Anda di halaman 1dari 10

RESUME

“HUKUM PIDANA”

NAMA : MUH. FAIZ HILMY JANWAR


NIM : D 101 19 256

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
A. Pengertian Hukum Pidana
- Pengertian Hukum Pidana Menurut Parah Ahli

1. Prof. Moeljatno
Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di suatu negara, yg
mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :

a. menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai


ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb; à
Criminal Act
b. menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah melanggar larangan-
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah diancamkan ; à
Criminal Liability/ Criminal Responsibility
a) dan b) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil
c) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada
orang yang disangka telah melanggar larangan tsb. à Criminal Procedure/ Hukum Acara
Pidana

2. Prof. Pompe
Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan
perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana itu

B. Pembagian Hukum Pidana


a. Hukum Pidana Materiil (Hukum Pidana)
b. Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana)

C. Ilmu Hukum Pidana Dan Ilmu-ilmu lainnya


a. Kriminologi : 0byek studinya --> kejahatan, penjahat, reaksi masyarakat terhadap
kejahatan & penjahat
b. Kriminalistik : Ilmu pengetahuan untuk menetukan terjadinya kejahatan danmenyidik
pembuatnya dengan mempergunakan cara ilmu pengetahuan alam,
denganmengesampingkan cara-cara lainnya yang dipergunakan oleh ilmu kedokteran
kehakiman(sekarang ilmu kedokteran forensik), ilmu racun kehakiman (sekarang
toksikologiforensik) dan ilmu penyakit jiwa kehakiman (ilmu psikologi forensik). (dari
buku “Dasar-dasar pokok penyidikan kejahatan”)
c. Ilmu Forensik : Sangat membantu aparat penegak hukum untuk mengungkapkan suatu
tindak pidana yang terjadi mulai dari tingkat penyidikan sampai pada tahap pengadilan
terhadap kasus yang berhubungan dengan tubuh atau jiwa manusia sehingga membuat
terang suatu tindak pidana yang terjadi.
d. Psikiatri Kehakiman : Berguna untuk menentukan kondisi kejiwaan seseorang dalam
penentuan kemampuan pertanggungjawaban pidana, yang mana Psikiater sebagai dokter
ahli jiwa memiliki peran untuk menjadi Ahli dalam proses perkara pidana.
e. Sosiologi Hukum : Adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis. Sociology af the
law – Menjadikan hukum sebagai alat pusat penelitian secara sosiologis yakni sama halnya
bagaimana sosiologi meneliti suatu kelompok kecil lainnya.
D. KUHP Dan Sejarahnya
1. Jaman VOC
a. Statuten van Batavia
b. Hk. Belanda kuno
c. Asas2 Hk. Romawi
d. Di daerah lainnya berlaku Hukum Adat
e. mis. Pepakem Cirebon
2. Jaman Hindia Belanda
# Dualisme dalam H. Pidana
1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55) --> Orang Eropa
2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --> Orang Indonesia & Timur Asing
#Unifikasi :
Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch - Indie
1. Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku 1/1/1918 disertai
2. Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497) : mengatur peralihan dari H. Pidana
lama --> H. Pidana baru.
3. Jaman Jepang
a. WvSI masih berlaku
b. Osamu Serei (UU) No. 1 Tahun 1942, berlaku 7/3/1942
c. H. Pidana formil yang mengalami banyak perubahan
4. Jaman Kemerdekaan
a. UUD 1945 Ps. II Aturan Peralihan
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih berlaku selama belum diadakan
yang baru menurut UUD ini
b. UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang Hukum Pidana yang berlaku di
Indonesia
c. Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946)
d. PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera
e. UU No. 73 Tahun 1958 : “ Undang-undang tentang menyatakan berlakunya UU
No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah RI dan
mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana”

E. Sumber – Sumber Hukum Pidana Di Indonesia


• KUHP (beserta UU yang merubah & menambahnya)
• UU Pidana di luar KUHP
• Ketentuan Pidana dalam Peraturan perundang-undangan non-pidana

a. KUHP
• Buku I : Ketentuan Umum (ps 1 – ps 103)
Pasal 103 à Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagi
perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan
pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain

• Buku II : Kejahatan (ps 104 – 488)


• Buku III : Pelanggaran (ps 489 – 569)
Beberapa UU yang merubah & menambah KUHP
• UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan beberapa istilah, penghapusan beberapa
pasal, penambahan pasal-pasal baru : Bab IX - XVI
• UU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a KUHP --> pidana Tutupan
• UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527
• UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku di seluruh Indonesia, tambahan Ps
52a, 142a, 154a
• UU drt No. 1/1960 : menambah ancaman pidana dari Ps 188, 359, 360 menjadi 5 Tahun
penjara atau 1 tahun kurungan
• UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan beberapa istilah, penghapusan beberapa
pasal, penambahan pasal-pasal baru : Bab IX - XVI
• UU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a KUHP --> pidana Tutupan
• UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527
• UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku di seluruh Indonesia, tambahan Ps
52a, 142a, 154a
• UU drt No. 1/1960 : menambah ancaman pidana dari Ps 188, 359, 360 menjadi 5 Tahun
penjara atau 1 tahun kurungan

b. UU Pidana di luar KUHP

• UU Anti Subversi, UU No. 11/PNPS/1963 (Sudah dihapus)


• UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No. 20/2001 jo UU No. 31/1999
• UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No. 7/drt/1955
• Perpu 1/2002 à UU 15/2003 Anti Terorisme
• UU Money Laundering

Contoh UU non pidana yang memuat sanksi pidana


• UU Lingkungan
• UU Pers
• UU Pendidikan Nasional
• UU Perbankan
• UU Pajak
• UU Partai Politik
• UU pemilu
• UU Merek
• UU Kepabeanan
• UU Pasar Modal

1.Hukum Pidana Umum & Khusus


- H. Pidana Umum
1. H.Pidana non militer
2. KUHP & UU yg merubah & menambahnya
3. H. Pidana yg. Berlaku umum (KUHP, TPE,TPK, TPS, dll)
- H. Pidana Khusus
1. H. Pidana militer
2. TPE,TPK,TPS, H.Pid. militer, H.Pid. Fiskal
3. UU non pidana yg. Bersanksi pidana

2. Pasal 1 KUHP
1. Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada sebelumnya.
2. Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka
terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan .

F. Asas-Asas Dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP


1. Asas Legalitas
2. Asas Larangan berlaku surut
a. Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak ke belakang
- Nasional
• Ps 28i UUD 1945
• Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999
• Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000
• Perpu 1/2002 & 2/2002 à UU 15/2003 ; UU 16/2003
- Internasional
• Ps 15 (1) dan (2) ICCPR
• Ps 22, 23, dan 24 ICC

3. Asas Larangan penggunaan Analogi

G. Tempus Delicti & Locus Delicti

a. Tempus delicti penting diketahui dalam hal - hal


• 1. Kaitannya dg Ps 1 KUHP
• 2. Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa
• 3. Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku tindak pidana anak : Ps 45,46,47 KUHP atau
UU Pengadilan Anak
- Teori - Teori Tempus Delicti
• 1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad)
• 2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het instrumen)
• 3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
• 4. Teori waktu yg jamak (de leer van de meervoudige tijd)
b.Locus Delicti penting diketahui dalam hal-hal :
1. Hukum pidana mana yang akan diberlakukan
2. H. Indonesia atau H. negara lain
3. Kompetensi relatif suatu pengadilan
- Teori – Teori Locus Delicti
• 1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad)
• 2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het instrumen)
• 3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
• 4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de meervoudige tijd)
H. Asas – Asas Berlakunya Hukum Pidana
1. Asas Berlakunya Hukum Pidana
• Asas Teritorialitas/ wilayah : Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976
• Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2 dan 4 --> Ps 8 KUHP , UU No. 4/1976 ,
Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999
• Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif : Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP
• Asas Universalitas : Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976 “melakukan kejahatan tentang
mata uang, uang kertas negara atau uang kertas Bank”

2. Asas berlakunya Hukum Pidana ( Beberapa masalah )


• Wilayah Indonesia ?
• Kapal :
a. kapal Indonesia
b. kapal perang
c. kapal dagang
• Prinsip ius passagii innoxii
• Asas Universalitas :
- Kejahatan Terorisme ?
- Kejahatan HAM berat ?

