HUKUM PIDANA
3
KULIAH 1
Arti dan Ruang Lingkup Hukum Pidana
Sumber-sumber Hukum Pidana Di
Indonesia
Pembagian Hukum Pidana :
Kriminologi
Kriminalistik
Ilmu Forensik
Psikiatri Kehakiman
Sosiologi Hukum
Utrecht
-Jaman VOC
-Jaman Daendels
-Jaman Raffles
-Jaman Komisaris
Jenderal
-Tahun 1848-1918
-KUHP tahun 1915
-sekarang
Jaman VOC
Statuten van Batavia
Hk. Belanda kuno
Asas2 Hk. Romawi
Di daerah lainnya berlaku
Hukum Adat
mis. Pepakem Cirebon
Jaman Jepang
WvSI masih berlaku
Osamu Serei (UU) No. 1
Tahun 1942, berlaku
7/3/1942
H. Pidana formil yang
mengalami banyak
perubahan
Jaman Kemerdekaan
UUD 1945 Ps. II
Aturan Peralihan
Segala Badan
Negara dan
Peraturan yang ada
masih berlaku
selama belum
diadakan yang baru
menurut UUD ini
Jaman Kemerdekaan
UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang Hukum
Pidana yang berlaku di Indonesia
Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946)
PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera
UU No. 73 Tahun 1958 : Undang-undang tentang
menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh
wilayah RI dan mengubah Kitab Undang-undang
Hukum Pidana
SUMBER-SUMBER HUKUM
PIDANA DI INDONESIA
KUHP (beserta UU yang
mengubah & menambahnya)
PerUU Pidana (perUU Hk
Pidana ?) di luar KUHP
Ketentuan Pidana dalam
Peraturan perundangundangan non-hukum pidana
KUHP
Buku I : Ketentuan Umum (ps 1 ps
103)
UU Lingkungan
UU Pers
UU Pendidikan Nasional
UU Perbankan
UU Pajak
UU Partai Politik
UU pemilu
UU Merek
UU Kepabeanan
UU Pasar Modal
dll
Hukum Pidana
Umum
Hukum Pidana
Khusus
Subyek
H. Pidana militer
Substansi
KULIAH 2
Berlakunya Hukum Pidana Menurut
Waktu
Berlakunya Hukum Pidana Menurut
Tempat
Teori-teori tempus dan locus delicti
Pasal 1 KUHP
(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana,
kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah
ada sebelumnya.
(2) Jika ada perubahan dalam perundangundangan sesudah perbuatan dilakukan,
maka terhadap terdakwa diterapkan
ketentuan yang paling menguntungkan .
ASAS YG TERCAKUP
DLM PASAL 1 (1) KUHP
Nullum delictum, nulla poena sine praevia
lege poenali :
Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu
peraturan yg terlebih dahulu menyebut
perbuatan yang bersangkutan sebagai
suatu delik dan yang memuat suatu
hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik
itu
3 prinsip, sbb:
Internasional:
Ps 15 (1) ICCPR: hukum tidak berlaku surut
Ps 15 (2) ICCPR pengecualian, untuk
kejahatan menurut hukum kebiasaan
international: boleh berlaku surut
Ps 22, 23, dan 24 ICC (Statuta Roma)
Nasional
Ps 28i UUD 1945
Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun
1999
Ps 18 (3)
Setiap ada
perubahan dalam
peraturan perundangundangan maka
berlaku ketentuan
yang paling
menguntungkan bagi
tersangka
Penjelasan Ps 43 (2)
Dalam hal DPR Indonesia
mengusulkan dibentuknya
Pengadilan HAM ad hoc,
DPR Indonesia
mendasarkan pada dugaan
telah terjadinya
pelanggaran HAM yang
berat yg dibatasi pada locus
dan tempus delicti tertentu
yg terjadi sebelum
diundangkannya undangundang ini.
UU Pemberantasan TP Terorisme
dan Putusan MK
MK membatalkan ketentuan berlaku surut
dalam UU Pemberantasan TP Terorisme
(UU No.16/2003) karena bertentangan
dengan UUD 1945
JENIS-JENIS PENAFSIRAN
- Otentik
- Sistematis
- Gramatikal
- Historis
- Sosiologis
- Teleologis
- Ekstensif
Pendapat Scholten
(dan juga Utrecht)
Pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara penafsiran
ekstensif dan analogi. Dalam kedua hal itu hakim
membuat konstruksi , yaitu membuat (mencari) suatu
pengertian hukum yang lebih tinggi. Hakim membuat
suatu kaidah yang lebih tinggi dan yang dapat dijadikan
dasar beberapa ketentuan yang mempunyai kesamaan.
Mis.
Mengambil = mengadakan suatu perbuatan yang bermaksud
memindahkan sesuatu benda dari tangan yang satu ke tangan
yang lain
Pendapat Scholten
(dan Utrecht)
PENAFSIRAN
EKSTENSIF
Hakim meluaskan
lingkungan kaidah
yang lebih tinggi
sehingga perkara
yang bersangkutan
termasuk juga di
dalamnya
ANALOGI
Hakim membawa
perkara yang harus
diselesaikan ke dalam
lingkungan kaidah
yang lebih tinggi
menguntungkan bg
Yg menguntungkan bg TSK/TDKW
Hal ini tidak dapat ditentukan sec. Umum
(in abstracto), dan hanya dapat ditentukan
untuk masing2 perkara sendiri (in
concreto).
Yang menguntungkan bagi TSK/TDKW:
sanksi menjadi lebih ringan, diubah menjadi
delik aduan, unsur- unsur pokok delik
menjadi lebih banyak (ditambah)
(Periksa : Utrecht h.228)
Perubahan UU yg dimaksud
Pasal 1 ayat (2) KUHP
Teori Formil :Ada perubahan undang-undang kalau redaksi undangundang pidana berubah (Simons)
ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps 295 sub 2 KUHP,
batas dewasa 23 21 tahun dlm BW
Teori Materiil Terbatas : Tiap perubahan sesuai dg suatu perubahan
perasaan (keyakinan) hukum pada pembuat undang-undang (jadi
tidak boleh diperhatikan perubahan keadaan karena waktu)
Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan baik dalam perasaan
hukum dari pembuat undang-undang maupun dalam keadaan
karena waktu boleh diterima sebagai suatu perubahan dalam
undang-undang
Sesuai HR 5 Des 1921
Perubahan kesadaran/perasaan
hukum
Menjadi tidak dapatnya dihukum suatu
perbuatan
Menjadi dapat dihukumnya suatu
perbuatan
Diperberat/diperingan pidana atas suatu
perbuatan.
(Baca lebih lanjut dalam buku Lamintang Putusan MA,
dalam bag. Berlakunya UU Pidana Menurut Waktu)
Batas Wilayah
Pasal 5
Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya
serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral
dan/atau trilateral mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
Pasal 6
(1) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, meliputi:
a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, dan
Timor Leste;
b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini,
Singapura, dan Timor Leste; dan
c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan
batasnya dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan
hukum internasional.
(2) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk
titik-titik koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau
trilateral.
(3) Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara lain,
Indonesia menetapkan Batas Wilayah Negara secara unilateral berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
4. Asas universal
Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
melakukan kejahatan ttg mata uang,
uang kertas negara atau uang kertas
Bank
Untuk melindungi kepentingan negara
kepentingan dunia (stabilitas ekonomi)
Surabaya
Semarang
Cirebon
---- racun --> ----diminum ---> ----- mati
A --> B
B
B
Istilah
Definisi
Cara Merumuskan Tindak Pidana
Subjek Tindak Pidana
Unsur-Unsur Tindak Pidana
Tindak Pidana
Istilah
Tindak pidana
Perbuatan pidana
Peristiwa pidana
Strafbaar feit
Delict / Delik
Criminal act
Jinayah
Apa alasan dan implikasi penggunaan istilah
tindak pidana, perbuatan pidana dan
peristiwa pidana ?
Tindak Pidana
Definisi
Aliran Monistis
Tidak memisahkan antara perbuatan
dan pertanggungjawaban
Dalam rumusan tindak pidana
sekaligus tercakup unsur
perbuatan/akibat dan unsur
kesalahan/pertanggungjawaban
Aliran Dualistis
Memisahkan secara tegas antara
perbuatan (pidana) dan
pertanggungjawaban pidana
Dalam rumusan tindak pidana hanya
tercantum unsur perbuatan/akibat
tanpa unsur kesalahan
TINDAK PIDANA:
Pada dasarnya ada 3 cara merumuskan Tindak Pidana
Korporasi
adanya kebutuhan untuk
memidana korporasi:
a) Cara merumuskan
Barangsiapa .
