpa lata (Kelalaian yang besar/berat)

Culpa
Culpa Levis (Kelalaian yang kecil/ringan)--- apabila
tolok ukurnya adalah upaya dan kehati-hatian yang luar
biasa
Culpa yang disadari (bewuste culpa) : Apabila pelaku
sudah membayangkan kemungkinan timbulnya suatu
akibat yang dilarang, dan karena itu ia juga sudah
berupaya agar tidak timbul akibat tsb. (dia tidak
menghendaki akibat), namun akibat tetap terjadi
Culpa yang tidak disadari (onbewuste culpa): Pelaku
sama sekali tidak pernah membayangkan kemungkinan
timbulnya akibat yang dilarang; tetapi ternyata terjadi
akibat
Yang dapat dipidana adalah Culpa Lata, baik yang
disadari maupun tidak disadari

Asas penting dalam masalah


pertanggungjawaban
Geen straf zonder schuld
Tiada Pidana tanpa kesalahan :
meskipun seseorang telah melakukan
perbuatan yang melawan hukum;
namun tanpa adanya kesalahan
maka dia tidak dapat dipidana

Dapat dipersalahkan sehingga dapat


dipertanggungjawabkan
3 syarat yang harus dipenuhi:
Kemampuan bertanggungjawab
Ada hubungan psikis antara pelaku dan
perbuatannya , dalam bentuk dolus
atau culpa
Tidak ada dasar penghapus kesalahan

Kemampuan Bertanggungjawab
(toerekeningsvatbaarheid)
Dengan menggunakan penafsiran a-contrario dari MVT
tentang tidak mampu bertanggungjawab; maka mampu
bertanggungjawab artinya:
- pelaku melakukan perbuatannya dengan bebas; tanpa
paksaan
- pelaku menginsyafi bahwa perbuatannya melawan
hukum dan ia mengerti akibat perbuatannya
Dalam praktik, setiap pelaku dianggap mampu
bertanggungjawab ; kecuali dapat dibuktikan bahwa
pelaku sakit jiwa atau tidak sempurna pertumbuhan
akalnya atau cacat dlm pertumbuhan jiwanya.

KULIAH 7
Percobaan Tindak
Pidana

PERCOBAAN (POGING)
PASAL 53
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat
untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan
pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu,
bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya
sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam
hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana
penjara paling lama 15 tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan
kejahatan selesai.
Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana

Kasus 1
Seorang yang sedang berdiri di bordes
KA, ketika akan diperiksa karcisnya oleh
kondektur, ia telah menendang kaki
petugas tersebut. Sehingga apabila
kondektur tidak dengan cepat
berpegang pada tiang besi KA, pasti ia
jatuh keluar dan terlindas KA (Arrest HR
Tgl 12 Maret 1942)

Kasus 2
Seorang POLANTAS memberi tanda agar
sebuah kendaraan bermotor berhenti,
karena tidak menyalakan lampu.
Pengemudi tetap tancap gas, sehingga
kalau petugas tidak menghindar
dengan cara melompat ia akan
tertabrak (Arrest HR 6 Pebruari 1951)

Kasus 3

Percobaan Pembunuhan Berencana


KASUS
A bermaksud menghabisi nyawa B
dengan meletakkan bom di mobil B. Bom
meledak sebelum B masuk mobil dan
mengakibatkan B luka-luka parah.
PASAL YG DIDAKWAKAN
Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan
pembunuhan berencana)
ANCAMAN PIDANA
15 tahun penjara (lihat Ps. 53 ayat 3)

Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yg


merupakan percobaan tindak pidana yg
dipidana sbg delik selesai. Hal ini terdapat
juga dalam UU Pidana di luar KUHP.
Ada juga delik-delik khusus dlm KUHP yg
mirip dgn percobaan yaitu makar (ps. 87)
dan permufakatan jahat (ps. 88), namun
ada syarat dr Ps. 53 yg belum dipenuhi
tapi sudah dapat dihukum

POGING (PERCOBAAN)
Permulaan kejahatan yang belum selesai
Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang dan diancam
hukuman oleh undang-undang
Poging adalah perluasan pengertian delik
Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
undang-undang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum
atau membahayakan kepentingan hukum
KUHP tidak memberi perumusan/ definisi
Harus diketahui kapan suatu delik dianggap selesai
Delik selesai berbeda antara delik formil dan delik materiil
Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan yang dilarang
telah dilakukan
Pada delik materiil : delik selesai apabila akibat yang dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh undang-undang telah timbul atau
terjadi

Teori Subyektif
- subjectieve pogingsleer
seseorang yang melakukan percobaan
untuk melakukan kejahatan itu pantas
dihukum, oleh karena orang tersebut
telah menunjukkan perilaku yang tidak
bermoral yang bersifat jahat ataupun
yang bersifat berbahaya
Terdapat sikap batin atau watak yang
berbahaya dari si pelaku

Teori Obyektif
- objectieve pogingsleer
Seseorang yang melakukan percobaan
untuk melakukan suatu kejahatan itu
dapat dihukum oleh karena tindakantindakannya telah bernilai
membahayakan bagi kepentingankepentingan hukum

Pengklasifikasian Teori Objektif


Teori Obyektif Formil
Seseorang yang melakukan percobaan untuk
melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum
oleh karena tindakan-tindakannya telah
bernilai membahayakan bagi kepentingankepentingan hukum. Teori ini tidak
membedakan antara percobaan pada delik
formil dan delik materiil
Teori Obyektif Materiil membedakan
percobaan pada jenis deliknya (delik formil
atau delik materiil)

Teori Obyektif Materiil pada Delik Formil


apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang
disebut dalam rumusan delik
Teori Obyektif Materiil pada Delik Materiil
segera setelah tindakan yang dilakukan oleh
pelakunya itu, menurut sifatnya secara langsung
dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh
UU tanpa pelakunya tersebut harus
melakukan suatu tindakan yang lain

Teori Campuran
Teori Subyektif
- subjectieve pogingsleer
dan
Teori Obyektif
- objectieve pogingsleer

Syarat Percobaan yg dapat


dipidana
Niat
Permulaan Pelaksanaan
Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena
kehendaknya sendiri

Syarat Pertama
NIAT atau Voornemen
Menurut doktrin dan
yurisprudensi :voornemen harus
ditafsirkan sebagai kehendak, willen atau
opzet
Seseorang harus mempunyai kehendak,
yaitu kehendak melakukan kejahatan
Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet
di sini harus dtafsirkan dalam arti luas
atau hanya opzet dalam arti pertama
(sebagai ogmerk atau tujuan) ?

Syarat Kedua
Permulaan Pelaksanaan
Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan
pelaksanaan een begin van uitvoering
Harus ada suatu perbuatan(handeling)
apa yang dimaksud perbuatan sebagai
permulaan pelaksanaan ?
Undang-undang tidak merumuskan pelaksanaan
atauuitvoering dan bagaimana bentuknya
Perlu digunakan penafsiran

Pelaksanaan Kehendak atau


Pelaksanaan Kejahatan ?
Secara gramatika, harus dihubungkan dengan kata yang
mendahuluinya yaitu voornemen/ niat/kehendak

Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan


pelaksanaan. Jadi : pelaksanaan itu ditafsirkan
sebagai pelaksanaan kehendak TEORI POGING
SUBYEKTIF
Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat berikutnya
tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan sematamata disebabkan karena kehendaknya sendiri maka
secara sistematis maka ditafsirkan sebagai
pelaksanaan kejahatan TEORI POGING OBYEKTIF

CONTOH KASUS
A menghendaki untuk membunuh B , untuk melaksanakan
maksudnya, A harus melakukan beberapa perbuatan, yaitu :
a. A pergi ke tempat penjualan senjata api
b. A membeli senjata api
c. A membawa senjata api ke rumahnya
d. A berlatih menembak
e. A menyiapkan sebjata apinya dengan membungkusnya rapatrapat
f. A menuju rumah B
g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu dengan peluru
h. A mengarahkan senjata kepada B
i. A melepaskan tembakan ke arah B

MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ?


APAKAH TIAP2 PERBUATAN DALAM KASUS TSB
DAPAT DIHUKUM ?

1. Menurut Teori Poging Subyektif :


perbuatan a sudah merupakan
permulaan pelaksanaan karena telah
menunjukkan kehendak yang jahat
2. Menurut Teori Poging Obyektif :
perbuatan a f belum merupakan
permulaan pelaksanaan karena semua
perbuatan itu belum membahayakan
kepentingan hukum si B

PEMBATASAN TERHADAP TEORI


SUBYEKTIF
Perbuatan dibedakan :
1. tindakan atau perbuatan persiapan
(belum dapat dihukum)
2. tindakan atau perbuatan pelaksanaan
(sudah dapat dihukum)
Tetapi, pertanyaannya : mana yang
merupakan perbuatan persiapan dan
mana yang merupakan perbuatan
pelaksanaan ?

PENDAPAT PARA AHLI DALAM


MASALAH TERSEBUT
1.Van Hamel : apabila dari perbuatan itu telah terbukti kehendak yang
kuat dari si pelaku untuk melaksanakan perbuatannya
2.Simons melihat dari jenis deliknya : delik materiil atau delik formil.
Pada delik formil apabila perbuatan itu merupakan perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU, apabila perbuatan
itu merupakan sebagian dari perbuatan yang dilarang; jika ada
beberapa unsur maka jika sudah melakukan salah satu unsur
Pada delik materril apabila perbuatan itu dianggap sebagai
perbuatan yang menurut sifatnya adalah sedemikian rupa ,
sehingga secara langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang
dan diancam dengan hukuman oleh UU
3.Vos : ada permulaan pelaksanaan apabila perbuatan itu
mempunyai sifat terlarang terjadap suatu kepentingan hukum.
4.Pompe : ada permulaan pelaksanaan apabila suatu perbuatan yang
bagi orang normal memungkinkan terjadinya suatu delik.

Pendapat Hoge Raad


Ada permulaan pelaksanaan apabila antara perbuatan
yang dilakukan dan kejahatan yang dkehendaki oleh
seseorang itu terdapat hubungan erat langsung; yaitu
apabila seorang melakukan sesuatu perbuatan untuk
melaksanakan kejahatan , perbuatan itu baru dianggap
sebagai permulaan pelaksanaan apabila disamping
perbuatan itu tidak dibutuhkan lagi perbuatan-perbuatan
yang lain untuk menyelesaikan kejahatan.

Percobaan delik formil


apabila telah dimulai perbuatan/tindakan
yang disebut dalam rumusan delik
Hoge Raad arrest tanggal 8 Maret 1920
N.J.1920
perbuatan menawarkan untuk dibeli dan
perbuatan menghitung uang kertas yang
telah dipalsukan di depan orang lain
adalah tindakan permulaan dari tindakan
pelaksanaan

Percobaan delik materiil


segera setelah tindakan yang dilakukan
oleh pelakunya itu, menurut sifatnya
secara langsung dapat menimbulkan
akibat yang terlarang oleh undangundang, tanpa pelakunya tersebut harus
mel;akukan suatu tindakan yang lain
Hoge Raad Arrest 19 Maret 1934, N.J
1934 Eindhovense Brandstichting - arrest

Syarat Ketiga
Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya sendiri

Contoh: Tertangkap tangan, korban


memberikan perlawanan, korban tidak
meninggal karena bantuan medis
Membatalkan niatnya secara sukarela/kehendak
sendiri vrijwillige terugterd (TIDAK ADA
Percobaan yang dihukum)

Dalam Pasal 18 RUU KUHP


(1) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat
tidak menyelesaikan perbuatannya karena kehendaknya sendiri
secara sukarela, maka pembuat tidak dipidana.
(2) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat
dengan kehendaknya sendiri mencegah tercapainya tujuan
atau akibat perbuatannya, maka pembuat tidak dipidana.

