Anda di halaman 1dari 43

HUKUM PIDANA

• Asas Legalitas
• Berlakunya Hukum Pidana Menurut
Waktu dan Tempat
BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU
(ASAS LEGALITAS)
 Von Feuerbach (1775-1833) : nullumdelictum nulla poena sina
praevia lege : tidak ada tindak pidana, tidak ada pidana tanpa
peraturan terlebih dulu. (Buku: Lehrbuch des penlichen recht:
1801)
 Terdapat juga dalam dalam perjanjian baru dan surat2 Paulus.
Pasal 5 (13): “sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa
di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada
hukum taurat.
 Alquran: surat al-Isra’ ayat 15: siapa yang mengikuti pentunjuk,
maka perbuatan itu untuk dirinya sendiri. Siapa yg brbuat salah,
maka ia sendiri yg akan menderita. Seorang yang berdosa tidak
dapat memikul dosa orang lain. Kami tidak akan menghukum
sebelum kami mengutus Rasul.
 (non obligat lex nisi promulgate: suatu hukum tidak mengikat
kecuali sudah diberlakukan)
AJARAN YANG TERKANDUNG DALAM
ASAS LEGALITAS

1. Menitik beratkan pada perlindungan individu untuk


memperoleh kepastian dan persamaan hukum;
2. Menitikberatkan pada dasar dan tujuan pemidaan agar
dengan sanksi pidana itu hukum pidana bermanfaat bagi
masyarakat sehingga tida ada pelanggaran hukum yang
dilakukan masyarakat
3. Menitikberatkan tidak hanya pada ketentuan tentang
perbuatan pidana saja agar orang menghindar perbuatan
tersebut tetapi juga harus diatur mengenai ancaman
pidananya agara penguasa tidak sewenang2 dalam
menjatuhkan pidana
4. Menitikberatkan pada perlidungan hukum kepada negara
dan masyarakat.
Pasal 1 KUHP

1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali


berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada sebelumnya.
2) Jika ada perubahan dalam perundang-
undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka
terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang
paling menguntungkan .
ASAS YG TERCAKUP
DLM PASAL 1 (1) KUHP
• Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege
poenali :
• Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu
peraturan yg terlebih dahulu menyebut
perbuatan yang bersangkutan sebagai suatu
delik dan yang memuat suatu hukuman yg
dapat dijatuhkan atas delik itu
Asas-asas dalam
Pasal 1 ayat (1 ) KUHP:

1. Asas Legalitas;
2. Asas Larangan berlaku surut;
3. Asas Larangan penggunaan Analogi.
1. ASAS LEGALITAS/ATURAN HUKUM PIDANA HARUS TERTULIS
(LEX SCRIPTA)

• Aturan hukum pidana harus mrpkn atauran yg dibuat oleh


badan legislatif (produk legislatif)
• Produk legislatif yg dimaksud adl dlm bentuk UU atau
Perda
• Aturan tsb harus jelas rumusannya (lex certa) dan tdk multi
tafsir
2. LARANGAN BERLAKU SURUT
(non retroaktif)

 Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak


ke belakang :

X mundur (ke belakang) harus ke depan (maju)

(Dilarang) ß---------- UU Pidana ---------------à

 Perlu diketahui kapan suatu tindak pidana terjadi (wkt


terjadinya tindap pidana = tempus delicti.
Teori2 Tempus Delicti

1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de


lichamelijke daad)
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan
(de leer van het instrument)
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
4. Teori waktu yg jamak (de leer van de
meervoudige tijd)
Tempus delicti penting diketahui dalam
hal2 :

• Kaitannya dg Ps 1 KUHP
• Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa
• Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku
tindak pidana anak : UU Pengadilan Anak
Larangan berlaku surut dalam berbagai ketentuan
selain yang diatur dalam Ps. 1 ayat (1) KUHP

Internasional:
•Ps 15 (1) ICCPR: hukum tidak berlaku surut
•Ps 15 (2) ICCPR pengecualian, untuk kejahatan
menurut hukum kebiasaan international: boleh berlaku
surut
•Ps 22, 23, dan 24 ICC (Statuta Roma)

Nasional
•Ps 28i UUD 1945
•Psk 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999 ttg
HAM
Ps 28i UUD 1945