3. Asas Berlakunya Hukum Pidana ( Pengecualian )


• Ps 9 KUHP : Hukum publik internasional membatasi berlakunya Ps 2,3,4,5, 7, dan 8
KUHP
• Termasuk yg memiliki imunitas h.pidana : Sesuai perjanjian Wina 18/4/1961
• Yg memiliki imunitas :
1. Kepala-kepala negara & keluarganya (sec. resmi, bukan incognito/singgah)
2. Duta negara asing & keluarganya --> konsul : tergantung traktat antar negara.
3. Anak buah kapal perang asing : termasuk awak kapal terbang militer
4. Pasukan negara sahabat yg berada di wilayah negara atas persetujuan negara

I. Tindak Pidana
a. Istilah Tindak Pidana
• Strafbaar feit
• Perbuatan pidana
• Peristiwa pidana
• Tindak pidana
• Delict / Delik
• Criminal act
• Jinayah

b. Defenisi Tindak Pidana


• Simons : “kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat melawan hukum yg berhubungan
dg kesalahan & dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab”
• Van Hamel : “kelakuan manusia yg dirumuskan dalam UU, melawan hukum, yg patut
dipidana & dilakukan dg kesalahan”
• Vos : “suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi pidana; jadi suatu kelakuan
manusia yg pada umumnya dilarang & diancam dengan pidana”
• Aliran Monistis ………...
• Aliran Dualistis …………..

c. Jenis-Jenis Tindak Pidana


• Delik Kejahatan & Delik pelanggaran
• Delik Materiil & Delik Formil
• Delik Komisi & Delik Omisi
• Delik Dolus & Delik Culpa
• Delik Biasa & Delik Aduan
• Delik yg Berdiri sendiri & Delik Berlanjut
• Delik Selesai & Delik yg diteruskan
• Delik Tunggal & Delik Berangkai
• Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi; Delik Berprivilege
• Delik Politik & Delik Komun (umum)
• Delik Propia & Delik Komun (umum)

d. Subjek Tindak Pidana


• Manusia (natuurlijk personen)
• Korporasi
• Badan hukum

e. Unsur-Unsur Tindak Pidana (Prof. Bemmelen)


• Di dalam perumusan (bagian)
• dimuat dalam surat dakwaan
• semua syarat yg dimuat dalam rumusan delik merup-akan bagian-bagian, sebanyak itu
pula, yg apabila dipenuhi membuat tingkah laku menjadi tindakan yg melawan hukum
1. Tingkah laku yg dilarang
2. Bagian subyektif : kesalahan, maksud, tujuan, niat, rencana, ketakutan
3. Bagian obyektif : secara melawan hukum, kausalitas, bagian2 lain yg menentukan
dapat dikenakan pidana (syarat tambahan; keadaan)
4. Bagian yg mempertinggi dapatnya dikenakan pidana
• Di luar perumusan (unsur) : syarat dapat dipidana
1. Secara melawan hukum
2. Dapat dipersalahkan
3. Dapat dipertanggungjawabkan

J. KESALAHAN
1. Pengertian :
Dapat dipersalahkan, dalam arti luas : Dolus & Culpa, dan dalam arti sempit : Culpa.

2. Dolus / opzet ( Sengaja )


• Apakah sengaja itu ?
Sengaja = willens (dikehendaki) en wetens (diketahui) (MvT- 1886)
• Teori2 “sengaja” :
(a) teori kehendak (wils theorie)
“ opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik dikehendaki si pelaku”
(b) teori bayangan (voorstellings-theorie)
“opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan perbuatan, ada
bayangan yg terang bahwa akibat yg bersangkutanakan tercapai, maka dari itu ia
menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu”