b) Hukuman : mati, penjara,
kurungan (Ps 10 KUHP),
hanya dapat dikenakan
pada manusia
c) Pertanggungjawaban
pidana disandarkan pada
kesalahan, yang hanya
mungkin dimiliki oleh
manusia (orang)
Tindak Pidana
Unsur-unsur (van Bemmelen)
Di dalam perumusan (bagian)
dimuat dalam surat dakwaan
semua syarat yg dimuat dalam rumusan
delik merupakan bagian-bagian, sebanyak
itu pula, yang apabila dipenuhi membuat
tingkah laku menjadi tindakan yang melawan
hukum
1. Tingkah laku/akibat yang dilarang
/diharuskan (Bagian Obyektif)
2. Bagian yang terkait dengan bagian obyektif:
melawan hukum
3. Manusia/pelaku (Bagian subyektif)
4. Bagian yang terkait dengan pelaku: kesalahan
(kesengajaan atau kealpaan)
5. Keadaan (keterangan mengenai bagian
obyektif atau bagian subyektif)
6. Syarat tambahan untuk pemidanaan
4. Bagian yg dapat memperberat/memperingan
pidana
Pasal 359
barangsiapa
dengan kekerasan
atau
ancaman kekerasan
memaksa
seorang wanita
bersetubuh dengan
dia
di luar perkawinan
barangsiapa
karena kealpaannya
menyebabkan orang
lain mati
KULIAH 4
Penggolongan Tindak Pidana
Jenis Delik
Tindak Pidana
Pembagian Tindak Pidana (Jenis Delik)
Jenis Delik
Kejahatan
(misdrijf)
dlm. MvT : sebelum ada
UU sudah dianggap tidak
baik (recht-delicten)
Hazewinkel-Suringa : tidak
ada perbedaan kualitatif,
hanya perbedaan
kuantitatif
a) Percobaan : dipidana
Pelanggaran
(overtreding)
dlm MvT : baru
dianggap tidak baik
setelah ada UU (wet
delicten)
Perbedaan dg
kejahatan:
b) Membantu : dipidana
c) Daluwarsa : lebih panjang
d) Delik aduan : ada
e) Aturan ttg Gabungan berbeda
KUHP : Buku II
Jenis Delik
D. Materiil : Yang
dirumuskan akibatnya
Ps 338, 368, Ps 187,
dll
Perhatikan dgn seksama
unsur2 dalam pasal dlm
menentukan delik materiil
dan delik formil, krn sering
terjadi kerancuan. Secara
sekilas spt delik formil tp
ternyata delik materiil atau
sebaliknya
D. Komisi : melanggar
larangan dg perbuatan
aktif
D. Dolus : delik dilakukan
Jenis Delik
Delik Biasa (bukan
aduan)
penuntutannya tidak
memerlukan pengaduan,
mis. Ps 340, Ps 285
Delik Aduan
penuntutannya
memerlukan
pengaduan, mis. Ps
310, Ps 284, Ps 367 (2)
Harus ada pengaduan
dari korban atau orang
tertentu yang ditetapkan
UU
Delik Aduan
Ada 2 jenis:
1. Delik Aduan Absolut
2. Delik Aduan Relatif
Ad.1. Delik Aduan Absolut:
Delik yang pada hakekatnya/mutlak memerlukan
pengaduan untuk penuntutannya
Mis. Ps. 284, Ps.351
2. Delik Aduan Relatif:
Delik yang pada dasarnya merupakan delik biasa (bukan
delik
aduan), tetapi karena ada hubungan tertentu antara pelaku
dan korban, maka berubah jenisnya menjadi delik aduan
Mis. Ps.367 ayat (2)
Untuk pemidanaannya
tidak perlu menggunakan
ketentuan tentang
gabungan TP; tinggal
melihat berapa ancaman
pidana dari Pasal yang
dilanggar
Delik Berlanjut
Terdiri atas dua atau lebih
delik, yang karena
kaitannya yang erat
mengakibatkan
dikenakan satu sanksi
kepada terdakwa
Untuk pemidanaannya
menggunakan ketentuan
tentang gabungan TP,
yaitu Pasal 64 KUHP
Delik Berlanjut
Masih menjadi perdebatan apakah delik berlanjut
(voortgezette delict) sama dengan perbuatan
berlanjut (voortgezette handeling)
Sebagian sarjana (termasuk Utrecht)
menyamakan voortgezette delict dengan
voortgezette handeling) dan untuk pemidanaannya
memakai ketentuan Pasal 64 KUHP, dengan
syarat:
Perbuatan perbuatan timbul dari 1 kehendak
Perbuatannya harus sejenis
Tenggang waktu antara 1 perbuatan dengan
perbuatan yang lain, tidak terlalu lama
Delik Selesai
Satu atau beberapa
perbuatan tertentu
yang selesai dalam
suatu waktu tertentu
yang singkat
Mis: Pasal 362, Pasal
338
Delik Tunggal
Delik di mana untuk
dapat dipidananya si
pelaku maka ybs.
cukup melakukan
perbuatan tersebut
sebanyak satu kali
Mis: Pasal 362, Pasal
338
Delik Berangkai
Delik di mana untuk dapat
dipidananya si pelaku
maka ybs. harus
melakukan perbuatan
tersebut beberapa kali
(berulang-ulang, berturutturut)
Karena harus dilakukan
berulang-ulang: bisa
berupa pencaharian atau
kebiasaan (sebagai unsur
yang menentukan untuk
dipidananya pelaku)
Mis: Pasal 296, Pasal 481
Delik Pokok/sederhana
Delik yang dalam
perumusannya
mencantumkan unsur2
pokok yang menentukan
pemidanaannya
Pasal 362, Pasal 351
ayat (1)
Delik Berkualifikasi
Delik pokok yang ditambah
dengan unsur yang
memperberat pemidanaan
mis: Pasal 351 ayat (2),
Pasal 363, Pasal 365 ayat
(4)
Delik Berprevilege
Delik pokok yang ditambah
dengan unsur yang
meringan pemidanaan
Mis: Pasal 308. Pasal 364
Delik Politik
Delik yang
mengandung unsur
politik
Mis: Makar untuk
menggulingkan
pemerintah (Pasal
107), makar untuk
membunuh kepala
negara (Pasal 104)
Delik Propria
Delik yang hanya
dapat dilakukan oleh
orang2 tertentu
(subjeknya adalah
orang-orang tertentu)
Mis: Pasal 308, Pasal
346, Pasal 449
Delik Komuna
Delik yang dapat
dilakukan oleh
setiap orang
Cirinya: Subjeknya
adalah barang
siapa
Mis: Delik
Pencurian (Pasal
362), Delik
Pembunuhan (Pasal
338)
KULIAH 5
Tentang Ajaran Kausalitas
Sifat Melawan Hukum
KAUSALITAS
1. Pengertian ?
Pengertian Kausalitas
Hal sebab-akibat
Hubungan logis antara sebab dan akibat
Persoalan filsafat yang penting
Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab
sekaligus menjadi sebab peristiwa lain
Sebab dan akibat membentuk rantai yang
bermula di suatu masa lalu
Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana
bukan makna di atas, tetapi makna yang dapat
dilekatkan pada pengertian kausalitas agar
mereka dapat menjawab persoalan siapa yang
dapat dimintai pertanggungjawaban atas suatu
akibat tertentu
Ajaran Kausalitas
Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von
Buri)
Teori Relevansi: van Hamel, Langemeijer
Teori-teori Individualisasi/Causa Proxima:
Birkmeyer , Mulder
Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat
(Von Kries, Simons, Pompe, Rumelin)
Ajaran KAUSALITAS
Utrecht hal. 381
Teori Restriksi
(Pembatasan)
1. Teori-teori yang mengindividualisasi:
Dari rangkaian faktor-faktor yang oleh Von Buri
diterima sebagai suatu causa, diambil satu,
dan faktor yang diambil itu dianggap menjadi
kausa (sebab) yang paling berpengaruh atas
terjadinya akibat ybs (sebab terjadinya delik)
2. Teori-teori yang menyamaratakan:
Dari rangkaian faktor-faktor yang ada oleh Von
Buri diterima sebagai kausa, diambil satu, dan
faktor yang diambil itu menurut pengalaman
boleh dianggap umumnya menjadi kausa
(pengalaman orang pada umumnya)
Teori-teori Individualisasi/
Causa Proxima
Birkmeyer :
Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua
Non . Di dalam rangkaian syarat-syarat yang
tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat,
lalu dicari syarat manakah yang dalam keadaan
tertentu itu, yang paling banyak membantu
untuk terjadinya akibat.
G.E Mulder :
Sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak
dapat dilepaskan dari akibat.
Teori-teori yang
mengindividualisasi
Birkmeyer,
Dari rangkaian faktor-faktor yang oleh
Von Buri diterima sebagai suatu kausa,
diambil satu, dan faktor yang diambil
itu dianggap menjadi kausa yaitu faktor
yang paling berpengaruh atas
terjadinya akibat ys (terjadinya delik)
Teori-teori menggeneralisasi
Von Bar : teori ini tidak menyoal tindakan
mana atau kejadian mana yang in
concreto (pada kenyataannya)
memberikan pengaruh (fisik/psikis) paling
menentukan. Yang dipersoalkan adalah
apakah satu syarat yang secara umum
dapat dipandang mengakibatkan
terjadinya peristiwa seperti yang
bersangkutan mungkin ditemukan dalam
rangkaian kausalitas yang ada
Teori-teori menggeneralisasi
Von Kries (Teori Adequat Subjectif) : Sebab adalah keseluruhan
Teori-teori menggeneralisasi
Rumelin (Teori Adequat Objectif) :
Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus (perlu) ada
untuk terjadinya akibat. Ihwal probabilitas tidak
berdasarkan pada apa yang diketahui atau mungkin
diketahui pada waktu melakukan tindakannya, melainkan
pada fakta yang objektif pada waktu itu ada, entah
diketahuinya atau tidak jadi pada apa yang kemudian
terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi
peristiwa tersebut.
Simons :
Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis
umum pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat
Pompe :
Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk
dapat menimbulkan akibat
Teori-teori yang
menyamaratakan
(Generalisasi)
Faktor yang menurut pengalaman manusia
dapat menimbulkan akibat.
Von Kries - Adequate Theory
Subjective Pragnose(sesuai, seimbang):
Hanya ada satu perbuatan yang dapat
menimbulkan akibat perbuatan itu, sebelumnya telah
dapat diketahui oleh yang melakukan perbuatan tsb,
dapat diterima sebagai suatu kausa;
Rumelin Objective Pragnose:
Dalam rangkaian faktor-faktor yang dapat
dihubungkan dengan terjadinya delik, hanya 1 yg
menjadi kausa, yaitu faktor yang berdasarkan sudut
obyektif harus (perlu) ada utk terjadinya delik tsb.