 Hak untuk hidup, hak untuk tdk


disiksa, hak kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama,
hak untuk tdk diperbudak, hak
untuk diakui sbgai pribadi
dihadapan hukum dan hak untuk
tdk dituntut atas dasar hukum yg
berlku surut adlh HAM yg tdk dpat
dikurangi dlm keadaan apapun.
UU No. 39/ 1999 ttg HAM
•Ps 18 (2) • Ps 18 (3)
Setiap orang tidak Setiap ada
boleh dituntut untuk perubahan dalam
dihukum atau dijatuhi peraturan perundang-
pidana, kecuali undangan maka berlaku
berdasarkan suatu
peraturan perundang- ketentuan yang paling
undangan yang sudah menguntungkan bagi
ada sebelum tindak tersangka
pidana itu dilakukan
Pengecualian Larangan Berlaku Surut

• Ps 1 ayat (2) KUHP à dalam hal tjd perubahan


UU yg meringankan bagi tdkw, digunakan UU yg
baru
• Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000 (UU Pengadilan
HAM) à diperlukan syarat2 ttt, al: pembentukan
pengadilan HAM ad hoc dgn persetujuan DPR
• Perpu 1/2002 & 2/2002 à UU 15/2003 (UU
Pemberantasan TP Terorisme) ; UU 16/2003 yang
memberlakukan UU No. 15/2003 untuk kasus Bom
Bali (UU No. 16/2003 dibatalkan oleh MK)
UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan HAM
(bisa berlaku surut )

(1) Pelanggaran hak asasi Penjelasan Ps 43 (2)


manusia yg. Berat yg. terjadi “Dalam hal DPR Indonesia
sebelum diundangkannya UU
ini, diperiksa dan diputus oleh mengusulkan dibentuknya
pengadilan HAM ad hoc. Pengadilan HAM ad hoc, DPR
(2) Pengadilan HAM ad hoc Indonesia mendasarkan pada
sebagaimana dimaksud dalam dugaan telah terjadinya
ayat (1) dibentuk atas usul DPR pelanggaran HAM yang berat
Indonesia berdasarkan peristiwa
tertentu dg. Keputusan presiden. yg dibatasi pada locus dan
tempus delicti tertentu yg
terjadi sebelum
diundangkannya undang-
undang ini.
UU Pemberantasan TP Terorisme
dan Putusan MK

• MK membatalkan ketentuan berlaku surut


dalam UU Pemberantasan TP Terorisme
(UU No.16/2003) karena bertentangan
dengan UUD 1945
3. Larangan penggunaan analogi

1. Penafsiran diperbolehkan dalam hukum


pidana karena diperlukan utk memahami
UU hukum pidana yang tidak selalu jelas
rumusannya
2. Analogi tdk diperbolehkan krn analogi
bukan penafsiran melainkan metode
konstruksi
3. Penafsiran yg dikenal dalam huk pidana,
sbb:
Pasal 1 Ayat (2) KUHP

1.UU dimungkinkan utk berlaku surut


2.3 syarat memberlakukan surut suatu UU
a.Terjadi perubahan UU
b.Perubahan tjd setelah tindak pidana dilakukan
c. Perubahan menguntungkan bg TSK/TDW
3. Disebut sbg hukum transitoir
Pasal 1 ayat (2) KUHP
-+-----------+---------------+---->
UU Perbuatan Perubahan UU

• Apa yg dimaksud dgn Perubahan UU ?


Teori : (1) Teori formil (2) Teori materiil terbatas
(3) Teori materiil tidak terbatas

•Apa yg dimaksud dgn Paling menguntungkan


bg tersangka/terdakwa?
Yg menguntungkan bg TSK/TDKW

•Hal ini tidak dapat ditentukan sec. Umum


(in abstracto), dan hanya dapat ditentukan untuk
masing2 perkara sendiri (in concreto).

Yang menguntungkan bagi TSK/TDKW:


sanksi menjadi lebih ringan, diubah menjadi delik
aduan, unsur- unsur pokok delik menjadi lebih
banyak (ditambah)
(Periksa : Utrecht h.228)
Perubahan UU yg dimaksud
Pasal 1 ayat (2) KUHP

•Teori Formil :Ada perubahan undang-undang kalau redaksi undang-undang


pidana berubah (Simons)
à ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps 295 sub 2 KUHP, batas
dewasa 23 à 21 tahun dlm BW

•TeoriMateriil Terbatas : Tiap perubahan sesuai dg suatu perubahan perasaan


(keyakinan) hukum pada pembuat undang-undang (jadi tidak boleh
diperhatikan perubahan keadaan karena waktu)

•Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan – baik dalam perasaan hukum
dari pembuat undang-undang maupun dalam keadaan karena waktu – boleh
diterima sebagai suatu perubahan dalam undang-undang
à Sesuai HR 5 Des 1921
Perubahan kesadaran/perasaan
hukum
• Menjadi tidak dapatnya dihukum suatu
perbuatan
• Menjadi dapat dihukumnya suatu perbuatan
• Diperberat/diperingan pidana atas suatu
perbuatan.
Perubahan UU terjadi setelah tindak
pidana dilakukan