3. Istilah2 dalam rumusan tindak pidana


• Dengan sengaja : Ps 338 KUHP
• Mengetahui bahwa : Ps 220 KUHP
• tahu tentang : Ps 164 KUHP
• dengan maksud : Ps 362, 378, 263 KUHP
• niat : Ps 53 KUHP
• dengan rencana lebih dahulu : Ps 340, 355 KUHP

4. Macam - macam opzet


• Sengaja sebagai maksud/ tujuan (opzet als oogmerk)
• Sengaja sebagai kesadaran (keinsyafan) kepastian (opzet bij
zekerheidsbewustzijn)
• Sengaja sebagai kesadaran (keinsyafan) kemungkinan (opzet bij mogelijkheids-
bewutzijn)
• Sengaja sebagai maksud/ tujuan :
• - apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya;
• - tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya tidak
terjadi (Vos)
• Sengaja sebagai keinsyafan kepastian :
• - pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya tidak akan tercapai tanpa
terjadinya akibat yg tidak dimaksud
• Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan:
• - pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak dikehendaki akan terjadi untuk
mencapai akibat yg dimaksudnya
• 2 macam sengaja sbg keinsyafan kemungkinan ( Hazewinkel-Suringa) :
• (a) sengaja dg kemungkinan sekali terjadi
• (b) sengaja dg kemungkinan terjadi / sengaja bersyarat/ dolus eventualis

5.Culpa
• KUHP : tidak ada definisi
• MvT : kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg kesengajaan dan di fihak lain dengan
hal yg kebetulan
• Macam2 Culpa :
1. culpa levis ; culpa lata
2. culpa yg disadari (bewuste) : culpa yg tidak disadari (on bewuste)
• Syarat adanya kealpaan :
1. Hazewinkel-Suringa : 1) kekurangan menduga-duga; 2) kekurangan berhati-
hati
2. van Hamel : 1) tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan hukum; 2) tidak
berhati-hati sebagaimana diharuskan hukum
3. Simons : pada umumnya “schuld” (kealpaan) mempunyai 2 unsur : 1) tidak
berhati-hati; 2) dapat diduganya akibat.

K. KAUSALITAS
1. Pengertian
• Hal sebab-akibat
• Hubungan logis antara sebab dan akibat
• Persoalan filsafat yang penting
• Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus menjadi sebab peristiwa lain
• Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di suatu masa lalu
• Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana (bukan makna di atas), tetapi makna
yang dapat dilekatkan pada pengertian kausalitas agar mereka dapat menjawab persoalan siapa
yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu
2. Ajaran Kausalitas
• Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri)
• Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima : Birkmeyer , Mulder
• Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe, Rumelink)
• Teori Relevansi : Langemeyer

3.Kapankah diperlukan Ajaran Kausalitas?


•Delik Materiil : perbuatan yang menyebabkan konsekuensi-konsekuensi tertentu, dimana
perbuatan tersebut kadang tercakup dan kadang tidak tercakup sebagai unsur dalam
perumusan delik, mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360
• Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva per omissionem/ Oneigenlijke
Omissiedelicten) : Pelaku tidak melakukan kewajiban yang dibebankan padanya dan
dengan itu menciptakan suatu akibat yang sebenarnya tidak boleh ia ciptakan. Ia sekaligus
melanggar suatu larangan dan perintah; ia sesungguhnya harus menjamin bahwa suatu
akibat tertentu tidak timbul.
• Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir : tindak pidana yang karena situasi dan kondisi
khusus yang berkaitan dengan pelaksanaan tindakan yang bersangkutan atau karena akibat-
akibat khusus yang dimunculkannya, diancam dengan sanksi pidana yang lebih berat
ketimbang sanksi yang diancamkan pada delik pokok tersebut.
• (pengkualifikasian delik juga dapat dilakukan atas dasar akibat yang muncul setelah delik
tertentu dilakukan, mis. Ps 351 (1) → Ps 351 (2)/ → Ps 351 (3)

Anda mungkin juga menyukai