Apakah pembuat harus tahu/tidak akan hal tsb ? Bukan
syarat yg harus dipenuhi.
Teori Relevansi
Van Hamel:
teori von Buri dibatasi dg ajaran kesalahan (dolus/culpa)
Pengkesampingan semua sebab yang terletak di luar
dolus atau culpa; dalam banyak kejahatan dolus atau
culpa merupakan unsur-unsur perumusan delik.
Jika hal itu bukan merupakan unsur delik, maka solusinya
harus dicari dengan bantuan alasan atau dasar-dasar
yang meniadakan pidana.
Langemeijer
Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan
memilih satu atau lebih sebab dari sekian yang mungkin
ada, yang dipilih sebab-sebab yang relevan saja , yakni
yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab oleh pembuat
undang-undang.
Sifat MELAWAN
HUKUM
Nathalina
Alasan Pencantuman
Unsur Melawan Hukum
Pada umumnya dalam perundangundangan , lebih banyak delik yang tidak
memuat unsur melawan hukum dalam
rumusannya
Alasan pencantuman sifat melawan
hukum dalam perumusan tindak pidana :
- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak
untuk melakukan perbuatan yang masuk
dalam kategori TP dari tuntutan pidana.
Perbedaan Ajaran
Materiil dan Formil
Materiil :
materiil :
mengakui adanya
sifat melawan hukum adalah
pengecualian /
unsur mutlak dari tiap-tiap
penghapusan dari sifat
tindak pidana, juga bagi yang
melawan hukumnya
dalam rumusannya tidak
perbuatan menurut hukum
menyebut unsur-unsur tersebut
yang tertulis dan yang tidak
tertulis
formil:
formil :
hanya mengakui
sifat tersebut tidak selalu
menjadi unsur delik, hanya jika
pengecualian yang tersebut
dalam rumusan delik
dalam undang-undang saja/
disebutkan dengan nyata-nyata
mis, Ps. 49.
barulah menjadi unsur delik
Melawan Hukum
Alasan pencantuman sifat melawan hukum
dalam perumusan tindak pidana :
- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak dari tuntutan
pidana.
KAUSALITAS
1. Pengertian ?
2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ?
3. Ajaran Kausalitas ?
Ilustrasi :
B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B, maka A
terlambat ; karena terlambat A mengendarai mobil dengan
kecepatan tinggi; A menubruk C sehingga luka-luka; C
dibawa ke RS dan dioperasi oleh dokter D; D meminta E
merawat dengan suntikan tertentu; E salah memberikan
obat pada C; C mati.
Pengertian Kausalitas
Hal sebab-akibat
Hubungan logis antara sebab dan akibat
Persoalan filsafat yang penting
Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus
menjadi sebab peristiwa lain
Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di
suatu masa lalu
Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana (bukan
makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan
pada pengertian kausalitas agar mereka dapat
menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai
pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu
Ajaran Kausalitas
Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von
Buri)
Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima
: Birkmeyer , Mulder
Teori-teori menggeneralisasi : teori
Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe,
Rumelin)
Teori Relevansi : Langemeijer
Teori-teori Individualisasi /
Causa Proxima
Birkmeyer :
Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua
Non .
Di dalam rangkaian syarat-syarat yang tidak
dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat, lalu
dicari syarat manakah yang dalam keadaan
tertentu itu, yang paling banyak membantu
untuk terjadinya akibat.
G.E Mulder : Sebab adalah syarat yang paling
dekat dan tidak dapat dilepaskan dari akibat.
Teori-teori menggeneralisasi
Von Bar
Teori Von Bar ini tidak menyoal tindakan
mana atau kejadian mana yang in concreto
memberikan pengaruh (fisik/psikis) paling
menentukan. Yang dipersoalkan adalah
apakah satu syarat yang secara umum
dapat dipandang mengakibatkan terjadinya
peristiwa seperti yang bersangkutan
mungkin ditemukan dalam rangkaian
kausalitas yang ada
Teori-teori menggeneralisasi
Von Kries (Teori Adequat Subjectif)
Sebab adalah keseluruhan faktor positif & negatif yang tidak dapat
dikesampingkan tanpa sekaligus meniadakan akibat. Namun
pembatasan demi kepentingan penetapan pertanggungjawaban
pidana tidak dicari dalam nilai kualitatif/kuantitatif atau
berat/ringannya faktor dalam situasi konkret, tetapi dinilai dari
makna semua itu secara umum, kemungkinan dari faktor-faktor
tersebut untuk memunculkan akibat tertentu.
Sebab = syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu
memiliki kecenderungan untuk memunculkan akibat tertentu,
biasanya memunculkan akibat itu, atau secara objectif
memperbesar kemungkinan munculnya akibat tersebut.
Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan
akibat tertentu hanya dapat diselesaikan apabila kita memiliki 2
bentuk pengetahuan :
(a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg terjadi / pengetahuan
Nomologis yg memadai
(b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yg terjadi/ pengetahuan
Ontologis/ pemahaman fakta (empirik)
Teori-teori menggeneralisasi
Rumelin (Teori Adequat Objectif) :
Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus (perlu) ada untuk
terjadinya akibat. Ihwal probabilitas tidak berdasarkan pada apa
yang diketahui atau mungkin diketahui pada waktu melakukan
tindakannya, melainkan pada fakta yang objektif pada waktu itu
ada, entah diketahuinya atau tidak jadi pada apa yang kemudian
terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi peristiwa
tersebut.
Simons :
Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis umum
pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat
Pompe :
Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk dapat
menimbulkan akibat
Teori Relevansi
Langemeijer
Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri
dengan memilih satu atau lebih sebab dari
sekian yang mungkin ada, yang dipilih
sebab-sebab yang relevan saja , yakni
yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab
oleh pembuat undang-undang.
AJARAN MATERIIL
mengakui adanya
pengecualian / penghapusan
dari sifat melawan hukumnya
perbuatan menurut hukum
yang tertulis dan yang tidak
tertulis
KULIAH 6
Kesalahan dan
Pertanggungjawaban Pidana
Pengantar
Kesalahan merupakan unsur yg melekat
pada pelaku tindak pidana
4 pengertian kesalahan
Bentuk-bentuk kesalahan
Asas penting dalam pertanggung jawaban
pidana
Pengertian Kesalahan
Ada 4 pengertian kesalahan (Utrecht):
1.Kesalahan sebagai unsur delik; dalam
arti kumpulan (nama generik) yang
mencakup dolus dan culpa
2.Kesalahan dalam arti
pertanggungjawaban pidana:
ketercelaan (verwijtbaarheid) seseorang
atas perbuatan melawan hukum yang
telah dilakukannya
Teori2 sengaja :
(a) teori kehendak (wils theorie)
opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik
dikehendaki si pelaku
(b) teori bayangan (voorstellings-theorie)
opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai
melakukan perbuatan, ada bayangan yg terang bahwa
akibat yg bersangkutan akan tercapai, maka dari itu ia
menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu
Bentuk-Bentuk Dolus
1. Dolus sebagai maksud /tujuan (als oogmerk)
2.
lanjutan ..
Ada sarjana yang membedakan bentuk-bentuk
dolus menjadi 3 macam,yaitu: sebagai
maksud, berkeinsyafan kepastian dan
berkeinsyafan kemungkinan (misalnya PAF
Lamintang, Tresna, Moeljatno)
Mereka menyamakan dolus eventualis dengan
kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan
Dolus eventualis merupakan perkembangan
dalam hukum pidana, khususnya dalam hal
bentuk-bentuk kesengajaan dan HR Belanda
baru menerima kesengajaan bentuk ini setelah
PD II
Bentuk-bentuk kesengajaan
Sengaja sebagai maksud/ tujuan
-
:
apabila pembuat menghendaki perbuatan dan/akibat perbuatannya;
tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya
tidak terjadi
Dolus eventualis
Pelaku dengan kehendak dan kesadaran
menerima kemungkinan munculnya
akibat yang buruk.
Di Jerman disebut billigend in Kauf
nehmen: menerima penuh risiko
terwujudnya sesuatu kemungkinan
Contoh: metro mini maut di Jakarta
Utara, naik kuda di jalan ramai di kota
London, memainkan pistol meletus
DOOR! dan mengenai org
Culpa
Istilah2
- culpa - schuld - nalatigheid - sembrono
- teledor
istilah 2 yg digunakan dalam rumusan :
- kelalaian
- kealpaan
- kesalahan
- seharusnya diketahuinya
- sepatutnya diketahuinya
Macam2 Culpa :
(a) culpa levis ; culpa lata
(b) culpa yg disadari (bewuste) : culpa yg tidak disadari (on bewuste)
Syarat adanya kealpaan :
(a) Hazewinkel-Suringa : 1) kekurangan menduga-duga; 2)
kekurangan berhati-hati
(b) van Hamel : 1) tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan
hukum; 2) tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan hukum
( c) Simons : pada umumnya kealpaan mempunyai 2 unsur : 1) tidak
berhati-hati; 2) dapat diduganya akibat.
Culpa
Untuk menentukan ada atau tidaknya culpa pada
seseorang, maka harus digunakan tolok ukur yang
normal (upaya dan kehati-hatian dari orang yang
sama kemampuan dan kecerdasannya dengan
pelaku).