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) telah menimbulkan kerugian atau menurut peraturan
perundang-undangan telah merupakan tindak pidana
tersendiri, maka pembuat dapat dipertanggungjawabkan
untuk tindak pidana tersebut.(percobaan yang
dikwalifisir)

Macam2 Percobaan (Doktrin)


Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging
--> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia

telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya


kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal

Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging


--> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia

telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi


tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia terhalang
oleh suatu hal

Percobaan yg Tidak Sempurna (tidak wajar) :


Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang

berkehendak melakukan suatu kejahatan, dimana ia telah


melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya
kejahatan, namun tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak
sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna.
Tidak sempurna : mutlak atau relatif

Pasal 20 RUU KUHP


Dalam hal tidak selesai atau tidak
mungkin terjadinya tindak pidana
disebabkan ketidakmampuan alat yang
digunakan atau ketidakmampuan objek
yang dituju, maka pembuat tetap
dianggap telah melakukan percobaan
tindak pidana dengan ancaman pidana
tidak lebih dari 1/2 (satu per dua)
maksimum pidana yang diancamkan
untuk tindak pidana yang dituju.

Melakukan percobaan kejahatan


akan tetapi tidak dihukum
Pasal 184 ayat 5 KUHP perkelahian
tanding
Pasal 302 ayat 4 KUHP penganiayaan
ringan terhadap binatang
Pasal 351 ayat 5 dan Pasal 352 ayat 2
KUHP penganiayaan biasa dan ringan

Mangel am tatbestand (gebrek aan


feitelijk tosdracht v/e zaak)
Kejadian-kejadian yang mirip dengan
percobaan yang tidak sempurna/ tidak wajar
di mana salah satu unsur dari kejahatan
tertentu itu sebenarnya tidak mungkin ada
atau tidak mungkin terjadi
Misal:
menggugurkan kandungan seorang
perempuan yang tidak pernah hamil;
mencuri barang yang pencurinya tidak tahu
bahwa barang tersebut sebelum dicuri telah
diwariskan/diberikan padanya.

Putatif Delict
Seseorang mengira bahwa apa yang
dilakukan merupakan suatu tindak
pidana, padahal tindakan tersebut tidak
dilarang
Contoh:
Seseorang masuk ke Indonesia dan membawa
sejumlah uang kertas asing. Semula ia
beranggapan telah mencoba atau melakukan
suatu kejahatan. Namun ternyata uang yang ia
bawa masih dalam batas ketentuan yang tidak
dilarang

Percobaan dalam kealpaan


Pasal 287 KUHP
yang sepatutnya ia harus dapat
menduga bahwa wanita itu belum cukup
umurnya
Pasal 480 KUHP
yang sepatutnya ia harus dapat
menduga bahwa barang itu diperoleh si
penjual dari kejahatan

Nathalina
Bidang Studi Hukum Pidana
FHUI 2012

Istilah PIDANA

Hukum Penitensier
Hukum Sanksi
Straf
Hukuman
Punishment

PIDANA
Nestapa/derita
Yang dijatuhkan dengan sengaja
oleh negara (melalui
pengadilan)
Dikenakan pada seseorang
Yang secara sah telah melanggar
hukum pidana
Melalui proses peradilan pidana

Proses Peradilan Pidana


(the criminal justice process)

Struktur, fungsi, dan proses


pengambilan keputusan
Oleh sejumlah lembaga
(kepolisian, kejaksaan,
pengadilan & lembaga
pemasyarakatan)
Yang berkenaan dengan
penanganan & pengendalian
Kejahatan dan pelaku kejahatan.

Pidana sebagai pranata sosial


Sebagai bagian dari reaksi sosial manakala
terjadi pelanggaran terhadap norma2 yang
berlaku
Mencerminkan nilai & struktur masyarakat
Merupakan reafirmasi simbolis atas
pelanggaran terhadap hati nurani bersama
Sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap
perilaku tertentu
Selalu berupa konsekwensi yang
menderitakan, atau setidaknya tidak
menyenangkan.

Pengertian
Hukum Penitentier (Utrecht II hal. 268) :
Segala peraturan positif mengenai sistem hukuman
dan sistem tindakan yang memuat:
Jenis sanksi atas tindak pidana yang dilakukan
Beratnya sanksi itu
Lamanya sanksi itu dijalankan oleh pelaku
Cara sanksi itu dilakukan
Tempat sanksi itu dijalankan
Hukuman, menurut pendapat :
Moeljatno : Lebih tepat pidana untuk
menerjemahkan straf.
Sudarto : Idem.
R. Soesilo : Suatu perasaan tidak enak/sengsara
yang dijatuhkan oleh Hakim dengan vonis kepada
orang yang telah melanggar UU Hukum Pidana.

Unsur-unsur atau ciri-ciri pidana


Merupakan suatu pengenaan
penderitaan/nestapa atau akibat-akibat
lain yang tidak menyenangkan;
Diberikan dengan sengaja oleh badan
yang memiliki kekuasaan (berwenang);
Dikenakan pada seseorang penanggung
jawab peristiwa pidana menurut UU (orang
memenuhi rumusan delik/pasal).
(Muladi & Barda Nawawi Arief, 1982)

PEMIDANAAN
Penjatuhan Pidana/sentencing :
Upaya yang sah
Yang dilandasi oleh hukum
Untuk mengenakan nestapa
penderitaan
Pada seseorang yang melalui proses
peradilan pidana
Terbukti secara sah dan meyakinkan
Bersalah melakukan suatu tindak
pidana.

Sejarah
a. Utrecht I Bab 1
b. Utrecht II Bab 5

Mulai WvS diundangkan yaitu tahun


1915
UU No. 1/1946 tentang KUHP (berlaku
berdasarkan asas konkordansi).

Jenis-jenis hukuman yg dpt dijatuhkan oleh


Pengadilan berdasarkan plakat tgl. 22 April 1808

Dibakar hidup, terikat pada suatu tiang


(hanya utk pelaku pembakar/pembunuh)
Dimatikan dgn suatu keris
Dicap bakar
Dipukul, dipukul dgn rantai (pidana
badan/corporal punishment)
Ditahan/dimasukkan dlm penjara
Kerja paksa pada pekerjaan2 umum.
Utrecht I Bab 1 hal. 19 R. Soesilo hal. 36

Dasar-Dasar Hukuman :

Hukum pidana sebagai suatu sanksi


yang bersifat istimewa: terkadang
dikatakan melanggar HAM
melakukan perampasan terhadap
harta kekayaan (pidana denda),
pembatasan kebebasan bergerak/
kemerdekaan orang (pidana
kurungan/penjara) dan perampasan
terhadap nyawa (hukuman mati).
Merupakan Ultimum Remedium
(senjata pamungkas, jalan terakhir,
jalan satu-satunya/tiada jalan lain).

Siapakah yang berhak menuntut,


menjatuhkan, dan menjalankan pidana
itu ?
Utrecht I Bab V, hal. 149 dst :
Beysens, pada dasarnya negaralah yang
berhak,
krn perbuatan tsb bertentangan dgn tata
tertib negara (sudut obyektif) & perbuatan
yg dpt dipertanggung-jawabkan oleh pelaku
(sudut subyektif);
Utrecht :
Negara sebagai organisasi sosial tertinggi o.k.i.
sangat logis jika negara diberi tugas
mempertahankan tata tertib masyarakat;
Negara sebagai satu-satunya alat yang dapat
menjamin kepastian hukum.

Teori-Teori Pemidanaan/
Tujuan Pemidanaan menurut doktrin
TeoriAbsolut/Retributif/Pemba
lasan
(lex talionis):
Hukuman adalah sesuatu yang
harus ada sebagai konsekwensi
dilakukannya kejahatan;
Orang yang salah harus
dihukum
(E. Kant, Hegel, Leo Polak).

Menurut Leo Polak (aliran


retributif), hukuman harus
memenuhi 3 syarat :
Perbuatan tersebut dapat dicela
(melanggar etika)
Tidak boleh dengan maksud prevensi
tp utk represif.
Beratnya hukuman seimbang dengan
beratnya delik.
Contoh di Indonesia: Qisas dalam Hukum
Islam, Carok dalam masyarakat Madura,
Siri dalam masy Ujung Pandang

Teori Relatif/Tujuan
(utilitarian)

Menjatuhkan hukuman untuk tujuan


tertentu, bukan hanya sekedar sebagai
pembalasan:
Hukuman pd umumnya bersifat
menakutkan, o.k.i, seyogyanya : Hukuman
bersifat memperbaiki/merehabilitasi
orang yang sakit moral harus diobati.
Tekanan pada treatment/pembinaan.
Rehabilitasi, individualisasi pemidanaan.
Anti punishment, model medis.

Prevensi:
hukuman dijatuhkan utk pencegahan
Prevensi Umum :
sebagai contoh pada masyarakat secara
luas agar tidak meniru perbuatan/kejahatan
yang telah dilakukan.
Prevensi Khusus:
Ditujukan bagi pelaku sendiri, supaya
jera/kapok, tidak mengulangi
perbuatan/kejahatan serupa; atau kejahatan
lain.
Deterrence : menakut/nakuti serupa
dengan prevensi
Perlindungan: agar orang lain/masyarakat
pada umumnya terlindungi, tidak disakiti,
tidak merasa takut dan tidak mengalami

Teori Gabungan :

Berdasarkan hukuman pada tujuan


(multifungsi) retributive/pembalasan
dan relative/tujuan.
Berdasarkan teori gabungan maka pidana
ditujukan untuk:

Pembalasan, membuat pelaku menderita


Upaya Prevensi, mencegah terjadinya
tindak pidana
Merehabilitasi Pelaku
Melindungi Masyarakat.

Retributive Justice :
Pemidanaan untuk tujuan pembalasan
Restorative Justice :
Keadilan yang merestorasi pelaku
harus mengembalikan kepada kondisi
semula; Keadilan yang bukan saja
menjatuhkan sanksi yang seimbang bagi
pelaku namun juga memperhatikan
keadilan bagi korban.

Tujuan Pemidanaan :
Berdasarkan Pasal 54 R-KUHP tahun
2008:

Prevensi umum, mencegah dilakukannya


tindak pidana dengan menegakkan norma
hukum demi pengayoman kepada
masyarakat
Rehabilitasi & Resosialisasi,
memasyarakatkan terpidana, dengan
melakukan pembinaan sehingga menjadi
orang yang baik dan berguna.
Supaya mereka bisa kembali ke
masyarakat (
LP = Lembaga Pemasyarakatan):

Tujuan Pemidanaan
Restorasi, menyelesaikan konflik, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai
Membebaskan rasa bersalah pada terpidana
Pemidanaan tidak dimaksudkan utk
menderitakan dan merendahkanmartabat
manusia (CAT ... )
Sampai saat ini Hukum Pidana Indonesia
belum memiliki Sentencing Guidelines
(pedoman yang memuat tentang
pemidanaan), tp sudah dirumuskan dalam
Pasal 55 R-KUHP 2008.

Jenis - Jenis

Pidana

KUHP (UU No. 1/1946)

R-KUHP (2008)

Bab II Buku I Pasal 10

Bab III Buku I Pasal 65

A. Hukuman/Pidana Pokok :
Hukuman mati (death
penalty/capital punisment)
Hukuman penjara
Hukuman kurungan
Hukuman denda
Hukuman tutupan
(khusus utk perbuatan yang
patut dihormati) UU No.
20/1946

A. Pidana Pokok :
Pidana penjara
Pidana tutupan
Pidana pengawasan
Pidana denda
Pidana kerja sosial

B. Pidana Tambahan :
Pencabutan hak-hak tertentu
Perampasan barang-barang
tertentu dan/atau tagihan
B.Hukuman/Pidana Tambahan:
3.Pengumuman putusan hakim
Pencabutan hak-hak
4. Pembayaran ganti kerugian
tertentu
5. Pemenuhan kewajiban adat
Perampasan barang-barang
setempat dan/atau kewajiban
tertentu
menurut hukum yang hidup
Pengumuman putusan
dalam masyarakat
hakim

Catatan
Lihat juga Pasal 14a KUHP :
(reclassering/lembaga yg mengawasi
BAPAS, Balai Pemasyarakatan)
penghukuman/pidana bersyarat/pidana
percobaan, dan pelepasan bersyarat.
Larangan Kumulasi hukuman, mis.
melakukan pencurian, pemerkosaan
dan pembunuhan lalu mayat korban
dibuang. Ancaman pidananya
mengikuti prinsip gabungan tindak
pidana
Sistem penjatuhan pidana: stelsel
kumulasi murni, stelsel kumulasi
terbatas, absorsi murni, absorsi yang
dipertajam.

