Anda di halaman 1dari 74

HUKUM PIDANA

Oleh
Faisal Abdaud,SH.,MH

085299878879 Faisal Abdaud faisalabdaud


Arti dan Ruang Lingkup Hukum Pidana
Sumber-sumber Hukum Pidana Di Indonesia
Pembagian Hukum Pidana
Pengertian Hukum Pidana

Prof. Moeljatno, Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum


yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :
1)menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai
ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb;
criminal act
2)menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah melanggar larangan-
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah diancamkan ;
Criminal Liability/ Criminal Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil
3)menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada
orang yang disangka telah melanggar larangan tsb. Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana
• Prof. Pompe, Hukum Pidana adalah semua
aturan-aturan hukum yang menentukan
terhadap perbuatan-perbuatan apa yang
seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah
macamnya pidana itu
• Prof. Simons, Hukum Pidana adalah
kesemuanya perintah-perintah dan larangan-
larangan yang diadakan oleh negara dan yang
diancam dengan suatu nestapa (pidana)
barangsiapa yang tidak mentaatinya,
kesemuanya aturan-aturan yg menentukan
syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan
kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan
(menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut.
• Prof. Van Hamel, Hukum Pidana adalah semua
dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh
suatu negara dalam menyelenggarakan
ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu dengan
melarang apa yang bertentangan dengan hukum
dan mengenakan suatu nestapa kepada yang
melanggar larangan-larangan tersebut
SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA
DI INDONESIA

• KUHP (Beserta Undang- Undang yang mengubah &


menambahnya)
• Perundang-undangan Pidana di luar KUHP
• Ketentuan Pidana dalam Peraturan perundang-undangan
non-hukum pidana
KUHP
o Buku I : Ketentuan Umum (Pasal 1 – Pasal 103)

Pasal 103 Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga
berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-
undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-
undang ditentukan lain

o Buku II : Kejahatan (Pasal104 – Pasal 488)


o Buku III : Pelanggaran (Pasal 489 – Pasal 569)
Beberapa UU yang mengubah KUHP

 UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan beberapa istilah,


penghapusan beberapa pasal, penambahan pasal-pasal baru : Bab IX –
XVI
 UU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a KUHP --> pidana
Tutupan
 UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527
 UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku di seluruh
Indonesia, tambahan Ps 52a, 142a, 154a
 UU drt No. 1/1960 : menambah ancaman pidana dari Ps 188, 359, 360
menjadi 5 Tahun penjara atau 1 tahun kurungan
Beberapa UU yang mengubah KUHP

• Perpu No. 16/1960 : penambahan nilai terhadap beberapa kejahatan


ringan : Ps 364, 373, 379, 384, 407 (1)
• Perpu No. 18/1960 : pidana denda dilipatgandakan 15 X (ditetapkan mjd
UU melalui UU No. 1/1961)
• UU No. 1/PNPS/1965 : tambahan Ps 156 a
• UU No. 7/1974 : tambahan sanksi untuk judi Ps 303 menjadi 10 juta &
denda 25 juta, Ps 542 (1) menjadi Kejahatan, Ps 303 bis pidana menjadi
4 tahun, denda 10 juta.
• UU No. 4/1976 perubahan dan penambahan tentang Kejahatan
penerbangan : Ps 3, Ps 4 angka 4, Ps 95a, 95b,95c, Bab XXIX A.
• UU No. 20/2001 : menghapus pasal-pasal tentang korupsi dari KUHP
UU Hukum Pidana di luar KUHP
• UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No. 31 th 1999
sebagai mana diubah oleh UU No. 20 th 2001
• UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No.7 drt th 1955
• UU 15 th 2003, sebagai mana diubah oleh UU Nomor 5
Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme
• UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM
• UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang UU No 8 th 2010
Contoh UU Non hukum pidana
yang memuat sanksi pidana

o UU Lingkungan
o UU Pers
o UU Pendidikan Nasional
o UU Perbankan
o UU Pajak
o UU Partai Politik
o UU pemilu
o UU Merek
o UU Kepabeanan
o UU Pasar Modal
o dll
• Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu
• Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat
Pasal 1 KUHP
1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana,
kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah ada
sebelumnya.
2) Jika ada perubahan dalam perundang-
undangan sesudah perbuatan dilakukan,
maka terhadap terdakwa diterapkan
ketentuan yang paling menguntungkan .
ASAS YG TERCAKUP
DALAM PASAL 1 (1) KUHP

• Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali :


• Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yg
terlebih dahulu menyebut perbuatan yang bersangkutan
sebagai suatu delik dan yang memuat suatu hukuman yg
dapat dijatuhkan atas delik itu
• Asas legalitas memuat 3 prinsip, sbb:
Asas legalitas
mengandung 3 prinsip:

1. Aturan hukum pidana harus tertulis


2. Larangan berlaku surut (Non Retroaktif)
3. Larangan penggunaan Analogi
Aturan hukum pidana harus tertulis
1 (lex scripta)

• Aturan hukum pidana harus mrpkn atauran yg dibuat


oleh badan legislatif (produk legislatif)
• Produk legislatif yg dimaksud adalah dlm bentuk UU
atau Perda
• Aturan tsb harus jelas rumusannya (lex certa) dan tdk
multi tafsir
Larangan Berlaku Surut
2 (non retroaktif)

o Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak ke


belakang
o Perlu diketahui kapan suatu tindak pidana
terjadi (waktu) terjadinya tindak pidana =
tempus delicti.
Teori - teori
Tempus Delicti
1)Teori Perbuatan fisik
2)Teori bekerjanya alat yg
digunakan
3)Teori Akibat
4)Teori waktu yg jamak
Tempus delicti penting diketahui
dalam hal :

o Kaitannya dengan Pasal 1 KUHP


o Kaitannya dengan aturan tentang Daluwarsa
o Kaitannya dengan ketentuan mengenai pelaku
tindak pidana anak  UU SPPA
Larangan berlaku surut dalam berbagai ketentuan
selain yang diatur dalam Pasal. 1 ayat (1) KUHP

Instrumen Internasional;
o Pasal 15 (1) ICCPR: hukum tidak berlaku surut
o Pasal 15 (2) ICCPR pengecualian, untuk kejahatan menurut
hukum kebiasaan international: boleh berlaku surut
o Pasal 22, 23, dan 24 ICC (Statuta Roma)

Hukum Positif Indonesia (Nasional)


o Pasal 28i UUD 1945
o Pasal 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999
Pasal 28i UUD 1945

• Hak untuk tidak dituntut atas dasar


hukum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun.”
UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia

o Pasal 18 ayat (2); o Pasal 18 ayat (3);


Setiap orang tidak boleh Setiap ada perubahan dalam
dituntut untuk dihukum atau
dijatuhi pidana, kecuali peraturan perundang-undangan
berdasarkan suatu peraturan maka berlaku ketentuan yang
perundang-undangan yang paling menguntungkan bagi
sudah ada sebelum tindak tersangka
pidana itu dilakukan
Pengecualian Larangan Berlaku Surut

• Ps 1 ayat (2) KUHP; dalam hal terjadi perubahan


UU yang meringankan bagi terdakwa, digunakan
UU yg baru
• Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000 (UU Pengadilan
HAM); diperlukan syarat2 ttt, al: pembentukan
pengadilan HAM ad hoc dgn persetujuan DPR
• Perpu 1 th 2002 & 2 th 2002 UU 15 th 2003 (UU
Pemberantasan TP Terorisme) ; UU 16 th 2003
yang memberlakukan UU No. 15 th 2003 untuk
kasus Bom Bali (UU No. 16 th 2003 dibatalkan oleh
MK)
Pasal 43 UU Nomor 26 tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM (bisa berlaku surut )

1) Pelanggaran hak asasi manusia Penjelasan Pasal 43 (2);


yang Berat yang terjadi sebelum
diundangkannya UU ini, diperiksa Dalam hal DPR Indonesia
dan diputus oleh pengadilan HAM mengusulkan dibentuknya
ad hoc Pengadilan HAM ad hoc, DPR
2) Pengadilan HAM ad hoc Indonesia mendasarkan pada
sebagaimana dimaksud dalam dugaan telah terjadinya pelanggaran
ayat (1) dibentuk atas usul DPR
Indonesia berdasarkan peristiwa HAM yang berat yg dibatasi pada
tertentu dengan Keputusan locus dan tempus delicti tertentu yg
presiden terjadi sebelum diundangkannya
undang-undang ini
UU Pemberantasan TP Terorisme
dan Putusan MK