Yang harus diperhatikan:


1.Waktu terjadinya tindak pidana (tempus
delictie)
2.Teori2 tempus delicti
Berlakunya Hukum Pidana
menurut tempat
BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
MENURUT TEMPAT

Untuk mengetahui hukum pidana negara


mana yang digunakan: hukum pidana
Indonesia atau hukum pidana negara
lain.
ASAS2 BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
MENURUT TEMPAT
 Indonesia menganut asas2 di bawah dibuktikan dgn
dasar hukum yg terdapat dalam KUHP:
1. Asas Teritorialitas/ wilayah :
 Psl 2 -3 KUHP --> Psl 95 KUHP, UU No 4/1976
kejahatan penerbangan
2. Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif :
 Psl 5 & 7 KUHP --> Ps 92 KUHP
4. Asas Perlindungan/ Nasionalitas Pasif :
 Psl 4 : 1, 2 dan 4 --> Psl 8 KUHP , UU No. 4/1976,
Psl 3 UU No. 7/ drt/ 1955 & Psl 16 UU 31/1999 jo
UU/2001ttg tipikor
4. Asas Universalitas :
 Psl 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976 ttg kejahatan
penerbangan
(“melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas
negara atau uang kertas Bank” )
1.Asas teritorial/wilayah

 Berlakunya hukum pidana sesuai


tempat terjadinya tindak pidana.
 Pasal 2 dan 3 KUHP
– KUHP Indonesia
– TP terjadi di Indonesia
– Pelaku WNA/WNI
UU No.43/2008 tentang Wilayah Negara

 Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,


yang selanjutnya disebut dengan Wilayah
Negara adalah salah satu unsur negara yang
merupakan satu kesatuan wilayah daratan,
perairan pedalaman, perairan kepulauan dan
laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di
bawahnya, serta ruang udara di atasnya,
termasuk seluruh sumber kekayaan yang
terkandung di dalamnya.
Batas Wilayah
Pasal 5
•Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta
ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral dan/atau
trilateral mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

Pasal 6
(1) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, meliputi:

a.di darat berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, dan Timor
Leste;
b.di laut berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, Singapura,
dan Timor Leste; dan
c.di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya
dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasional.
(2) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk titik-
titik koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral.
(3) Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara lain, Indonesia
menetapkan Batas Wilayah Negara secara unilateral berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional.
PENGECUALIAN ASAS TERITORIAL

1. Terhadap Orang/Manusia:
 Kepala negara, duta besar, konsul, diplomat serta
petugas lembaga Internasional.
 Kekebalan terhadap duta besar, konsul, diplomat
berdasarkan pada Konvensi Wina 1961 ttg hubungan
diplomatik.

2. Terhadap Tempat/Wilayah:
 Wilayah Kedubes
 Wilayah angkatan bersenjatan suatu negara (kapal
perang)
 Kapal/pesawat berbendera asing
 Properti lainnya (mobil)
2. Asas Nasionalitas Aktif/Personalitas

 Pasal 5 – 6 (perluasan Psl. 5) & 7 KUHP


 Perundang2an hukum pidana berlaku bagi semua
perbuatan pidana yg dilakukan oleh warga negara dimana
saja ia berada termasuk di luar wilayah negaranya.
– KUHP Indonesia
– TP terjadi di luar Indonesia
– Pelaku WNI (perlindungan terhadap WNI)
Lanjutan..
 Pasal 5 KUHP menyatakan:
1) Ketetentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan
bagi warga Negara yang di luar Indonesia melakukan : salah satu
kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan Bab II Buku Kedua dan Pasal2
160, 161, 240, 279, 450 dan 451. Salah satu perbuatan yang oleh suatu
ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang
sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan Negara
dimana perbuatan itu dilakukan diancam dengan pidana.
2) Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat
dilakukan juga jika terdakwa menjadi warga Negara sesudah
melakukan perbuatan.
 Pasal  6. Berlakunya pasal 5 ayat (1) nomor 2’ dibatasi sedemikian
rupa, sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, bila menurut perundang-
undangan negara tempat perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak
diancamkan pidana mati.
 Pasal7. Ketentuan pidana dalam perundang-
undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di
luar Indonesia melakukan salah satu tindak pidana seperti termaksud
dalam Bab XXVIII  Buku Kedua.
3. Asas Nasionalitas Pasif/Perlindungan
 Pasal 4 dan 8 KUHP
 Asas yg melindungi kepentingan nasional, sehingga
aturan2 pidana suatu negara dpt diterapkan terhadap
warga asing yg mlakukan kejahatan di luar wilayah
negara trsebut ttp korban perbuatan pidana adlh warga
negaranya.
– KUHP Indonesia
– TP terjadi di mana saja (di luar Ind)
– Pelaku WNA/WNI
– Melindungi kepentingan negara/nasional
 Asas ini berdasarkan pd prinsip: “interest reipublicae
quod homines conserventur” (kepentingan suatu
negara agar warga negaranya dilindingi)
3. Asas Nasionalitas Pasif/Perlindungan
 Pasal 4. Ketentuan pidana dalam perundang-
undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di
luar Indonesia:
a. salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107,108,dan
131.
b. suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang
dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang
dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia.
c. pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan
Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah
Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda
bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang
dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan
surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah
asli dan tidak dipalsu;
d. salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444
sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang
penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal
479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan
hukum, pasal 479 huruf I, m, n, dan o tentang kejahatan yang
mengancam keselamatan penerbangan sipil.
4. Asas universal

• Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
“melakukan kejahatan ttg mata uang, uang
kertas negara atau uang kertas Bank”
• Untuk melindungi kepentingan dunia
• Kejahatan terhadap masyarakat
internasional
4. Asas universal
• Menurut Statuta Roma tahun 1998 tentang Mahkamah Pidana
Internasional,kejahatan yang yang termasuk dalam lingkup kejahatan
Internasional ada 4 yaitu :
1. Kejahatan Genosida (genocide)
2. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (crimes against
humanity)
3. Kejahatan Perang  (War Crimes)
4. Kejahatan Agresi (crimes of aggression)
TEORI2 LOCUS DELICTI
1. Teori Perbuatan Materiil (Leer der lichamelijk daad)
menurut teori ini locus delicti adlh tmpat dmn
tindakan itu terjadi.
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (leer van
instrument). Menurut teori ini locus delicti ditntukan
olh alat yg dipergunakan & dgn alat itu perbuatan
pidana terselesaikan
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg). Teori ini
menntukan bahwa locus delicti ada pd tmpat
dimana akibat perbuatan itu terjadi.
4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de meervoudige
tijd)
Locus delicti penting diketahui dalam hal2:

•Hukum pidana mana yang akan


diberlakukan?
- Hukum Indonesia atau Hukum negara lain
•Kompetensi relatif suatu pengadilan
- contoh : PN Jakarta Selatan atau PN Bogor
Teori mana yg dipilih ?
•VanHamel, Simons :
Bergantung sifat dan corak perkara konkret
yang hendak diselesaikan

•Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen, Noyon-


Langemejer :
Mempergunakan 3 teori secara teleologis

•Periksa buku Utrecht hal 239


Surabaya Semarang Cirebon
---- racun --> ----diminum ---> ----- mati
A --> B B B

• Meervoudige locus delicti


• Hakim diberi kemerdekaan memilih di antara
3 locus delicti ini
Asas2 berlakunya H. Pidana : Beberapa masalah

•Kapal :
a) kapal Indonesia
b) kapal perang
c) kapal dagang
•Prinsip ius passagii innoxii (thdp kapal, maka
berlaku hk pidana di wilayah mana kapal
melintas/lewat)
•Asas Universalitas :
- Kejahatan Terorisme ?
- Kejahatan HAM berat ?
-tindak pidana terjadi di ZEE dan landas
kontinen ?
Asas2 Berlakunya H. Pidana : Pengecualian (2)

•Ps 9 KUHP : Hukum publik internasional membatasi


berlakunya Ps 2,3,4,5, 7, dan 8 KUHP
•Termasuk yg memiliki imunitas h.pidana : Sesuai
perjanjian Wina 18/4/1961
•Yg memiliki imunitas :
1) Kepala-kepala negara & keluarganya (sec. resmi,
bukan incognito/singgah)
2) Duta negara asing & keluarganya --> konsul :
tergantung traktat antar negara.
3) Anak buah kapal perang asing : termasuk awak
kapal terbang militer
4) Pasukan negara sahabat yg berada di wilayah
negara atas persetujuan negara
• Menurut perjanjian Wina
18/4/1961, maka keluarga
termasuk memiliki imunitas (hak
eksteritorial)
• Untuk ketua organisasi
internasional biasanya dilindungi
(tergantung traktat antar negara).

Anda mungkin juga menyukai