R-KUHP
Pasal 66 dan 87 : pidana mati bersifat khusus,
diancamkan secara alternatif. ............ diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup. Dan dijatuhkan sbg upaya terakhir utk
mengayomi masyarakat
Pasal 101dan psl. 129/ps.132 : Double track system :
individualisasi hukuman, orang yang dalam
situasi/kondisi tertentu dapat dijatuhi tindakan :
Penempatan di RSJ, bagi orang yang tidak mampu
bertanggung jawab karena jiwanya cacat
pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit
(psl. 44 ayat 2 KUHPTindak pidana yang dilakukan
oleh anak yg masih di bawah umur.Berdasarkan UU
3/1997 dan RKUHP, anak yg dpt dipidana adlh yg
berusia 12-18 thn. Psl. 45-46 KUHP diganti dengan
pasal2 dalam UU No.3/1997 : dikembalikan pada
orang tuanya, diserahkan pada negara utk dididik,
atau diserahkan pada Dep.Sos, organisasi sosial

HUKUMAN/PIDANA MATI
Pasal 11 jo Pasal 10 KUHP
Tindak Pidana yang diancam dengan hukuman
mati:
A. Dalam KUHP :
Pembunuhan berencana
Kejahatan terhadap keamanan negara
Pencurian dengan pemberatan
Pemerasan dengan pemberatan
Pembajakan di laut dengan pemberatan.
B. Di luar KUHP :
Terorisme
Narkoba
Korupsi
Pelanggaran HAM Berat : kejahatan terhadap kemanusiaan
dan genosida yang dilakukan secara meluas dan sistematis.

HUKUMAN/PIDANA MATI :
Hukuman mati dijalankan oleh algojo di tiang
gantungan (ps. 11 KUHP), tp bdsrkn Penpres
No. 2/1964 ditembak di bagian jantung
dan/atau kepala dan tdk dilakukan di muka
umum (rahasia, baik waktu dan tempat
eksekusinya).
Astini (Maret 2005) : ditembak 3 peluru di
dada.
Tibo cs. Diluar negeri: kamar gas, penggal,
kursi listrik, suntik mati, dsb.
Hukuman mati tdk dapat dijatuhjkan pada
anak; Pidana mati tidak dapat dilakukan
pada org yg setelah dihukum menjadi gila
dan wanita hamil. Eksekusi dpt dilakukan jika
org gila itu sembuh dan wanita tsb

PIDANA PENJARA
Psl. 12 KUHP :
Hukuman penjara lamanya seumur hidup
atau sementara/ pidana penjara dilakukan
dalam jangka waktu tertentu
( min 1 hari selama2nya 15 thn atau dpt
dijatuhkan selama 20 thn, tp tdk boleh lebih
dr 20 thn).
Pidana penjara dilakukan di penjara
(prison/jail), di Indonesia disbt sebagai
Lembaga Pemasyarakatan (LP/Lapas).
Untuk pemulihan kembali hubungan antara
narapidana dan masyarakat.
Penghuninya disebut narapidana/napi
(inmates): Warga Binaan Pemasyarakatan
(UU NO. 12/1995).

PIDANA PENJARA
Pidana bersyarat (ps. 14 a-14 f KUHP):
Bila hakim menjatuhkan pidana penjara
paling lama 1 tahun atau kurungan, tidak
termasuk kurungan pengganti, maka dalam
putusan dapat memerintahkan untuk tidak
menjalani pidana tersebut; kecuali jika di
kemudian hari ada putusan hakim yg
menentukan lain, karena terpidana
melakukan tindak pidana sebelum masa
percobaannya selesai atau tidak memenuhi
syarat-syarat khusus yg ditentukan.

PIDANA PENJARA
Sistem Penjara gevangenisstelsel
(Utrecht II hal. 291 - dst):
Sistem Pennsylvania, AS :

Para hukuman terus menerus ditutup sendirisendiri dalam satu kamar sel
Terhukum hanya melakukan kontak dgn penjaga
sel/sipir penjara
Dilakukan peringanan: terhukum diperkenankan
melakukan pekerjaan tangan dan secara terbatas
dpt menerima tamu, tp ia tetap dilarang bergaul
dgn terhukum lain.

Sistem Auburn, New York, AS :

Disebut juga sebagai silent system


Para hukuman pada siang hari disuruh bekerja
bersama2 tapi tidak boleh saling bicara, malam hari
kembali ke sel.

PIDANA PENJARA
Sistem Irlandia (Irish System)

Berasal dr mark system - penilaian


Para hukuman mula2 ditutup terus-menerus,
diterapkan hukum yg keras
Jika berkelakuan baik, maka hukumannya diperingan:
mulai dimasyarakatkan the rise of Reformatory
(Utrecht I, hal. 294-dst): Probation, public work prison,
dan ticket to leave.
Kemudian diperkenankan kerja sama2
Secara bertahap diberi kelonggaran utk bergaul satu
sama lain
Pelepasan bersyarat dapat dilakukan jika telah
menjalani dari hukumannya
Penutupan terus-menerus bertujuan:
Terhukum diberikan waktu utk merenung, menyelesali
perbuatannya perbaiki diri

PIDANA PENJARA
Sistem Elmira (NY, AS):

Utk org terhukum yg berusia tdk lbh dr 30 thn.


Disbt sbg penjara Reformatory : tempat utk
memperbaiki org, mjd warga masyarakat yg
berguna.
Mirip dgn sistem Irlandia tp titik berat pd usaha2
utk memperbaiki si pelaku: diberikan pengajaran,
pendidikan dan pekerjaan yg bermanfaat bg
masyarakat.

Sistem Borstal (LONDON, UK):

Ada ketentuan khusus dr Menkeh, ada perjanjian


Khusus utk pelaku yg masih muda yt < dr 19 thn
Spt LP Pemuda dan LP Anak laki2 di Tangerang,
Banten

Sistem Osborne (NY, US)

Memilih BOS mandor dr kalangan napi sendiri utk


mengatur napi : Tamping / building tender.

PIDANA PENJARA
Di Indonesia dilakukan ke 5 nya:

Beberapa hukuman dimasukkan dalam satu sel


atau 1 org/1 sel. Minimum security/ Maximum
security/Super Maximum Security (SMS).
Napi pd umumnya boleh keluar dr sel pd pagi
dan/atau siang hari, sore masuk sel sampai besok
pagi. Ada jadwalnya.
Pidana berat berkelakukan tdk baik, melanggar
aturan : dimasukkan dlm sel sendiri = Tutupan
sunyi.
Boleh bekerja di luar sel secara bersama2 = kerja di
kebun/taman, masak di dapur, bersihkan kolam,
kerja di bengkel LP utk buat kerajinan/furniture,
menjahit, menyulam, merangkai bunga dsb. Boleh
belajar/sekolah dlm LP, boleh membaca, dengar
radio/nonton TV, olah raga dsb.

PIDANA PENJARA
Boleh saling berinteraksi.
Pelepasan bersyarat (PB reclassering),
jika telah menempuh 2/3 dr hukumannya.
Meskipun hukuman penjara dilakukan
bersama2 tp tetap ada pemisahan mutlak :
Laki-laki dan perempuan
Orang dewasa dan anak di bawah umur
Org yg dihukum/ tahanan - org yg dihukum krn
upaya preventif
Orang militer dan org sipil.

PIDANA KURUNGAN
Dilaksanakan di penjara, tp lebih bebas, ada
hak pistole fasilitas lebih.
Pidana bersyarat/hukuman percobaan (ps. 14a
KUHP)
Pelepasan bersyarat (ps. 15 KUHP).
PIDANA TUTUPAN
UU No. 20/1946
Pidana yg dijatuhkan oleh Hakim dgn
mempertimbangkan bhw perbuatan yg
dilakukan didasari oleh suatu motivasi yg patut
dihormati/dihargai.
Tempatnya dipenjara, fasilitas lbh baik, boleh
membawa dan menikmati: buku bacaan,
radio/tape.

PIDANA DENDA
Pasal 30 ayat (1) KUHP
Dgn adanya pidana denda
seringkali penerapan Hukum
Pidana menjadi kabur krn pidana
denda dianggap bukan pidana
karena pelaku td ada di LP
Kontroversi nilai mata uang

Pidana Denda
Jika denda tdk dibayar, maka diganti dgn
pidana kurungan
Kurungan penganti denda:
Minimal 1 hari dan maksimal 6 bulan
Bila ada pemberatan denda, maka kurungan
pengganti denda dapat menjadi 8 bulan

Pidana Tambahan
Pencabutan Hak: psl. 35-38 KUHP
Perampasan barang: berupa barang yg
diperoleh dr kejahatan atau yg sengaja
digunakan utk melakukan kejahatan
Ps. 39 KUHP
Pengumuman Putusan Hakim: Ps. 43
KUHP

Tindakan
Juga merupakan sanksi pidana
Tujuannya lebih bersifat menolong
terpidana
Menurut KUHP: penempatan org di
RSJ
Untuk anak2: (menurut UU No.
3/1997 tentang Pengadilan Anak)

SISTEM
PIDANA

PERADILAN

Criminal Justice System (SPP)


Prof. Mardjono Reksodiputro :
SISTEM DLM SUATU MASY UTK
MENANGGULANGI KEJAHATAN YG TERDIRI
DR LEMBAGA2
(Kepolisian,Kejaksaan,Pengadilan,
Pemasyaralatan)
SERTA SISTEM PENGENDALIAN KEJAHATAN
AGAR BERADA DLM BATAS2 TOLERANSI
MASY.

SISTEM PERADILAN PIDANA


TUJUAN :
MENCEGAH MASY MJD KORBAN
KEJAHATAN (preventif);
MENYELESAIKAN KASUS2 KEJAHATAN YG
TJD, SHG MASY PUAS BHW KEADILAN TLH
DITEGAKKAN & YG BERSALAH DIPIDANA
(represif);
MENGUSAHAKAN AGAR PELAKU TDK
MENGULANGI LAGI KEJAHATANNYA (TDK
RECIDIVE).

TUJUAN SPP
TUJUAN2 SPP YG HARUS DICAPAI :
MENEGAKKAN KEADILAN
MELINDUNGI MASY
MENYELESAIKAN KASUS2 KEJAHATAN
RESOSIALISASI PELAKU KEJAHATAN.
Integrated Criminal Justice System (ICJS) Terpadu
Online Access to justice

ASAS-ASAS DLM SPP :

EQUALITY BEFORE THE LAW


DUE PROCESS OF LAW
PROSES YG SEDERHANA & CEPAT
EFEKTIF & EFISIEN
AKUNTABILITAS :
CONTROL MECHANISM & TRANSPARANCY

PENGHORMATAN THDP HAM

ASAS-ASAS DLM SPP :


MEKANISME PENGAWASAN :
INTERNAL
EKSTERNAL
HORIZONTAL (sesama aparat)
VERTIKAL (atasan)

PENYELENGGARAAN PIDANA BLM


MAKS
HKM BERPIHAK PD KEKUASAAN
HKM BERPIHAK PD ORG2 YG BERDUIT

Dasar/Alasan
Penghapus Pidana

Kuis

Berikan satu buah contoh


kasus yang berkaitan dengan
satu materi dasar penghapus
pidana, dilengkapi dasar
hukum dan penguraian
unsurnya.

Pengertian
Hal-hal atau keadaan yg dpt
mengakibatkan sso yang telah
melakukan perbuatan yg dgn
tegas dilarang & diancam dengan
hukuman oleh UU (KUHP), namun
tidak dihukum,
karena:
1.Orangnya tidak dapat
dipersalahkan
2.Perbuatannya tdk lagi
melawan hukum

Pembagian Dasar Penghapus Pidana


Menurut KUHP
A. Dasar Penghapus Umum
Dasar2 penghapus pidana yang berlaku
terhadap tiap-tiap delik
B. Dasar Penghapus Khusus
Dasar2 penghapus pidana yang hanya
berlaku pada delik2 tertentu.

Pembagian Dasar Penghapus


Pidana Menurut KUHP
Dasar Penghapus
Umum

Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal

44
48
49
50
51

KUHP
KUHP
KUHP
KUHP
KUHP

Dasar Penghapus
Khusus
1.
2.