• MK membatalkan ketentuan berlaku surut dalam


UU Pemberantasan TP Terorisme (UU Nomor 16
tahun 2003) karena bertentangan dengan UUD
1945
3 Larangan penggunaan analogi

1. Penafsiran diperbolehkan dalam hukum


pidana karena diperlukan utk
memahami UU hukum pidana yang tidak
selalu jelas rumusannya
2. Analogi tdk diperbolehkan krn analogi
bukan penafsiran melainkan metode
konstruksi
3. Penafsiran yg dikenal dalam hukum
pidana, sbb:
o Otentik
o Gramatikal
JENIS-JENIS o Sistematis
o Historis
PENAFSIRAN/ INT o Sosiologis
ERPRETASI o Teleologis
o Ekstensif
Berlakunya Hukum Pidana menurut
tempat
Berlakunya Hukum Pidana menurut Tempat

Untuk mengetahui hukum pidana negara mana


yang digunakan: hukum pidana Indonesia atau
hukum pidana negara lain.
Asas2 Berlakunya Hukum Pidana menurut tempat

Indonesia menganut asas2 di bawah dibuktikan dgn dasar hukum yg terdapat


dalam KUHP:
•Asas Teritorialitas/ wilayah :
Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976
•Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2 dan 4 --> Ps 8 KUHP , UU
No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999
•Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif :
Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP
•Asas Universalitas :
Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
“melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas negara atau uang
kertas Bank”
Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana
Menurut Tempat

1. Asas teritorial/wilayah
berlakunya hukum pidana sesuai tempat
terjadinya tindak pidana
Pasal 2 dan 3 KUHP
– KUHP Indonesia
– TP terjadi di Indonesia
1
– Pelaku WNA/WNI
– Berlaku teori2 locus delicti
KUHP 2023
Asas Wilayah atau Teritorial
• Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi
Setiap Orang yang melakukan:
a. Tindak Pidana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Tindak Pidana di Kapal Indonesia atau di Pesawat Udara
Indonesia; atau
c. Tindak Pidana di bidang teknologi informasi atau Tindak Pidana
lainnya yang akibatnya dialami atau terjadi di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau di Kapal Indonesia dan di
Pesawat Udara Indonesia.
UU No.43 tahun 2008
tentang Wilayah Negara

o Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya


disebut dengan Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara
yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan
pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut
dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk
seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Batas Wilayah
Pasal 5
o Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan
tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya
ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral dan/atau trilateral
mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum
internasional.
Batas Wilayah
Pasal 6
1)Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, meliputi:
a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, dan Timor
Leste;
b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, Singapura,
dan Timor Leste; dan
c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya
dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum
internasional.
2)Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk titik-titik
koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral.
3)Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara lain, Indonesia
menetapkan Batas Wilayah Negara secara unilateral berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional.
Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana

2. Asas Nasionalitas Aktif/Personalitas


Pasal 5 – 6 (perluasan Ps. 5) & 7 KUHP
– KUHP Indonesia
– TP terjadi di luar Indonesia
– Pelaku WNI (perlindungan terhadap WNI)
– Utk jenis delik kejahatan dalam Pasal 160, 161, 240, 279, 450,
dan 451.
KUHP 2023
Asas Nasional Aktif
1) Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi setiap warga negara
Indonesia yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku jika perbuatan tersebut
juga merupakan Tindak Pidana di negara tempat Tindak Pidana dilakukan.
3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Tindak
Pidana yang diancam dengan pidana denda paling banyak kategori III.
4) Penuntutan terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan walaupun tersangka menjadi warga negara Indonesia, setelah Tindak
Pidana tersebut dilakukan sepanjang perbuatan tersebut merupakan Tindak
Pidana di negara tempat Tindak Pidana dilakukan.
5) Warga negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
dijatuhi pidana mati jika Tindak Pidana tersebut menurut hukum negara tempat
Tindak Pidana tersebut dilakukan tidak diancam dengaa pidana mati
Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana

3. Asas Nasionalitas Pasif/Perlindungan


Pasal 4 dan 8 KUHP
– KUHP Indonesia
– TP terjadi di mana saja (di luar Ind)
– Pelaku WNA/WNI
– Melindungi kepentingan negara/nasional
KUHP 2023
Asas Pelindungan dan Asas Nasional Pasif
• Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana terhadap kepentingan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berhubungan dengan:
a. keamanan negara atau proses kehidupan ketatanegaraan;
b. martabat Presiden, Wakil Presiden, dan/ atau Pejabat Indonesia di luar negeri;
c. mata uang, segel, cap negara, meterai, atau Surat berharga yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Indonesia, atau kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia;
d. perekonomian, perdagangan, dan perbankan Indonesia;
e. keselamatan atau keamanan pelayaran dan penerbangan;
f. keselamatan atau keamanan bangunan, peralatan, dan aset nasional atau negara Indonesia;
g. keselamatan atau keamanan sistem komunikasi elektronik;
h. kepentingan nasional Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang; atau
i. warga negara Indonesia berdasarkan perjanjian internasional dengan negara tempat
terjadinya Tindak Pidana.
4. Asas universal
• Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
“melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas
negara atau uang kertas Bank”
• Untuk melindungi kepentingan dunia
KUHP 2023
Asas Universal
o Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang
yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang melakukan Tindak Pidana menurut hukum internasional yang
telah ditetapkan sebagai Tindak Pidana dalam Undang-Undang
o Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang
yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang penuntutannya diambil alih oleh Pemerintah
Indonesia atas dasar suatu perjanjian internasional yang memberikan
kewenangan kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan
penuntutan pidana.
Teori Locus Delicti

1.Teori Perbuatan fisik


2.Teori bekerjanya alat yg digunakan
3.Teori Akibat
4.Teori Tempat yg jamak
Locus delicti penting diketahui dalam hal :

o Hukum pidana mana yang akan diberlakukan?


 Hukum Indonesia atau Hukum negara lain
o Kompetensi relatif suatu pengadilan
- Contoh : PN Kendari Selatan atau PN Andoolo
Teori mana yg dipilih ?
o Van Hamel, Simons :
Bergantung sifat dan corak perkara konkret yang
hendak diselesaikan

o Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen, Noyon-


Langemejer :
Mempergunakan 3 teori secara teleologis
• A bermaksud meracun B, A membeli Racun di
Kendari dan mencampurkan kedalam minuman B, B
meminum racun tersebut di Andolo, B meninggal di
Bombana
• Hakim diberi kemerdekaan memilih di antara 3 locus
delicti ini
TINDAK PIDANA
• Istilah
• Definisi
• Cara Merumuskan Tindak Pidana
• Subjek Tindak Pidana
• Unsur-Unsur Tindak Pidana
• Istilah tindak pidana yg dikenal dalam
Tindak hukum pidana belanda yaitu strafbaar
feit.
Pidana • Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS
Belanda dengan demikian juga WvS
Hindia Belanda (KUHP) tetapi tidak ada
penjelasan resmi tentang apa yang
dimaksud dengan strafbaar feit itu.
• Oleh karena itu para ahli hukum
berusaha memberikan arti dan isi dari
istilah itu. Sayangnya sampai kini belum
ada keseragaman pendapat.
1. Tindak Pidana, dapat dikatakan berupa istilah resmi
dalam perUUan pidana kita. Digunakan hampir
Istilah2 yang pernah seluruh peraturan perUUan menggunakan istilah ini.
digunakan, baik dalam (Wirjono Prodjodikoro)
2. Peristiwa pidana (Zainal Abidin)
perundang-undangan yg
3. Delik yang sebenarnya berasal dari kata delictum juga
ada maupun dlm digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang
berbagai literatur hukum dimaksud dengan strafbaar feit (Utrecht, Zainal
sebagai terjemahan Abidin, Moeljatno)
4. Pelanggaran Pidana (Tirtaamidjaja)
istilah strafbaar feit
5. Perbuatan yang boleh dihukum (Mr.Karni)
6. Perbuatan yang dapat dihukum (pembentuk UU
dalam UU No.12/Drt/1951 tentang senjata api dan
bahan peledak
7. Perbuatan Pidana (Moeljatno)
- Straf = Pidana,
Satrafbaar Hukum  = recht
- Baar = dapat dan boleh
feit
- Feit = tindak, peristiwa,
pelanggaran dan
perbuatan
- Baar = dapat dan boleh
- Feit = tindak, peristiwa, pelanggaran dan
perbuatan
 Feit lebih tepat diterjemahkan dengan
Secara Perbuatan
 Pelanggaran lebih lazim digunakan
Literlijk dengan istilah overtrending sebagai
lawan dari istilah misdrijven (kejahatan)
dalam kelompok tindak pidana masin-
masing dalam buku III dan buku II KUHP
• Peristiwa pidana = lebih luas dari perbuatan karena peristiwa tidak saja
menunjuk pada perbuatan manusia, melainkan mencakup pada seluruh kejadian
yg tdk saja disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata tetapi juga oleh
alam, mis; matinya sesorang karena disambar petir, tertimbun tanah longsor (tidak
penting), kematian orang diakibatkan perbuatan manusia (menjadi penting)
• Tindak pidana = lazim digunakan dalam peraturan perUUan walaupun masih
dapat diperdebatkan juga ketepatannya. Tindak menunjuk pada hal kelakuan
manusia dalam arti positif semata, dan tidak termasuk kelakuan manusia yang
pasif (negatif). Padahal sesungguhnya istilah feit (aktif/pasif). Aktif (362 KUHP, 380
KUHP dsb) pasif (mengabaikan kewajiban hukumnya (Pasal 531 KUHP) atau
perbuatan membiarkan (Pasal 304 KUHP)
• Delik = sebetulnya tidak ada
kaitannya dengan istilah
strafbaar feit karena istilah ini
berasal dari kata delictum (latin)
yang juga digunakan dalam
Strafbaar feit
perbendaharaan hukum Belanda
(delict) namun isi pengertiannya
tidak ada perbedaan prinsip
dengan istilah strafbaar feit
• Perbuatan pidana : lebih tepat sebagai
terjemahan feit, seperti yang telah lama kita
kenal dalam perbendaharaan ilmu hukum
kita, Mis istilah materieele feit atau formeele
feit (feiten een formeele omschrijving untuk
rumusan perbuatan dalam tindak pidana
formil). Demikian juga istilah feit dalam
banyak rumusan norma2 tertentu dalam
WvS (Bld) dan WvSNI (Hindia Belanda)
Perbuatan pidana lebih tepat dengan alasan :
1. Perbuatan yg dilarang adalah (perbuatan manusia, yaitu suatu kejadian
atau keadaan yang ditimbulkan o/ kelakuan org), artinya larangan itu
ditujukan pada perbuatannya. Sementara ancaman pidananya itu
ditujukan pada orangnya
2. Antara larangan (yang ditujukan pada perbuatan) dengan ancaman
pidana (yg ditujukan pada orangnya), ada hubungan yang erat. Oleh
karena itu, perbuatan (yang berupa keadaan atau kejadian yang
ditimbulkan orang tadi, melanggar larangan) dengan orang yang
menimbulkan perbuatan tadi ada hubungan yang erat pula.
3. u/ menyatakan adanya hubungan yang erat itulah, maka lebih tepat
digunakan istilah perbuatan pidana, suatu pengertian abstrak yang
menunjuk pada dua keadaan konkret yaitu; pertama adanya kejadian
tertentu (perbuatan), dan kedua adanya orang yang berbuat atau yg
ditimbulkan kejadian itu.
Disamping mengemukakan istilah yg tepat yakni perbuatan pidana, Moeljatno jg
menyatakan bahwa istilah peristiwa pidana dan istilah tindak pidana merupakan suatu
istilah yg tdk tepat, dgn alasan sbb ;

1. Untuk istilah peristiwa pidana, perkataan peristiwa menggambarkan hal yang


konkret (padahal strafbaar feit sebenarnya abstrak) yang menunjuk pada kejadian
tertentu, mis matinya orang yg tidak penting dalam hukum pidana. Kematian itu baru
penting jika peristiwa matinyanya orang dihubungkan dengan atau diakibatkan oleh
kelakuan orang lain
2. Sementara itu, pd istilah tindak pidana, perkataan Tindak tidak menunjuk padahal
abstrak seperti perbuatan, tp sm dgn perkataan peristiwa yg juga menyatakan
keadaan konkret, spt kelakuan, gerak-gerik atau sikap jasmani, yg lebih dikenal
dalam tindak-tanduk, tendakan dan bertindak
Aliran Monistis
o Tidak memisahkan antara perbuatan dan
pertanggungjawaban

o Dalam rumusan tindak pidana sekaligus


tercakup unsur perbuatan/akibat dan unsur
kesalahan/pertanggungjawaban
Aliran Dualistis
o Memisahkan secara tegas antara perbuatan
(pidana) dan pertanggungjawaban pidana