Apabila pada situasi dan kondisi yang sama
dengan pelaku, orang yang sama kemampuan dan
kecerdasannya dengan pelaku pada umumnya
tidak melakukan perbuatan seperti yang dilakukan
oleh pelaku; berarti pelaku culpa telah melakukan
culpa lata (Kelalaian yang besar/berat)
Culpa
Culpa Levis (Kelalaian yang kecil/ringan)--- apabila
tolok ukurnya adalah upaya dan kehati-hatian yang luar
biasa
Culpa yang disadari (bewuste culpa) : Apabila pelaku
sudah membayangkan kemungkinan timbulnya suatu
akibat yang dilarang, dan karena itu ia juga sudah
berupaya agar tidak timbul akibat tsb. (dia tidak
menghendaki akibat), namun akibat tetap terjadi
Culpa yang tidak disadari (onbewuste culpa): Pelaku
sama sekali tidak pernah membayangkan kemungkinan
timbulnya akibat yang dilarang; tetapi ternyata terjadi
akibat
Yang dapat dipidana adalah Culpa Lata, baik yang
disadari maupun tidak disadari
Kemampuan Bertanggungjawab
(toerekeningsvatbaarheid)
Dengan menggunakan penafsiran a-contrario dari MVT
tentang tidak mampu bertanggungjawab; maka mampu
bertanggungjawab artinya:
- pelaku melakukan perbuatannya dengan bebas; tanpa
paksaan
- pelaku menginsyafi bahwa perbuatannya melawan
hukum dan ia mengerti akibat perbuatannya
Dalam praktik, setiap pelaku dianggap mampu
bertanggungjawab ; kecuali dapat dibuktikan bahwa
pelaku sakit jiwa atau tidak sempurna pertumbuhan
akalnya atau cacat dlm pertumbuhan jiwanya.
KULIAH 7
Percobaan Tindak
Pidana
PERCOBAAN (POGING)
PASAL 53
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat
untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan
pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu,
bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya
sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam
hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana
penjara paling lama 15 tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan
kejahatan selesai.
Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana
Kasus 1
Seorang yang sedang berdiri di bordes
KA, ketika akan diperiksa karcisnya oleh
kondektur, ia telah menendang kaki
petugas tersebut. Sehingga apabila
kondektur tidak dengan cepat
berpegang pada tiang besi KA, pasti ia
jatuh keluar dan terlindas KA (Arrest HR
Tgl 12 Maret 1942)
Kasus 2
Seorang POLANTAS memberi tanda agar
sebuah kendaraan bermotor berhenti,
karena tidak menyalakan lampu.
Pengemudi tetap tancap gas, sehingga
kalau petugas tidak menghindar
dengan cara melompat ia akan
tertabrak (Arrest HR 6 Pebruari 1951)
Kasus 3
POGING (PERCOBAAN)
Permulaan kejahatan yang belum selesai
Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang dan diancam
hukuman oleh undang-undang
Poging adalah perluasan pengertian delik
Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
undang-undang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum
atau membahayakan kepentingan hukum
KUHP tidak memberi perumusan/ definisi
Harus diketahui kapan suatu delik dianggap selesai
Delik selesai berbeda antara delik formil dan delik materiil
Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan yang dilarang
telah dilakukan
Pada delik materiil : delik selesai apabila akibat yang dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh undang-undang telah timbul atau
terjadi
Teori Subyektif
- subjectieve pogingsleer
seseorang yang melakukan percobaan
untuk melakukan kejahatan itu pantas
dihukum, oleh karena orang tersebut
telah menunjukkan perilaku yang tidak
bermoral yang bersifat jahat ataupun
yang bersifat berbahaya
Terdapat sikap batin atau watak yang
berbahaya dari si pelaku
Teori Obyektif
- objectieve pogingsleer
Seseorang yang melakukan percobaan
untuk melakukan suatu kejahatan itu
dapat dihukum oleh karena tindakantindakannya telah bernilai
membahayakan bagi kepentingankepentingan hukum
Teori Campuran
Teori Subyektif
- subjectieve pogingsleer
dan
Teori Obyektif
- objectieve pogingsleer
Syarat Pertama
NIAT atau Voornemen
Menurut doktrin dan
yurisprudensi :voornemen harus
ditafsirkan sebagai kehendak, willen atau
opzet
Seseorang harus mempunyai kehendak,
yaitu kehendak melakukan kejahatan
Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet
di sini harus dtafsirkan dalam arti luas
atau hanya opzet dalam arti pertama
(sebagai ogmerk atau tujuan) ?
Syarat Kedua
Permulaan Pelaksanaan
Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan
pelaksanaan een begin van uitvoering
Harus ada suatu perbuatan(handeling)
apa yang dimaksud perbuatan sebagai
permulaan pelaksanaan ?
Undang-undang tidak merumuskan pelaksanaan
atauuitvoering dan bagaimana bentuknya
Perlu digunakan penafsiran
CONTOH KASUS
A menghendaki untuk membunuh B , untuk melaksanakan
maksudnya, A harus melakukan beberapa perbuatan, yaitu :
a. A pergi ke tempat penjualan senjata api
b. A membeli senjata api
c. A membawa senjata api ke rumahnya
d. A berlatih menembak
e. A menyiapkan sebjata apinya dengan membungkusnya rapatrapat
f. A menuju rumah B
g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu dengan peluru
h. A mengarahkan senjata kepada B
i. A melepaskan tembakan ke arah B
Syarat Ketiga
Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya sendiri
Putatif Delict
Seseorang mengira bahwa apa yang
dilakukan merupakan suatu tindak
pidana, padahal tindakan tersebut tidak
dilarang
Contoh:
Seseorang masuk ke Indonesia dan membawa
sejumlah uang kertas asing. Semula ia
beranggapan telah mencoba atau melakukan
suatu kejahatan. Namun ternyata uang yang ia
bawa masih dalam batas ketentuan yang tidak
dilarang
Nathalina
Bidang Studi Hukum Pidana
FHUI 2012
Istilah PIDANA
Hukum Penitensier
Hukum Sanksi
Straf
Hukuman
Punishment
PIDANA
Nestapa/derita
Yang dijatuhkan dengan sengaja
oleh negara (melalui
pengadilan)
Dikenakan pada seseorang
Yang secara sah telah melanggar
hukum pidana
Melalui proses peradilan pidana
Pengertian
Hukum Penitentier (Utrecht II hal. 268) :
Segala peraturan positif mengenai sistem hukuman
dan sistem tindakan yang memuat:
Jenis sanksi atas tindak pidana yang dilakukan
Beratnya sanksi itu
Lamanya sanksi itu dijalankan oleh pelaku
Cara sanksi itu dilakukan
Tempat sanksi itu dijalankan
Hukuman, menurut pendapat :
Moeljatno : Lebih tepat pidana untuk
menerjemahkan straf.
Sudarto : Idem.
R. Soesilo : Suatu perasaan tidak enak/sengsara
yang dijatuhkan oleh Hakim dengan vonis kepada
orang yang telah melanggar UU Hukum Pidana.
PEMIDANAAN
Penjatuhan Pidana/sentencing :
Upaya yang sah
Yang dilandasi oleh hukum
Untuk mengenakan nestapa
penderitaan
Pada seseorang yang melalui proses
peradilan pidana
Terbukti secara sah dan meyakinkan
Bersalah melakukan suatu tindak
pidana.
Sejarah
a. Utrecht I Bab 1
b. Utrecht II Bab 5
Dasar-Dasar Hukuman :
Teori-Teori Pemidanaan/
Tujuan Pemidanaan menurut doktrin
TeoriAbsolut/Retributif/Pemba
lasan
(lex talionis):
Hukuman adalah sesuatu yang
harus ada sebagai konsekwensi
dilakukannya kejahatan;
Orang yang salah harus
dihukum
(E. Kant, Hegel, Leo Polak).
Teori Relatif/Tujuan
(utilitarian)
Prevensi:
hukuman dijatuhkan utk pencegahan
Prevensi Umum :
sebagai contoh pada masyarakat secara
luas agar tidak meniru perbuatan/kejahatan
yang telah dilakukan.
Prevensi Khusus:
Ditujukan bagi pelaku sendiri, supaya
jera/kapok, tidak mengulangi
perbuatan/kejahatan serupa; atau kejahatan
lain.
Deterrence : menakut/nakuti serupa
dengan prevensi
Perlindungan: agar orang lain/masyarakat
pada umumnya terlindungi, tidak disakiti,
tidak merasa takut dan tidak mengalami
Teori Gabungan :
Retributive Justice :
Pemidanaan untuk tujuan pembalasan
Restorative Justice :
Keadilan yang merestorasi pelaku
harus mengembalikan kepada kondisi
semula; Keadilan yang bukan saja
menjatuhkan sanksi yang seimbang bagi
pelaku namun juga memperhatikan
keadilan bagi korban.
Tujuan Pemidanaan :
Berdasarkan Pasal 54 R-KUHP tahun
2008:
Tujuan Pemidanaan
Restorasi, menyelesaikan konflik, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai
Membebaskan rasa bersalah pada terpidana
Pemidanaan tidak dimaksudkan utk
menderitakan dan merendahkanmartabat
manusia (CAT ... )
Sampai saat ini Hukum Pidana Indonesia
belum memiliki Sentencing Guidelines
(pedoman yang memuat tentang
pemidanaan), tp sudah dirumuskan dalam
Pasal 55 R-KUHP 2008.
Jenis - Jenis
Pidana
R-KUHP (2008)
A. Hukuman/Pidana Pokok :
Hukuman mati (death
penalty/capital punisment)
Hukuman penjara
Hukuman kurungan
Hukuman denda
Hukuman tutupan
(khusus utk perbuatan yang
patut dihormati) UU No.