Pasal 166 KUHP


Pasal 221 KUHP

Pembagian Dasar Penghapus Pidana


Menurut Doktrin yang Diatur Di Luar
KUHP
1. Hak mengawas dan mendidik
2. Hak jabatan: dokter
3. Ijin korban: olah raga bela diri
tinju, karate, smack down, stuntman-film.
Berlaku Umum:
. Tiada sifat melawan hukum dalam arti
materiil
. Tiada kesalahan dalam arti materiil (AVAS)

Pembagian Dasar Penghapus


Pidana Menurut Doktrin
1. Dasar Pembenar:
Melawan hukum dihapuskan
2. Dasar Pemaaf:
Melawan hukum tetap ada
Kesalahan
dihapuskan

Pembagian Dasar Penghapus Pidana


Menurut Doktrin
1. Dasar Pembenar:
Melawan hukum dihapuskan
Dalam hal ini perbuatannya tidak dianggap
melawan hukum, walaupun perbuatannya itu
dilarang dan diancam hukuman oleh UU/KUHP.
Jadi dlm hal ini perbuatan pelaku
dibenarkan/dibolehkan:
a. Pasal 48 KUHP: Noodtoestand/Keadaan
Darurat
b. Pasal 49 ayat (1): Noodweer/Bela Paksa
c. Pasal 50: Melaksanakan perintah UU
d. Pasal 51 ayat (1): Perintah jabatan yang
sah,
dikeluarkan oleh pejabat yg

Pembagian Dasar Penghapus Pidana


Menurut Doktrin
2. Dasar Pemaaf:

a)
b)
c)
d)

Melawan hukum tetap ada


Kesalahan
dihapuskan
Dalam hal ini perbuatan pelaku tetap
dianggap melawan hukum, namun unsur
kesalahannya dimaafkan:
Pasal 44 KUHP: ketidakmampuan utk
bertanggung jawab krn sakit
jiwa/idiot/imbisil.
Pasal 48 KUHP: Overmacht/Daya Paksa
dalam
arti sempit-relatif
Pasal 49 ayat (2): Bela paksa lampau batas
Pasal 51 ayat (2): Melakukan perintah
jabatan yg
tidak sah, namun yg disuruh
dgn itikad baik
menganggap bahwa
perintah tersebut sah.

Dasar Penghapus Pidana


Dasar Pembenar
Dasar Pemaaf
Melawan hukum
dihapuskan
Dalam hal ini perbuatannya
tidak dianggap melawan
hukum, walaupun
perbuatannya itu dilarang
dan diancam hukuman oleh
UU/KUHP.
Jadi dlm hal ini perbuatan
pelaku
dibenarkan/dibolehkan:

Melawan hukum tetap


ada
Kesalahan

dihapuskan
Dalam hal ini perbuatan
pelaku tetap dianggap
melawan hukum, namun
unsur kesalahannya
dimaafkan:

a. Pasal 48 KUHP
b. Pasal 49 ayat (1)
c. Pasal 50
d. Pasal 51 ayat (1)

a.
b.
c.
d.

Pasal 44 KUHP
Pasal 48 KUHP
Pasal 49 ayat (2)
Pasal 51 ayat (2)

Pasal 48 KUHP
Overmacht
(daya paksa dalam arti
relatif/sempit)
Noodtoestand
(perluasan keadaan darurat)

Paksaan (dwang)
Dorongan/kekuatan/paksaan yg tidak bisa
dilawan baik psikis maupun fisik dr manusia
Paksaan:
a. Vis Absoluta (paksaan absolut- manus ministra,
pelaku hanya sebagai alat belaka), paksaan yg tdk
mungkin dilawan
b. Vis Compulsiva (paksaan relatif berupa psikis)
diatur dalam Psl. 48 KUHP. Paksaan yg masih
mungkin utk dilawan namun org pd umumnya tdk
dpt menghindari paksanaan yg bs membahayakan
dirinya.

Overmacht
Dorongan/kekuatan/paksaan yg tidak bisa
dilawan baik psikis maupun fisik dr manusia
Secara relatif paksaan tsb masih mungkin utk
dilawan namun org pd umumnya tdk dpt
menghindari paksanaan yg bs membahayakan
dirinya.
Memenuhi asas subsidaritas dan
proporsionalitas
Psl. 48 KUHP daya paksa dlm arti relatif.

Dua Asas Penting


Subsidiaritas
Tiada jalan lain, tindakan tsb adalah
satu-satunya jalan

Proporsionalitas
Keseimbangan antara ancaman
serangan/serangan dengan pembelaan
yang dilakukan.

Noodtoestand (Keadaan Darurat)


Perluasan Pasal 48 KUHP
Pembuat melakukan suatu delik, terdorong
oleh suatu paksaan dari luar, pembuat
dipaksa untuk memilih, tapi pilihannya
seringkali ditentukan oleh situasi/keadaan
dan terkadang alam. Terjadi :
1. Pertentangan antara kepentingan hukum
2. Pertentangan antara kewajiban hukum
3. Pertentangan antara kepentingan hukum
dengan kewajiban hukum

Pasal 49 KUHP
Pasal 49 ayat (1)
Noodweer Bela Paksa
Pasal 49 ayat (2)
Noodweer Excess
Bela Paksa Lampau Batas

Pasal 49 ayat (1) KUHP


Noodweer - Bela Paksa

Syarat ancaman
serangan/serangan:
1.
2.
3.
4.

Melawan hukum
Seketika/langsung
Ditujukan pada diri sendiri/orang lain
Terhadap: badan/tubuh, nyawa,
kehormatan seksual, dan harta benda

Syarat pembelaan:
1. Seketika/langsung
2. Memenuhi asas subsidiaritas &
proporsionalitas

Pasal 49 ayat (2) KUHP


Noodweer Excess - Bela Paksa Lampau Batas

Pembelaan tidak memenuhi asas subsidaritas dan


proporsionalitas:
asas subsidaritas & proporsionalitas dilampaui

Yang harus dibuktikan:


1. Pelampuan batas pembelaan terjadi karena
goncangan jiwa
2. Goncangan itu terjadi krn adanya serangan yg
melawan hukum (adanya hubunga kausal
antara goncangan jiwa dan pembelaan yg
dilakukan)
Unsur: Melampaui batas yg perlu, terbawa oleh
suasana panas hati, adanya hubungan kausal
antara perasaan tsb dgn serangan yg dilakukan.

Pasal 50 KUHP
Barangsiapa melakukan perbuatan
utk melaksanakan ketentuan UU tdk
dipidana
Melaksanakan perintah UU, co:
- polisi yg sdg patroli menangkap sso
yg tertangkap tangan sdg mencuri
- Polisi yg menembak perampok yg
bersenjata ketika beraksi di sebuah
bank

Pasal 51 KUHP
Pasal 51 ayat (1) KUHP :
Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat yg
sah dan berwenang.
Perintahnya adalah perintah yg sah.
Perintahnya dalam lingkup publik.
contoh: juru sita pengadilan,
penangkapan/penyitaan/penahanan yg sah
yg dilakukan oleh polisi

Pasal 51 KUHP

Pasal 51 ayat (2) KUHP:


Perintah yg dikeluarkan oleh
pejabat/atasan yg tidak berwenang, jadi
perintahnya tidak sah:
1. Yang diperintah sama sekali tidak tahu
bahwa perintah yang dikeluarkan
adalah perintah yang tidak sah
2. Dalam batas-batas lingkungan yg
diperintah
3. Ada hubungan antara atasan dan

Pembedaan Dasar Pembenar &


Dasar Pemaaf terkait dgn
masalah :
Penyertaan: salah satu peserta
memiliki dasar pembenar maka
peserta lain jg dibenarkan (kolektif),
namun dasar pemaaf hanya dimiliki
peserta yg punya dasar pemaaf
(individual)
Bunyi putusan hakim: lihat catatan

PENYERTAAN
(Turut campur, turut serta,
deelneming, complicity, participation
in crime)

Penyertaan
Terlibatnya > 1 orang dalam 1/> tindak pidana
(sebelum atau saat suatu tindak pidana
terjadi)
Dasar memperluas dapat dipidananya sso;
penyertaan dipandang sbg persoalan
pertanggungjawaban pidana, penyertaan bukan
merupakan suatu delik krn bentuknya tdk sempurna.
(Simons, van Hattum, Hazewinkel-Suringa)
Dasar memperluas dapat dipidananya suatu
perbuatan; penyertaan dianggap suatu bentuk
khusus dari tindak pidana, penyertaan merupakan
suatu bentuk delik yg istimewa.
(Pompe, Mulyatno, Roeslan Saleh)

Keterlibatan SSO dalam suatu tindak pidana


dapat dikatagorikan sebagai
1. Yang melakukan
2. Yang menyuruh melakukan
3. Yang turut melakukan
4. Yang menggerakkan/menganjurkan untuk
melakukan
5. Yang membantu melakukan

Lanjutan .
No. 1 s.d. 4 dikatagorikan sebagai pelaku
(pembuat) (Pasal 55 KUHP):
- Pelaku: memenuhi semua unsur delik
- dianggap sebagai sebagai pelaku:
memenuhi sebagian unsur delik
sama sekali tidak memenuhi unsur delik
Pidananya sama dengan pelaku
No. 5 : pembantu (Pasal 56, 57 KUHP)

Dasar Peringan Pidana

Dasar Peringan Pidana


Delik selesai
Pelaku memenuhi semua unsur tindak
pidana
Pelaku diancam dengan pidana < (lbh
ringan) dr yg shrsnya/ < dr pelaku yang
lain
Alasan hkm menjatuhkan pidana <
(kurang dari) ancaman pid. Utk anak,
pengurangan sudah dimulai sejak
ancaman pidana.

Dasar Peringan Pidana


1. UMUM:

Tindak pidana yang dilakukan oleh anak/ orang yg


blm dewasa
Diatur dalam UU No. 3/1997 tentang Pengadilan
Anak mengganti ps. 45-47 KUHP (lihat ps. 103
KUHP).
Ps. 45-47 KUHP tdk berlaku lagi,
tp asas2 umum dan aturan2 lain dalam KUHP
serta KUHAP ttp dipergunakan jk tdk diatur scr
menyimpang oleh UU NO. 3/1997.

2. KHUSUS :

Delik yang diperingan (diprevilisir). Co: ps. 308.

Masalah
Percobaan melakukan t.p. (ps. 53 KUHP) ?
Membantu melakukan t.p. (ps. 57 KUHP) ?
Mnrt Utrecht dan RKUHP mrpk dsr peringan.
Namun msh diperdebatkan oleh para ahli
huk.pid
Bkn mrpk dsr peringan karena deliknya belum selesai
atau pelaku tdk memenuhi unsur

Membantu melakukan t.p. dlm praktek bs dipid


lbh berat, krn pelaku bperan penting (R.Soesilo
hlm. 77): Hanya mrpk perluasan dr dpt
dipidananya sso

Child Delinquency Juvenile Delinquency

Tindak Pidana yang dilakukan oleh org yang


masih di bawah umur:
Anak tsb mampu btanggung jawab tp
tdk secara penuh mampu, tapi tdk
secara penuh.
Orang dewasa kecil : ada perlakuan
khusus
Tidak mampu: ps. 44 KUHP (org gila,
imbisil/ idiot)

Child Delinquency Juvenile Delinquency


Alasan anak diancam pidana < ancaman thd
dewasa :
Ada pengaruh lingkungan

Masa remaja :

(meniru tingkah laku ortu, teman, saudara mudah dibujuk,


kurang kasih sayang dan didikan ortu)

suka main, nongkrong/kumpul2 tanpa aturan, suka


melak perbuatan yg mnrt org dws sbg
kenakalan/krg ajar, ingin lepas dr aturan,
ingin eksistensinya diakui, ingin hidup dgn gayanya
sendiri

Pengaruh globalisasi dan modernisasi


(perilaku konsumtif-media)

Child Delinquency Juvenile Delinquency

Aspek psikologis : Kurang peduli thdp


akibat dr perbuatannya (tdk pikir2 dulu) =
ketidakstabilan emosi dan kurang
matang cara berpikirnya.
Suka coba-coba & ikut2an teman.

Contoh : minum2an keras, mabuk, corat-coret


tembok, kebut2an di jalan, mencuri, memeras,
dsb.