o Dalam rumusan tindak pidana hanya


tercantum unsur perbuatan/akibat tanpa unsur
kesalahan
Subjek Tindak Pidana

Manusia (natuurlijk persoon)


o Korporasi
a) Cara merumuskan
adanya kebutuhan untuk memidana
“Barangsiapa ….” korporasi
b) Hukuman : mati, penjara,
kurungan (Ps 10 KUHP), o R-KUHP, UU Hk. Pidana Khusus dan
hanya dapat dikenakan pada UU Non H. Pidana, korporasi:
manusia a. Badan Hukum
c) Pertanggungjawaban pidana b. Bukan badan hukum

disandarkan pada kesalahan,


yang hanya mungkin dimiliki
oleh manusia (orang)
Definisi Korporasi
• KUHP 2023; Korporasi • UU Pidsus; Korporasi
mencakup badan hukum yang adalah kumpulan orang
berbentuk perseroan terbatas,
yayasan, koperasi, badan usaha milik
dan atau kekayaan yang
negara, badan usaha milik daerah, terorganisasi baik
atau yang disamakan dengan itu, merupakan badan hukum
serta perkumpulan baik yang
berbadan hukum maupun tidak maupun bukan badan
berbadan hukum, badan usaha yang hukum
berbentuk firma, persekutuan
komanditer, atau yang disamakan
dengan itu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Unsur-Unsur Tindak Pidana

Unsur - Unsur dalam perumusan


A. Unsur Obyektif
o perbuatan (aktif/pasif) atau akibat •Unsur2 di luar perumusan
o melawan hukum

B. Unsur Subyektif
 melawan hukum (materil)
o Manusia (pelaku)  Kesalahan dalam arti materiil dapat
o kesalahan : dipersalahkan (dicela) sehingga
(a) kesengajaan; atau dapat dipertanggungjawabkan
(b) kealpaan
(verwijtbaarheid)
o Keadaan
o Syarat tambahan untuk pemidanaan
Apa gunanya unsur (tertulis) ?
Secara umum:
o Untuk memberikan ciri/kekhasan antara satu delik
dgn delik lainnya
o Untuk pembeda suatu delik dgn delik2 yang lain
o Untuk dibuktikan di persidangan oleh JPU
Tindak Pidana
Unsur-unsur (van Bemmelen)
• Di dalam perumusan (bagian) dimuat dalam surat
dakwaan •Di luar perumusan (unsur) : syarat
• semua syarat yg dimuat dalam rumusan delik dapat dipidana
merupakan bagian-bagian, sebanyak itu pula, yang
1. Melawan hukum (materil)
apabila dipenuhi membuat tingkah laku menjadi
tindakan yang melawan hukum 2. Dapat dipersalahkan (dicela)
1. tingkah laku/akibat yang dilarang /diharuskan sehingga dapat
(Bagian Obyektif) dipertanggungjawabkan
2. Bagian yang terkait dengan bagian obyektif:
melawan hukum Umumnya dianggap ada/terpenuhi
3. Manusia/pelaku (Bagian subyektif) sehingga tdk perlu dibuktikan, kecuali
4. Bagian yang terkait dengan pelaku: kesalahan ada alasan yang kuat bahwa
(kesengajaan atau kealpaan) unsur/syarat tsb perlu dibuktikan bhw
5. Keadaan (keterangan mengenai bagian obyektif unsur tsb tdk ada/tdk terpenuhi
atau bagian subyektif)
6. Syarat tambahan untuk pemidanaan
7. Bagian yg dapat memperberat/memperingan pidana
Contoh unsur dalam rumusan tindak pidana

Pasal 362 KUHP Pasal 338 KUHP


•barangsiapa • barangsiapa
•mengambil • dengan sengaja
•barang
- yg sebagian/ seluruhnya
• menghilangkan nyawa
kepunyaan orang lain orang lain
•dengan maksud memiliki
•secara melawan hukum
Contoh unsur dalam rumusan tindak pidana

Pasal 285 Pasal 359


• barangsiapa • barangsiapa
• dengan kekerasan atau • karena kealpaannya
• menyebabkan orang lain
• ancaman kekerasan
mati
• memaksa
• seorang wanita
• bersetubuh dengan dia
• di luar perkawinan
Pembagian Tindak Pidana (Jenis Delik)