20/1946
A. Pidana Pokok :
Pidana penjara
Pidana tutupan
Pidana pengawasan
Pidana denda
Pidana kerja sosial
B. Pidana Tambahan :
Pencabutan hak-hak tertentu
Perampasan barang-barang
tertentu dan/atau tagihan
B.Hukuman/Pidana Tambahan:
3.Pengumuman putusan hakim
Pencabutan hak-hak
4. Pembayaran ganti kerugian
tertentu
5. Pemenuhan kewajiban adat
Perampasan barang-barang
setempat dan/atau kewajiban
tertentu
menurut hukum yang hidup
Pengumuman putusan
dalam masyarakat
hakim
Catatan
Lihat juga Pasal 14a KUHP :
(reclassering/lembaga yg mengawasi
BAPAS, Balai Pemasyarakatan)
penghukuman/pidana bersyarat/pidana
percobaan, dan pelepasan bersyarat.
Larangan Kumulasi hukuman, mis.
melakukan pencurian, pemerkosaan
dan pembunuhan lalu mayat korban
dibuang. Ancaman pidananya
mengikuti prinsip gabungan tindak
pidana
Sistem penjatuhan pidana: stelsel
kumulasi murni, stelsel kumulasi
terbatas, absorsi murni, absorsi yang
dipertajam.
R-KUHP
Pasal 66 dan 87 : pidana mati bersifat khusus,
diancamkan secara alternatif. ............ diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup. Dan dijatuhkan sbg upaya terakhir utk
mengayomi masyarakat
Pasal 101dan psl. 129/ps.132 : Double track system :
individualisasi hukuman, orang yang dalam
situasi/kondisi tertentu dapat dijatuhi tindakan :
Penempatan di RSJ, bagi orang yang tidak mampu
bertanggung jawab karena jiwanya cacat
pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit
(psl. 44 ayat 2 KUHPTindak pidana yang dilakukan
oleh anak yg masih di bawah umur.Berdasarkan UU
3/1997 dan RKUHP, anak yg dpt dipidana adlh yg
berusia 12-18 thn. Psl. 45-46 KUHP diganti dengan
pasal2 dalam UU No.3/1997 : dikembalikan pada
orang tuanya, diserahkan pada negara utk dididik,
atau diserahkan pada Dep.Sos, organisasi sosial
HUKUMAN/PIDANA MATI
Pasal 11 jo Pasal 10 KUHP
Tindak Pidana yang diancam dengan hukuman
mati:
A. Dalam KUHP :
Pembunuhan berencana
Kejahatan terhadap keamanan negara
Pencurian dengan pemberatan
Pemerasan dengan pemberatan
Pembajakan di laut dengan pemberatan.
B. Di luar KUHP :
Terorisme
Narkoba
Korupsi
Pelanggaran HAM Berat : kejahatan terhadap kemanusiaan
dan genosida yang dilakukan secara meluas dan sistematis.
HUKUMAN/PIDANA MATI :
Hukuman mati dijalankan oleh algojo di tiang
gantungan (ps. 11 KUHP), tp bdsrkn Penpres
No. 2/1964 ditembak di bagian jantung
dan/atau kepala dan tdk dilakukan di muka
umum (rahasia, baik waktu dan tempat
eksekusinya).
Astini (Maret 2005) : ditembak 3 peluru di
dada.
Tibo cs. Diluar negeri: kamar gas, penggal,
kursi listrik, suntik mati, dsb.
Hukuman mati tdk dapat dijatuhjkan pada
anak; Pidana mati tidak dapat dilakukan
pada org yg setelah dihukum menjadi gila
dan wanita hamil. Eksekusi dpt dilakukan jika
org gila itu sembuh dan wanita tsb
PIDANA PENJARA
Psl. 12 KUHP :
Hukuman penjara lamanya seumur hidup
atau sementara/ pidana penjara dilakukan
dalam jangka waktu tertentu
( min 1 hari selama2nya 15 thn atau dpt
dijatuhkan selama 20 thn, tp tdk boleh lebih
dr 20 thn).
Pidana penjara dilakukan di penjara
(prison/jail), di Indonesia disbt sebagai
Lembaga Pemasyarakatan (LP/Lapas).
Untuk pemulihan kembali hubungan antara
narapidana dan masyarakat.
Penghuninya disebut narapidana/napi
(inmates): Warga Binaan Pemasyarakatan
(UU NO. 12/1995).
PIDANA PENJARA
Pidana bersyarat (ps. 14 a-14 f KUHP):
Bila hakim menjatuhkan pidana penjara
paling lama 1 tahun atau kurungan, tidak
termasuk kurungan pengganti, maka dalam
putusan dapat memerintahkan untuk tidak
menjalani pidana tersebut; kecuali jika di
kemudian hari ada putusan hakim yg
menentukan lain, karena terpidana
melakukan tindak pidana sebelum masa
percobaannya selesai atau tidak memenuhi
syarat-syarat khusus yg ditentukan.
PIDANA PENJARA
Sistem Penjara gevangenisstelsel
(Utrecht II hal. 291 - dst):
Sistem Pennsylvania, AS :
Para hukuman terus menerus ditutup sendirisendiri dalam satu kamar sel
Terhukum hanya melakukan kontak dgn penjaga
sel/sipir penjara
Dilakukan peringanan: terhukum diperkenankan
melakukan pekerjaan tangan dan secara terbatas
dpt menerima tamu, tp ia tetap dilarang bergaul
dgn terhukum lain.
PIDANA PENJARA
Sistem Irlandia (Irish System)
PIDANA PENJARA
Sistem Elmira (NY, AS):
PIDANA PENJARA
Di Indonesia dilakukan ke 5 nya:
PIDANA PENJARA
Boleh saling berinteraksi.
Pelepasan bersyarat (PB reclassering),
jika telah menempuh 2/3 dr hukumannya.
Meskipun hukuman penjara dilakukan
bersama2 tp tetap ada pemisahan mutlak :
Laki-laki dan perempuan
Orang dewasa dan anak di bawah umur
Org yg dihukum/ tahanan - org yg dihukum krn
upaya preventif
Orang militer dan org sipil.
PIDANA KURUNGAN
Dilaksanakan di penjara, tp lebih bebas, ada
hak pistole fasilitas lebih.
Pidana bersyarat/hukuman percobaan (ps. 14a
KUHP)
Pelepasan bersyarat (ps. 15 KUHP).
PIDANA TUTUPAN
UU No. 20/1946
Pidana yg dijatuhkan oleh Hakim dgn
mempertimbangkan bhw perbuatan yg
dilakukan didasari oleh suatu motivasi yg patut
dihormati/dihargai.
Tempatnya dipenjara, fasilitas lbh baik, boleh
membawa dan menikmati: buku bacaan,
radio/tape.
PIDANA DENDA
Pasal 30 ayat (1) KUHP
Dgn adanya pidana denda
seringkali penerapan Hukum
Pidana menjadi kabur krn pidana
denda dianggap bukan pidana
karena pelaku td ada di LP
Kontroversi nilai mata uang
Pidana Denda
Jika denda tdk dibayar, maka diganti dgn
pidana kurungan
Kurungan penganti denda:
Minimal 1 hari dan maksimal 6 bulan
Bila ada pemberatan denda, maka kurungan
pengganti denda dapat menjadi 8 bulan
Pidana Tambahan
Pencabutan Hak: psl. 35-38 KUHP
Perampasan barang: berupa barang yg
diperoleh dr kejahatan atau yg sengaja
digunakan utk melakukan kejahatan
Ps. 39 KUHP
Pengumuman Putusan Hakim: Ps. 43
KUHP
Tindakan
Juga merupakan sanksi pidana
Tujuannya lebih bersifat menolong
terpidana
Menurut KUHP: penempatan org di
RSJ
Untuk anak2: (menurut UU No.
3/1997 tentang Pengadilan Anak)
SISTEM
PIDANA
PERADILAN
TUJUAN SPP
TUJUAN2 SPP YG HARUS DICAPAI :
MENEGAKKAN KEADILAN
MELINDUNGI MASY
MENYELESAIKAN KASUS2 KEJAHATAN
RESOSIALISASI PELAKU KEJAHATAN.
Integrated Criminal Justice System (ICJS) Terpadu
Online Access to justice
Dasar/Alasan
Penghapus Pidana
Kuis
Pengertian
Hal-hal atau keadaan yg dpt
mengakibatkan sso yang telah
melakukan perbuatan yg dgn
tegas dilarang & diancam dengan
hukuman oleh UU (KUHP), namun
tidak dihukum,
karena:
1.Orangnya tidak dapat
dipersalahkan
2.Perbuatannya tdk lagi
melawan hukum
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
44
48
49
50
51
KUHP
KUHP
KUHP
KUHP
KUHP
Dasar Penghapus
Khusus
1.
2.
a)
b)
c)
d)
dihapuskan
Dalam hal ini perbuatan
pelaku tetap dianggap
melawan hukum, namun
unsur kesalahannya
dimaafkan:
a. Pasal 48 KUHP
b. Pasal 49 ayat (1)
c. Pasal 50
d. Pasal 51 ayat (1)
a.
b.
c.
d.
Pasal 44 KUHP
Pasal 48 KUHP
Pasal 49 ayat (2)
Pasal 51 ayat (2)
Pasal 48 KUHP
Overmacht
(daya paksa dalam arti
relatif/sempit)
Noodtoestand
(perluasan keadaan darurat)
Paksaan (dwang)
Dorongan/kekuatan/paksaan yg tidak bisa
dilawan baik psikis maupun fisik dr manusia
Paksaan:
a. Vis Absoluta (paksaan absolut- manus ministra,
pelaku hanya sebagai alat belaka), paksaan yg tdk
mungkin dilawan
b. Vis Compulsiva (paksaan relatif berupa psikis)
diatur dalam Psl. 48 KUHP. Paksaan yg masih
mungkin utk dilawan namun org pd umumnya tdk
dpt menghindari paksanaan yg bs membahayakan
dirinya.