Istilah :

anak nakal anak delinkuen (anak yang


mengalami penyimpangan perilaku).

Child Delinquency Juvenile Delinquency

I. BATAS USIA
Anak : sso blm cukup umur- msh di bwh umur
Terdapat berbagai batasan usia anak :

UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak: < 18


thn tmsk anak dlm kandungan

Khusus untuk anak yg melak TP berlaku UU


No. 3/1997 tentang Pengadilan Anak :

Mereka yg berusia 8 - < 18 thn dan blm pernah


kawin dpt diajukan ke SA.
Jika melak T.P. < 18 th tp sdh kawin : Tunduk pd
KUHP.

Child Delinquency Juvenile Delinquency


Pasal 4 UU No. 3/1997 :
Anak dpt diajukan ke Sidang Anak jk tlh berusia 8
th.
Anak yang melak TP < 8 th tdk dapat diajukan ke
SA dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Thdpnya hanya dilak pemeriksaan oleh penyidik.
Untuk memeriksa apakah ia melakukan TP tsb
sendiri atau bersama orang dewasa atau
Jika TP yg dilakukan terkait dgn penyertaan
(deelneming) dgn org dewasa (ps. 5 UU 3/1997).

Child Delinquency Juvenile Delinquency

PRINSIP :
Pemberian hukuman bg anak itu
tujuannya bkn semata2 utk menghukum
(not to punish the child) ttp lbh utk
mendidik kembali (re-educate) dan
memperbaiki (rehabilitate)
Memperhatikan kepentingan anak

Child Delinquency Juvenile Delinquency


II. PERBUATAN YG DPT DIPIDANA :
Pasal 1 butir 2 UU NO. 3/1997 Anak Nakal :
Anak yang melakukan tindak pidana
Sumber2 Hk. Pidana :

KUHP : kejahatan + pelanggaran, co : 362, 285, 351, 359


UU Pidana di luar KUHP : UU 22/97 Narkotika, UU 5/1997
Psikotropika
UU Non Pidana tp memuat sanksi pidana : UU 14/1992 Lalu
lintas, UU No. 23/2002 ttg Perlind Anak, UU No. 13/2003, dsb.
UU Drt. No. 12/1951 -> pemilikan senjata tjm

Anak yg melak perbuatan yg dinyatakan


terlarang bg anak, baik mnrt pat pUUan maupun
pat hkm lain yg hidup dan berlaku dlm masy ybs

masalah : perbuatan yg bgmn ? Seharusnya disebut dengan


jelas.

Child Delinquency Juvenile Delinquency


Ancaman Pidana Kategori Usia

III. ANCAMAN PIDANA :


Paling lama (setengah) dr max anc pid bg
org dewasa. Max ancaman pid bg org dws .
(ps. 26, 27, 28 UU 3/1997)
Kategori Usia :
1. 0 8 thn :

pasal 5
tdk dpt dipertggjwbkan
tdk dpt diajukan ke SA
hanya dpt dilak pemeriksaan

Ancaman Pidana - Kategori Usia


Kategori Usia
2. 8 - < 12 thn :

pasal 24

dpt dilak pemeriksaan oleh penyidik terkait dgn


penyertaan dan dapat diajukan ke SA (sbg saksi
yg tdk dpt disumpah ps. 171 KUHAP)

hanya dpt dikenai tindakan


Pasal 26 UU No. 3/1997 :

melakukan TP yang diancam dgn pid mati atau


penjara seumur hdp = dikenai tindakan -> anak
negara

melakukan TP yang tidak diancam dgn pid mati


atau penjara seumur hdp = salah satu tindakan
dalam pasal 24.

Ancaman Pidana - Kategori Usia


Kategori Usia
3.12 - < 18 thn :
pasal 26 ayat (3) dan (4)
dapat diajukan ke sidang anak
dapat dikenai pidana atau tindakan
melakukan TP yang diancam dgn
pid mati atau penjara seumur hdp =
penjara max 10 th

IV. JENIS-JENIS PIDANA

Pasal 22 UU 3/1997 : terhadap anak


nakal hanya dpt dijatuhkan pidana atau
tindakan yg ditentukan oleh UU ini.
Pidana : Pasal 23 UU NO. 3/1997

Pidana Pokok :

pidana penjara
pidana kurungan
pidana denda
pidana pengawasan

Pidana tambahan :
perampasan brg2 ttt
ganti kerugian

Tindakan
Tindakan : Pasal 24 UU No. 3/ 1997

mengembalikan pd ortu
diserahkan pd negara
diserahkan pd dep.sos/org. sosial kemasy

Tindakan dpt disertai teguran


Pada anak dpt dikenai pula pidana bersyarat
(ps. 29) atau wajib latihan kerja (ps. 28 ayat 3)

Pidana atau Tindakan pada anak


sesuai UU No. 3/1997
Tidak ada :

Pidana mati
Pidana penjara seumur hidup
Pencabutan hak2 ttt
Pengumuman put pengadilan

Jk melakukan spt yg diatur dlm ps. 1 angka 2 hrf


a (melakukan tindak pidana), maka : dapat
dikenai pidana atau tindakan (Ps. 25 ayat 1)
Jika melakukan spt yg diatur dlm ps. 1 angka 2 hrf
b (melakukan perbuatan yg dilarang.), hanya
dpt dikenai tindakan saja(Ps. 25 ayat 2).

KUHP
Pasal 45 47
(sdh tdk berlaku lagi)

UU No. 3/1997
Tentang Pengadilan Anak

1. Tindak pidana saja

1. Tindak pidana atau perbuatan


lain

2. Batas usia :
< 16 th (ps. 45 )
- Wkt dituntut < 21 thn. Tdk
ada aturan sdh
menikah/blm

2. 8 < 18 dan blm menikah

3. Pidana yg diancamkan

3. Pidana yg diancamkan
thdp org dewasa 1/2

thdp org dewasa 1/3

4. Jenis pidana :

4. pidana atau tindakan ps. 23

a. dikembalikan pd ortu
b. diserahkan pd neg
c. dipid biasa (- 1/3) sesuai ps.
10
5. Hanya mengatur hk. materiil

5. Mengatur hk. Materiil dan


formil

UU No. 3/1997
Petugas hukum khusus: penyidik
anak, hakim anak, jaksa anak,
Penangkapan = KUHAP

KUHAP
Tdk ada petugas khusus yang
menangani perkara anak

Penahanan lebih pendek


Pasal 20 dst
Ps. 44 jo ps. 50
- Penahanan utk penyidikan:
-Penahanan utk penyidikan:
20 40 hr
20 30 hr
-Penahanan utk kept
-Penahanan utk kept penuntutan: penuntutan:
10 25 hr
20 50 hr
-Penahanan utk kept pemeriksaan -Penahanan utk kept
:
pemeriksaan
15 30 hari
30 90 hari
Adanya hak2 khusus
Ps. 45 ayat4
Ps. 51 ayat 1 dan 3

Adanya laporan hsl penelitian


kemasy
Pasal 56 dan 59

R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 113
(1) Anak yang belum mencapai umur 12
(dua belas) tahun melakukan tindak
pidana tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
(2) Pidana dan tindakan bagi anak hanya
berlaku bagi orang yang berumur antara
12 (dua belas) tahun dan 18 (delapan
belas) tahun yang melakukan tindak
pidana.

R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 114
(1) Dengan memperhatikan ketentuan mengenai tujuan dan
pedoman pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54
dan Pasal 55, demi kepentingan masa depan anak, pemeriksaan
di depan pengadilan dapat ditunda atau dihentikan setelah
mendengar pertimbangan penyidik, penuntut umum, dan Petugas
Kemasyarakatan.
(2) Penundaan atau penghentian pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan syarat :
a. anak tidak akan melakukan tindak pidana; dan/atau
b. anak dalam waktu tertentu harus mengganti semua atau sebagian
kerugian
yang ditimbulkan akibat perbuatannya.

R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 116
(1) Pidana pokok bagi anak terdiri atas:
a. Pidana verbal :
1. pidana peringatan; atau
2. pidana teguran keras;

b. Pidana dengan syarat:


1. pidana pembinaan di luar lembaga;
2. pidana kerja sosial; atau
3. pidana pengawasan;
c. Pidana denda; atau

d. Pidana pembatasan kebebasan:


1. pidana pembinaan di dalam lembaga;
2. pidana penjara; atau
3. pidana tutupan.

(2) Pidana tambahan terdiri atas:


a. perampasan barang-barang tertentu dan/atau tagihan;
b. pembayaran ganti kerugian; atau
c. pemenuhan kewajiban adat.

CATATAN
1. Pengadilan anak berada dlm lingkup peradilan
umum (ps. 2 UU 3/1997)
2. PA khusus menangani perkara yg dilakukan
oleh anak (ps. 3), tdk scr tegas dinyatakan
hanya menangani perkara pidana tp dr isisnya
dpt disimpulkan demikian
3. Hrs diteliti : akte kelahiran, ijazah, dsb
4. Petugas hkm khusus, ps. 10, 41 dan 53
5. berhak didampingi penasehat huk dan
mendapat bantuan huk (ps. 51. 52), sesuai ps.
21 ayat 1 KUHAP

CATATAN
6. Tsk/tdkw anak dapat ditahan (ps. 45) - tp
dipisahkan dr org dewasa. Sesuai ps 36, 37 UU
14/1970.
7. diperiksa dalam suasana kekeluargaan (ps. 42
ayat 1) , hakim, jaksa dll tdk pakai seragam/toga
ps. 6
8. Pemeriksaan dirahasiakan ps. 42 ayat 3
9. dilakukan dlm sidang yang tertutup utk umum
ps. 8, ps. 153 ayat 3 KUHAP, SEMA RI No.
2/1959
10. Laporan hasil penelitian kemasyarakatan ps. 56
11. LP anak terpisah dr LP dewasa ps. 60

Kasus

RAJU

Takut Disidang, Raju Menangis


Kontribusi dari Indo Pos Kamis, 02 Maret 2006 STABAT
Kegaduhan kemarin terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Stabat,
Langkat. Peristiwa itu bermula ketika terdakwa Muhammad
Azwar alias Raju dipanggil jaksa agar masuk ke ruangan
sidang. Tapi, bocah 8 tahun itu tidak mau. Dia malah menangis
sambil menjerit. Rupanya, dia masih trauma karena peristiwa
sebelumnya, ketika dijebloskan ke tahanan oleh hakim di
pengadilan tersebut. Itu memang masih lanjutan kasus Raju
yang jadi berita ramai. Bocah kelas 3 SD tersebut dibawa ke
pengadilan karena kasus perkelahian. Sidang kasus itu sempat
tertunda, setelah penahanan Raju oleh hakim Tiurmaida H.
Pardede direaksi keras banyak kalangan. Sebab, Raju kala itu
dijebloskan ke tahanan bersama tahanan dewasa lain. Hal
tersebut membuat Raju trauma. Kasus itu sempat menarik
perhatian Zannuba Arifah Chofsoh (Yenny Wahid), staf khusus
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Putri Gus Dur itu pun
mendatangi rumah Raju dan memberikan dukungan untuk
bocah 8 tahun itu. Hal yang sama dilakukan Komisi Yudisial.
Kemarin, Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Langkat, melanjutkan
sidang kasus Raju.