•Delik Kejahatan & Delik Pelanggaran


•Delik Materiil & Delik Formil
•Delik Komisi & Delik Omisi
•Delik Dolus & Delik Culpa
•Delik Biasa & Delik Aduan
•Delik yg Berdiri sendiri & Delik Berlanjut
•Delik Selesai & Delik yg diteruskan
•Delik Tunggal & Delik Berangkai
•Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi; Delik Berprivilege
•Delik Politik & Delik Komun (umum)
•Delik Propia & Delik Komun (umum)
Kejahatan Pelanggaran
o Dalam. MvT : sebelum ada UU
sudah dianggap tidak baik • Dalam MvT : baru dianggap
(recht-delicten) tidak baik setelah ada UU (wet
o Hazewinkel-Suringa : tidak ada delicten)
perbedaan kualitatif, hanya
perbedaan kuantitatif Perbedaan dg kejahatan:
a) Percobaan : tidak dipidana
a) Percobaan : dipidana
b) Membantu : tidak dipidana
b) Membantu : dipidana
c) Daluwarsa : lebih panjang
c) Daluwarsa : lebih pendek
d) Delik aduan : ada d) Delik aduan : tidak ada

KUHP : Buku II KUHP : Buku III


• Delik Komisi : melanggar larangan dg perbuatan
aktif
• Delik Omisi : melakukan delik dg perbuatan pasif
misalnya Pasal 164, 224, 531 KUHP

• Delik Dolus : delik dilakukan dg sengaja,


misalnya Pasal 338, 310, 368 KUHP
• Delik Culpa : Delik dilakukan dg kealpaan, mis.
Pasal 359 KUHP
Delik Pro Parte Dolus Pro Parte Culpa

Delik yang dalam perumusannya sekaligus mencantumkan


unsur kesengajaan dan unsur kealpaan

Contoh: Pasal 480


Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling
banyak sembilan ratus rupiah:
1. barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik
keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, meyimpan atau
menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya. harus diduga
bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan;
2. barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang
diketahuinya atau
sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.
Jenis Delik
Delik Biasa (bukan aduan) Delik Aduan
• penuntutannya tidak •penuntutannya memerlukan
memerlukan pengaduan, mis. pengaduan, mis. Ps 310, Ps 284,
Ps 340, Ps 285 Ps 367 (2)

•Cukup dengan laporan dari • Harus ada pengaduan dari


setiap orang yang melihat/ korban atau orang tertentu
mengetahui tindak pidana tsb., yang ditetapkan UU
tidak harus dengan pengaduan
dari korban atau orang2 tertentu
Delik Aduan
Delik Aduan Absolut:
Delik yang pada hakekatnya/mutlak memerlukan pengaduan untuk
penuntutannya
Mis. Ps. 284

Delik Aduan Relatif:


Delik yang pada dasarnya merupakan delik biasa (bukan delik
aduan), tetapi karena ada hubungan tertentu antara pelaku dan
korban, maka berubah jenisnya menjadi delik aduan
Mis. Ps.367 ayat (2)
Delik Berlanjut
• Terdiri atas dua atau lebih
delik, yang karena kaitannya
Delik Berdiri Sendiri yang erat mengakibatkan
•Terdiri atas satu delik yang dikenakan satu sanksi kepada
berdiri sendiri terdakwa

•Untuk pemidanaannya tidak • Untuk pemidanaannya


perlu menggunakan ketentuan menggunakan ketentuan
tentang gabungan TP; tinggal tentang gabungan TP, yaitu
melihat berapa ancaman pidana Pasal 64 KUHP
dari Pasal yang dilanggar
Delik Komuna
Delik Politik
(bukan delik politik)
•Delik yang mengandung unsur • Delik yang tidak mengandung
politik unsur politik

Makar untuk menggulingkan Mis: pembunuhan orang biasa


pemerintah (Pasal 107), makar (Pasal 338), Pencurian (Pasal
untuk membunuh kepala negara 362)
(Pasal 104)
Delik Propria Delik Komuna
• Delik yang hanya dapat • Delik yang dapat dilakukan oleh
dilakukan oleh orang2 tertentu setiap orang
(subjeknya adalah orang-orang • Cirinya: Subjeknya adalah
tertentu) “barang siapa“
• Mis: Pasal 308, Pasal 346, • Mis: Delik Pencurian (Pasal
Pasal 449 362), Delik Pembunuhan (Pasal
338)

Anda mungkin juga menyukai