Overmacht
Dorongan/kekuatan/paksaan yg tidak bisa
dilawan baik psikis maupun fisik dr manusia
Secara relatif paksaan tsb masih mungkin utk
dilawan namun org pd umumnya tdk dpt
menghindari paksanaan yg bs membahayakan
dirinya.
Memenuhi asas subsidaritas dan
proporsionalitas
Psl. 48 KUHP daya paksa dlm arti relatif.
Proporsionalitas
Keseimbangan antara ancaman
serangan/serangan dengan pembelaan
yang dilakukan.
Pasal 49 KUHP
Pasal 49 ayat (1)
Noodweer Bela Paksa
Pasal 49 ayat (2)
Noodweer Excess
Bela Paksa Lampau Batas
Syarat ancaman
serangan/serangan:
1.
2.
3.
4.
Melawan hukum
Seketika/langsung
Ditujukan pada diri sendiri/orang lain
Terhadap: badan/tubuh, nyawa,
kehormatan seksual, dan harta benda
Syarat pembelaan:
1. Seketika/langsung
2. Memenuhi asas subsidiaritas &
proporsionalitas
Pasal 50 KUHP
Barangsiapa melakukan perbuatan
utk melaksanakan ketentuan UU tdk
dipidana
Melaksanakan perintah UU, co:
- polisi yg sdg patroli menangkap sso
yg tertangkap tangan sdg mencuri
- Polisi yg menembak perampok yg
bersenjata ketika beraksi di sebuah
bank
Pasal 51 KUHP
Pasal 51 ayat (1) KUHP :
Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat yg
sah dan berwenang.
Perintahnya adalah perintah yg sah.
Perintahnya dalam lingkup publik.
contoh: juru sita pengadilan,
penangkapan/penyitaan/penahanan yg sah
yg dilakukan oleh polisi
Pasal 51 KUHP
PENYERTAAN
(Turut campur, turut serta,
deelneming, complicity, participation
in crime)
Penyertaan
Terlibatnya > 1 orang dalam 1/> tindak pidana
(sebelum atau saat suatu tindak pidana
terjadi)
Dasar memperluas dapat dipidananya sso;
penyertaan dipandang sbg persoalan
pertanggungjawaban pidana, penyertaan bukan
merupakan suatu delik krn bentuknya tdk sempurna.
(Simons, van Hattum, Hazewinkel-Suringa)
Dasar memperluas dapat dipidananya suatu
perbuatan; penyertaan dianggap suatu bentuk
khusus dari tindak pidana, penyertaan merupakan
suatu bentuk delik yg istimewa.
(Pompe, Mulyatno, Roeslan Saleh)
Lanjutan .
No. 1 s.d. 4 dikatagorikan sebagai pelaku
(pembuat) (Pasal 55 KUHP):
- Pelaku: memenuhi semua unsur delik
- dianggap sebagai sebagai pelaku:
memenuhi sebagian unsur delik
sama sekali tidak memenuhi unsur delik
Pidananya sama dengan pelaku
No. 5 : pembantu (Pasal 56, 57 KUHP)
2. KHUSUS :
Masalah
Percobaan melakukan t.p. (ps. 53 KUHP) ?
Membantu melakukan t.p. (ps. 57 KUHP) ?
Mnrt Utrecht dan RKUHP mrpk dsr peringan.
Namun msh diperdebatkan oleh para ahli
huk.pid
Bkn mrpk dsr peringan karena deliknya belum selesai
atau pelaku tdk memenuhi unsur
Masa remaja :
Istilah :
I. BATAS USIA
Anak : sso blm cukup umur- msh di bwh umur
Terdapat berbagai batasan usia anak :
PRINSIP :
Pemberian hukuman bg anak itu
tujuannya bkn semata2 utk menghukum
(not to punish the child) ttp lbh utk
mendidik kembali (re-educate) dan
memperbaiki (rehabilitate)
Memperhatikan kepentingan anak
pasal 5
tdk dpt dipertggjwbkan
tdk dpt diajukan ke SA
hanya dpt dilak pemeriksaan
pasal 24
Pidana Pokok :
pidana penjara
pidana kurungan
pidana denda
pidana pengawasan
Pidana tambahan :
perampasan brg2 ttt
ganti kerugian
Tindakan
Tindakan : Pasal 24 UU No. 3/ 1997
mengembalikan pd ortu
diserahkan pd negara
diserahkan pd dep.sos/org. sosial kemasy
Pidana mati
Pidana penjara seumur hidup
Pencabutan hak2 ttt
Pengumuman put pengadilan
KUHP
Pasal 45 47
(sdh tdk berlaku lagi)
UU No. 3/1997
Tentang Pengadilan Anak
2. Batas usia :
< 16 th (ps. 45 )
- Wkt dituntut < 21 thn. Tdk
ada aturan sdh
menikah/blm
3. Pidana yg diancamkan
3. Pidana yg diancamkan
thdp org dewasa 1/2
4. Jenis pidana :
a. dikembalikan pd ortu
b. diserahkan pd neg
c. dipid biasa (- 1/3) sesuai ps.
10
5. Hanya mengatur hk. materiil
UU No. 3/1997
Petugas hukum khusus: penyidik
anak, hakim anak, jaksa anak,
Penangkapan = KUHAP
KUHAP
Tdk ada petugas khusus yang
menangani perkara anak
R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 113
(1) Anak yang belum mencapai umur 12
(dua belas) tahun melakukan tindak
pidana tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
(2) Pidana dan tindakan bagi anak hanya
berlaku bagi orang yang berumur antara
12 (dua belas) tahun dan 18 (delapan
belas) tahun yang melakukan tindak
pidana.
R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 114
(1) Dengan memperhatikan ketentuan mengenai tujuan dan
pedoman pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54
dan Pasal 55, demi kepentingan masa depan anak, pemeriksaan
di depan pengadilan dapat ditunda atau dihentikan setelah
mendengar pertimbangan penyidik, penuntut umum, dan Petugas
Kemasyarakatan.
(2) Penundaan atau penghentian pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan syarat :
a. anak tidak akan melakukan tindak pidana; dan/atau
b. anak dalam waktu tertentu harus mengganti semua atau sebagian
kerugian
yang ditimbulkan akibat perbuatannya.
R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 116
(1) Pidana pokok bagi anak terdiri atas:
a. Pidana verbal :
1. pidana peringatan; atau
2. pidana teguran keras;
CATATAN
1. Pengadilan anak berada dlm lingkup peradilan
umum (ps. 2 UU 3/1997)
2. PA khusus menangani perkara yg dilakukan
oleh anak (ps. 3), tdk scr tegas dinyatakan
hanya menangani perkara pidana tp dr isisnya
dpt disimpulkan demikian
3. Hrs diteliti : akte kelahiran, ijazah, dsb
4. Petugas hkm khusus, ps. 10, 41 dan 53
5. berhak didampingi penasehat huk dan
mendapat bantuan huk (ps. 51. 52), sesuai ps.
21 ayat 1 KUHAP
CATATAN
6. Tsk/tdkw anak dapat ditahan (ps. 45) - tp
dipisahkan dr org dewasa. Sesuai ps 36, 37 UU
14/1970.
7. diperiksa dalam suasana kekeluargaan (ps. 42
ayat 1) , hakim, jaksa dll tdk pakai seragam/toga
ps. 6
8. Pemeriksaan dirahasiakan ps. 42 ayat 3
9. dilakukan dlm sidang yang tertutup utk umum
ps. 8, ps. 153 ayat 3 KUHAP, SEMA RI No.
2/1959
10. Laporan hasil penelitian kemasyarakatan ps. 56
11. LP anak terpisah dr LP dewasa ps. 60
Kasus
RAJU
JAKARTA - Sepuluh anak berusia 11-14 tahun ditangkap di Bandara Soekarno Hatta pada 29 Mei lalu
atas tuduhan melakukan perjudian. Akibatnya mereka terpaksa harus putus sekolah karena langsung
menjadi tahanan titipan Polres Bandara. Mereka adalah MS (14) pelajar kelas VI SD, MT (12) pelajar
kelas II SD, SY (11) pelajar kelas IV SD, BR (14) pelajar kelas VI SD, AR (14) pelajar kelas I SMP, ARH
(15) pelajar kelas I SMP, AD (13) pelajar kelas VI SD, RS (11) pelajar kelas II SD, RJ (11) pelajar kelas
IV SD, dan IA (14) pelajar kelas SMP paket C. Kesepuluh anak-anak warga Desa Rawa Rengas,
Tangerang, itu sering menyemir di Terminal B1 Bandara Soeta. Menurut pengakuan orangtua, mereka
tidak diberitahukan soal adanya penangkapan tersebut. Bahkan setelah mengetahuinya dari tetangga
mereka, polisi tidak mengizinkan untuk menemui anaknya ditahanan. "Saya malah disuruh bawa KTP,
akte, dan KK," ungkap Hindun (35), orangtua AD.
Dari pengakuan AD, dirinya bersama teman-temannya juga mengalami kekerasan dan penganiayaan
oleh aparat bandara dan petugas LP. Baru setelah sebulan ditahan mereka mendapat penangguhan
penahanan atas bantuan dari LBH Masyarakat. Kini nasib mereka akan dipersidangkan di PN
Tangerang dengan tuduhan tindak pidana pasal 303 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara. Sekjen
Komnas PA Arist Merdeka Sirait menyatakan ada banyak kesalahan prosedur dalam penahanan
mereka. "Banyak pihak yang melanggar prosedur hingga anak-anak ini terjerumus masuk penjara,"
ungkapnya di Kantor Komnas PA di Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, pukul 09.00
WIB.