Dituduh Main Judi di Bandara,


9 Siswa SD Ditahan (Juli 2009)

JAKARTA - Sepuluh anak berusia 11-14 tahun ditangkap di Bandara Soekarno Hatta pada 29 Mei lalu
atas tuduhan melakukan perjudian. Akibatnya mereka terpaksa harus putus sekolah karena langsung
menjadi tahanan titipan Polres Bandara. Mereka adalah MS (14) pelajar kelas VI SD, MT (12) pelajar
kelas II SD, SY (11) pelajar kelas IV SD, BR (14) pelajar kelas VI SD, AR (14) pelajar kelas I SMP, ARH
(15) pelajar kelas I SMP, AD (13) pelajar kelas VI SD, RS (11) pelajar kelas II SD, RJ (11) pelajar kelas
IV SD, dan IA (14) pelajar kelas SMP paket C. Kesepuluh anak-anak warga Desa Rawa Rengas,
Tangerang, itu sering menyemir di Terminal B1 Bandara Soeta. Menurut pengakuan orangtua, mereka
tidak diberitahukan soal adanya penangkapan tersebut. Bahkan setelah mengetahuinya dari tetangga
mereka, polisi tidak mengizinkan untuk menemui anaknya ditahanan. "Saya malah disuruh bawa KTP,
akte, dan KK," ungkap Hindun (35), orangtua AD.
Dari pengakuan AD, dirinya bersama teman-temannya juga mengalami kekerasan dan penganiayaan
oleh aparat bandara dan petugas LP. Baru setelah sebulan ditahan mereka mendapat penangguhan
penahanan atas bantuan dari LBH Masyarakat. Kini nasib mereka akan dipersidangkan di PN
Tangerang dengan tuduhan tindak pidana pasal 303 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara. Sekjen
Komnas PA Arist Merdeka Sirait menyatakan ada banyak kesalahan prosedur dalam penahanan
mereka. "Banyak pihak yang melanggar prosedur hingga anak-anak ini terjerumus masuk penjara,"
ungkapnya di Kantor Komnas PA di Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, pukul 09.00
WIB.
Pihaknya pun melihat anak-anak ini awalnya ditangkap karena tuduhan mencuri, namun karena tidak
terbukti mereka mengalihkan tuduhannya. (Isfari Hikmat/Koran SI/ful)

Kasus Perjudian di Bandara Soekarno Hatta

Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menyatakan 10 anak yang ditangkap di Bandara
Soekarno-Hatta terbukti melakukan perjudian. Hukumannya adalah mengembalikan mereka ke orang tuanya
masing-masing di bawah pengawasan Departemen Sosial.
Demikian vonis hukuman yang dibacakan ketua majelis hakim Retno Pudyaningtyas, dalam sidang kasus
judi anak-anak. Sidang berlangsung di PN Tangerang, Jl TMP Taruna, Tangerang, Senin (27/7/2009).
"Membebaskan terdakwa dari tuntutan dan mengembalikan terdakwa ke orang tua di bawah Departemen
Sosial," tegas Retno lalu mengetukkan palu sidang. Di dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan
10 anak-anak itu bersalah. Barang bukti dan kesaksian yang dipaparkan dalam persidangan membuktikan
mereka secara sah turut serta melakukan perjudian sebagaimana didakwakan pasal 303 KUHP. Di satu sisi
terbukti pula bahwa perjudian tersebut dilakukan bukan untuk mata pencaharian, melainkan hanya sebagai
permainan. Merujuk pada pasal 24 UUNo 3/1997 tentang Perlindungan Anak dan janji orang tua untuk
mendidik kembali anak-anak mereka serta janji terdakwa tidak mengulangi lagi perbuatan itu, maka majelis
hakim membebaskannya dari segala tuntutan."Selain itu para terdakwa juga masih bersekolah dan bila
dikenai sanksi pidana akan menghambat proses pendidikan bagi mereka," ujar hakim. Sidang berlangsung
tertutup di ruang sidang khusus anak Poerwoto Gandasubrata. Kesepuluh anak tersebut selain didampingi
oleh tim advokasi LBH Jakarta juga didampingi oleh Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak (PA),
Aris Merdeka Sirait.
Kesepuluh anak tersebut yakni Rs(11), Sr (12), Tk(12), Ag (12), Dl (12), Brd (13), Ar (14), Abr (14), If (14),
dan Ms (14). Mereka dibekuk Polres Bandara saat bermain macan buram di kawasan Bandara SoekarnoHatta, Tangerang, pada Juni 2009.

Dasar Pemberat
Pidana

Di Dalam KUHP

UMUM :
Recidive :
Pengulangan tindak pidana
Ancaman pidananya + (1/3-nya) (ditambah 1/3), diatur dlm psl.
486,487 dan 488.
Pada wkt melakukan tindak pidana melanggar perintah jabatan
(abuse of power), psl. 52.

KHUSUS :
Delik-delik yg dikualifisir/diperberat.
Co. psl. 52a: kejahatan menggunakan bendera RI, 356, 349, 351
ayat (2), 365 (4) dll.
Delik-delik tertentu yg dilakukan oleh org ttt dlm keadaan ttt.

Di luar KUHP

Pemaksimalan pidana karena dianggap


meresahkan masyarakat
Penjatuhan pidana yg cukup berat.

PENGULANGAN T I N D A K
(R E C I D I V E)

PIDANA

Recidive terjadi dlm hal seseorang yg


telah melakukan suatu tindak pidana dan
yg telah dijatuhi pidana dgn suatu
putusan hakim yg berkekuatan hkm
tetap, kemudian melakukan suatu tindak
pidana lagi.
Recidive merupakan suatu alasan/dasar
untuk memperberat pidana.

a. Recidive menurut Doktrin


Ada 2 sistem pemberatan pidana
berdasarkan recidive :
Recidive Umum,
Setiap pengulangan tindak pidana apapun
dan dilakukan kapanpun.
Recidive Khusus,
Pengulangan tindak pidana tertentu dan
dalam tenggang waktu tertentu pula.

b. Recidive menurut KUHP :


1. Pelanggaran (buku 3) :
Ada 14 jenis pelanggaran yg memiliki ketentuan recidive
(khusus)

Recidive khusus psl. 489, 492, 495, 501, 512


Pelanggaran yg diulangi (yg ke 2) hrs sama dgn yg ke 1
Antara pelanggaran ke 1 dan 2 hrs ada putusan pemidanaan yg
tetap

Tenggang waktu :

Belum lewat 1 atau 2 thn (lihat msg2 pasal)


Sejak : adanya putusan pemidanaan yg berkekuatan hukum
tetap.

Pemberatan :

Disebutkan secara khusus dlm tiap2 pasal, jd pengaturannya


berbeda2.
Co. denda -> kurungan (psl. 489), pidana dilipatgandakan jd 2x
(492).

b. Recidive menurut KUHP


2. Kejahatan (buku 2) :
a. Recidive khusus :
Ada 11 jenis kejahatan, co: psl. 137 (2), 144 (2), 155
(2), 161 (2), dan 216 (3).
Kejahatan yg ke-2 hrs sama dgn yg ke-1.
Antara kejahatan ke-1 dan yg ke-2,hrs sdh ada
putusan hakim berupa pemidanaan yg tlh
berkekuatan hkm tetap.
Tenggang waktu :
Belum lewat 2 th atau 5 thn (lihat masing2 pasal), sejak :
adanya putusan hakim yg bkekuatan hkm tetap.

Pemberatan : disebut secara khusus dlm pasal2nya.

b. Recidive menurut KUHP


b. Recidive sistem antara :
(Tussen stelsel psl. 486, 487 dan 488)
Syarat recidive menurut pasal 486, 487 dan
488 :
1. Kejahatan yg ke-2 (yg diiulangi)
hrs termasuk dalam suatu kelompok jenis
dgn kejahatan yg ke-1 (yg
terdahulu).

Recidive sistem antara/tussen


stelsel
Kelompok jenis itu adalah :
1. Kelompok jenis kejahatan dlm psl. 486 adl kejahatan
thdp harta benda & pemalsuan;
2. Kelompok jenis kejahatan dlm psl. 487 merupakan
kejahatan thdp nyawa dan tubuh;
3. Kelompok jenis kejahatan dlm psl. 488 merupakan
kejahatan mengenai penghinaan & yg berkaitan dgn
penerbitan/percetakan.
Tetapi tetap harus diperiksa dgn seksama apakah
pasal yg dilanggar masuk dlm rumusan Pasal 486,
487 atau 488.

Recidive sistem antara/tussen


stelsel
2. Antara kejahatan yg ke-1 dan ke-2 hrs
sdh ada putusan hakim berupa
pemidanaan yg berkekuatan hkm tetap.
3. Pidana yg pernah dijatuhkan hakim
terdahulu hrs berupa pidana penjara.

Recidive sistem antara/tussen


stelsel
4. Ketika mengulangi, tenggang waktunya:
a) Belum lewat 5 thn :
Sejak menjalani seluruh atau sebagian pidana
penjara untuk kejahatan yg ke-1;
Sejak pidana penjara sama sekali dihapus
(mis: krn grasi).

b) Belum lewat tenggang waktu daluwarsa


kewenangan menjalankan pidana
(penjara) atas kejahatan yg ke-1. Lihat psl
84 jo 78.
5. Pemberatannya : Ancaman pidana +(1/3-

PENYERTAAN
(TURUT CAMPUR, TURUT SERTA,
DEELNEMING, COMPLICITY,
PARTICIPATION IN CRIME)

Penyertaan
Pengertian :
Terlibatnya lebih dari 1 orang dalam 1 tindak
pidana (sebelum dan atau pada saat tindak
pidana terjadi)
Permasalahan :
Bagaimana pertanggungjawaban pidana
dari orang-orang yang terlibat itu?

Contoh Kasus
Sakit hati karena diusir dari rumah pamannya yang kaya raya,
Datuk Rajokayo (60thn), menyebabkan Rado (27thn) berpikir keras
bagaimana cara membalaskan sakit hatinya. Ide busuk pun muncul
di kepala Rado. Ia merencanakan untuk menculik putri kesayangan
sang paman, Intan (18thn), dari kampusnya. Untuk mewujudkan
ide itu Rado mengajak sobatnya Romi (25thn). Sepakat dengan ide
itu, keduanya segera mewujudkannya. Sore hari, tanggal 14
Pebruari 2007, Intan yang memang suka menonton film dan tidak
mengetahui konflik yang terjadi antara Rado dan Ayahnya, tak
menolak ajakan Rado dan Romi (yang sudah lama dikenalnya)
ketika dijemput di kampus untuk nonton bareng. Bukannya bioskop
yang dituju melainkan sebuah rumah kosong di pemukiman sepi.
Intan disekap di sana dengan tangan kaki yang terikat. Tanggal 16
Februari 2007, Rado pergi keluar untuk membeli makanan. Intan
yang terus menerus menangis sambil berteriak-teriak minta
dilepaskan membuat Romi jengkel. Romi lalu memukul Intan
hingga jatuh dan membentur tembok. Rupanya benturan tersebut
menyebabkan luka dalam di kepala Intan, hingga akhirnya ia
meninggal dunia. Rado yang pulang membawa makanan,
menemukan sepupunya telah tewas, sedangkan Romi raib entah
ke mana. (SF-EA-NN).

Pertanyaan:
1. Adakah penyertaan dalam kasus tersebut
?
Jika ada jelaskan apa bentuk
penyertaannya dan untuk tindak pidana
yang mana. Jawaban harus disertai
dasar hukum.
2. Jika setelah melakukan tindak pidan tsb
Rado dan Romi melarikan diri, sampai
kapan JPU masih berwenang melakukan
penuntutan ? Uraikan jawaban Sdr

Keterlibatan SSO dalam suatu tindak pidana


dapat dikatagorikan sebagai
1. Yang melakukan
2. Yang menyuruh melakukan
3. Yang turut melakukan
4. Yang
menggerakkan/menganjurkan
untuk melakukan
5. Yang membantu melakukan
NN/08/Penyertaan

Lanjutan .
No. 1 s.d. 4 dikatagorikan sebagai pelaku
(pembuat) (Pasal 55 KUHP):
- Pelaku: memenuhi semua unsur delik
- dianggap sebagai sebagai pelaku:
memenuhi sebagian unsur delik
sama sekali tidak memenuhi unsur delik
Pidananya sama dengan pelaku
No. 5 : pembantu (Pasal 56, 57 KUHP)
NN/08/Penyertaan

Golongan Peserta dalam Tindak Pidana


menurut KHUP Indonesia
a.

Pembuat/dader (ps. 55), dipidana sbg


pelaku :
1. Yang melakukan/pelaku (pleger)
2. Yang menyuruh lakukan (doen pleger)
3. Yang turut serta (medepleger)
4. Yang mengganjurkan/ penggerak/
pembujuk/pemancing (uitlokker)

b.

Pembantu/medeplichtige (ps. 56 dan 57) :


1. Pembantu pada saat kejahatan dilakukan
2. Pembantu sebelum kejahatan dilakukan.

Bentuk-bentuk Penyertaan
1. Menyuruh melakukan (doen
plegen)
2. Turut melakukan
(medeplegen)
3. Menggerakkan (uitlokken,
uitlokking)
4. Membantu melakukan
(medeplichtigheid)

Golongan Peserta dalam Tindak Pidana


menurut KHUP Indonesia
1. Yang menyuruh melakukan:

Sso hendak melakukan tindak pidana, tp


tdk mau melakukannya sendiri, melainkan
menyuruh org lain utk melakukannya
Yang menyuruh diancam pidana sbg pelaku
Yang disuruh/pelaku langsung (pelaku materil),
tdk diancam pidana krn hilangnya unsur
kesalahan
(adanya dasar penghapus pidana berupa dsr
pemaaf)
Yang disuruh hanya menjadi alat belaka,
& melakukan tindakan itu krn
ketidaktahuan/kekeliruan/adanya paksaan.

1. Yang menyuruh melakukan:

4.
5.

Yang disuruh tidak dapat


dipertanggungjawabkan :
Ps. 44, orang yang disuruh sakit akal, tdk
sempurna pertumbuhan akal/jiwanya;
Ps. 48, orang berada dalam keadaan
overmacht/daya paksa relatif;
Ps. 51 (2), dalam hal menjalankan perintah
jabatan yang tdk sah, tp org tsb dengan itikad
baik menyangka bahwa perintah itu sah (ada
hubungan atasan dan bawahan)
AVAS tiada kesalahan sama sekali
Putative/salah kira-salah duga, dwaling

6.

Anak yg msh sgt kecil ? Mungkin sj

1.
2.
3.

2. Turut melakukan
Kemungkinan :

Beberapa org bersama2 melakukan tindak pidana

Semua dr mereka yang terlibat memenuhi semua unsur;

Ada yg memenuhi semua unsur, ada yg sebagian unsur,


bahkan ada yg tdk memenuhi unsur sama sekali;

Semua hanya memenuhi sebagian unsur saja;

Syarat :
1. Kerjasama secara sadar, tdk perlu ada
kesepakatan tp hrs ada kesengajaan utk: bekerja
sama dan mencapai tujuan yg sama berupa
terjadinya suatu tindak pidana; permufakatan
jahat
2. Kerjasama secara fisik, ada pelaksanaan bersama,
perbuatan pelaksanaan perbuatan yg langsung
menyebabkan selesainya suatu delik.

3. Yang menggerakkan, membujuk,


memancing, menganjurkan :
Syarat :

Ada kesengajaan utk menggerakkan org lain


melakukan tindak pidana;
Dgn upaya2 yang diatur secara limitatif dalam ps.
55 ayat (1) butir 2 KUHP : pemberian, perjanjian,
salah memakai kekuasaan, pengaruh, kekerasan,
ancaman kekerasan atau tipu daya atau dgn
memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan.
Ada yg tergerak utk melakukan tindak pidana dgn
upaya2 di atas;
Yg digerakkan dpt dipertanggungjawabkan mnrt
Hukum Pidana;
Yg menggerakkan bertanggung jawab terhadap
akibat yg timbul.

Jenis Penggerakan
1. Penggerakan yg berhasil
2. Penggerakan yg berhasil sampai dlm taraf
percobaan yg dpt dipidana psl 53
Pasal 163 bis
3. Penggerakan yg gagal, psl. 163 bis
4. Penggerakan tanpa akibat :
mengundurkan diri yg digerakkan
melakukan tindak pidana lain.
Tanggung jawab penggerak :
sebatas perbuatan yg digerakkan beserta akibat2nya
(ps. 55 ayat 2)

Pasal 163 bis


Penggerakan yang gagal (mislukte uitlokking/
poging tot uitlokking = mencoba
menggerakkan)
Penggerakan tanpa akibat (zonder gevolg
gebleven uitlokking)
- Pemidanaan terhadap penggerak:
maksimal 6 tahun penjara atau denda Rp.
4500,- tetapi tidak boleh lebih berat
daripada:
pidana untuk percobaan TP kalau
percobaannya dapat dipidana
pidana karena melakukan TP dalam hal
percobaan melakukan TP (yaitu kejahatan) tidak

5. Membantu melakukan
psl. 56 57 KUHP
Dilakukan dgn sengaja: tdk ada niat utk
melakukan tindak pidana, tdk ada kepentingan
lbh lanjut, hanya sekedar membantu saja.
Dibagi atas :
Membantu sebelum tindak pidana dilakukan dan
pada saat tindak pidana dilakukan
Sarana: kesempatan, daya upaya, keterangan
Yang dipidana hanya jika membantu melakukan
kejahatan (ps. 56 dan 60)
Ancaman pidana: -1/3

Membantu Melakukan
(Pasal 56, 57 KUHP)
Harus dilakukan dengan sengaja
Menurut Pasal 56, ada 2 jenis:
1. Membantu sebelum TP dilakukan
sarananya: kesempatan, daya upaya (alat),
keterangan
2. Membantu pada saat TP dilakukan
sarananya: boleh apa saja
Yang dipidana hanya membantu melakukan
kejahatan (lihat Pasal 56 dan Pasal 60 KUHP)
Ancaman pidana maksimal bagi seorang
pembantu: pidana bagi pelaku kejahatan
dikurangi 1/3-nya

Tambahan
Tindakan2 sesudah tindak pidana terjadi:
Psl. 221, 223, 480, 481, 482, 483
Penyertaan mutlak perlu :
Ps. 149, 238, 279, 284, 345.
Penyertaan dalam penyertaan

GABUNGAN TINDAK PIDANA


(SAMENLOOP-CONCURSUS)

Tujuan adanya ketentuan


Gabungan Tindak Pidana
Untuk memberikan pedoman bagi Hakim dalam
menjatuhkan hukuman, jika terjadi perkara yang terdiri
dari beberapa tindak pidana;
Jangan sampai terjadi kesewenang-wenangan hakim
dalam menjatuhkan putusan dengan kumulasi yang
tidak terbatas
Bukan gabungan tindak pidana bila beberapa tindak
pidana terjadi namun tindak pidana2 tersebut telah
diatur dalam satu pasal. Mis Ps. 339; 363; 365 KUHP.

Pengertian
Beberapa tindak pidana, yang dilakukan
baik dengan 1 atau lebih dari 1 perbuatan
Gabungan tindak pidana dapat
dilakukan lebih dari 1 orang
Di antara beberapa tindak pidana itu
belum ada putusan Hakim
Beberapa tindak pidana tsb akan diadili
sekaligus
Delik tertinggal sebagai pengecualian

Pengaturan dalam KUHP


1. Concursus Idealis (eendaadsche samenloop), Psl
63:

Perbarengan tindakan tunggal


gabungan tindak pidana dengan 1 perbuatan

2. Voortgezette Handeling, Psl. 64:

Perbarengan tindakan berlanjut


Gabungan tindak pidana sebagai perbuatan
berlanjut
Perbuatan berlanjut

3. Concursus Realis (meerdaadsche samenloop),


Psl. 65-71:

Perbarengan tindakan jamak

Gabungan tindak pidana dengan beberapa


perbuatan

Ruang Lingkup
1. Concursus Idealis/
Eendaadsche Samenloop.
Menurut R. Sianturi terdapat pembagian atas CI, sbb:

a. Concursus Idealis Homogenius, dengan 1


perbuatan melanggar satu peraturan pidana
yang sama beberapa kali, co: satu tembakan
mengenai 2 orang sekaligus, 2x melanggar
Ps. 338 KUHP
b. Concursus Idealis Heterogenius, dengan 1
perbuatan melanggar beberapa peraturan
pidana yang berbeda, co: memperkosa
wanita di taman; melanggar Ps. 285 dan Ps.
281 sekaligus dengan 1 perbuatan.

Stelsel Pemidanaan
1. Untuk Concursus Idealis :
Absorpsi Murni, dijatuhkan 1 jenis
pidana saja yakni yang terberat
(Ps. 63 ayat 1);
2. Ps. 63 ayat (2) : lex specialis
derogat legi generali, co: seorang
Ibu yang membunuh anak krn takut
ketahuan telah melahirkan, tidak
dikenai Ps. 338 tapi Ps. 341 KUHP.

Ruang Lingkup
2. Concursus Realis/Meerdaadsche
Samenloop
a. Concursus Realis Homogenus, melakukan
beberapa perbuatan dan dengan
perbuatan2 tsb melanggar suatu ketentuan
pidana beberapa kali, co: dalam 1 bulan
membunuh 3x, jd 3x melanggar Ps. 338.
b. Concursus Realis Heterogenus, beberapa
perbuatan melanggar beberapa peraturan
pidana yang berbeda, co: hari ini mencuri,
besok menganiaya, minggu depan
memperkosa, dst, melanggar Ps. 362, 351,
dan 285.

Stelsel Pemidanaan
1. Ps. 65 ayat (1): kejahatan dgn ancaman
pidana pokok sejenis: kumulasi terbatas,
seluruh pidana yg diancamkan secara
kumulasi tp tidak boleh melebihi pidana
terberat + 1/3.
2. Ps. 66 ayat (1) : concursus realis berupa
kejahatan dgn ancaman pidana pokok yg
tdk sejenis : kumulasi terbatas;
3. Ps. 66 ayat (2); jo ps. 30 KUHP

Stelsel Pemidanaan
4. Ps. 67 : jika salah satu tindak pidana
dijatuhkan hukuman mati atau penjara
seumur hidup, maka tidak boleh dijatuhkan
pidana lainnya kecuali pencabutan hak-hak
tertentu
5. Ps. 69: pidana mati, penjara SU, penjara
sementara waktu (ps. 340) pidana mati
6. Ps. 70 : kejahatan dgn pelanggaran atau
pelanggaran dgn pelanggaran : kumulasi
murni.

Pasal 70 bis KUHP


Concursus realis
Kejahatan-kejahatan ringan: psl 302
(1), psl 352, psl 364, psl 373, psl 379,
psl 482
Dianggap sebagai pelanggaran
Tetapi: jika dijatuhkan pidana penjara
maksimal 8 bulan

Pasal 71 KUHP
(Delik yang tertinggal)
Contoh:
A melakukan TP :
- Pencurian (Psl. 362) pada tgl. 1 Mei 98
- Penganiayaan (Psl. 351 (2)) pd tgl. 6 Juni
98
- Penipuan (psl. 378) pd tgl. 4 Juli 98
Tertangkap pada bln Agustus 98, diadili pd
bln Desember 98 dan dijatuhi pidana
penjara 6 tahun

Lanjutan
Kemudian diketahui bahwa pada tgl. 15
Juni 1998, A bersama B melakukan
pembunuhan (psl. 338) thd. X
Berapa pidana maksimal untuk A atas
pembunuhan thd. X
Rumus:
Pidana maks utk TP yang diketahui
belakangan (P2) = Pidana maks jika
diadili sekaligus (Ps) Pidana yang telah
dijatuhkan (P1)

Perbuatan Berlanjut
(Pasal 64 KUHP)
SSO melakukan beberapa
perbuatan
Perbuatan tsb. masing-masing
merupakan kejahatan atau
pelanggaran
Antara perbuatan2 itu ada
hubungan sedemikian rupa shg
harus dipandang sbg satu
perbuatan berlanjut.