Pihaknya pun melihat anak-anak ini awalnya ditangkap karena tuduhan mencuri, namun karena tidak
terbukti mereka mengalihkan tuduhannya. (Isfari Hikmat/Koran SI/ful)
Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menyatakan 10 anak yang ditangkap di Bandara
Soekarno-Hatta terbukti melakukan perjudian. Hukumannya adalah mengembalikan mereka ke orang tuanya
masing-masing di bawah pengawasan Departemen Sosial.
Demikian vonis hukuman yang dibacakan ketua majelis hakim Retno Pudyaningtyas, dalam sidang kasus
judi anak-anak. Sidang berlangsung di PN Tangerang, Jl TMP Taruna, Tangerang, Senin (27/7/2009).
"Membebaskan terdakwa dari tuntutan dan mengembalikan terdakwa ke orang tua di bawah Departemen
Sosial," tegas Retno lalu mengetukkan palu sidang. Di dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan
10 anak-anak itu bersalah. Barang bukti dan kesaksian yang dipaparkan dalam persidangan membuktikan
mereka secara sah turut serta melakukan perjudian sebagaimana didakwakan pasal 303 KUHP. Di satu sisi
terbukti pula bahwa perjudian tersebut dilakukan bukan untuk mata pencaharian, melainkan hanya sebagai
permainan. Merujuk pada pasal 24 UUNo 3/1997 tentang Perlindungan Anak dan janji orang tua untuk
mendidik kembali anak-anak mereka serta janji terdakwa tidak mengulangi lagi perbuatan itu, maka majelis
hakim membebaskannya dari segala tuntutan."Selain itu para terdakwa juga masih bersekolah dan bila
dikenai sanksi pidana akan menghambat proses pendidikan bagi mereka," ujar hakim. Sidang berlangsung
tertutup di ruang sidang khusus anak Poerwoto Gandasubrata. Kesepuluh anak tersebut selain didampingi
oleh tim advokasi LBH Jakarta juga didampingi oleh Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak (PA),
Aris Merdeka Sirait.
Kesepuluh anak tersebut yakni Rs(11), Sr (12), Tk(12), Ag (12), Dl (12), Brd (13), Ar (14), Abr (14), If (14),
dan Ms (14). Mereka dibekuk Polres Bandara saat bermain macan buram di kawasan Bandara SoekarnoHatta, Tangerang, pada Juni 2009.
Dasar Pemberat
Pidana
Di Dalam KUHP
UMUM :
Recidive :
Pengulangan tindak pidana
Ancaman pidananya + (1/3-nya) (ditambah 1/3), diatur dlm psl.
486,487 dan 488.
Pada wkt melakukan tindak pidana melanggar perintah jabatan
(abuse of power), psl. 52.
KHUSUS :
Delik-delik yg dikualifisir/diperberat.
Co. psl. 52a: kejahatan menggunakan bendera RI, 356, 349, 351
ayat (2), 365 (4) dll.
Delik-delik tertentu yg dilakukan oleh org ttt dlm keadaan ttt.
Di luar KUHP
PENGULANGAN T I N D A K
(R E C I D I V E)
PIDANA
Tenggang waktu :
Pemberatan :
PENYERTAAN
(TURUT CAMPUR, TURUT SERTA,
DEELNEMING, COMPLICITY,
PARTICIPATION IN CRIME)
Penyertaan
Pengertian :
Terlibatnya lebih dari 1 orang dalam 1 tindak
pidana (sebelum dan atau pada saat tindak
pidana terjadi)
Permasalahan :
Bagaimana pertanggungjawaban pidana
dari orang-orang yang terlibat itu?
Contoh Kasus
Sakit hati karena diusir dari rumah pamannya yang kaya raya,
Datuk Rajokayo (60thn), menyebabkan Rado (27thn) berpikir keras
bagaimana cara membalaskan sakit hatinya. Ide busuk pun muncul
di kepala Rado. Ia merencanakan untuk menculik putri kesayangan
sang paman, Intan (18thn), dari kampusnya. Untuk mewujudkan
ide itu Rado mengajak sobatnya Romi (25thn). Sepakat dengan ide
itu, keduanya segera mewujudkannya. Sore hari, tanggal 14
Pebruari 2007, Intan yang memang suka menonton film dan tidak
mengetahui konflik yang terjadi antara Rado dan Ayahnya, tak
menolak ajakan Rado dan Romi (yang sudah lama dikenalnya)
ketika dijemput di kampus untuk nonton bareng. Bukannya bioskop
yang dituju melainkan sebuah rumah kosong di pemukiman sepi.
Intan disekap di sana dengan tangan kaki yang terikat. Tanggal 16
Februari 2007, Rado pergi keluar untuk membeli makanan. Intan
yang terus menerus menangis sambil berteriak-teriak minta
dilepaskan membuat Romi jengkel. Romi lalu memukul Intan
hingga jatuh dan membentur tembok. Rupanya benturan tersebut
menyebabkan luka dalam di kepala Intan, hingga akhirnya ia
meninggal dunia. Rado yang pulang membawa makanan,
menemukan sepupunya telah tewas, sedangkan Romi raib entah
ke mana. (SF-EA-NN).
Pertanyaan:
1. Adakah penyertaan dalam kasus tersebut
?
Jika ada jelaskan apa bentuk
penyertaannya dan untuk tindak pidana
yang mana. Jawaban harus disertai
dasar hukum.
2. Jika setelah melakukan tindak pidan tsb
Rado dan Romi melarikan diri, sampai
kapan JPU masih berwenang melakukan
penuntutan ? Uraikan jawaban Sdr
Lanjutan .
No. 1 s.d. 4 dikatagorikan sebagai pelaku
(pembuat) (Pasal 55 KUHP):
- Pelaku: memenuhi semua unsur delik
- dianggap sebagai sebagai pelaku:
memenuhi sebagian unsur delik
sama sekali tidak memenuhi unsur delik
Pidananya sama dengan pelaku
No. 5 : pembantu (Pasal 56, 57 KUHP)
NN/08/Penyertaan
b.
Bentuk-bentuk Penyertaan
1. Menyuruh melakukan (doen
plegen)
2. Turut melakukan
(medeplegen)
3. Menggerakkan (uitlokken,
uitlokking)
4. Membantu melakukan
(medeplichtigheid)
4.
5.
6.
1.
2.
3.
2. Turut melakukan
Kemungkinan :
Syarat :
1. Kerjasama secara sadar, tdk perlu ada
kesepakatan tp hrs ada kesengajaan utk: bekerja
sama dan mencapai tujuan yg sama berupa
terjadinya suatu tindak pidana; permufakatan
jahat
2. Kerjasama secara fisik, ada pelaksanaan bersama,
perbuatan pelaksanaan perbuatan yg langsung
menyebabkan selesainya suatu delik.
Jenis Penggerakan
1. Penggerakan yg berhasil
2. Penggerakan yg berhasil sampai dlm taraf
percobaan yg dpt dipidana psl 53
Pasal 163 bis
3. Penggerakan yg gagal, psl. 163 bis
4. Penggerakan tanpa akibat :
mengundurkan diri yg digerakkan
melakukan tindak pidana lain.
Tanggung jawab penggerak :
sebatas perbuatan yg digerakkan beserta akibat2nya
(ps. 55 ayat 2)
5. Membantu melakukan
psl. 56 57 KUHP
Dilakukan dgn sengaja: tdk ada niat utk
melakukan tindak pidana, tdk ada kepentingan
lbh lanjut, hanya sekedar membantu saja.
Dibagi atas :
Membantu sebelum tindak pidana dilakukan dan
pada saat tindak pidana dilakukan
Sarana: kesempatan, daya upaya, keterangan
Yang dipidana hanya jika membantu melakukan
kejahatan (ps. 56 dan 60)
Ancaman pidana: -1/3
Membantu Melakukan
(Pasal 56, 57 KUHP)
Harus dilakukan dengan sengaja
Menurut Pasal 56, ada 2 jenis:
1. Membantu sebelum TP dilakukan
sarananya: kesempatan, daya upaya (alat),
keterangan
2. Membantu pada saat TP dilakukan
sarananya: boleh apa saja
Yang dipidana hanya membantu melakukan
kejahatan (lihat Pasal 56 dan Pasal 60 KUHP)
Ancaman pidana maksimal bagi seorang
pembantu: pidana bagi pelaku kejahatan
dikurangi 1/3-nya
Tambahan
Tindakan2 sesudah tindak pidana terjadi:
Psl. 221, 223, 480, 481, 482, 483
Penyertaan mutlak perlu :
Ps. 149, 238, 279, 284, 345.
Penyertaan dalam penyertaan
Pengertian
Beberapa tindak pidana, yang dilakukan
baik dengan 1 atau lebih dari 1 perbuatan
Gabungan tindak pidana dapat
dilakukan lebih dari 1 orang
Di antara beberapa tindak pidana itu
belum ada putusan Hakim
Beberapa tindak pidana tsb akan diadili
sekaligus
Delik tertinggal sebagai pengecualian
Ruang Lingkup
1. Concursus Idealis/
Eendaadsche Samenloop.
Menurut R. Sianturi terdapat pembagian atas CI, sbb:
Stelsel Pemidanaan
1. Untuk Concursus Idealis :
Absorpsi Murni, dijatuhkan 1 jenis
pidana saja yakni yang terberat
(Ps. 63 ayat 1);
2. Ps. 63 ayat (2) : lex specialis
derogat legi generali, co: seorang
Ibu yang membunuh anak krn takut
ketahuan telah melahirkan, tidak
dikenai Ps. 338 tapi Ps. 341 KUHP.
Ruang Lingkup
2. Concursus Realis/Meerdaadsche
Samenloop
a. Concursus Realis Homogenus, melakukan
beberapa perbuatan dan dengan
perbuatan2 tsb melanggar suatu ketentuan
pidana beberapa kali, co: dalam 1 bulan
membunuh 3x, jd 3x melanggar Ps. 338.
b. Concursus Realis Heterogenus, beberapa
perbuatan melanggar beberapa peraturan
pidana yang berbeda, co: hari ini mencuri,
besok menganiaya, minggu depan
memperkosa, dst, melanggar Ps. 362, 351,
dan 285.
Stelsel Pemidanaan
1. Ps. 65 ayat (1): kejahatan dgn ancaman
pidana pokok sejenis: kumulasi terbatas,
seluruh pidana yg diancamkan secara
kumulasi tp tidak boleh melebihi pidana
terberat + 1/3.
2. Ps. 66 ayat (1) : concursus realis berupa
kejahatan dgn ancaman pidana pokok yg
tdk sejenis : kumulasi terbatas;
3. Ps. 66 ayat (2); jo ps. 30 KUHP
Stelsel Pemidanaan
4. Ps. 67 : jika salah satu tindak pidana
dijatuhkan hukuman mati atau penjara
seumur hidup, maka tidak boleh dijatuhkan
pidana lainnya kecuali pencabutan hak-hak
tertentu
5. Ps. 69: pidana mati, penjara SU, penjara
sementara waktu (ps. 340) pidana mati
6. Ps. 70 : kejahatan dgn pelanggaran atau
pelanggaran dgn pelanggaran : kumulasi
murni.
Pasal 71 KUHP
(Delik yang tertinggal)
Contoh:
A melakukan TP :
- Pencurian (Psl. 362) pada tgl. 1 Mei 98
- Penganiayaan (Psl. 351 (2)) pd tgl. 6 Juni
98
- Penipuan (psl. 378) pd tgl. 4 Juli 98
Tertangkap pada bln Agustus 98, diadili pd
bln Desember 98 dan dijatuhi pidana
penjara 6 tahun
Lanjutan
Kemudian diketahui bahwa pada tgl. 15
Juni 1998, A bersama B melakukan
pembunuhan (psl. 338) thd. X
Berapa pidana maksimal untuk A atas
pembunuhan thd. X
Rumus:
Pidana maks utk TP yang diketahui
belakangan (P2) = Pidana maks jika
diadili sekaligus (Ps) Pidana yang telah
dijatuhkan (P1)
Perbuatan Berlanjut
(Pasal 64 KUHP)
SSO melakukan beberapa
perbuatan
Perbuatan tsb. masing-masing
merupakan kejahatan atau
pelanggaran
Antara perbuatan2 itu ada
hubungan sedemikian rupa shg
harus dipandang sbg satu
perbuatan berlanjut.
Ruang Lingkup
3. Perbarengan Tindakan Berlanjut
(Voortgezette Handeling), Ps. 64
KUHP :
Suatu tindak pidana yang terdiri dari beberapa
perbuatan, di mana perbuatan tsb terdapat
hubungan sedemikian rupa sehingga dipandang
sebagai perbuatan berlanjut.
(Absorbsi murni)
Makna:
ada hubungan sedemikian rupa sehingga
harus dipandang sebagai satu perbuatan
berlanjut
Menurut MvT harus dipenuhi 3 syarat:
Pengantar
Apabila tjd TP maka negara mpy hak utk menuntut sso ke
Pengadilan. Hak utk menuntut itu dpt gugur/hapus krn bbrp
hal:
A.Hal yg diatur di dalam KUHP
Umum
1.Ne bis in idem Psl. 76
2.Meninggalnya tsk/tdkw Psl 77
3.Daluwarsa penuntutan psl. 78-81
4.Penyelesaian di luar sidang ps. 82
Khusus
Tdk adanya aduan dlm delik aduan (delik aduan ada
jangka waktunya) psl. 72-75
B. Di luar KUHP:
1.Abolisi
2.Amnesti
Kedua, umum.
Bab VIII Buku I KUHP
Ne Bis In Idem
SSO tidak dapat dituntut untuk
kedua kalinya berdasarkan suatu
perbuatan; apabila terhadap
perbuatan tsb telah ada putusan
hakim yang berkekuatan hukum
tetap.
keputusan hakim
1. Penghukuman (veroordeling) jika
semua unsur tindak pidana terpenuhi.
2. Lepas dari segala tuntutan (ontslag van
alle rechtsvervolging):
- terbukti tapi bukan merupakan suatu
tindak pidana (menurut KUHAP)
3. Pembebasan (keputusan bebas,
vrijspraak) tidak terbukti/tidak
terpenuhi semua unsur.
Van Bemmelen
Diganggunya satu
kepentingan hukum yang
sama dengan cara yang
sama
DALUWARSA PENUNTUTAN
D.P
Daluwarsa penuntutan
Dasar hukum: Psl. 78 dan 79 KUHP
Psl. 78 KUHP
Tenggang daluwarsa:
1. Pelanggaran dan Kjht dgn cetak: sesudah 1 tahun;
2. Kjht dgn S denda, kurungan atau pidana pjr =/<3 tahun:
sesudah 6 tahun
3. Kjht dgn S pjr > 3 tahun: sesudah 12 tahun
4. Kjht dgn S mati atau SH: sesudah 18 tahun;
5. Anak < 18 tahun saat mlkk Tp 2/3
2.
Kecuali:
Pemalsuan dan
perusakan uang sehari setelah penggunaannya;
Psl. 328, 329, 330 dan 333 sehari setelah dibebaskan atau meninggal;
Psl. 556 558a hari sesudah daftar-daftar dipindah ke kantor tsb.
Mulai penghitungan DP
Pasal 79
Tenggang Daluwarsa (TD) mulai berlaku pada
hari sesudah perbuatan dilakukan.
TD + 1 hari
Pasal 78
1. Kewenangan menuntut pidana hapus
karena daluwarsa:
sesudah 1/6/12/18 (- 2/3 u <18 tahun)...; M D
+ 1 hari
Daluwarsa percobaan
Penghitungan daluwarsa dimulai
sehari setelah dilakukannya
perbuatan fisik.
Sehingga
Tempus Delicti (TD) + 1 hari + Masa Daluwarsa
(MD) + 1 hari = Daluwarsa Penuntutan (DP)
Contoh :
A mengedarkan uang palsu (Psl 245 KUHP) 1 1
1961
TD 1 1 1961
awal menghitung :
Pasal 79 KUHP : 1 1 1961 + 1 hari = 2 1 1961
Pasal 78 : ancaman > 3 tahun sesudah 12 tahun
2 1 1961 + 12 tahun = 2 1 1961
DP = 2 1 1961 + 1 hari = 3 1 - 1961
PENGHENTIAN DALUWARSA
STUITING
Pasal 80
1. Tiap-tiap tindakan penuntutan
menghentikan stuiten daluwarsa, asal
tindakan itu diketahui oleh orang yang
dituntut, atau telah diberitahukan
kepadanya menurut cara yang ditentukan
dalam aturan-aturan umum.
2. Sesudah dihentikan, dimulai tanggang
daluwarsa baru.
PENANGGUHAN DALUWARSA
- SCHORSING -
Pasal 81
Penundaan penuntutan pidana
berhubung dengan adanya perselisihan
prayudisial, menunda daluwarsa.
Perselisihan prayudisial
praejudicial geschil:
ABOLISI
Hak untuk menyatakan bahwa tuntutan
pidana terhadap SSO harus digugurkan
atau suatu tuntutan pidana yang telah
dimulai harus dihentikan
AMNESTI
Hak untuk mengeluarkan pernyataan
umum bahwa UU Pidana tidak akan
menerbitkan akibat-akibat hukum apapun
juga bagi orang-orang tertentu yang
bersalah melakukan suatu atau beberapa
tindak pidana tertentu
Dalam KUHP
1. Matinya Terdakwa/Terpidana (Psl. 83)
2. Daluwarsa (Psl. 84, Psl. 85)
Di luar KUHP
1. Amnesti
2. Grasi
Dasar hukum: Pasal 14 UUD45
DALUWARSA
Lewatnya tenggang waktu tertentu untuk
menjalankan pidana; sehingga
kewenangan jaksa untuk menjalankannya
menjadi hapus.
Pencegahan (stuiting)
1. Terpidana melarikan diri ketika jalani pidana:
- tenggang waktu daluwarsa baru dihitung pada
keesokan hari setelah melarikan diri
2. Pelepasan bersyarat dicabut:
- keesokan hari setelah dicabut, mulai tenggang
waktu daluwarsa baru
TENGGANG WAKTU YANG TELAH DILALUI,
HILANG SAMA SEKALI (TIDAK DIHITUNG)
Penundaan (schorsing)
Penjalanan pidana ditunda menurut UU
Selama terpidana dirampas
kemerdekaannya (ada dalam tahanan)
TENGGANG WAKTU SELAMA DITUNDA
TIDAK DIHITUNG
GRASI
Pengampunan berupa perubahan, peringanan,
pengurangan atau penghapusan pelaksanaan
pidana kepada terpidana yang diberikan oleh
Presiden
Diatur UU No. 22 tahun 2002
Putusan Pemidanaan yang dapat dimohonkan
grasi:
1. Pidana mati
2. Penjara seumur hidup
3. Penjara paling rendah 2 tahun
Terima kasih