Ruang Lingkup
3. Perbarengan Tindakan Berlanjut
(Voortgezette Handeling), Ps. 64
KUHP :
Suatu tindak pidana yang terdiri dari beberapa
perbuatan, di mana perbuatan tsb terdapat
hubungan sedemikian rupa sehingga dipandang
sebagai perbuatan berlanjut.
(Absorbsi murni)

Menurut MvT ada 3 syarat :


Tindakan2 tsb harus timbul dari suatu kehendak
jahat
Masing2 tindakan itu haruslah sejenis

Makna:
ada hubungan sedemikian rupa sehingga
harus dipandang sebagai satu perbuatan
berlanjut
Menurut MvT harus dipenuhi 3 syarat:

1. Harus ada 1 keputusan kehendak


2. Masing-masing perbuatan harus
sejenis
3. Tenggang waktu antara perbuatanperbuatan itu tidak terlalu lama

Pemidanaan Perbuatan Berlanjut


Pasal 64 (1): prinsipnya sistem absorpsi
Pasal 64 (2): ketentuan khusus untuk
pemalsuan dan perusakan mata uang
Pasal 64 (3): ketentuan khusus untuk
kejahatan ringan
co. 3X penipuan ringan sbg perbuatan
berlanjut; tidak diancam pidana 3 bln
penjara (psl. 379), ttp. 4 th penjara (psl
378)

Gugurnya Hak Menuntut


(dasar2 utk menghapus penuntutan)
Vervolgingsuitsluitingsgronden

Pengantar
Apabila tjd TP maka negara mpy hak utk menuntut sso ke
Pengadilan. Hak utk menuntut itu dpt gugur/hapus krn bbrp
hal:
A.Hal yg diatur di dalam KUHP
Umum
1.Ne bis in idem Psl. 76
2.Meninggalnya tsk/tdkw Psl 77
3.Daluwarsa penuntutan psl. 78-81
4.Penyelesaian di luar sidang ps. 82
Khusus
Tdk adanya aduan dlm delik aduan (delik aduan ada
jangka waktunya) psl. 72-75

B. Di luar KUHP:
1.Abolisi
2.Amnesti

Kedua, umum.
Bab VIII Buku I KUHP

gugurnya hak menuntut pidana


1. Telah ada putusan hakim yang berkekuatan
hukum tetap-BKHT (de kracht van een rechterlijk
gewijsde) mengenai tindakan (feit) yang sama
ne bis in idem (Pasal 76 KUHP);
2. Tersangka/terdakwa meninggal dunia (Pasal
77 KUHP);
3. Perkara telah daluwarsa (Pasal 78 KUHP);
4.Terjadi penyelesaian perkara di luar
persidangan afdoening buiten proces (Pasal
82 KUHP).

Pasal 76 KUHP nebis in idem


Kracht van gewijsde zaak (KGZ)
Nemo debet bis vexari orang tidak dapat
dituntut untuk kali keduanya karena satu
perbuatan (feit) yang telah dilakukannya dan
terhadap perbuatan itu telah dijatuhkan
keputusan hakim* yang tidak lagi dapat diubah
atau ditiadakan (ooherroepelijk)
*keputusan hakim di sini mrpk keputusan hakim yg
menyangkut pokok perkara, bukan kept pendahuluan

Ne Bis In Idem
SSO tidak dapat dituntut untuk
kedua kalinya berdasarkan suatu
perbuatan; apabila terhadap
perbuatan tsb telah ada putusan
hakim yang berkekuatan hukum
tetap.

3 syarat Ne Bis in Idem


1. Perbuatannya adalah satu perbuatan
2. Orangnya adalah satu orang tertentu
3. Sudah ada putusan hakim yang sudah
berkekuatan hukum tetap

keputusan hakim
1. Penghukuman (veroordeling) jika
semua unsur tindak pidana terpenuhi.
2. Lepas dari segala tuntutan (ontslag van
alle rechtsvervolging):
- terbukti tapi bukan merupakan suatu
tindak pidana (menurut KUHAP)
3. Pembebasan (keputusan bebas,
vrijspraak) tidak terbukti/tidak
terpenuhi semua unsur.

Apakah perbuatan atau feit itu?


1. Perbuatan dalam arti peristiwa jahat
yang telah terjadi (misdadig voorval);
2. Perbuatan dalam arti perbuatan yang
menjadi pokok pendakwaan (de
handeling zoals die is te laste gelegd);
3. Perbuatan dalam arti perbuatan materiil
(Materiele handeling).

Van Bemmelen

Diganggunya satu
kepentingan hukum yang
sama dengan cara yang
sama

Ne bis in idem dalam penyertaan


Dalam hal penyertaan apabila salah
seorang peserta sdh dijatuhi pidana, maka
peserta lain yg belum dipidana masih
dapat dituntut dan tdk melanggar asas ne
bis in idem. Jadi asas ini hanya berlaku
untuk peserta yang telah dituntut.
Lihat kasus hal. 218 (buku II Utrecht)
HR 23 Juli 1935, NJ 1936, hal. 173, W Nr. 12987
dan tertanggal 3 Juni 1935, Nj 1936, Nr. 57.

DALUWARSA PENUNTUTAN
D.P
Daluwarsa penuntutan
Dasar hukum: Psl. 78 dan 79 KUHP
Psl. 78 KUHP
Tenggang daluwarsa:
1. Pelanggaran dan Kjht dgn cetak: sesudah 1 tahun;
2. Kjht dgn S denda, kurungan atau pidana pjr =/<3 tahun:
sesudah 6 tahun
3. Kjht dgn S pjr > 3 tahun: sesudah 12 tahun
4. Kjht dgn S mati atau SH: sesudah 18 tahun;
5. Anak < 18 tahun saat mlkk Tp 2/3

Mulai menghitung daluwarsa


Psl. 79 KUHP:
1.

Tenggang daluarsa dihitung sejak sehari sesudah


perbuatan dilakukan (delik formil dan materiil sama);
Tenggang jangka waktu di mana pelaku masih
bisa dituntut/dimintai pertanggung jawaban pidana.
Jika tenggang waktu itu telah lewat maka ia tdk
dapat dituntut.

2.

Kecuali:
Pemalsuan dan
perusakan uang sehari setelah penggunaannya;
Psl. 328, 329, 330 dan 333 sehari setelah dibebaskan atau meninggal;
Psl. 556 558a hari sesudah daftar-daftar dipindah ke kantor tsb.

Mulai penghitungan DP
Pasal 79
Tenggang Daluwarsa (TD) mulai berlaku pada
hari sesudah perbuatan dilakukan.
TD + 1 hari
Pasal 78
1. Kewenangan menuntut pidana hapus
karena daluwarsa:
sesudah 1/6/12/18 (- 2/3 u <18 tahun)...; M D
+ 1 hari

Makna sesudah perbuatan


dilakukan.
Ada 2 pendapat:
1. Sesudah perbuatan dilakukan
2. Sesuai dgn deliknya.
Mempersoalkan waktu terjadinya tindak pidana
tempus delichtie
. Antara Delik Formil dengan Delik Materiil adalah
berbeda;
. Harus diartikan sesudah tindak pidana selesai
atau sempurna sehingga berbeda antara DF
dengan DM
Catatan:
tambahkan catatan dr Remmelink hal. 437 dan
Utrecht hal. 240-dst

Daluwarsa percobaan
Penghitungan daluwarsa dimulai
sehari setelah dilakukannya
perbuatan fisik.

Daluarsa utk pelaku anak


Penghitungan daluarsa utk tindak pidana
yg dilakukan oleh anak
Dasar hukum yg digunakan

Sehingga
Tempus Delicti (TD) + 1 hari + Masa Daluwarsa
(MD) + 1 hari = Daluwarsa Penuntutan (DP)

Contoh :
A mengedarkan uang palsu (Psl 245 KUHP) 1 1
1961
TD 1 1 1961
awal menghitung :
Pasal 79 KUHP : 1 1 1961 + 1 hari = 2 1 1961
Pasal 78 : ancaman > 3 tahun sesudah 12 tahun
2 1 1961 + 12 tahun = 2 1 1961
DP = 2 1 1961 + 1 hari = 3 1 - 1961

PENGHENTIAN DALUWARSA
STUITING

Pasal 80
1. Tiap-tiap tindakan penuntutan
menghentikan stuiten daluwarsa, asal
tindakan itu diketahui oleh orang yang
dituntut, atau telah diberitahukan
kepadanya menurut cara yang ditentukan
dalam aturan-aturan umum.
2. Sesudah dihentikan, dimulai tanggang
daluwarsa baru.

Apa saja tindakan penuntutan yang diketahui


tsk/plk?
Perhatikan Pasal 14 UU Nomor 8 Tahun 1981
Penuntut umum mempunyai wewenang :
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan
dari penyidik atau penyidik pembantu;
b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan
pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan
Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi
petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari
penyidik;
c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan dan atau
mengubah status tahanan setelah perkaranya
dilimpahkan oleh penyidik;
d. membuat surat dakwaan;

e. melimpahkan perkara ke pengadilan;


f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa
tentang ketentuan hari dan waktu perkara
disidangkan yang disertai surat panggilan, baik
kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk
datang pada sidang yang telah ditentukan;
g. melakukan penuntutan;
h. menutup perkara demi kepentingan hukum;
i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas
dan tanggung jawab sebagai penuntut umum
menurut ketentuan undang-undang ini;
j. melaksanakan penetapan hakim.

PENANGGUHAN DALUWARSA
- SCHORSING -

Pasal 81
Penundaan penuntutan pidana
berhubung dengan adanya perselisihan
prayudisial, menunda daluwarsa.

Perselisihan prayudisial
praejudicial geschil:

1. PERTIKAIAN YANG HARUS


DITENTUKAN TERLEBIH DAHULU
YANG BERUPA TINDAKAN; cari
doktrin di berbagai literatur
(questionable )
2. PERTIKAIAN YANG HARUS
DITENTUKAN TERLEBIH DAHULU
YANG BERUPA PUTUSAN
. Waktu yang digunakan selama proses
hukum (1 atau 2) tidak turut dihitung

Penyelesaian di Luar Sidang


Hanya dapat dilakukan apabila:
Tindak Pidananya adalah pelanggaran
Hanya diancam pidana denda
Caranya:
- Bayar denda maksimal (+ ongkos perkara
bila tuntutan telah dilakukan)
- Kepada Pejabat berwenang (JPU)

.lanjutan penyelesaian di luar


sidang
Dasar Residive
Pasal 82 ayat (1) TIDAK BERLAKU bagi
Pelaku yang belum dewasa (< 16 tahun)

ABOLISI
Hak untuk menyatakan bahwa tuntutan
pidana terhadap SSO harus digugurkan
atau suatu tuntutan pidana yang telah
dimulai harus dihentikan

AMNESTI
Hak untuk mengeluarkan pernyataan
umum bahwa UU Pidana tidak akan
menerbitkan akibat-akibat hukum apapun
juga bagi orang-orang tertentu yang
bersalah melakukan suatu atau beberapa
tindak pidana tertentu

Hal-hal Yang Menyebabkan Hapusnya


Kewenangan Menjalankan Pidana

Dalam KUHP
1. Matinya Terdakwa/Terpidana (Psl. 83)
2. Daluwarsa (Psl. 84, Psl. 85)

Di luar KUHP
1. Amnesti
2. Grasi
Dasar hukum: Pasal 14 UUD45

DALUWARSA
Lewatnya tenggang waktu tertentu untuk
menjalankan pidana; sehingga
kewenangan jaksa untuk menjalankannya
menjadi hapus.

Tenggang waktu (Psl. 84(2) KUHP)


Untuk semua pelanggaran: 2 tahun
Untuk Kejahatan percetakan: 5 tahun
Untuk kejahatan lainnya: daluwarsa
penuntutan + 1/3-nya
Tidak ada daluwarsa untuk menjalankan
pidana mati (Pasal 84 ayat (3))

Saat penghitungan tenggang


daluwarsa
Mulai pada keesokan hari sesudah
putusan hakim dapat dijalankan (Psl. 85
ayat (1))
Putusan hakim dapat dijalankan:
Saat putusan hakim BHT; tetapi
mungkin ada putusan hakim yang
perintahkan terdakwa untuk segera jalani
pidananya, walaupun terdakwa ajukan
upaya hukum biasa (banding, kasasi)

Pencegahan (stuiting)
1. Terpidana melarikan diri ketika jalani pidana:
- tenggang waktu daluwarsa baru dihitung pada
keesokan hari setelah melarikan diri
2. Pelepasan bersyarat dicabut:
- keesokan hari setelah dicabut, mulai tenggang
waktu daluwarsa baru
TENGGANG WAKTU YANG TELAH DILALUI,
HILANG SAMA SEKALI (TIDAK DIHITUNG)

Penundaan (schorsing)
Penjalanan pidana ditunda menurut UU
Selama terpidana dirampas
kemerdekaannya (ada dalam tahanan)
TENGGANG WAKTU SELAMA DITUNDA
TIDAK DIHITUNG

GRASI
Pengampunan berupa perubahan, peringanan,
pengurangan atau penghapusan pelaksanaan
pidana kepada terpidana yang diberikan oleh
Presiden
Diatur UU No. 22 tahun 2002
Putusan Pemidanaan yang dapat dimohonkan
grasi:
1. Pidana mati
2. Penjara seumur hidup
3. Penjara paling rendah 2 tahun

Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai