Anda di halaman 1dari 335

HUKUM PIDANA

HPI 10102
3 SKS

Tim Pengajar Hukum Pidana


Fakultas Hukum Uiniversitas Indonesia

KULIAH 1
Arti dan Ruang Lingkup Hukum Pidana
Sumber-sumber Hukum Pidana Di
Indonesia
Pembagian Hukum Pidana :

Pengertian Hukum Pidana


Prof. Moeljatno

Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di


suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :
1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg
dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi
barangsiapa melanggar larangan tsb; Criminal Act
2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yg telah diancamkan ; Criminal Liability/ Criminal
Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil
3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tsb. Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana

Pengertian Hukum Pidana


Prof. Pompe

Hukum Pidana adalah semua aturanaturan hukum yang menentukan terhadap


perbuatan-perbuatan apa yang
seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah
macamnya pidana itu

Pengertian Hukum Pidana


Prof. Simons

Hukum Pidana adalah kesemuanya


perintah-perintah dan larangan-larangan
yang diadakan oleh negara dan yang
diancam dengan suatu nestapa (pidana)
barangsiapa yang tidak mentaatinya,
kesemuanya aturan-aturan yg menentukan
syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan
kesemuanya aturan-aturan untuk
mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan
pidana tersebut.

Pengertian Hukum Pidana


Prof. Van Hamel

Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar


dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu
negara dalam menyelenggarakan
ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu
dengan melarang apa yang bertentangan
dengan hukum dan mengenakan suatu
nestapa kepada yang melanggar
larangan-larangan tersebut

Pembagian Hukum Pidana


Hukum Pidana
Materiil (Hukum
Pidana)

Hukum Pidana Formil


(Hukum Acara
Pidana)

Ilmu Hukum Pidana & Ilmu-ilmu lainnya


Kriminologi
Kriminalistik
Ilmu Forensik
Psikiatri Kehakiman
Sosiologi Hukum

KUHP dan Sejarahnya


Andi Hamzah
- Jaman VOC
- Jaman Hindia
Belanda
- Jaman Jepang
- Jaman Kemerdekaan

Utrecht
-Jaman VOC
-Jaman Daendels
-Jaman Raffles
-Jaman Komisaris
Jenderal
-Tahun 1848-1918
-KUHP tahun 1915
-sekarang

Jaman VOC

Statuten van Batavia


Hk. Belanda kuno
Asas2 Hk. Romawi
Di daerah lainnya berlaku Hukum
Adat
mis. Pepakem Cirebon

Jaman Hindia Belanda


Dualisme dalam H. Pidana
1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55)
-->
Orang Eropa
2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --> Orang Indonesia
& Timur Asing
Unifikasi :
Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch - Indie
- Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku 1/1/1918
disertai
- Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497) :
mengatur peralihan dari H. Pidana lama --> H. Pidana
baru.

Jaman Jepang
WvSI masih berlaku
Osamu Serei (UU) No. 1
Tahun 1942, berlaku 7/3/1942
H. Pidana formil yang
mengalami banyak
perubahan

Jaman Kemerdekaan
UUD 1945 Ps. II
Aturan Peralihan
Segala Badan Negara
dan Peraturan yang
ada masih berlaku
selama belum
diadakan yang baru
menurut UUD ini

Jaman Kemerdekaan
UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang Hukum
Pidana yang berlaku di Indonesia
Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946)
PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera
UU No. 73 Tahun 1958 : Undang-undang tentang
menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah RI dan
mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana

SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI


INDONESIA
KUHP (beserta UU yang
mengubah & menambahnya)
PerUU Pidana (perUU Hk
Pidana ?) di luar KUHP
Ketentuan Pidana dalam
Peraturan perundangundangan non-hukum pidana

KUHP
Buku I : Ketentuan Umum (ps 1 ps 103)
Pasal 103 Ketentuan-ketentuan dalam Bab I
sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagi
perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan
perundang-undangan lainnya diancam dengan
pidana, kecuali jika oleh undang-undang
ditentukan lain

Buku II : Kejahatan (ps 104 488)


Buku III : Pelanggaran (ps 489 569)

Beberapa UU yang mengubah KUHP (1)


UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan beberapa
istilah, penghapusan beberapa pasal, penambahan pasalpasal baru : Bab IX - XVI
UU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a KUHP -->
pidana Tutupan
UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527
UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku di
seluruh Indonesia, tambahan Ps 52a, 142a, 154a
UU drt No. 1/1960 : menambah ancaman pidana dari Ps
188, 359, 360 menjadi 5 Tahun penjara atau 1 tahun
kurungan

Beberapa UU yang mengubah KUHP (2)


Perpu No. 16/1960 : penambahan nilai terhadap beberapa
kejahatan ringan : Ps 364, 373, 379, 384, 407 (1)
Perpu No. 18/1960 : pidana denda dilipatgandakan 15 X
(ditetapkan mjd UU melalui UU No. 1/1961-check)
UU No. 1/PNPS/1965 : tambahan Ps 156 a
UU No. 7/1974 : tambahan sanksi untuk judi Ps 303
menjadi 10 juta & denda 25 juta, Ps 542 (1) menjadi
Kejahatan, Ps 303 bis pidana menjadi 4 tahun, denda 10
juta.
UU No. 4/1976 perubahan dan penambahan tentang
Kejahatan penerbangan : Ps 3, Ps 4 angka 4, Ps 95a,
95b,95c, Bab XXIX A.
UU No. 20/2001 : menghapus pasal-pasal tentang korupsi
dari KUHP

UU Hukum Pidana di luar KUHP


UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No.
31/1999 sebagai mana diubah oleh UU
No. 20/2001
UU Tindak Pidana Ekonomi, UU
No.7/drt/1955
UU 15/2003 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme
UU tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang UU No ./2010

Contoh UU non hukum pidana


yang memuat sanksi pidana

UU Lingkungan
UU Pers
UU Pendidikan Nasional
UU Perbankan
UU Pajak
UU Partai Politik
UU pemilu
UU Merek
UU Kepabeanan
UU Pasar Modal
etc

Hukum Pidana Umum & Khusus


Dasar
Pembedaan
???

Hukum Pidana
Umum

Subyek

H.Pidana non militer

Substansi

KUHP & UU yg mengubah

UU Hukum Pidana yg. Berlaku


Tempat
pengaturan ? umum (KUHP, TPE,TPK, TPS,
dll)
??

Hukum Pidana
Khusus
H. Pidana militer

TPE, TPK, TPS, H.Pid. militer,


H.Pid. Fiskal
UU non hukum pidana yg.
Bersanksi pidana

KULIAH 2
Berlakunya Hukum Pidana Menurut
Waktu
Berlakunya Hukum Pidana Menurut
Tempat

Pasal 1 KUHP
(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana,
kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah ada
sebelumnya.
(2) Jika ada perubahan dalam perundangundangan sesudah perbuatan dilakukan,
maka terhadap terdakwa diterapkan
ketentuan yang paling menguntungkan .

ASAS YG TERCAKUP
DLM PASAL 1 (1) KUHP
Nullum delictum, nulla poena sine praevia
lege poenali :
Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu
peraturan yg terlebih dahulu menyebut
perbuatan yang bersangkutan sebagai
suatu delik dan yang memuat suatu
hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik itu
3 prinsip, sbb:

Asas legalitas mengandung 3 prinsip:


1. Aturan hukum pidana harus tertulis
2. Larangan berlaku surut
3. Larangan penggunaan Analogi

1. Aturan hukum pidana harus tertulis


(lex scripta)

Aturan hukum pidana harus mrpkn atauran yg


dibuat oleh badan legislatif (produk legislatif)
Produk legislatif yg dimaksud adl dlm bentuk
UU atau Perda
Aturan tsb harus jelas rumusannya (lex certa)
dan tdk multi tafsir
Hukum adat ? Merupakan pengecualian ?
Lihat UU Drt No.1/1951 dan R-KUHP Ps. 1
ayat (3)

2. LARANGAN BERLAKU SURUT


(non retroaktif)
Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak ke
belakang :

mundur (ke belakang)

harus ke depan (maju)

(Dilarang) ---------- UU Pidana ---------------


Perlu diketahui kapan suatu tindak pidana terjadi (wkt
terjadinya tindap pidana = tempus delicti.

Teori2 Tempus Delicti


1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de
lichamelijke daad)
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de
leer van het instrument)
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
4. Teori waktu yg jamak (de leer van de
meervoudige tijd)

Tempus delicti penting diketahui dalam


hal2 :
Kaitannya dg Ps 1 KUHP
Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa
Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku
tindak pidana anak : UU Pengadilan Anak

Larangan berlaku surut dalam berbagai ketentuan


selain yang diatur dalam Ps. 1 ayat (1) KUHP

Internasional:
Ps 15 (1) ICCPR: hukum tidak berlaku surut
Ps 15 (2) ICCPR pengecualian, untuk kejahatan
menurut hukum kebiasaan international: boleh
berlaku surut
Ps 22, 23, dan 24 ICC (Statuta Roma)
Nasional
Ps 28i UUD 1945
Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999

Ps 28i UUD 1945


Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun.

UU No. 39/ 1999 ttg HAM


Ps 18 (2)

Setiap orang tidak


boleh dituntut untuk
dihukum atau dijatuhi
pidana, kecuali
berdasarkan suatu
peraturan perundangundangan yang sudah
ada sebelum tindak
pidana itu dilakukan

Ps 18 (3)
Setiap ada
perubahan dalam
peraturan perundangundangan maka berlaku
ketentuan yang paling
menguntungkan bagi
tersangka

Pengecualian Larangan Berlaku Surut


Ps 1 ayat (2) KUHP dalam hal tjd perubahan
UU yg meringankan bagi tdkw, digunakan UU
yg baru
Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000 (UU Pengadilan
HAM) diperlukan syarat2 ttt, al: pembentukan
pengadilan HAM ad hoc dgn persetujuan DPR
Perpu 1/2002 & 2/2002 UU 15/2003 (UU
Pemberantasan TP Terorisme) ; UU 16/2003 yang
memberlakukan UU No. 15/2003 untuk kasus Bom
Bali (UU No. 16/2003 dibatalkan oleh MK)

UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan HAM


(bisa berlaku surut )

(1) Pelanggaran hak asasi


manusia yg. Berat yg. terjadi
sebelum diundangkannya UU
ini, diperiksa dan diputus oleh
pengadilan HAM ad hoc.
(2) Pengadilan HAM ad hoc
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dibentuk atas usul DPR
Indonesia berdasarkan
peristiwa tertentu dg.
Keputusan presiden.

Penjelasan Ps 43 (2)
Dalam hal DPR Indonesia
mengusulkan dibentuknya
Pengadilan HAM ad hoc, DPR
Indonesia mendasarkan pada
dugaan telah terjadinya
pelanggaran HAM yang berat
yg dibatasi pada locus dan
tempus delicti tertentu yg
terjadi sebelum
diundangkannya undangundang ini.

UU Pemberantasan TP Terorisme
dan Putusan MK
MK membatalkan ketentuan berlaku surut
dalam UU Pemberantasan TP Terorisme
(UU No.16/2003) karena bertentangan
dengan UUD 1945

3. Larangan penggunaan analogi


1. Penafsiran diperbolehkan dalam hukum
pidana karena diperlukan utk memahami UU
hukum pidana yang tidak selalu jelas
rumusannya
2. Analogi tdk diperbolehkan krn analogi bukan
penafsiran melainkan metode konstruksi
3. Penafsiran yg dikenal dalam huk pidana, sbb:

JENIS-JENIS PENAFSIRAN
- Otentik
- Sistematis
- Gramatikal
- Historis
- Sosiologis
- Teleologis
- Ekstensif

Penafsiran Ekstensif Vs Analogi ?

Putusan HR 23 Mei 1921 (kasus pencurian


listrik di Gravenhage)
Putusan Rechtbank Leeuwarden, 10 Des
1919 (pencurian sapi)
Taverne Vs para sarjana pidana lainnya (Van
Hattum, Simons, Zevenbergen, Van Hamel)

Pendapat Scholten
(dan juga Utrecht)

Pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara penafsiran


ekstensif dan analogi. Dalam kedua hal itu hakim membuat
konstruksi , yaitu membuat (mencari) suatu pengertian
hukum yang lebih tinggi. Hakim membuat suatu kaidah
yang lebih tinggi dan yang dapat dijadikan dasar beberapa
ketentuan yang mempunyai kesamaan.
Mis.
Mengambil = mengadakan suatu perbuatan yang bermaksud
memindahkan sesuatu benda dari tangan yang satu ke tangan yang
lain

Pendapat Scholten
(dan Utrecht)
PENAFSIRAN
EKSTENSIF
Hakim meluaskan
lingkungan kaidah yang
lebih tinggi sehingga
perkara yang
bersangkutan termasuk
juga di dalamnya

ANALOGI
Hakim membawa
perkara yang harus
diselesaikan ke dalam
lingkungan kaidah yang
lebih tinggi

Pasal 1 Ayat (2) KUHP


1.UU dimungkinkan utk berlaku surut
2.3 syarat memberlakukan surut suatu UU
a. terjadi perubahan UU
b. perubahan tjd setelah tindak pidana
dilakukan
c. perubahan menguntungkan bg
TSK/TDW
3. Disebut sbg hukum transitoir

Pasal 1 ayat (2) KUHP


-+-----------+---------------+---->
UU
Perbuatan
Perubahan UU
Apa yg dimaksud dgn Perubahan UU ?
Teori : (1) Teori formil (2) Teori materiil
terbatas (3) Teori materiil tidak terbatas

Apa yg dimaksud dgn Paling

menguntungkan bg tersangka/terdakwa?

Yg menguntungkan bg TSK/TDKW
Hal ini tidak dapat ditentukan sec. Umum
(in abstracto), dan hanya dapat ditentukan untuk
masing2 perkara sendiri (in concreto).
Yang menguntungkan bagi TSK/TDKW:
sanksi menjadi lebih ringan, diubah menjadi delik
aduan, unsur- unsur pokok delik menjadi lebih
banyak (ditambah)
(Periksa : Utrecht h.228)

Perubahan UU yg dimaksud
Pasal 1 ayat (2) KUHP
Teori Formil :Ada perubahan undang-undang kalau redaksi undangundang pidana berubah (Simons)
ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps 295 sub 2 KUHP, batas
dewasa 23 21 tahun dlm BW
Teori Materiil Terbatas : Tiap perubahan sesuai dg suatu perubahan
perasaan (keyakinan) hukum pada pembuat undang-undang (jadi tidak
boleh diperhatikan perubahan keadaan karena waktu)
Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan baik dalam perasaan
hukum dari pembuat undang-undang maupun dalam keadaan karena
waktu boleh diterima sebagai suatu perubahan dalam undang-undang
Sesuai HR 5 Des 1921

Perubahan kesadaran/perasaan
hukum
Menjadi tidak dapatnya dihukum suatu
perbuatan
Menjadi dapat dihukumnya suatu perbuatan
Diperberat/diperingan pidana atas suatu
perbuatan.
(Baca lebih lanjut dalam buku Lamintang Putusan MA, dalam
bag. Berlakunya UU Pidana Menurut Waktu)

Perubahan UU terjadi setelah tindak


pidana dilakukan
Yang harus diperhatikan:
1.Waktu terjadinya tindak pidana (tempus
delictie)
2.Teori2 tempus delicti

Berlakunya Hukum Pidana


menurut tempat

Berlakunya Hukum Pidana menurut


Tempat

Untuk mengetahui hukum pidana


negara mana yang digunakan: hukum
pidana Indonesia atau hukum pidana
negara lain.

Asas2 Berlakunya Hukum Pidana menurut tempat(1)

Indonesia menganut asas2 di bawah dibuktikan dgn dasar


hukum yg terdapat dalam KUHP:
Asas Teritorialitas/ wilayah :
Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976
Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2 dan 4 --> Ps
8 KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16
UU 31/1999
Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif :
Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP
Asas Universalitas :
Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas
negara atau uang kertas Bank

Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana


Menurut Tempat
1.Asas teritorial/wilayah
berlakunya hukum pidana sesuai tempat
terjadinya tindak pidana
Pasal 2 dan 3 KUHP
KUHP Indonesia
TP terjadi di Indonesia
Pelaku WNA/WNI

Berlaku teori2 locus delicti

UU No.43/2008 tentang Wilayah Negara


Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang selanjutnya disebut dengan Wilayah
Negara adalah salah satu unsur negara yang
merupakan satu kesatuan wilayah daratan,
perairan pedalaman, perairan kepulauan dan
laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di
bawahnya, serta ruang udara di atasnya,
termasuk seluruh sumber kekayaan yang
terkandung di dalamnya.

Batas Wilayah
Pasal 5
Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta
ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral dan/atau trilateral
mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional.
Pasal 6
(1) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, meliputi:
a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, dan Timor
Leste;
b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, Singapura,
dan Timor Leste; dan
c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya
dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasional.
(2) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk titik-titik
koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral.
(3) Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara lain, Indonesia
menetapkan Batas Wilayah Negara secara unilateral berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional.

Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana


2. Asas Nasionalitas Aktif/Personalitas
Pasal 5 6 (perluasan Ps. 5) & 7 KUHP

KUHP Indonesia
TP terjadi di luar Indonesia
Pelaku WNI (perlindungan terhadap WNI)
Utk jenis delik kejahatan ( ..?..)

Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana


3. Asas Nasionalitas Pasif/Perlindungan
Pasal 4 dan 8 KUHP

KUHP Indonesia
TP terjadi di mana saja (di luar Ind)
Pelaku WNA/WNI
Melindungi kepentingan negara/nasional

4. Asas universal
Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
melakukan kejahatan ttg mata uang, uang
kertas negara atau uang kertas Bank
Untuk melindungi kepentingan dunia

Teori2 Locus Delicti


1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de
lichamelijke daad)
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de
leer van het instrument)
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de
meervoudige tijd)

Locus delicti penting diketahui dalam


hal2 :
Hukum pidana mana yang akan
diberlakukan?
- Hukum Indonesia atau Hukum negara lain
Kompetensi relatif suatu pengadilan
- contoh : PN Jakarta Selatan atau PN
Bogor

Teori mana yg dipilih ?


Van Hamel, Simons :
Bergantung sifat dan corak perkara konkret
yang hendak diselesaikan
Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen, NoyonLangemejer :
Mempergunakan 3 teori secara teleologis
Periksa buku Utrecht hal 239

Surabaya
Semarang
Cirebon
---- racun --> ----diminum ---> ----- mati
A --> B
B
B

Meervoudige locus delicti


Hakim diberi kemerdekaan memilih di
antara 3 locus delicti ini

Asas2 berlakunya H. Pidana : Beberapa masalah

Kapal :
a) kapal Indonesia
b) kapal perang
c) kapal dagang
Prinsip ius passagii innoxii (thdp kapal, maka
berlaku hk pidana di wilayah mana kapal
melintas/lewat)
Asas Universalitas :
- Kejahatan Terorisme ?
- Kejahatan HAM berat ?
-tindak pidana terjadi di ZEE dan landas kontinen ?

Asas2 Berlakunya H. Pidana : Pengecualian (2)


Ps 9 KUHP : Hukum publik internasional
membatasi berlakunya Ps 2,3,4,5, 7, dan 8 KUHP
Termasuk yg memiliki imunitas h.pidana : Sesuai
perjanjian Wina 18/4/1961
Yg memiliki imunitas :
1) Kepala-kepala negara & keluarganya (sec. resmi,
bukan incognito/singgah)
2) Duta negara asing & keluarganya --> konsul :
tergantung traktat antar negara.
3) Anak buah kapal perang asing : termasuk awak
kapal terbang militer
4) Pasukan negara sahabat yg berada di wilayah
negara atas persetujuan negara

Menurut perjanjian Wina


18/4/1961, maka keluarga
termasuk memiliki imunitas (hak
eksteritorial)
Untuk ketua organisasi
internasional biasanya dilindungi
(tergantung traktat antar negara).

KULIAH 3

Istilah
Definisi
Cara Merumuskan Tindak Pidana
Subjek Tindak Pidana
Unsur-Unsur Tindak Pidana

Tindak Pidana
Istilah
Tindak pidana
Perbuatan pidana
Peristiwa pidana
Strafbaar feit
Delict / Delik
Criminal act
Jinayah
Apa alasan dan implikasi penggunaan istilah
tindak pidana, perbuatan pidana dan peristiwa
pidana ?

Tindak Pidana
Definisi

Simons : kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat melawan


hukum yg berhubungan dg kesalahan & dilakukan oleh orang yg
mampu bertanggung jawab

Van Hamel : kelakuan manusia yg dirumuskan dalam UU,


melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg kesalahan

Vos : suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi pidana;


jadi suatu kelakuan manusia yg pada umumnya dilarang & diancam
dengan pidana

Aliran Monistis ...


Aliran Dualistis ..

Aliran Monistis
Tidak memisahkan antara perbuatan dan
pertanggungjawaban
Dalam rumusan tindak pidana sekaligus tercakup unsur
perbuatan/akibat dan unsur kesalahan/pertanggungjawaban

Aliran Dualistis
Memisahkan secara tegas antara
perbuatan (pidana) dan
pertanggungjawaban pidana
Dalam rumusan tindak pidana hanya
tercantum unsur perbuatan/akibat
tanpa unsur kesalahan

TINDAK PIDANA:
Pada dasarnya ada 3 cara merumuskan Tindak Pidana

Disebutkan unsur-unsurnya &


disebut kualifikasinya
(namanya) --> mis, Ps 362
KUHP
disebutkan kualifikasinya tanpa
disebut unsur-unsurnya --> mis.
Ps 184, Ps 297, Ps 351
disebutkan unsur-unsurnya,
tidak disebut kualifikasinya -->
mis. Ps 167, Ps 209, Ps 322

Subjek Tindak Pidana


Manusia (natuurlijk persoon)

Korporasi

adanya kebutuhan untuk memidana


korporasi:

a) Cara merumuskan
Barangsiapa .
b) Hukuman : mati, penjara,
kurungan (Ps 10 KUHP),
hanya dapat dikenakan pada
manusia
c) Pertanggungjawaban
pidana disandarkan pada
kesalahan, yang hanya
mungkin dimiliki oleh
manusia (orang)

R-KUHP, UU Hk. Pidana Khusus


dan UU non H. Pidana, korporasi:
- Badan Hukum
- Bukan badan hukum
UU TPE, UU Pemberantasan
T.P. Korupsi, UU Pencucian
Uang ,UU Pemberantasan TP
Terorisme
Badan Usaha (UU ITE: 11/2008)
Badan Publik (UU KIP: No.
14/2008)

Unsur-Unsur Tindak Pidana


Unsur2 dalam perumusan
A. Unsur Obyektif

- perbuatan (aktif/pasif) atau


akibat
-melawan hukum
B. Unsur Subyektif
-Manusia (pelaku)
- kesalahan :
(a) kesengajaan; atau
(b) kealpaan
C. Keadaan
D. Syarat tambahan untuk
pemidanaan

Unsur2 di luar perumusan


- melawan hukum (materil)
- Kesalahan dalam arti materiil
dapat dipersalahkan (dicela)
sehingga dapat
dipertanggungjawabkan
(verwijtbaarheid)

Apa gunanya unsur (tertulis) ?


Secara umum:
Untuk memberikan ciri/kekhasan antara
satu delik dgn delik lainnya
Untuk pembeda suatu delik dgn delik2 yang
lain
Untuk dibuktikan di persidangan oleh JPU

Tindak Pidana
Unsur-unsur (van Bemmelen)
Di dalam perumusan (bagian)
dimuat dalam surat dakwaan
semua syarat yg dimuat dalam rumusan delik
merupakan bagian-bagian, sebanyak itu pula,
yang apabila dipenuhi membuat tingkah laku
menjadi tindakan yang melawan hukum
1.Tingkah laku/akibat yang dilarang /diharuskan
(Bagian Obyektif)
2.Bagian yang terkait dengan bagian obyektif:
melawan hukum
3. Manusia/pelaku (Bagian subyektif)
4. Bagian yang terkait dengan pelaku: kesalahan
(kesengajaan atau kealpaan)
5. Keadaan (keterangan mengenai bagian
obyektif atau bagian subyektif)
6. Syarat tambahan untuk pemidanaan
4. Bagian yg dapat memperberat/memperingan
pidana

Di luar perumusan (unsur) :


syarat dapat dipidana
1. Melawan hukum (materil)
2. Dapat dipersalahkan (dicela)
sehingga dapat
dipertanggungjawabkan
Umumnya dianggap
ada/terpenuhi sehingga tdk perlu
dibuktikan, kecuali ada alasan
yang kuat bahwa unsur/syarat
tsb perlu dibuktikan bhw unsur
tsb tdk ada/tdk terpenuhi akan
dibahas lbh lanjut di materi dasar
penghapus pidana.

Contoh unsur2 dalam rumusan tindak


pidana
Pasal 362 KUHP

barangsiapa
mengambil
barang
- yg sebagian/ seluruhnya
kepunyaan orang lain
dengan maksud memiliki
secara melawan hukum

Pasal 338 KUHP


barangsiapa
dengan sengaja
menghilangkan nyawa
orang lain

Contoh unsur dalam rumusan tindak pidana


Pasal 285

barangsiapa
dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan
memaksa
seorang wanita
bersetubuh dengan dia
di luar perkawinan

Pasal 359

barangsiapa
karena kealpaannya
menyebabkan orang
lain mati

KULIAH 4
Tentang Penggolongan Tindak Pidana

Tindak Pidana

Pembagian Tindak Pidana (Jenis Delik)

Delik Kejahatan & Delik pelanggaran


Delik Materiil & Delik Formil
Delik Komisi & Delik Omisi
Delik Dolus & Delik Culpa
Delik Biasa & Delik Aduan
Delik yg Berdiri sendiri & Delik Berlanjut
Delik Selesai & Delik yg diteruskan
Delik Tunggal & Delik Berangkai
Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi; Delik Berprivilege
Delik Politik & Delik Komun (umum)
Delik Propia & Delik Komun (umum)
Pembagian delik menurut kepentingan yg dilindungi :
Lihat judul-judul bab pada Buku II dan Buku III KUHP

Jenis Delik
Kejahatan
(misdrijf)

dlm. MvT : sebelum ada UU


sudah dianggap tidak baik
(recht-delicten)
Hazewinkel-Suringa : tidak
ada perbedaan kualitatif,
hanya perbedaan kuantitatif
a) Percobaan : dipidana
b) Membantu : dipidana
c) Daluwarsa : lebih panjang
d) Delik aduan : ada
e) Aturan ttg Gabungan berbeda

KUHP : Buku II

Pelanggaran
(overtreding)

dlm MvT : baru dianggap


tidak baik setelah ada UU
(wet delicten)
Perbedaan dg
kejahatan:

a) Percobaan : tidak dipidana


b) Membantu : tidak dipidana
c) Daluwarsa : lebih pendek
d) Delik aduan : tidak ada
e) Aturan ttg Gabungan berbeda
KUHP : Buku III

Jenis Delik
D. Materiil : Yang dirumuskan akibatnya
Ps 338, 368, Ps 187, dll
Perhatikan dgn seksama unsur2 dalam
pasal dlm menentukan delik materiil dan
delik formil, krn sering terjadi kerancuan.
Secara sekilas spt delik formil tp ternyata
delik materiil atau sebaliknya
D. Komisi : melanggar larangan dg
perbuatan aktif
D. Dolus : delik dilakukan dg sengaja,
mis. Ps 338, Ps 310, Ps 368

D. Formil : yang dirumuskan


bentuk perbuatannya --> Ps 362,
Ps 263, dll

D. Omisi : melakukan delik dg


perbuatan pasif

a) D. Omisi murni : melanggar perintah dg


tidak berbuat, mis. Ps 164, Ps 224 KUHP
b) D. Omisi tak murni : melanggar larangan
dg tidak berbuat, mis Ps 194 KUHP

D. Culpa : Delik dilakukan dg


kealpaan, mis. Ps205, Ps 359

Delik Pro Parte Dolus Pro Parte Culpa


Delik yang dalam perumusannya sekaligus
mencantumkan unsur kesengajaan dan unsur
kealpaan
Contoh: Ps 287, Ps480

Jenis Delik
Delik Biasa (bukan aduan)

penuntutannya tidak
memerlukan pengaduan,
mis. Ps 340, Ps 285
Cukup dengan laporan dari
setiap orang yang melihat/
mengetahui tindak pidana
tsb., tidak harus dengan
pengaduan dari korban
atau orang2 tertentu

Delik Aduan
penuntutannya
memerlukan pengaduan,
mis. Ps 310, Ps 284, Ps
367 (2)
Harus ada pengaduan dari
korban atau orang tertentu
yang ditetapkan UU

Delik Aduan
Ada 2 jenis:
1.Delik Aduan Absolut
2.Delik Aduan Relatif
Ad.1. Delik Aduan Absolut:
Delik yang pada hakekatnya/mutlak memerlukan pengaduan
untuk penuntutannya
Mis. Ps. 284, Ps.351
2. Delik Aduan Relatif:
Delik yang pada dasarnya merupakan delik biasa (bukan delik
aduan), tetapi karena ada hubungan tertentu antara pelaku dan
korban, maka berubah jenisnya menjadi delik aduan
Mis. Ps.367 ayat (2)

Delik Berdiri Sendiri

Terdiri atas satu delik yang


berdiri sendiri
Untuk pemidanaannya tidak
perlu menggunakan ketentuan
tentang gabungan TP; tinggal
melihat berapa ancaman
pidana dari Pasal yang
dilanggar

Delik Berlanjut
Terdiri atas dua atau lebih
delik, yang karena kaitannya
yang erat mengakibatkan
dikenakan satu sanksi kepada
terdakwa
Untuk pemidanaannya
menggunakan ketentuan
tentang gabungan TP, yaitu
Pasal 64 KUHP

Delik Berlanjut
Masih menjadi perdebatan apakah delik berlanjut (voortgezette
delict) sama dengan perbuatan berlanjut (voortgezette
handeling)
Sebagian sarjana (termasuk Utrecht) menyamakan
voortgezette delict dengan voortgezette handeling) dan untuk
pemidanaannya memakai ketentuan Pasal 64 KUHP, dengan
syarat:
Perbuatan perbuatan timbul dari 1 kehendak
Perbuatannya harus sejenis
Tenggang waktu antara 1 perbuatan dengan perbuatan yang
lain, tidak terlalu lama

Delik Selesai
Satu atau beberapa
perbuatan tertentu yang
selesai dalam suatu waktu
tertentu yang singkat
Mis: Pasal 362, Pasal 338

Delik Berlangsung terus


satu atau beberapa perbuatan
yang melangsungkan suatu
keadaan yang dilarang
Mis: Pasal 221, Pasal 261,
Pasal 333

Delik Tunggal

Delik di mana untuk dapat


dipidananya si pelaku
maka ybs. cukup
melakukan perbuatan
tersebut sebanyak satu
kali
Mis: Pasal 362, Pasal 338

Delik Berangkai
Delik di mana untuk dapat
dipidananya si pelaku maka
ybs. harus melakukan
perbuatan tersebut beberapa
kali (berulang-ulang, berturutturut)
Karena harus dilakukan
berulang-ulang: bisa berupa
pencaharian atau kebiasaan
(sebagai unsur yang
menentukan untuk
dipidananya pelaku)
Mis: Pasal 296, Pasal 481

Delik Pokok/sederhana
Delik yang dalam
perumusannya mencantumkan
unsur2 pokok yang
menentukan pemidanaannya
Pasal 362, Pasal 351 ayat (1)

Delik Berkualifikasi
Delik pokok yang ditambah
dengan unsur yang
memperberat pemidanaan
mis: Pasal 351 ayat (2),
Pasal 363, Pasal 365 ayat (4)
Delik Berprevilege
Delik pokok yang ditambah
dengan unsur yang meringan
pemidanaan
Mis: Pasal 308. Pasal 364

Delik Politik
Delik yang mengandung
unsur politik
Mis: Makar untuk
menggulingkan pemerintah
(Pasal 107), makar untuk
membunuh kepala negara
(Pasal 104)

Delik Komuna (bukan delik


politik)
Delik yang tidak
mengandung unsur politik
Mis: pembunuhan orang
biasa (Pasal 338), Pencurian
mobil (Pasal 362)

Delik Propria

Delik Komuna

Delik yang hanya dapat


dilakukan oleh orang2
tertentu (subjeknya adalah
orang-orang tertentu)
Mis: Pasal 308, Pasal
346, Pasal 449

Delik yang dapat


dilakukan oleh setiap
orang
Cirinya: Subjeknya adalah
barang siapa
Mis: Delik Pencurian
(Pasal 362), Delik
Pembunuhan (Pasal 338)

KULIAH 5
Tentang Ajaran Kausalitas
Sifat Melawan Hukum

KAUSALITAS
1. Pengertian ?
2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ?
3. Ajaran Kausalitas ?
Ilustrasi :
B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B, maka A
terlambat ; karena terlambat A mengendarai mobil dengan
kecepatan tinggi; A menubruk C sehingga luka-luka; C
dibawa ke RS dan dioperasi oleh dokter D; D meminta E
merawat dengan suntikan tertentu; E salah memberikan
obat pada C; C mati.

Pengertian Kausalitas
Hal sebab-akibat
Hubungan logis antara sebab dan akibat
Persoalan filsafat yang penting
Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus
menjadi sebab peristiwa lain
Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di
suatu masa lalu
Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana (bukan
makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan pada
pengertian kausalitas agar mereka dapat menjawab
persoalan siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban
atas suatu akibat tertentu

Pengertian Ajaran Kausalitas


Ajaran yang berupaya untuk mencari
sebab dari timbulnya akibat
Dalam hukum pidana, sebab yang dicari
adalah suatu perbuatan
Dengan ditemukannya sebab, maka dapat
ditemukan siapa yang dapat dipersalahkan
dan diminta pertanggungjawabannya

Kapankah diperlukan ajaran Kausalitas/ Jenis delik


apa yang memerlukan ajaran kausalitas?
Delik Materiil : Delik yang perumusannya melarang
timbulnya akibat. Delik ini selesai ketika akibat
timbul. mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360, Ps. 368
Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva per
omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten) : Delik
yang terjadi dengan dilanggarnya suatu larangan
yang menimbulkan akibat yang dilakukan dengan
perbuatan pasif. Ps. 194 KUHP
Delik yang dikwalifisir : Delik yang sanksinya mjd
lebih berat krn ada penambahan unsur berupa
timbulnya akibat. Misal: Ps 351 (1) Ps 351 (2)/
Ps 351 (3)

Ajaran Kausalitas
Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von
Buri)
Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima
: Birkmeyer , Mulder
Teori-teori menggeneralisasi : teori
Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe,
Rumelin)
Teori Relevansi : Langemeijer

Ajaran Conditio Sine Qua Non


Semua faktor yaitu semua syarat, yang
turut serta menyebabkan suatu akibat dan
yang tidak dapat dihilangkan dari
rangkaian faktor-faktor ybs. Harus
dianggap causa (sebab) akibat itu.
Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)
Ada beberapa sebab
Syarat = sebab

Pembatasan Ajaran Von Buri


Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van
Hamel [dibatasi dg ajaran kesalahan
(dolus/culpa)]
Pengkesampingan semua sebab yang
terletak di luar dolus atau culpa; dalam
banyak kejahatan dolus atau culpa
merupakan unsur-unsur perumusan delik.

Teori-teori Individualisasi /
Causa Proxima
Birkmeyer :
Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua
Non .
Di dalam rangkaian syarat-syarat yang tidak dapat
dihilangkan untuk timbulnya akibat, lalu dicari syarat
manakah yang dalam keadaan tertentu itu, yang
paling banyak membantu untuk terjadinya akibat.
G.E Mulder : Sebab adalah syarat yang paling
dekat dan tidak dapat dilepaskan dari akibat.

Teori-teori menggeneralisasi
Von Bar

Teori Von Bar ini tidak menyoal tindakan


mana atau kejadian mana yang in concreto
memberikan pengaruh (fisik/psikis) paling
menentukan. Yang dipersoalkan adalah
apakah satu syarat yang secara umum dapat
dipandang mengakibatkan terjadinya
peristiwa seperti yang bersangkutan
mungkin ditemukan dalam rangkaian
kausalitas yang ada

Teori-teori menggeneralisasi
Von Kries (Teori Adequat Subjectif)

Sebab adalah keseluruhan faktor positif & negatif yang tidak dapat
dikesampingkan tanpa sekaligus meniadakan akibat. Namun pembatasan
demi kepentingan penetapan pertanggungjawaban pidana tidak dicari dalam
nilai kualitatif/kuantitatif atau berat/ringannya faktor dalam situasi konkret,
tetapi dinilai dari makna semua itu secara umum, kemungkinan dari faktorfaktor tersebut untuk memunculkan akibat tertentu.
Sebab = syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu memiliki
kecenderungan untuk memunculkan akibat tertentu, biasanya memunculkan
akibat itu, atau secara objectif memperbesar kemungkinan munculnya akibat
tersebut.
Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan akibat
tertentu hanya dapat diselesaikan apabila kita memiliki 2 bentuk pengetahuan
:
(a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg terjadi / pengetahuan
Nomologis yg memadai
(b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yg terjadi/ pengetahuan Ontologis/
pemahaman fakta (empirik)

Teori-teori menggeneralisasi
Rumelin (Teori Adequat Objectif) :
Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus (perlu) ada untuk
terjadinya akibat. Ihwal probabilitas tidak berdasarkan pada apa yang
diketahui atau mungkin diketahui pada waktu melakukan tindakannya,
melainkan pada fakta yang objektif pada waktu itu ada, entah
diketahuinya atau tidak jadi pada apa yang kemudian terbukti
merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi peristiwa tersebut.
Simons :
Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis umum
pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat
Pompe :
Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk dapat
menimbulkan akibat

Teori Relevansi
Langemeijer
Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri
dengan memilih satu atau lebih sebab dari
sekian yang mungkin ada, yang dipilih
sebab-sebab yang relevan saja , yakni yang
kiranya dimaksudkan sebagai sebab oleh
pembuat undang-undang.

Sifat Melawan Hukum


(Wederrechtelijkheid)
Arti :
- tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
- bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders
recht)
-tanpa alasan yg wajar
-Bertentangan dengan hukum positif

Alasan Pencantuman unsur Melawan Hukum


Pada umumnya dalam perundang-undangan ,
lebih banyak delik yang tidak memuat unsur
melawan hukum dalam rumusannya
Alasan pencantuman sifat melawan hukum
dalam perumusan tindak pidana :

- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak dari tuntutan


pidana.

AJARAN SIFAT MELAWAN HUKUM


Melawan hukum :
- aliran formil : melawan hukum = melawan
UU, sebab hukum adalah UU.
- aliran materiil : melawan hukum adalah
perbuatan yg oleh masyarakat tidak
dibolehkan.

Perbedaan Ajaran Materiil dan Formil


AJARAN FORMIL

AJARAN MATERIIL

melawan hukum tidak selalu


menjadi unsur delik, hanya jika
dalam rumusan delik disebutkan
dengan nyata-nyata barulah
menjadi unsur delik

melawan hukum adalah unsur


mutlak dari tiap-tiap tindak
pidana, juga bagi yang dalam
rumusannya tidak menyebut
unsur tersebut

hanya mengakui pengecualian


yang tersebut dalam undangundang saja/ mis, Ps. 49.

mengakui adanya
pengecualian / penghapusan dari
sifat melawan hukumnya
perbuatan menurut hukum yang
tertulis dan yang tidak tertulis

Pembuktian Unsur Melawan Hukum


Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu
menjadi unsur delik, ini tidak berarti bahwa karena itu harus
selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh penuntut
umum
Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah tergantung
dari rumusan delik. Bila unsur tersebut tercantum dlm
rumusan pasal, maka hrs dibuktikan, sedangkan jika tidak
tercantum maka tidak perlu dibuktikan.
Akan tetapi bila seorang hakim berpendapat bahwa tidak
ada unsur melawan hukum dalam arti materiil, maka unsur
tersebut harus dibuktikan (dasar penghapus pidana di luar
KUHP)

KULIAH 6

Kesalahan dan Pertanggungjawaban


Pidana

Pengantar
Kesalahan merupakan unsur yg melekat
pada pelaku tindak pidana
4 pengertian kesalahan
Bentuk-bentuk kesalahan
Asas penting dalam pertanggung jawaban
pidana

Pengertian Kesalahan
Ada 4 pengertian kesalahan (Utrecht):
1. Kesalahan sebagai unsur delik; dalam
arti kumpulan (nama generik) yang
mencakup dolus dan culpa
2. Kesalahan dalam arti
pertanggungjawaban pidana: ketercelaan
(verwijtbaarheid) seseorang atas
perbuatan melawan hukum yang telah
dilakukannya

3. Kesalahan dalam arti bentuk khusus, yang


hanya berupa culpa
4. Kesalahan yang digunakan dalam
rumusan delik untuk menetapkan bahwa
pidana dapat diancamkan pada pelaku yang
bersalah karena telah melakukan tindakan
tertentu; mis. Barang siapa dengan sengaja
menghilangkan nyawa orang lain dipidana
karena bersalah melakukan pembunuhan

Kesalahan sebagai Unsur Delik


Dolus
Culpa

Dolus/ opzet/ sengaja


Apakah sengaja itu ?

Sengaja = willen (menghendaki) en


weten (mengetahui) (MvT- 1886)

Teori2 sengaja :

(a) teori kehendak (wils theorie)


opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik
dikehendaki si pelaku
(b) teori bayangan (voorstellings-theorie)
opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan
perbuatan, ada bayangan yg terang bahwa akibat yg
bersangkutan akan tercapai, maka dari itu ia menyesuaikan
perbuatannya dengan akibat itu

Dolus/ opzet/ sengaja


istilah2 dalam rumusan tindak pidana
Dengan sengaja : Ps 338 KUHP
Mengetahui bahwa : Ps 220 KUHP
tahu tentang : Ps 164 KUHP
dengan maksud : Ps 362, 378, 263 KUHP
niat : Ps 53 KUHP
dengan rencana lebih dahulu : Ps 340, 355 KUHP
- dengan rencana : (a) saat pemikiran dg tenang ; (b)
berpikir dg tenang; ( c ) direnungkan lebih dahulu.
- ada tenggang waktu antara timbulnya niat dengan
pelaksanaan delik

Bentuk-Bentuk Dolus
1. Dolus sebagai maksud /tujuan (als oogmerk)

2. Dolus dengan kesadaran/keinsyafan kepastian


(noodzakelijkheidsbewustzijn)
3. Dolus dengan kesadaran/keinsyafan kemungkinan
(opzet met waarschijnlijkheids bewustzijn/ awareness
of probability)
4. Dolus eventualis (kesengajaan bersyarat; opzet
met mogelijkheidsbewustzijn/voorwaardelijk
opzet/awareness of possibility)
Kesengajaan bersyarat: dengan mengetahui
dan menghendaki menerima risiko yang besar

lanjutan ..
Ada sarjana yang membedakan bentuk-bentuk
dolus menjadi 3 macam,yaitu: sebagai maksud,
berkeinsyafan kepastian dan berkeinsyafan
kemungkinan (misalnya PAF Lamintang, Tresna,
Moeljatno)
Mereka menyamakan dolus eventualis dengan
kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan
Dolus eventualis merupakan perkembangan
dalam hukum pidana, khususnya dalam hal
bentuk-bentuk kesengajaan dan HR Belanda
baru menerima kesengajaan bentuk ini setelah
PD II

Bentuk-bentuk kesengajaan

Sengaja sebagai maksud/ tujuan :

- apabila pembuat menghendaki perbuatan dan/akibat perbuatannya;


- tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya
tidak terjadi
- Tidak harus berupa tindak pidana

Sengaja sebagai keinsyafan kepastian :


-

pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya tidak akan tercapai


tanpa terjadinya akibat yg tidak dimaksud

Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan:

- pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak dikehendaki akan terjadi


untuk mencapai akibat yg dimaksudnya
- Kesengajaan berkeinsyafan kepastian dan kemungkinan tidak dapat
berdiri sendiri. Selalu bersifat accesoir terhadap kesengajaan sebagai
maksud

Dolus eventualis
Pelaku dengan kehendak dan kesadaran
menerima kemungkinan munculnya akibat
yang buruk.
Di Jerman disebut billigend in Kauf
nehmen: menerima penuh risiko
terwujudnya sesuatu kemungkinan
Contoh: metro mini maut di Jakarta Utara,
naik kuda di jalan ramai di kota London,
memainkan pistol meletus DOOR! dan
mengenai org

Arti dan diantara unsur dengan sengaja & unsur melawan hukum
Van Hamel, simons, pompe : perbedaan itu
mempunyai arti. Mis. Ps 406 KUHP : dengan
sengaja dan melawan hukum ; Ps 333 KUHP :
dengan sengaja melawan hukum
Vos, zevenbergen, langemeijer :

tiadanya kata dan tidak berarti apa2, semuanya


mesti dibaca dengan sengaja dan melawan hukum
Remelink, van Bemmelen :

kata penghubung dan tidak mempunyai arti, jadi


istilah dengan sengaja meliputi pula melawan
hukum.

Culpa
Istilah2
- culpa - schuld - nalatigheid - sembrono
- teledor
istilah 2 yg digunakan dalam rumusan :
- kelalaian
- kealpaan
- kesalahan
- seharusnya diketahuinya
- sepatutnya diketahuinya

Pengertian, Jenis, Syarat


KUHP : tidak ada definisi ttg culpa
MvT : kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg kesengajaan dan
di pihak lain dengan hal yg kebetulan
Pada culpa, unsur menghendaki selalu tidak ada; sedangkan unsur
mengetahui sering tidak ada

Macam2 Culpa :

(a) culpa levis ; culpa lata


(b) culpa yg disadari (bewuste) : culpa yg tidak disadari (on bewuste)
Syarat adanya kealpaan :
(a) Hazewinkel-Suringa : 1) kekurangan menduga-duga; 2) kekurangan
berhati-hati
(b) van Hamel : 1) tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan
hukum; 2) tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan hukum
( c) Simons : pada umumnya kealpaan mempunyai 2 unsur : 1) tidak
berhati-hati; 2) dapat diduganya akibat.

Culpa
Untuk menentukan ada atau tidaknya culpa pada
seseorang, maka harus digunakan tolok ukur yang
normal (upaya dan kehati-hatian dari orang yang
sama kemampuan dan kecerdasannya dengan
pelaku).
Apabila pada situasi dan kondisi yang sama dengan
pelaku, orang yang sama kemampuan dan
kecerdasannya dengan pelaku pada umumnya tidak
melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh
pelaku; berarti pelaku culpa telah melakukan culpa
lata (Kelalaian yang besar/berat)

Culpa
Culpa Levis (Kelalaian yang kecil/ringan)--- apabila tolok ukurnya
adalah upaya dan kehati-hatian yang luar biasa
Culpa yang disadari (bewuste culpa) : Apabila pelaku sudah
membayangkan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang
dilarang, dan karena itu ia juga sudah berupaya agar tidak timbul
akibat tsb. (dia tidak menghendaki akibat), namun akibat tetap
terjadi
Culpa yang tidak disadari (onbewuste culpa): Pelaku sama sekali
tidak pernah membayangkan kemungkinan timbulnya akibat yang
dilarang; tetapi ternyata terjadi akibat
Yang dapat dipidana adalah Culpa Lata, baik yang disadari
maupun tidak disadari

Asas penting dalam masalah


pertanggungjawaban
Geen straf zonder schuld
Tiada Pidana tanpa kesalahan :
meskipun seseorang telah melakukan
perbuatan yang melawan hukum;
namun tanpa adanya kesalahan maka
dia tidak dapat dipidana

Dapat dipersalahkan sehingga dapat


dipertanggungjawabkan
3 syarat yang harus dipenuhi:
Kemampuan bertanggungjawab
Ada hubungan psikis antara pelaku dan
perbuatannya , dalam bentuk dolus
atau culpa
Tidak ada dasar penghapus kesalahan

Kemampuan Bertanggungjawab
(toerekeningsvatbaarheid)
Dengan menggunakan penafsiran a-contrario dari MVT
tentang tidak mampu bertanggungjawab; maka mampu
bertanggungjawab artinya:
- pelaku melakukan perbuatannya dengan bebas; tanpa
paksaan
- pelaku menginsyafi bahwa perbuatannya melawan
hukum dan ia mengerti akibat perbuatannya
Dalam praktik, setiap pelaku dianggap mampu
bertanggungjawab ; kecuali dapat dibuktikan bahwa
pelaku sakit jiwa atau tidak sempurna pertumbuhan
akalnya atau cacat dlm pertumbuhan jiwanya.

KULIAH 7
Percobaan Tindak Pidana

Percobaan Tindak Pidana


Pengertian
Syarat
Jenis-jenis percobaan

PERCOBAAN (POGING)

PASAL 53

(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu


telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak
selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan
karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal
percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama
15 tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan
selesai.
Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana

POGING (PERCOBAAN)
Permulaan kejahatan yang belum selesai
Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang dan diancam
hukuman oleh undang-undang
Poging adalah perluasan pengertian delik
Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undangundang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum atau
membahayakan kepentingan hukum
KUHP tidak memberi perumusan/ definisi
Harus diketahui kapan suatu delik dianggap selesai
Delik selesai berbeda antara delik formil dan delik materiil
Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan yang dilarang telah
dilakukan
Pada delik materiil : delik selesai apabila akibat yang dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh undang-undang telah timbul atau
terjadi

Percobaan dapat Dipidana


Percobaan Tindak pidana merupakan lembaga yang memperluas
pertanggungjawaban pidana.
Pada dasarnya seseorang baru bisa dipidana apabila ia
memenuhi semua unsur suatu tindak pidana (delik selesai), tetapi
meskipun delik belumk selesai (belum semua unsur dipenuhi),
seseorang sudah dapat dipidana jika memenuhi syarat-syarat
percobaan sebagaimana diatur dalam Pasal 53 KUHP.
Jenis tindak pidana yang percobaannya dapat dihukum adalah
hanya kejahatan.
Sanksi pidana untuk percobaan lebih ringan 1/3 jika dibandingkan
dengan sanksi untuk delik yang selesai.

Pengecualian
Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yg
merupakan percobaan tindak pidana yg
dipidana sbg delik selesai. Hal ini terdapat
juga dalam UU Pidana di luar KUHP.
Ada juga delik-delik khusus dlm KUHP yg
mirip dgn percobaan yaitu makar (ps. 87)
dan permufakatan jahat (ps. 88), namun
ada syarat dr Ps. 53 yg belum dipenuhi
tapi sudah dapat dihukum

Melakukan percobaan kejahatan akan


tetapi tidak dihukum
Pasal 184 ayat 5 KUHP perkelahian
tanding
Pasal 302 ayat 4 KUHP penganiayaan
ringan terhadap binatang
Pasal 351 ayat 5 dan Pasal 352 ayat 2
KUHP penganiayaan biasa dan ringan

Syarat Percobaan yg dapat dipidana


Niat
Permulaan Pelaksanaan
Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena
kehendaknya sendiri

Syarat Pertama
NIAT atau Voornemen
Menurut doktrin dan
yurisprudensi :voornemen harus ditafsirkan
sebagai kehendak, willen atau opzet
Seseorang harus mempunyai kehendak,
yaitu kehendak melakukan kejahatan
Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet di
sini harus dtafsirkan dalam arti luas atau
hanya opzet dalam arti pertama (sebagai
ogmerk atau tujuan) ?

Syarat Kedua
Permulaan Pelaksanaan
Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan
pelaksanaan een begin van uitvoering
Harus ada suatu perbuatan(handeling)
apa yang dimaksud perbuatan sebagai permulaan
pelaksanaan ?
Undang-undang tidak merumuskan pelaksanaan
atauuitvoering dan bagaimana bentuknya
Perlu digunakan penafsiran

Pelaksanaan Kehendak atau


Pelaksanaan Kejahatan ?
Secara gramatika, harus dihubungkan dengan kata yang
mendahuluinya yaitu voornemen/ niat/kehendak Niat

sudah terwujud dengan adanya permulaan


pelaksanaan. Jadi : pelaksanaan itu ditafsirkan sebagai

pelaksanaan kehendak TEORI POGING SUBYEKTIF


Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat berikutnya
tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya sendiri maka secara
sistematis maka ditafsirkan sebagai pelaksanaan
kejahatan TEORI POGING OBYEKTIF

PENDAPAT PARA AHLI DALAM


MASALAH TERSEBUT
1.Van Hamel : apabila dari perbuatan itu telah terbukti kehendak yang
kuat dari si pelaku untuk melaksanakan perbuatannya
2.Simons melihat dari jenis deliknya : delik materiil atau delik formil.
Pada delik formil apabila perbuatan itu merupakan perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU, apabila perbuatan itu
merupakan sebagian dari perbuatan yang dilarang; jika ada beberapa
unsur maka jika sudah melakukan salah satu unsur
Pada delik materril apabila perbuatan itu dianggap sebagai perbuatan
yang menurut sifatnya adalah sedemikian rupa , sehingga secara
langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh UU
3.Vos : ada permulaan pelaksanaan apabila perbuatan itu mempunyai
sifat terlarang terjadap suatu kepentingan hukum.
4.Pompe : ada permulaan pelaksanaan apabila suatu perbuatan yang
bagi orang normal memungkinkan terjadinya suatu delik.

Pendapat Hoge Raad


Ada permulaan pelaksanaan apabila antara perbuatan
yang dilakukan dan kejahatan yang dkehendaki oleh
seseorang itu terdapat hubungan erat langsung; yaitu
apabila seorang melakukan sesuatu perbuatan untuk
melaksanakan kejahatan , perbuatan itu baru dianggap
sebagai permulaan pelaksanaan apabila disamping
perbuatan itu tidak dibutuhkan lagi perbuatan-perbuatan
yang lain untuk menyelesaikan kejahatan.

Teori Subyektif
- subjectieve pogingsleer
seseorang yang melakukan percobaan
untuk melakukan kejahatan itu pantas
dihukum, oleh karena orang tersebut
telah menunjukkan perilaku yang tidak
bermoral yang bersifat jahat ataupun
yang bersifat berbahaya
Terdapat sikap batin atau watak yang
berbahaya dari si pelaku

Teori Obyektif
- objectieve pogingsleer
Seseorang yang melakukan percobaan
untuk melakukan suatu kejahatan itu dapat
dihukum oleh karena tindakantindakannya dinilai telah membahayakan
kepentingan-kepentingan hukum.
Teori Objectif ini dibagi menjadi:
- Teori objectif formil
- Teori objecti materiil

Pengklasifikasian Teori Objektif


Teori Obyektif Formil
Seseorang yang melakukan percobaan untuk
melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum oleh
karena tindakan-tindakannya telah bernilai
membahayakan bagi kepentingan-kepentingan
hukum. Teori ini tidak membedakan antara
percobaan pada delik formil dan delik materiil
Teori Obyektif Materiil membedakan percobaan
pada jenis deliknya (delik formil atau delik
materiil)

Teori Obyektif Materiil pada Delik Formil


apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang disebut
dalam rumusan delik
Teori Obyektif Materiil pada Delik Materiil
segera setelah tindakan yang dilakukan oleh
pelakunya itu, menurut sifatnya secara langsung dapat
menimbulkan akibat yang terlarang oleh UU tanpa
pelakunya tersebut harus melakukan suatu
tindakan yang lain

Teori Campuran
Teori Subyektif
- subjectieve pogingsleer
dan
Teori Obyektif
- objectieve pogingsleer
(lihat: Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah
Hukum Pidana II)

PEMBATASAN TERHADAP TEORI SUBYEKTIF

Perbuatan dibedakan :
1. tindakan atau perbuatan persiapan (belum
dapat dihukum)
2. tindakan atau perbuatan pelaksanaan
(sudah dapat dihukum)
Tetapi, pertanyaannya : mana yang
merupakan perbuatan persiapan dan mana
yang merupakan perbuatan pelaksanaan ?

CONTOH KASUS
A menghendaki untuk membunuh B , untuk melaksanakan maksudnya,
A harus melakukan beberapa perbuatan, yaitu :
a. A pergi ke tempat penjualan senjata api
b. A membeli senjata api
c. A membawa senjata api ke rumahnya
d. A berlatih menembak
e. A menyiapkan sebjata apinya dengan membungkusnya rapat-rapat
f. A menuju rumah B
g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu dengan peluru
h. A mengarahkan senjata kepada B
i. A melepaskan tembakan ke arah B

MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ?


APAKAH TIAP2 PERBUATAN DALAM KASUS TSB
DAPAT DIHUKUM ?

1. Menurut Teori Poging Subyektif :


perbuatan a sudah merupakan
permulaan pelaksanaan karena telah
menunjukkan kehendak yang jahat
2. Menurut Teori Poging Obyektif :
perbuatan a f belum merupakan
permulaan pelaksanaan karena semua
perbuatan itu belum membahayakan
kepentingan hukum si B

Percobaan delik formil


apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang
disebut dalam rumusan delik
Hoge Raad arrest tanggal 8 Maret 1920
N.J.1920
perbuatan menawarkan untuk dibeli dan
perbuatan menghitung uang kertas yang telah
dipalsukan di depan orang lain adalah
tindakan permulaan dari tindakan pelaksanaan

Percobaan delik materiil


segera setelah tindakan yang dilakukan
oleh pelakunya itu, menurut sifatnya secara
langsung dapat menimbulkan akibat yang
terlarang oleh undang-undang, tanpa
pelakunya tersebut harus mel;akukan suatu
tindakan yang lain
Hoge Raad Arrest 19 Maret 1934, N.J 1934
Eindhovense Brandstichting - arrest

Syarat Ketiga
Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya sendiri

Kapan dikatakan bahwa tidak selesainya pelaksanaan itu bukan sematamata disebabkan karena kehendaknya sendiri?
Tidak selesainya pelaksanaan bukan kehendaknya sendiri. (tidak
secara sukarela).
Apabila ia membatalkan niatnya secara sukarela/kehendak sendiri
vrijwillige terugterd maka syarat ke-3 ini tidak terpenuhi.
Contoh terpenuhinya syarat ke-3: Tertangkap tangan, korban memberikan
perlawanan, dalam kasus pembunuhan korban tidak meninggal karena
bantuan medis

Coba bandingkan dengan Pasal 18 RUU


KUHP (versi 2008)
(1) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat tidak
menyelesaikan perbuatannya karena kehendaknya sendiri secara
sukarela, maka pembuat tidak dipidana.
(2) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat
dengan kehendaknya sendiri mencegah tercapainya tujuan atau
akibat perbuatannya, maka pembuat tidak dipidana.

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) telah menimbulkan kerugian atau menurut peraturan
perundang-undangan telah merupakan tindak pidana
tersendiri, maka pembuat dapat dipertanggungjawabkan
untuk tindak pidana tersebut.(percobaan yang dikwalifisir)

Macam2 Percobaan (Doktrin)

Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging -->


apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah
melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan,
tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal

Percobaan yg Tertangguh : Geschosrte Poging -->


apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah
melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi tercapainya
kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal

Percobaan yg Tidak Sempurna (tidak wajar) :


Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang berkehendak

melakukan suatu kejahatan, dimana ia telah melakukan semua


perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun tidak
berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau obyek (sasaran)
tidak sempurna.
Tidak sempurna : mutlak atau relatif

Percobaan Tidak Sempurna


telah dirumuskan
dalam Pasal 20 R-KUHP (versi 2008)

Dalam hal tidak selesai atau tidak


mungkin terjadinya tindak pidana disebabkan
ketidakmampuan alat yang digunakan atau
ketidakmampuan objek yang dituju, maka
pembuat tetap dianggap telah melakukan
percobaan tindak pidana dengan ancaman
pidana tidak lebih dari 1/2 (satu per dua)
maksimum pidana yang diancamkan untuk
tindak pidana yang dituju.

Kasus 1
Seorang yang sedang berdiri di bordes
KA, ketika akan diperiksa karcisnya oleh
kondektur, ia telah menendang kaki
petugas tersebut. Sehingga apabila
kondektur tidak dengan cepat
berpegang pada tiang besi KA, pasti ia
jatuh keluar dan terlindas KA (Arrest HR
Tgl 12 Maret 1942)

Kasus 2
Seorang POLANTAS memberi tanda agar
sebuah kendaraan bermotor berhenti,
karena tidak menyalakan lampu.
Pengemudi tetap tancap gas, sehingga
kalau petugas tidak menghindar
dengan cara melompat ia akan
tertabrak (Arrest HR 6 Pebruari 1951)

Kasus 3

Percobaan Pembunuhan Berencana


KASUS
A bermaksud menghabisi nyawa B dengan
meletakkan bom di mobil B. Bom meledak
sebelum B masuk mobil dan mengakibatkan
B luka-luka parah.
PASAL YG DIDAKWAKAN
Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan
pembunuhan berencana)
ANCAMAN PIDANA
15 tahun penjara (lihat Ps. 53 ayat 3)

Mangel am tatbestand (gebrek aan


feitelijk tosdracht v/e zaak)
Kejadian-kejadian yang mirip dengan
percobaan yang tidak sempurna/ tidak wajar di
mana salah satu unsur dari kejahatan tertentu
itu sebenarnya tidak mungkin ada atau tidak
mungkin terjadi
Misal:
menggugurkan kandungan seorang
perempuan yang tidak pernah hamil;
mencuri barang yang pencurinya tidak tahu
bahwa barang tersebut sebelum dicuri telah
diwariskan/diberikan padanya.

Putatif Delict
Seseorang mengira bahwa apa yang
dilakukan merupakan suatu tindak
pidana, padahal tindakan tersebut tidak
dilarang
Contoh:
Seseorang masuk ke Indonesia dan membawa
sejumlah uang kertas asing. Semula ia
beranggapan telah mencoba atau melakukan
suatu kejahatan. Namun ternyata uang yang ia
bawa masih dalam batas ketentuan yang tidak
dilarang

Percobaan dalam kealpaan


mungkinkah????
Pasal 287 KUHP
yang sepatutnya ia harus dapat menduga
bahwa wanita itu belum cukup umurnya
Pasal 480 KUHP
yang sepatutnya ia harus dapat menduga
bahwa barang itu diperoleh si penjual dari
kejahatan

PIDANA dan PEMIDANAAN


Bahan kuliah untuk :
Program Reguler kelas A, B, C dan D dan
Program Ekstensi kelas A dan B

Bidang Studi Hukum Pidana


FHUI 2009

Pembahasan:
-

Istilah
Pengertian
Teori-teori pemidanaan
Jenis-jenis pidana

Istilah PIDANA

Hukum penitensier

Sanksi
Straf
Hukuman
Punishment.

PIDANA
Nestapa/derita
Yang dijatuhkan dengan sengaja oleh
negara (melalui pengadilan)
Dikenakan pada seseorang
Yang secara sah telah melanggar
hukum pidana
Melalui proses peradilan pidana

Sistem peradilan
pidana
Tujuanmenjadi
: korban
Mencegah masyarakat
kejahatan (preventif)
Menyelesaikan kasus2 kejahatan yg
terjadi,shg masy puas bhwa keadilan
telah ditegakkan dan yg bersalah
dipidana (represif)
Mengusahakan agar pelaku tidak
mengulangi lagi kejahatan (tidak recidive)

Proses Peradilan Pidana

(the criminal justice process)

Struktur, fungsi, dan proses


pengambilan keputusan
Oleh sejumlah lembaga (kepolisian,
kejaksaan, pengadilan & lembaga
pemasyarakatan)
Yang berkenaan dengan penanganan &
pengendalian
Kejahatan dan pelaku kejahatan.

Pidana sebagai pranata sosial

Sebagai bagian dari reaksi sosial manakala


terjadi pelanggaran terhadap norma2 yang
berlaku
Mencerminkan nilai & struktur masyarakat
Merupakan reafirmasi simbolis atas
pelanggaran terhadap hati nurani bersama
Sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap
perilaku tertentu
Selalu berupa konsekwensi yang
menderitakan, atau setidaknya tidak
menyenangkan.

Pengertian
Hukum Penitentier (Utrecht II hal. 268) :
Segala peraturan positif mengenai sistem hukuman dan sistem
tindakan yang memuat:
Jenis sanksi atas tindak pidana yang dilakukan
Beratnya sanksi itu
Lamanya sanksi itu dijalankan oleh pelaku
Cara sanksi itu dilakukan
Tempat sanksi itu dijalankan
Hukuman, menurut pendapat :
Moeljatno : Lebih tepat pidana untuk menerjemahkan straf.
Sudarto : Idem.
R. Soesilo : Suatu perasaan tidak enak/sengsara yang
dijatuhkan oleh Hakim dengan vonis kepada orang yang telah
melanggar UU Hukum Pidana.

Unsur-unsur atau ciri-ciri pidana


Merupakan suatu pengenaan penderitaan/nestapa
atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;
Diberikan dengan sengaja oleh badan yang
memiliki kekuasaan (berwenang);
Dikenakan pada seseorang penanggung jawab
peristiwa pidana menurut UU (orang memenuhi
rumusan delik/pasal).
(Muladi & Barda Nawawi Arief, 1982)

PEMIDANAAN
Penjatuhan Pidana/sentencing :
Upaya yang sah
Yang dilandasi oleh hukum
Untuk mengenakan nestapa penderitaan
Pada seseorang yang melalui proses peradilan
pidana
Terbukti secara sah dan meyakinkan
Bersalah melakukan suatu tindak pidana.

Sejarah
a. Utrecht I Bab 1
b. Utrecht II Bab 5

Mulai WvS diundangkan yaitu tahun 1915


UU No. 1/1946 tentang KUHP (berlaku
berdasarkan asas konkordansi).

Jenis-jenis hukuman yg dpt dijatuhkan oleh Pengadilan berdasarkan plakat tgl. 22 April 1808

Dibakar hidup, terikat pada suatu tiang (hanya utk


pelaku pembakar/pembunuh)
Dimatikan dgn suatu keris
Dicap bakar
Dipukul, dipukul dgn rantai (pidana badan/corporal
punishment)
Ditahan/dimasukkan dlm penjara
Kerja paksa pada pekerjaan2 umum.
Utrecht I Bab 1 hal. 19 R. Soesilo hal. 36

Dasar-Dasar Hukuman :
Hukum pidana sebagai suatu sanksi yang
bersifat istimewa: terkadang dikatakan
melanggar HAM melakukan perampasan
terhadap harta kekayaan (pidana denda),
pembatasan kebebasan bergerak/ kemerdekaan
orang (pidana kurungan/penjara) dan
perampasan terhadap nyawa (hukuman mati).
Merupakan Ultimum Remedium (senjata
pamungkas, jalan terakhir, jalan satusatunya/tiada jalan lain).

Siapakah yang berhak menuntut, menjatuhkan,


dan menjalankan pidana itu ?
Utrecht I Bab V, hal. 149 dst :
Beysens, pada dasarnya negaralah yang berhak,
krn perbuatan tsb bertentangan dgn tata tertib
negara (sudut obyektif) & perbuatan yg dpt
dipertanggung-jawabkan oleh pelaku (sudut subyektif);
Utrecht :
Negara sebagai organisasi sosial tertinggi o.k.i. sangat logis
jika negara diberi tugas mempertahankan tata tertib
masyarakat;
Negara sebagai satu-satunya alat yang dapat menjamin
kepastian hukum.

Teori-Teori Pemidanaan/
Tujuan Pemidanaan menurut doktrin
TeoriAbsolut/Retributif/Pembalasan
(lex talionis):
Hukuman adalah sesuatu yang harus
ada sebagai konsekwensi dilakukannya
kejahatan;
Orang yang salah harus dihukum
(E. Kant, Hegel, Leo Polak).

Menurut Leo Polak (aliran retributif),


hukuman harus memenuhi 3 syarat :
Perbuatan tersebut dapat dicela (melanggar
etika)
Tidak boleh dengan maksud prevensi tp utk
represif.
Beratnya hukuman seimbang dengan beratnya
delik.
Contoh di Indonesia: Qisas dalam Hukum Islam,
Carok dalam masyarakat Madura, Siri dalam
masy Ujung Pandang

Teori Relatif/Tujuan (utilitarian)


Menjatuhkan hukuman untuk tujuan tertentu,
bukan hanya sekedar sebagai pembalasan:
Hukuman pd umumnya bersifat menakutkan, o.k.i,
seyogyanya : Hukuman bersifat
memperbaiki/merehabilitasi orang yang sakit
moral harus diobati.
Tekanan pada treatment/pembinaan.
Rehabilitasi, individualisasi pemidanaan.
Anti punishment, model medis.

Prevensi:
hukuman dijatuhkan utk pencegahan
Prevensi Umum :
sebagai contoh pada masyarakat secara luas agar tidak
meniru perbuatan/kejahatan yang telah dilakukan.
Prevensi Khusus:
Ditujukan bagi pelaku sendiri, supaya jera/kapok, tidak
mengulangi perbuatan/kejahatan serupa; atau kejahatan
lain.
Deterrence : menakut/nakuti serupa dengan prevensi
Perlindungan: agar orang lain/masyarakat pada
umumnya terlindungi, tidak disakiti, tidak merasa takut
dan tidak mengalami kejahatan

Teori Gabungan :

Berdasarkan hukuman pada tujuan


(multifungsi) retributive/pembalasan dan
relative/tujuan.
Berdasarkan teori gabungan maka pidana
ditujukan untuk:

Pembalasan, membuat pelaku menderita


Upaya Prevensi, mencegah terjadinya tindak pidana
Merehabilitasi Pelaku
Melindungi Masyarakat.

Retributive Justice :
Pemidanaan untuk tujuan pembalasan
Restorative Justice :
Keadilan yang merestorasi pelaku harus
mengembalikan kepada kondisi semula; Keadilan
yang bukan saja menjatuhkan sanksi yang
seimbang bagi pelaku namun juga memperhatikan
keadilan bagi korban.

Tujuan Pemidanaan :
Berdasarkan Pasal 54 R-KUHP tahun 2012:

Prevensi umum, mencegah dilakukannya tindak


pidana dengan menegakkan norma hukum demi
pengayoman kepada masyarakat
Rehabilitasi & Resosialisasi, memasyarakatkan
terpidana, dengan melakukan pembinaan sehingga
menjadi orang yang baik dan berguna.
Supaya mereka bisa kembali ke masyarakat (
LP = Lembaga Pemasyarakatan):

Mereka bukan penjahat, hanya tersesat, masih


ada waktu untuk bertobat ..

Tujuan Pemidanaan
Restorasi, menyelesaikan konflik, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai
Membebaskan rasa bersalah pada terpidana
Pemidanaan tidak dimaksudkan utk menderitakan dan
merendahkanmartabat manusia (CAT ... )
Sampai saat ini Hukum Pidana Indonesia belum
memiliki Sentencing Guidelines (pedoman yang
memuat tentang pemidanaan), tp sudah dirumuskan
dalam Pasal 55 R-KUHP 2012.

Jenis - Jenis
KUHP (UU No. 1/1946)

Pidana
R-KUHP (2012)

Bab II Buku I Pasal 10

Bab III Buku I Pasal 65

Hukuman/Pidana Pokok :
Hukuman mati (death penalty/capital
punisment)
Hukuman penjara
Hukuman kurungan
Hukuman denda
Hukuman tutupan
(khusus utk perbuatan yang
patut dihormati) UU No. 20/1946

A. Pidana Pokok :
Pidana penjara
Pidana tutupan
Pidana pengawasan
Pidana denda
Pidana kerja sosial

B.Hukuman/Pidana Tambahan:
Pencabutan hak-hak tertentu
Perampasan barang-barang tertentu
Pengumuman putusan hakim

B. Pidana Tambahan :
Pencabutan hak-hak tertentu
Perampasan barang-barang
tertentu dan/atau tagihan
3.Pengumuman putusan hakim
4. Pembayaran ganti kerugian
5. Pemenuhan kewajiban adat setempat
dan/atau kewajiban menurut hukum yang
hidup dalam masyarakat

R-KUHP
Pasal 66 dan 87 : pidana mati bersifat khusus, diancamkan secara
alternatif. ............ diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup. Dan dijatuhkan sbg upaya terakhir utk
mengayomi masyarakat
Pasal 101dan psl. 129/ps.132 : Double track system :
individualisasi hukuman, orang yang dalam situasi/kondisi
tertentu dapat dijatuhi tindakan : Penempatan di RSJ, bagi orang
yang tidak mampu bertanggung jawab karena jiwanya cacat
pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit (psl. 44 ayat 2
KUHPTindak pidana yang dilakukan oleh anak yg masih di bawah
umur.Berdasarkan UU 3/1997 dan RKUHP, anak yg dpt dipidana
adlh yg berusia 12-18 thn. Psl. 45-46 KUHP diganti dengan pasal2
dalam UU No.3/1997 : dikembalikan pada orang tuanya, diserahkan
pada negara utk dididik, atau diserahkan pada Dep.Sos, organisasi
sosial

HUKUMAN/PIDANA MATI
Pasal 11 jo Pasal 10 KUHP

Tindak Pidana yang diancam dengan hukuman mati:


A. Dalam KUHP :
Pembunuhan berencana
Kejahatan terhadap keamanan negara
Pencurian dengan pemberatan
Pemerasan dengan pemberatan
Pembajakan di laut dengan pemberatan.
B. Di luar KUHP :
Terorisme
Narkoba
Korupsi
Pelanggaran HAM Berat : kejahatan terhadap kemanusiaan dan
genosida yang dilakukan secara meluas dan sistematis.

HUKUMAN/PIDANA MATI :
Hukuman mati dijalankan oleh algojo di tiang
gantungan (ps. 11 KUHP), tp bdsrkn Penpres No. 2/1964
ditembak di bagian jantung dan/atau kepala dan tdk
dilakukan di muka umum (rahasia, baik waktu dan
tempat eksekusinya).
Astini (Maret 2005) : ditembak 3 peluru di dada.
Tibo cs. Diluar negeri: kamar gas, penggal, kursi
listrik, suntik mati, dsb.
Hukuman mati tdk dapat dijatuhjkan pada anak; Pidana
mati tidak dapat dilakukan pada org yg setelah dihukum
menjadi gila dan wanita hamil. Eksekusi dpt dilakukan
jika org gila itu sembuh dan wanita tsb melahirkan.

PIDANA PENJARA
Psl. 12 KUHP :
Hukuman penjara lamanya seumur hidup atau
sementara/ pidana penjara dilakukan dalam jangka
waktu tertentu
( min 1 hari selama2nya 15 thn atau dpt dijatuhkan
selama 20 thn, tp tdk boleh lebih dr 20 thn).
Pidana penjara dilakukan di penjara (prison/jail), di
Indonesia disbt sebagai Lembaga Pemasyarakatan
(LP/Lapas). Untuk pemulihan kembali hubungan
antara narapidana dan masyarakat.
Penghuninya disebut narapidana/napi (inmates):
Warga Binaan Pemasyarakatan (UU NO. 12/1995).

Catatan
Lihat juga Pasal 14a KUHP :
(reclassering/lembaga yg mengawasi BAPAS,
Balai Pemasyarakatan) penghukuman/pidana
bersyarat/pidana percobaan, dan pelepasan
bersyarat.
Larangan Kumulasi hukuman, mis. melakukan
pencurian, pemerkosaan dan pembunuhan lalu
mayat korban dibuang. Ancaman pidananya
mengikuti prinsip gabungan tindak pidana
Sistem penjatuhan pidana: stelsel kumulasi
murni, stelsel kumulasi terbatas, absorsi murni,
absorsi yang dipertajam.

PIDANA PENJARA
Pidana bersyarat (ps. 14 a-14 f KUHP):
Bila hakim menjatuhkan pidana penjara
paling lama 1 tahun atau kurungan, tidak termasuk
kurungan pengganti, maka dalam putusan dapat
memerintahkan untuk tidak menjalani pidana
tersebut; kecuali jika di kemudian hari ada putusan
hakim yg menentukan lain, karena terpidana
melakukan tindak pidana sebelum masa
percobaannya selesai atau tidak memenuhi syaratsyarat khusus yg ditentukan.

PIDANA PENJARA
Sistem Penjara gevangenisstelsel
(Utrecht II hal. 291 - dst):
Sistem Pennsylvania, AS :

Para hukuman terus menerus ditutup sendiri-sendiri dalam


satu kamar sel
Terhukum hanya melakukan kontak dgn penjaga sel/sipir
penjara
Dilakukan peringanan: terhukum diperkenankan melakukan
pekerjaan tangan dan secara terbatas dpt menerima tamu, tp ia
tetap dilarang bergaul dgn terhukum lain.

Sistem Auburn, New York, AS :

Disebut juga sebagai silent system


Para hukuman pada siang hari disuruh bekerja bersama2 tapi tidak
boleh saling bicara, malam hari kembali ke sel.

PIDANA PENJARA
Sistem Irlandia (Irish System)
Berasal dr mark system - penilaian
Para hukuman mula2 ditutup terus-menerus, diterapkan hukum yg keras
Jika berkelakuan baik, maka hukumannya diperingan: mulai
dimasyarakatkan the rise of Reformatory (Utrecht I, hal. 294-dst):
Probation, public work prison, dan ticket to leave.
Kemudian diperkenankan kerja sama2
Secara bertahap diberi kelonggaran utk bergaul satu sama lain
Pelepasan bersyarat dapat dilakukan jika telah menjalani dari
hukumannya
Penutupan terus-menerus bertujuan:
Terhukum diberikan waktu utk merenung, menyelesali perbuatannya
perbaiki diri
Kalau dibiarkan bergaul dgn napi lain bisa saja menjadi bertambah
jahat.

PIDANA PENJARA
Sistem Elmira (NY, AS):

Utk org terhukum yg berusia tdk lbh dr 30 thn.


Disbt sbg penjara Reformatory : tempat utk memperbaiki org, mjd
warga masyarakat yg berguna.
Mirip dgn sistem Irlandia tp titik berat pd usaha2 utk memperbaiki
si pelaku: diberikan pengajaran, pendidikan dan pekerjaan yg
bermanfaat bg masyarakat.

Sistem Borstal (LONDON, UK):

Ada ketentuan khusus dr Menkeh, ada perjanjian


Khusus utk pelaku yg masih muda yt < dr 19 thn
Spt LP Pemuda dan LP Anak laki2 di Tangerang, Banten

Sistem Osborne (NY, US)

Memilih BOS mandor dr kalangan napi sendiri utk mengatur


napi : Tamping / building tender.

PIDANA PENJARA
Di Indonesia dilakukan ke 5 nya:

Beberapa hukuman dimasukkan dalam satu sel atau 1 org/1 sel.


Minimum security/ Maximum security/Super Maximum Security
(SMS).
Napi pd umumnya boleh keluar dr sel pd pagi dan/atau siang hari,
sore masuk sel sampai besok pagi. Ada jadwalnya.
Pidana berat berkelakukan tdk baik, melanggar aturan :
dimasukkan dlm sel sendiri = Tutupan sunyi.
Boleh bekerja di luar sel secara bersama2 = kerja di kebun/taman,
masak di dapur, bersihkan kolam, kerja di bengkel LP utk buat
kerajinan/furniture, menjahit, menyulam, merangkai bunga dsb.
Boleh belajar/sekolah dlm LP, boleh membaca, dengar
radio/nonton TV, olah raga dsb.

PIDANA PENJARA
Boleh saling berinteraksi.

Pelepasan bersyarat (PB reclassering), jika telah


menempuh 2/3 dr hukumannya.
Meskipun hukuman penjara dilakukan bersama2 tp
tetap ada pemisahan mutlak :
Laki-laki dan perempuan
Orang dewasa dan anak di bawah umur
Org yg dihukum/ tahanan - org yg dihukum krn upaya
preventif
Orang militer dan org sipil.

PIDANA KURUNGAN
Dilaksanakan di penjara, tp lebih bebas, ada hak pistole
fasilitas lebih.
Pidana bersyarat/hukuman percobaan (ps. 14a KUHP)
Pelepasan bersyarat (ps. 15 KUHP).
PIDANA TUTUPAN
UU No. 20/1946
Pidana yg dijatuhkan oleh Hakim dgn mempertimbangkan
bhw perbuatan yg dilakukan didasari oleh suatu motivasi
yg patut dihormati/dihargai.
Tempatnya dipenjara, fasilitas lbh baik, boleh membawa
dan menikmati: buku bacaan, radio/tape.
1 yurisprudensi di Jogja

PIDANA DENDA
Pasal 30 ayat (1) KUHP
Dgn adanya pidana denda seringkali
penerapan Hukum Pidana menjadi kabur
krn pidana denda dianggap bukan
pidana karena pelaku td ada di LP
Kontroversi nilai mata uang

Pidana Denda
Jika denda tdk dibayar, maka diganti dgn
pidana kurungan
Kurungan penganti denda:
Minimal 1 hari dan maksimal 6 bulan
Bila ada pemberatan denda, maka kurungan
pengganti denda dapat menjadi 8 bulan

Pidana denda
Perma:No.2 tahun 2012
batasan tindak pidana ringan (pasal
364,pasal 373,379,384,408 dan 482
Kuhp ) menjadi rp. 2.500.000
Pidana denda yg diancamkan dalam
kuhp dikalikan 1000 kali

Pidana Tambahan
Pencabutan Hak: psl. 35-38 KUHP
Perampasan barang: berupa barang yg
diperoleh dr kejahatan atau yg sengaja
digunakan utk melakukan kejahatan Ps.
39 KUHP
Pengumuman Putusan Hakim: Ps. 43
KUHP

Tindakan
Juga merupakan sanksi pidana
Tujuannya lebih bersifat menolong
terpidana
Menurut KUHP: penempatan org di
RSJ
Untuk anak2: (menurut UU No.
3/1997 tentang Pengadilan Anak)

SISTEM

PERADILAN

Criminal Justice System (SPP)

PIDANA

Prof. Mardjono Reksodiputro :


SISTEM DLM SUATU MASY UTK
MENANGGULANGI KEJAHATAN YG TERDIRI DR
LEMBAGA2 (Kepolisian,Kejaksaan,Pengadilan,
Pemasyaralatan)
SERTA SISTEM PENGENDALIAN KEJAHATAN
AGAR BERADA DLM BATAS2 TOLERANSI MASY.

SISTEM PERADILAN PIDANA


TUJUAN :
MENCEGAH MASY MJD KORBAN KEJAHATAN
(preventif);
MENYELESAIKAN KASUS2 KEJAHATAN YG TJD,
SHG MASY PUAS BHW KEADILAN TLH
DITEGAKKAN & YG BERSALAH DIPIDANA
(represif);
MENGUSAHAKAN AGAR PELAKU TDK
MENGULANGI LAGI KEJAHATANNYA (TDK
RECIDIVE).

TUJUAN SPP
TUJUAN2 SPP YG HARUS DICAPAI :
MENEGAKKAN KEADILAN
MELINDUNGI MASY
MENYELESAIKAN KASUS2 KEJAHATAN
RESOSIALISASI PELAKU KEJAHATAN.
Integrated Criminal Justice System (ICJS) Terpadu
Online Access to justice

ASAS-ASAS DLM SPP :


EQUALITY BEFORE THE LAW
DUE PROCESS OF LAW
PROSES YG SEDERHANA & CEPAT
EFEKTIF & EFISIEN
AKUNTABILITAS :
CONTROL MECHANISM & TRANSPARANCY

PENGHORMATAN THDP HAM

ASAS-ASAS DLM SPP :


MEKANISME PENGAWASAN :
INTERNAL
EKSTERNAL
HORIZONTAL (sesama aparat)
VERTIKAL (atasan)

PENYELENGGARAAN PIDANA BLM MAKS


HKM BERPIHAK PD KEKUASAAN
HKM BERPIHAK PD ORG2 YG BERDUIT

Dasar-Dasar
Penghapus Pidana
(Strafuitsluitingsgronden)

Pengertian
Hal-hal atau keadaan yg dpt
mengakibatkan seseorang yang telah
melakukan perbuatan yg dgn tegas dilarang
& diancam dengan pidana oleh UU, namun
tidak dipidana,
karena:
1. Orangnya tidak dapat dipersalahkan
2. Perbuatannya tdk lagi melawan
hukum

Dasar Penghapus Pidana


didalam KUHP dapat diklasifikasi:
A.Dasar Penghapus Umum
Dasar2 penghapus pidana yang berlaku terhadap
tiap-tiap delik
B.Dasar Penghapus Khusus
Dasar2 penghapus pidana yang hanya berlaku pada
delik2 tertentu.

Pembagian Dasar Penghapus Pidana


Menurut KUHP
Dasar Penghapus
Umum
Pasal 44 KUHP

Dasar Penghapus
Khusus
Beberapa contoh:

Pasal 48 KUHP
Pasal 49 KUHP

Pasal 166 (2) KUHP

Pasal 50 KUHP

Pasal 221 (2) KUHP

Pasal 51 KUHP

Pasal 310 (2) KUHP

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut Doktrin


yang Diatur Di Luar KUHP berdasarkan keberlakuan
Berlaku khusus:
1.Hak mengawas dan mendidik anak dan anak didikl
2.Hak jabatan: dokter yang melakukan terapi
3.Ijin korban: olah raga bela diri
(tinju, karate, taekwondo, wushu dll).
Berlaku Umum:
Tiada sifat melawan hukum dalam arti materiil
Tiada kesalahan dalam arti materiil
(mis: AVAS= Afwezigheid van alle Schuld/tidak ada
kesalahan sama sekali)

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut


Doktrin (berdasarkan unsur yg dihapus)

1.Dasar Pembenar:
Melawan hukum dihapuskan
Kesalahan -> dihapuskan
2.Dasar Pemaaf:
Melawan hukum tetap ada
Kesalahan
dihapuskan

Pembagian Dasar Penghapus Pidana


Menurut Doktrin

1.Dasar Pembenar:

Melawan hukum dihapuskan


Dalam hal ini perbuatannya dianggap tidak melawan hukum,
walaupun perbuatannya itu dilarang dan diancam hukuman oleh
UU/KUHP. Jadi dlm hal ini perbuatan pelaku dibenarkan/dibolehkan:
a. Pasal 48 KUHP (perluasan): Noodtoestand/Keadaan Darurat
b. Pasal 49 ayat (1): Noodweer/Bela Paksa
c. Pasal 50: Melaksanakan perintah UU
d. Pasal 51 ayat (1): Perintah jabatan yang sah, yang
dikeluarkan oleh pejabat berwenang.
e,tiada kesalahan dalam arti materil

Pembagian Dasar Penghapus Pidana


Menurut Doktrin

2.Dasar Pemaaf:

Melawan hukum tetap ada


Kesalahan
dihapuskan
Dalam hal ini perbuatan pelaku tetap dianggap melawan
hukum, namun unsur kesalahannya dimaafkan:
a. Pasal 44 KUHP: ketidakmampuan utk
bertanggung jawab krn sakit jiwa/idiot/imbisil.
b. Pasal 48 KUHP: Overmacht/Daya Paksa dalam
arti
sempit-relatif
c.Pasal 49 ayat2 : bela paksa lampau batas
d. Pasal 51 ayat (2): Melakukan perintah jabatan yg tidak
sah, namun yg diperintah dgn itikad baik
menganggap bahwa perintah tersebut sah.

Dasar Penghapus Pidana


Dasar Pembenar

Dasar Pemaaf

Melawan hukum dihapuskan

Melawan hukum tetap ada

Dalam hal ini perbuatannya tidak


dianggap melawan hukum,
walaupun perbuatannya itu
dilarang dan diancam hukuman
oleh UU/KUHP.

Kesalahan

Jadi dlm hal ini perbuatan pelaku


dibenarkan/dibolehkan:

dihapuskan

Dalam hal ini perbuatan pelaku


tetap dianggap melawan hukum,
namun unsur kesalahannya
dimaafkan:

a. Pasal 48 KUHP
b. Pasal 49 ayat (1)
c. Pasal 50
d. Pasal 51 ayat (1)

a. Pasal 44 KUHP
b. Pasal 4b KUHP
c. Pasal 51 ayat (2

Pasal 48 KUHP

Overmacht
(daya paksa dalam arti relatif/sempit)
Noodtoestand (keadaan darurat)
(perluasan overmacht)

Paksaan (Dwang)
Dorongan/kekuatan/paksaan baik psikis maupun
fisik yg tidak bisa dilawan
Paksaan:
a. Vis Absoluta (paksaan absolut): paksaan yang tidak

mungkin untuk dilawan (pelaku hanya sebagai alat belaka)


b. Vis Compulsiva (paksaan relatif): paksaan yang masih
mungkin untuk dilawan, tetapi orang pada umumnya tidak
dapat menghindari paksaan itu tanpa membahayakan
dirinya

Overmacht
(Pasal 48 KUHP)

Dorongan/kekuatan/paksaan baik psikis


maupun fisik dr manusia yg tidak bisa dilawan
(secara relatif)
Secara relatif dalam arti paksaan itu masih mungkin
untuk dilawan, tetapi orang pada umumnya tidak
dapat menghindari paksaan tersebut tanpa
membahayakan dirinya

Harus memenuhi asas:


Subsidaritas & Proporsionalitas

Dua Asas Penting


Subsidaritas

Tiada jalan lain, tindakan tsb adalah satusatunya jalan

Proporsionalitas

Keseimbangan antara paksaan dengan


tindakan yang dilakukan.

Noodtoestand (Keadaan Darurat)


(Pasal 48 KUHP)
Pembuat melakukan suatu delik, terdorong
oleh suatu paksaan dari luar, pembuat dipaksa
untuk memilih, tapi pilihannya seringkali ditentukan
oleh situasi/keadaan dan terkadang alam. Terjadi :
1. Pertentangan antara kepentingan hukum
2. Pertentangan antara kewajiban hukum
3. Pertentangan antara kepentingan hukum
dengan kewajiban hukum

Pasal 49 KUHP

Pasal 49 ayat (1)


Noodweer Bela Paksa
Pasal 49 ayat (2)
Noodweer Excess
Bela Paksa Lampau Batas

Noodweer - Bela Paksa


Pasal 49 ayat (1) KUHP

Syarat serangan:

1. Melawan hukum
2. Seketika/langsung atau dikhawatirkan segera akan terjadi
3. Terhadap: badan/tubuh, nyawa, kehormatan seksual, dan harta
bendadiri sendiri/orang lain
4. Ditujukan pada diri sendiri/oranglain

Syarat pembelaan:

1. Seketika/langsung
2. Memenuhi asas subsidiaritas & proporsionalitas

Dua Asas Penting


Subsidiaritas

Tiada jalan lain, tindakan tsb adalah satusatunya jalan

Proporsionalitas

Keseimbangan antara ancaman


serangan/serangan dengan pembelaan
yang dilakukan.

Noodweer Excess - Bela Paksa Lampau Batas


Pasal 49 ayat (2) KUHP

Pembelaan tidak memenuhi asas subsidaritas dan


proporsionalitas:
asas subsidaritas & proporsionalitas dilampaui
Yang harus dibuktikan:

1.Pelampauan batas pembelaan diri itu terjadi karena


goncangan jiwa
2.Goncangan itu terjadi krn adanya serangan yang
melawan hukum (Adanya hubungan kausal antara
keguncangan jiwa tsb dgn serangan yg dilakukan).

Pasal 50 KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undangundang, tidak dipidana
Melaksanakan perintah UU
contoh:
-polisi yang berpatroli menangkap seseorang yang tertangkap tangan
melakukan pencurian.
-Polisi yang menembak seorang perampok bersenjata disebuah bank yang
tengah beraksi

Pasal 51
(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh
penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak
menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang
diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa
perintah diberikan dengan wewenang dan
pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan
pekerjaannya.

Syarat-syarat
Menjalankan perintah pejabat yang berwenang
Perintah yang diberikan oleh pejabat tersebut
dalam lingkup hukum publik
Contoh:
juru sita pengadilan,
penangkapan/penyitaan/penahanan yg sah yg
dilakukan oleh polisi

Perintah Pejabat
Pasal 51 ayat (2) KUHP:
Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat/atasan
yg tidak berwenang, jadi perintahnya tidak
sah:

1. Yang diperintah sama sekali tidak tahu bahwa


perintah yang dikeluarkan adalah perintah yang
tidak sah
2. Dalam batas-batas lingkungan yg diperintah
3. Ada hubungan antara atasan dan bawahan

Pembedaan Dasar Pembenar & Dasar Pemaaf terkait dgn


masalah :

Penyertaan: salah satu peserta memiliki dasar


pembenar maka peserta lain jg dibenarkan
(kolektif), namun dasar pemaaf hanya dimiliki
peserta yg punya dasar pemaaf (individual)
Bunyi putusan hakim: lihat catatan

Dasar Peringan Pidana

Dasar Peringan
Pengertian
Bentuk-bentuk peringan pidana
(masukkan pasal 45-47)

Dasar Peringan Pidana


Umum

Khusus

Dasar Peringan Pidana


Delik selesai
Pelaku memenuhi semua unsur tindak
pidana
Pelaku diancam dengan pidana lebih
ringan dr yg seharusnya/ lebih ringan dr
pelaku yang lain
Alasan hkm menjatuhkan pidana < (kurang
dari) ancaman pid. Utk anak, pengurangan
sudah dimulai sejak ancaman pidana.

Dasar Peringan Pidana


1. UMUM :
- usia belum dewasa
-Tindak pidana yang dilakukan oleh anak/ orang yg blm

dewasa
Diatur dalam UU No. 3/1997 tentang Pengadilan Anak
mengganti ps. 45-47 KUHP (lihat ps. 103 KUHP).
Ps. 45-47 KUHP tdk berlaku lagi,
tp asas2 umum dan aturan2 lain dalam KUHP serta
KUHAP ttp dipergunakan jk tdk diatur scr menyimpang
oleh UU NO. 3/1997.

2. KHUSUS :

Delik yang diperingan (diprevilisir). Contoh: ps. 308.

Permasalahan
Percobaan melakukan t.p. (ps. 53 KUHP) ?
Membantu melakukan t.p. (ps. 57 KUHP) ?

Mnrt Utrecht dan RKUHP mrpk dsr peringan.


Namun msh diperdebatkan oleh para ahli huk.pid
Bkn mrpk dsr peringan karena deliknya belum selesai
atau pelaku tdk memenuhi unsur

Membantu melakukan t.p. dlm praktek bs dipid lbh


berat, krn pelaku bperan penting (R.Soesilo hlm.
77): Hanya merupakan perluasan dr dpt
dipidananya seseorang

Child Delinquency Juvenile Delinquency (usia dewasa sbg


dasar peringan pidana)

Tindak Pidana yang dilakukan oleh org yang


masih di bawah umur:
Anak tsb mampu btanggung jawab tp
tdk secara penuh mampu, tapi tdk
secara penuh.
Orang dewasa kecil : ada perlakuan
khusus
Tidak mampu: ps. 44 KUHP (org gila, imbisil/
idiot)

Child Delinquency Juvenile Delinquency


Alasan anak diancam pidana < ancaman thd
dewasa :
Ada pengaruh lingkungan

(meniru tingkah laku ortu, teman, saudara mudah dibujuk,


kurang kasih sayang dan didikan ortu)

Masa remaja :

suka main, nongkrong/kumpul2 tanpa aturan, suka


melak perbuatan yg mnrt org dws sbg kenakalan/krg
ajar, ingin lepas dr aturan,
ingin eksistensinya diakui, ingin hidup dgn gayanya
sendiri

Pengaruh globalisasi dan modernisasi


(perilaku konsumtif-media)

Child Delinquency Juvenile Delinquency

Aspek psikologis : Kurang peduli thdp


akibat dr perbuatannya (tdk pikir2 dulu) =
ketidakstabilan emosi dan kurang matang
cara berpikirnya.
Suka coba-coba & ikut2an teman.

Contoh : minum2an keras, mabuk, corat-coret


tembok, kebut2an di jalan, mencuri, memeras, dsb.

Istilah :

anak nakal anak delinkuen (anak yang mengalami


penyimpangan perilaku).

Child Delinquency Juvenile Delinquency

I. BATAS USIA

Anak : seseorang blm cukup umur- msh di bwh


umur
Terdapat berbagai batasan usia anak :

UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak: < 18 thn


tmsk anak dlm kandungan

Khusus untuk anak yg melak TP berlaku UU No.


3/1997 tentang Pengadilan Anak :

Mereka yg berusia 8 - < 18 thn dan blm pernah kawin


dpt diajukan ke SA.
Jika melak T.P. < 18 th tp sdh kawin : Tunduk pd KUHP.

Child Delinquency Juvenile Delinquency


Pasal 4 UU No. 3/1997 :
Anak dpt diajukan ke Sidang Anak jk tlh berusia 8 th.
Anak yang melak TP < 8 th tdk dapat diajukan ke SA
dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Thdpnya hanya dilak pemeriksaan oleh penyidik.
Untuk memeriksa apakah ia melakukan TP tsb
sendiri atau Tp yg dilakukannya terkait dgn pnyrtaan
(deelneming) dgn orng dewasa (ps. 5 uu 3/1997)
Jika TP yg dilakukan terkait dgn penyertaan
(deelneming) dgn org dewasa (ps. 5 UU 3/1997).

Child Delinquency Juvenile Delinquency

PRINSIP :
Pemberian hukuman bg anak itu
tujuannya bkn semata2 utk menghukum
(not to punish the child) ttp lbh utk
mendidik kembali (re-educate) dan
memperbaiki (rehabilitate)
Memperhatikan kepentingan anak

Child Delinquency Juvenile Delinquency


PERBUATAN YG DPT DIPIDANA :
Pasal 1 butir 2 UU NO. 3/1997 Anak Nakal :
Anak yang melakukan tindak pidana
Sumber2 Hk. Pidana :

KUHP : kejahatan + pelanggaran, co : 362, 285, 351, 359


UU Pidana di luar KUHP : UU 22/97 Narkotika, UU 5/1997
Psikotropika
UU Non Pidana tp memuat sanksi pidana : UU 14/1992 Lalu lintas,
UU No. 23/2002 ttg Perlind Anak, UU No. 13/2003, dsb.
UU Drt. No. 12/1951 -> pemilikan senjata tjm

Anak yg melak perbuatan yg dinyatakan terlarang bg


anak, baik mnrt pat pUUan maupun pat hkm lain yg
hidup dan berlaku dlm masy yg bersangkutan
masalah : perbuatan yg bgmn ? Seharusnya disebut dengan jelas.

Child Delinquency Juvenile Delinquency


Ancaman Pidana Kategori Usia

ANCAMAN PIDANA :
Paling lama (setengah) dr max anc pid bg org
dewasa. Max ancaman pid bg org dws . (ps. 26,
27, 28 UU 3/1997)
Kategori Usia :
1. 0 8 thn :

pasal 5
tdk dpt dipertggjwbkan
tdk dpt diajukan ke SA
hanya dpt dilak pemeriksaan

Ancaman Pidana - Kategori Usia


Kategori Usia
2. 8 - < 12 thn :
pasal 24
dpt dilak pemeriksaan oleh penyidik terkait dgn
penyertaan dan dapat diajukan ke SA (sbg saksi yg
tdk dpt disumpah ps. 171 KUHAP)
hanya dpt dikenai tindakan
Pasal 26 UU No. 3/1997 :
melakukan TP yang diancam dgn pid mati atau
penjara seumur hdp = dikenai tindakan -> anak
negara
melakukan TP yang tidak diancam dgn pid mati atau
penjara seumur hdp = salah satu tindakan dalam
pasal 24.

Ancaman Pidana - Kategori Usia


Kategori Usia
3.12 - < 18 thn :
pasal 26 ayat (3) dan (4)
dapat diajukan ke sidang anak
dapat dikenai pidana atau tindakan
melakukan TP yang diancam dgn pid
mati atau penjara seumur hdp =
penjara max 10 th

JENIS-JENIS PIDANA

Pasal 22 UU 3/1997 : terhadap anak


nakal hanya dpt dijatuhkan pidana atau
tindakan yg ditentukan oleh UU ini.
Pidana : Pasal 23 UU NO. 3/1997

Pidana Pokok :

pidana penjara
pidana kurungan
pidana denda
pidana pengawasan

Pidana tambahan :
perampasan brg2 ttt
ganti kerugian

Tindakan
Tindakan : Pasal 24 UU No. 3/ 1997

mengembalikan pd ortu
diserahkan pd negara
diserahkan pd dep.sos/org. sosial kemasy

Tindakan dpt disertai teguran


Pada anak dpt dikenai pula pidana bersyarat (ps.
29) atau wajib latihan kerja (ps. 28 ayat 3)

Pidana atau Tindakan pada anak


sesuai UU No. 3/1997
Tidak ada :

Pidana mati
Pidana penjara seumur hidup
Pencabutan hak2 ttt
Pengumuman put pengadilan

Jk melakukan spt yg diatur dlm ps. 1 angka 2 hrf a


(melakukan tindak pidana), maka : dapat dikenai
pidana atau tindakan (Ps. 25 ayat 1)
Jika melakukan spt yg diatur dlm ps. 1 angka 2 hrf b
(melakukan perbuatan yg dilarang.), hanya dpt
dikenai tindakan saja(Ps. 25 ayat 2).

KUHP
Pasal 45 - 47
1. Tindak pidana saja

UU No. 3/1997
Tentang Pengadilan Anak
1. Tindak pidana atau perbuatan
lain

2. Batas usia :
2. 8 < 18 dan blm menikah
< 16 th (ps. 45 )
Wkt dituntut < 21 thn. Tdk ada aturan sdh
menikah/blm

3. Pidana yg diancamkan thdp org 3. Pidana yg diancamkan thdp


org dewasa 1/2
dewasa 1/3
4. Jenis pidana :

4. pidana atau tindakan ps. 23

UU No. 3/1997
Petugas hukum khusus: penyidik anak,
hakim anak, jaksa anak,
Penangkapan = KUHAP
Penahanan lebih pendek
Ps. 44 jo ps. 50
Penahanan utk penyidikan:
20 30 hr
Penahanan utk kept penuntutan:
10 25 hr
Penahanan utk kept pemeriksaan :
15 30 hari

Adanya hak2 khusus

KUHAP
Tdk ada petugas khusus yang
menangani perkara anak

Pasal 20 dst
- Penahanan utk penyidikan:
20 40 hr
-Penahanan utk kept penuntutan:
20 50 hr
-Penahanan utk kept pemeriksaan
30 90 hari

R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 113
(1) Anak yang belum mencapai umur 12
(dua belas) tahun melakukan tindak pidana
tidak dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Pidana dan tindakan bagi anak hanya
berlaku bagi orang yang berumur antara 12
(dua belas) tahun dan 18 (delapan belas)
tahun yang melakukan tindak pidana.

R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 114

(1) Dengan memperhatikan ketentuan mengenai tujuan dan pedoman


pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dan Pasal 55, demi
kepentingan masa depan anak, pemeriksaan di depan pengadilan dapat
ditunda atau dihentikan setelah mendengar pertimbangan penyidik,
penuntut umum, dan Petugas Kemasyarakatan.
(2) Penundaan atau penghentian pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disertai dengan syarat :
a. anak tidak akan melakukan tindak pidana; dan/atau
b. anak dalam waktu tertentu harus mengganti semua atau sebagian
kerugian
yang ditimbulkan akibat perbuatannya.

R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak

Pasal 116
(1) Pidana pokok bagi anak terdiri atas:
a. Pidana verbal :
1. pidana peringatan; atau
2. pidana teguran keras;

b. Pidana dengan syarat:


1. pidana pembinaan di luar lembaga;
2. pidana kerja sosial; atau
3. pidana pengawasan;
c. Pidana denda; atau

d. Pidana pembatasan kebebasan:


1. pidana pembinaan di dalam lembaga;
2. pidana penjara; atau
3. pidana tutupan.

(2) Pidana tambahan terdiri atas:


a. perampasan barang-barang tertentu dan/atau tagihan;
b. pembayaran ganti kerugian; atau
c. pemenuhan kewajiban adat.

CATATAN
1. Pengadilan anak berada dlm lingkup peradilan
umum (ps. 2 UU 3/1997)
2. PA khusus menangani perkara yg dilakukan oleh
anak (ps. 3), tdk scr tegas dinyatakan hanya
menangani perkara pidana tp dr isisnya dpt
disimpulkan demikian
3. Hrs diteliti : akte kelahiran, ijazah, dsb
4. Petugas hkm khusus, ps. 10, 41 dan 53
5. berhak didampingi penasehat huk dan mendapat
bantuan huk (ps. 51. 52), sesuai ps. 21 ayat 1
KUHAP

CATATAN
6. Tsk/tdkw anak dapat ditahan (ps. 45) - tp
dipisahkan dr org dewasa. Sesuai ps 36, 37 UU
14/1970.
7. diperiksa dalam suasana kekeluargaan (ps. 42
ayat 1) , hakim, jaksa dll tdk pakai seragam/toga
ps. 6
8. Pemeriksaan dirahasiakan ps. 42 ayat 3
9. dilakukan dlm sidang yang tertutup utk umum ps.
8, ps. 153 ayat 3 KUHAP, SEMA RI No. 2/1959
10. Laporan hasil penelitian kemasyarakatan ps. 56
11. LP anak terpisah dr LP dewasa ps. 60

Kasus RAJU

Takut Disidang, Raju Menangis


Kontribusi dari Indo Pos Kamis, 02 Maret 2006 STABAT
Kegaduhan kemarin terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Stabat,
Langkat. Peristiwa itu bermula ketika terdakwa Muhammad Azwar alias Raju
dipanggil jaksa agar masuk ke ruangan sidang. Tapi, bocah 8 tahun itu tidak
mau. Dia malah menangis sambil menjerit. Rupanya, dia masih trauma
karena peristiwa sebelumnya, ketika dijebloskan ke tahanan oleh hakim di
pengadilan tersebut. Itu memang masih lanjutan kasus Raju yang jadi berita
ramai. Bocah kelas 3 SD tersebut dibawa ke pengadilan karena kasus
perkelahian. Sidang kasus itu sempat tertunda, setelah penahanan Raju
oleh hakim Tiurmaida H. Pardede direaksi keras banyak kalangan. Sebab,
Raju kala itu dijebloskan ke tahanan bersama tahanan dewasa lain. Hal
tersebut membuat Raju trauma. Kasus itu sempat menarik perhatian
Zannuba Arifah Chofsoh (Yenny Wahid), staf khusus Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Putri Gus Dur itu pun mendatangi rumah Raju dan
memberikan dukungan untuk bocah 8 tahun itu. Hal yang sama dilakukan
Komisi Yudisial. Kemarin, Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Langkat,
melanjutkan sidang kasus Raju.

Dituduh Main Judi di Bandara,


9 Siswa SD Ditahan (Juli 2009)
JAKARTA - Sepuluh anak berusia 11-14 tahun ditangkap di Bandara Soekarno Hatta pada 29
Mei lalu atas tuduhan melakukan perjudian. Akibatnya mereka terpaksa harus putus sekolah
karena langsung menjadi tahanan titipan Polres Bandara. Mereka adalah MS (14) pelajar kelas
VI SD, MT (12) pelajar kelas II SD, SY (11) pelajar kelas IV SD, BR (14) pelajar kelas VI SD, AR
(14) pelajar kelas I SMP, ARH (15) pelajar kelas I SMP, AD (13) pelajar kelas VI SD, RS (11)
pelajar kelas II SD, RJ (11) pelajar kelas IVSD, dan IA (14) pelajar kelas SMP paket C. Kesepuluh
anak-anak warga Desa Rawa Rengas, Tangerang, itu sering menyemir di Terminal B1 Bandara
Soeta. Menurut pengakuan orangtua, mereka tidak diberitahukan soal adanya penangkapan
tersebut. Bahkan setelah mengetahuinya dari tetangga mereka, polisi tidak mengizinkan untuk
menemui anaknya ditahanan. "Saya malah disuruh bawa KTP, akte, dan KK," ungkap Hindun
(35), orangtua AD.
Dari pengakuan AD, dirinya bersama teman-temannya juga mengalami kekerasan dan
penganiayaan oleh aparat bandara dan petugas LP. Baru setelah sebulan ditahan mereka
mendapat penangguhan penahanan atas bantuan dari LBH Masyarakat. Kini nasib mereka
akan dipersidangkan di PN Tangerang dengan tuduhan tindak pidana pasal 303 KUHP dengan
ancaman 5 tahun penjara. Sekjen Komnas PA Arist Merdeka Sirait menyatakan ada banyak
kesalahan prosedur dalam penahanan mereka. "Banyak pihak yang melanggar prosedur hingga
anak-anak ini terjerumus masuk penjara," ungkapnya di Kantor Komnas PA di Jalan TB
Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, pukul 09.00 WIB.
Pihaknya pun melihat anak-anak ini awalnya ditangkap karena tuduhan mencuri, namun karena
tidak terbukti mereka mengalihkan tuduhannya. (Isfari Hikmat/Koran SI/ful)

Kasus Perjudian di Bandara Soekarno Hatta


Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menyatakan 10 anak yang ditangkap di
Bandara Soekarno-Hatta terbukti melakukan perjudian. Hukumannya adalah mengembalikan mereka
ke orang tuanya masing-masing di bawah pengawasan Departemen Sosial.
Demikian vonis hukuman yang dibacakan ketua majelis hakim Retno Pudyaningtyas, dalam sidang
kasus judi anak-anak. Sidang berlangsung di PN Tangerang, Jl TMP Taruna, Tangerang, Senin
(27/7/2009). "Membebaskan terdakwa dari tuntutan dan mengembalikan terdakwa ke orang tua di
bawah Departemen Sosial," tegas Retno lalu mengetukkan palu sidang. Di dalam pertimbangannya,
majelis hakim menyatakan 10 anak-anak itu bersalah. Barang bukti dan kesaksian yang dipaparkan
dalam persidangan membuktikan mereka secara sah turut serta melakukan perjudian sebagaimana
didakwakan pasal 303 KUHP. Di satu sisi terbukti pula bahwa perjudian tersebut dilakukan bukan
untuk mata pencaharian, melainkan hanya sebagai permainan. Merujuk pada pasal 24 UUNo 3/1997
tentang Perlindungan Anak dan janji orang tua untuk mendidik kembali anak-anak mereka serta janji
terdakwa tidak mengulangi lagi perbuatan itu, maka majelis hakim membebaskannya dari segala
tuntutan."Selain itu para terdakwa juga masih bersekolah dan bila dikenai sanksi pidana akan
menghambat proses pendidikan bagi mereka," ujar hakim. Sidang berlangsung tertutup di ruang
sidang khusus anak Poerwoto Gandasubrata. Kesepuluh anak tersebut selain didampingi oleh tim
advokasi LBH Jakarta juga didampingi oleh Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak (PA),
Aris Merdeka Sirait.
Kesepuluh anak tersebut yakni Rs(11), Sr (12), Tk(12), Ag (12), Dl (12), Brd (13), Ar (14), Abr (14), If
(14), dan Ms (14). Mereka dibekuk Polres Bandara saat bermain macan buram di kawasan Bandara
Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Juni 2009.

Dasar Pemberat Pidana

Di Dalam KUHP
UMUM :

Recidive :
Pengulangan tindak pidana
Ancaman pidananya + (1/3-nya) (ditambah 1/3), diatur dlm psl.
486,487 dan 488.
Pada wkt melakukan tindak pidana melanggar perintah jabatan (abuse
of power), psl. 52.
Pd wkt melak tp menggu akan bendera kebangsaan,ps 52a KUHP

KHUSUS :
Delik-delik yg dikualifisir/diperberat.
Co. psl. 52a: kejahatan menggunakan bendera RI, 356, 349, 351 ayat (2),
365 (4) dll.
Delik-delik tertentu yg dilakukan oleh org ttt dlm keadaan ttt.

Di luar KUHP
Pemaksimalan pidana karena dianggap
meresahkan masyarakat
Penjatuhan pidana yg cukup berat.

PENGULANGAN T I N D A K P I D A N A
(R E C I D I V E)

Recidive terjadi dlm hal seseorang yg


telah melakukan suatu tindak pidana dan
yg telah dijatuhi pidana dgn suatu
putusan hakim yg berkekuatan hkm tetap,
kemudian melakukan suatu tindak pidana
lagi.
Recidive merupakan suatu alasan/dasar
untuk memperberat pidana.

a. Recidive menurut Doktrin


Ada 2 sistem pemberatan pidana
berdasarkan recidive :
Recidive Umum,
Setiap pengulangan tindak pidana apapun
dan dilakukan kapanpun.
Recidive Khusus,
Pengulangan tindak pidana tertentu dan
dalam tenggang waktu tertentu pula.

b. Recidive menurut KUHP :


1. Pelanggaran (buku 3) :
Ada 14 jenis pelanggaran yg memiliki ketentuan recidive
(khusus)
Recidive khusus psl. 489, 492, 495, 501, 512
Pelanggaran yg diulangi (yg ke 2) hrs sama dgn yg ke 1
Antara pelanggaran ke 1 dan 2 hrs ada putusan pemidanaan yg
tetap

Tenggang waktu :

Belum lewat 1 atau 2 thn (lihat msg2 pasal)


Sejak : adanya putusan pemidanaan yg berkekuatan hukum tetap.

Pemberatan :

Disebutkan secara khusus dlm tiap2 pasal, jd pengaturannya


berbeda2.
Co. denda -> kurungan (psl. 489), pidana dilipatgandakan jd 2x
(492).

b. Recidive menurut KUHP


2. Kejahatan (buku 2) :
a. Recidive khusus :

Ada 11 jenis kejahatan, co: psl. 137 (2), 144 (2), 155
(2), 161 (2), dan 216 (3).
Kejahatan yg ke-2 hrs sama dgn yg ke-1.
Antara kejahatan ke-1 dan yg ke-2,hrs sdh ada putusan
hakim berupa pemidanaan yg tlh berkekuatan hkm
tetap.
Tenggang waktu :
Belum lewat 2 th atau 5 thn (lihat masing2 pasal), sejak : adanya
putusan hakim yg bkekuatan hkm tetap.

Pemberatan : disebut secara khusus dlm pasal2nya.

b. Recidive menurut KUHP


b. Recidive sistem antara :
(Tussen stelsel psl. 486, 487 dan 488)
Syarat recidive menurut pasal 486, 487 dan
488 :
1. Kejahatan yg ke-2 (yg diiulangi)
hrs
termasuk dalam suatu kelompok jenis dgn
kejahatan yg ke-1 (yg
terdahulu).

Recidive sistem antara/tussen stelsel


Kelompok jenis itu adalah :
1.Kelompok jenis kejahatan dlm psl. 486 adl kejahatan thdp
harta benda & pemalsuan;
2.Kelompok jenis kejahatan dlm psl. 487 merupakan
kejahatan thdp nyawa dan tubuh;
3.Kelompok jenis kejahatan dlm psl. 488 merupakan
kejahatan mengenai penghinaan & yg berkaitan dgn
penerbitan/percetakan.
Tetapi tetap harus diperiksa dgn seksama apakah pasal
yg dilanggar masuk dlm rumusan Pasal 486, 487 atau
488.

Recidive sistem antara/tussen stelsel

2. Antara kejahatan yg ke-1 dan ke-2 hrs


sdh ada putusan hakim berupa pemidanaan
yg berkekuatan hkm tetap.
3. Pidana yg pernah dijatuhkan hakim
terdahulu hrs berupa pidana penjara.

Recidive sistem antara/tussen stelsel


4. Ketika mengulangi, tenggang waktunya:
a) Belum lewat 5 thn :

Sejak menjalani seluruh atau sebagian pidana


penjara untuk kejahatan yg ke-1;
Sejak pidana penjara sama sekali dihapus (mis:
krn grasi).

b) Belum lewat tenggang waktu daluwarsa


kewenangan menjalankan pidana (penjara)
atas kejahatan yg ke-1. Lihat psl 84 jo 78.
5. Pemberatannya : Ancaman pidana +(1/3nya).

Penyertaan

Penyertaan
Terlibatnya lebih 1 orang dalam 1 tindak pidana (sebelum
atau saat suatu tindak pidana terjadi)
Dasar memperluas dapat dipidananya seseorang; penyertaan
dipandang sbg persoalan pertanggungjawaban pidana,
penyertaan bukan merupakan suatu delik krn bentuknya tdk
sempurna. (Simons, van Hattum, Hazewinkel-Suringa)
Dasar memperluas dapat dipidananya suatu perbuatan;
penyertaan dianggap suatu bentuk khusus dari tindak pidana,
penyertaan merupakan suatu bentuk delik yg istimewa.
(Pompe, Mulyatno, Roeslan Saleh)

Golongan Peserta dalam Tindak Pidana


menurut KHUP Indonesia
a.

Pembuat/dader (ps. 55), dipidana sbg pelaku :


1. Yang melakukan/pelaku (pleger)
2. Yang menyuruh lakukan (doen pleger)
3. Yang turut serta (medepleger)
4. Yang mengganjurkan/ penggerak/
pembujuk/pemancing (uitlokker)
b.

Pembantu/medeplichtige (ps. 56 dan 57) :


1. Pembantu pada saat kejahatan dilakukan
2. Pembantu sebelum kejahatan dilakukan.

Bentuk-bentuk Penyertaan
1.
2.
3.
4.

Menyuruh melakukan (doen plegen)


Turut melakukan (medeplegen)
Menggerakkan (uitlokken, uitlokking)
Membantu melakukan
(medeplichtigheid)

Keterlibatan seseorang dalam suatu tindak pidana dapat


dikatagorikan sebagai

1. Yang melakukan
2. Yang menyuruh melakukan
3. Yang turut melakukan
4. Yang menggerakkan/menganjurkan untuk
melakukan
5. Yang membantu melakukan

Lanjutan .
No. 1 s.d. 4 dikatagorikan sebagai pelaku
(pembuat) (Pasal 55 KUHP):
- Pelaku: memenuhi semua unsur delik
- dianggap sebagai sebagai pelaku:
memenuhi sebagian unsur delik
sama sekali tidak memenuhi unsur delik
Pidananya sama dengan pelaku
No. 5 : pembantu (Pasal 56, 57 KUHP)

Golongan Peserta dalam Tindak Pidana


menurut KHUP Indonesia

1. Yang menyuruh melakukan:

seseorang hendak melakukan tindak pidana, tp


tdk mau melakukannya sendiri, melainkan menyuruh org lain utk
melakukannya
Yang menyuruh diancam pidana sbg pelaku
Yang disuruh/pelaku langsung (pelaku materil),
tdk diancam pidana krn hilangnya unsur kesalahan
(adanya dasar penghapus pidana berupa dsr pemaaf)
Yang disuruh hanya menjadi alat belaka,
& melakukan tindakan itu krn ketidaktahuan/kekeliruan/adanya
paksaan.

1. Yang menyuruh melakukan:

Yang disuruh tidak dapat dipertanggungjawabkan :


1.Ps. 44, orang yang disuruh sakit akal, tdk sempurna
pertumbuhan akal/jiwanya;
2.Ps. 48, orang berada dalam keadaan overmacht/daya paksa
relatif;
3.Ps. 51 (2), dalam hal menjalankan perintah jabatan yang tdk
sah, tp org tsb dengan itikad baik menyangka bahwa
perintah itu sah (ada hubungan atasan dan bawahan)
4.AVAS tiada kesalahan sama sekali
5.Putative/salah kira-salah duga, dwaling
6. Anak yg msh sgt kecil ? Mungkin sj

2. Turut melakukan
Kemungkinan :
Beberapa org bersama2 melakukan tindak pidana
Semua dr mereka yang terlibat memenuhi semua unsur;
Ada yg memenuhi semua unsur, ada yg sebagian unsur, bahkan ada yg tdk
memenuhi unsur sama sekali;
Semua hanya memenuhi sebagian unsur saja;

Syarat :
1.Kerjasama secara sadar, tdk perlu ada kesepakatan tp hrs ada
kesengajaan utk: bekerja sama dan mencapai tujuan yg sama
berupa terjadinya suatu tindak pidana; permufakatan jahat
2.Kerjasama secara fisik, ada pelaksanaan bersama, perbuatan
pelaksanaan perbuatan yg langsung menyebabkan selesainya
suatu delik.

3. Yang menggerakkan, membujuk, memancing, menganjurkan :

Syarat :

Ada kesengajaan utk menggerakkan org lain melakukan tindak


pidana;
Dgn upaya2 yang diatur secara limitatif dalam ps. 55 ayat (1)
butir 2 KUHP : pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan,
pengaruh, kekerasan,
ancaman kekerasan atau tipu daya atau dgn memberi
kesempatan, daya upaya atau keterangan.
Ada yg tergerak utk melakukan tindak pidana dgn upaya2 di atas;
Yg digerakkan dpt dipertanggungjawabkan mnrt Hukum Pidana;
Yg menggerakkan bertanggung jawab terhadap akibat yg timbul.

Jenis Penggerakan
1.Penggerakan yg berhasil
2.Penggerakan yg berhasil sampai dlm taraf percobaan
yg dpt dipidana psl 53
Pasal 163 bis
1.Penggerakan yg gagal, psl. 163 bis
2.Penggerakan tanpa akibat : mengundurkan diri yg
digerakkan melakukan tindak pidana lain.
Tanggung jawab penggerak :
sebatas perbuatan yg digerakkan beserta akibat2nya
(ps. 55 ayat 2)

Pasal 163 bis


Penggerakan yang gagal (mislukte uitlokking/ poging tot
uitlokking = mencoba menggerakkan)
Penggerakan tanpa akibat (zonder gevolg gebleven
uitlokking)
- Pemidanaan terhadap penggerak:
maksimal 6 tahun penjara atau denda Rp. 4500,- tetapi
tidak boleh lebih berat daripada:
pidana untuk percobaan TP kalau percobaannya dapat
dipidana
pidana karena melakukan TP dalam hal percobaan
melakukan TP (yaitu kejahatan) tidak dapat dipidana

5. Membantu melakukan
psl. 56 57 KUHP
Dilakukan dgn sengaja: tdk ada niat utk melakukan tindak
pidana, tdk ada kepentingan lbh lanjut, hanya sekedar
membantu saja.
Dibagi atas :
Membantu sebelum tindak pidana dilakukan dan pada
saat tindak pidana dilakukan
Sarana: kesempatan, daya upaya, keterangan
Yang dipidana hanya jika membantu melakukan kejahatan
(ps. 56 dan 60)
Ancaman pidana: -1/3

Membantu Melakukan
(Pasal 56, 57 KUHP)

Harus dilakukan dengan sengaja


Menurut Pasal 56, ada 2 jenis:
1. Membantu sebelum TP dilakukan
sarananya: kesempatan, daya upaya (alat), keterangan
2. Membantu pada saat TP dilakukan
sarananya: boleh apa saja
Yang dipidana hanya membantu melakukan kejahatan (lihat
Pasal 56 dan Pasal 60 KUHP)
Ancaman pidana maksimal bagi seorang pembantu: pidana bagi
pelaku kejahatan dikurangi 1/3-nya

Tambahan
Tindakan2 sesudah tindak pidana terjadi:
Psl. 221, 223, 480, 481, 482, 483
Penyertaan mutlak perlu :
Ps. 149, 238, 279, 284, 345.
Penyertaan dalam penyertaan

Gabungan Tindak Pidana


(Samenloop-Concursus)

GABUNGAN TINDAK PIDANA


Tujuan adanya ketentuan gabungan Tindak pidana adalah
untuk memberikan pedoman bagi Hakim dalam
menjatuhkan hukuman, jika terjadi perkara yang terdiri dari
beberapa tindak pidana;
Bukan gabungan tindak pidana bila beberapa tindak
pidana terjadi namun tindak pidana2 tersebut telah diatur
dalam satu pasal. Mis Ps. 339; 363; 365 KUHP.
Gabungan tindak pidana dapat dilakukan lebih dari 1 orang

Pengertian
Beberapa tindak pidana, yang dilakukan
dengan 1 atau lebih perbuatan
Di antara beberapa tindak pidana itu belum
ada putusan Hakim
Beberapa tindak pidana tsb akan diadili
sekaligus

Pengaturan dalam KUHP


1. Concursus Idealis (eendaadsche samenloop), Psl 63:
2. Voortgezette Handeling, Psl. 64:
3. Concursus Realis (meerdaadsche samenloop), Psl. 65-71:

Concursus Idealis

(eendaadsche samenloop)
Psl 63 KUHP

(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari


satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya
salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbedabeda, yang dikenakan yang memuat ancaman
pidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan
pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana
yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang
diterapkan.

Ruang Lingkup

1.Concursus Idealis/Eendaadsche Samenloop.


Menurut R. Sianturi terdapat pembagian atas CI, sbb:

a. Concursus Idealis Homogenius, dengan 1


perbuatan melanggar satu peraturan pidana yang
sama beberapa kali, co: satu tembakan mengenai 2
orang sekaligus, 2x melanggar Ps. 338 KUHP
b. Concursus Idealis Heterogenius, dengan 1
perbuatan melanggar beberapa peraturan pidana
yang berbeda, co: memperkosa wanita di taman;
melanggar Ps. 285 dan Ps. 281 sekaligus dengan 1
perbuatan.

Stelsel Pemidanaan
1. Untuk Concursus Idealis :
Absorpsi Murni, dijatuhkan 1 jenis
pidana saja yakni yang terberat
(Ps. 63 ayat 1);
2. Ps. 63 ayat (2) : lex specialis derogat legi
generali, co: seorang Ibu yang membunuh
anak krn takut ketahuan telah melahirkan,
tidak dikenai Ps. 338 tapi Ps. 341 KUHP.

Voortgezette Handeling,
Psl. 64 KUHP
(1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan
kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga
harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan
satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat
ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang
dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang,
dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu.
(3) Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut
dalam pasal-pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat 1, sebagai perbuatan
berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya melebihi dari tiga
ratus tujuh puluh lima rupiah, maka ia dikenakan aturan pidana tersebut
dalam pasal 362, 372, 378, dan 406.

Concursus Realis (meerdaadsche samenloop)


Pasal 65-71

(1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang


harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri
sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan,
yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis,
maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah
maksimum pidana yang diancam terhadap
perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum
pidana yang trerberat ditambah sepertiga.

Ruang Lingkup
2. Concursus Realis/Meerdaadsche
Samenloop

a. Concursus Realis Homogenius, melakukan


beberapa perbuatan dan dengan perbuatan2
tsb melanggar suatu ketentuan pidana
beberapa kali, co: dalam 1 bulan membunuh
3x, jd 3x melanggar Ps. 338.
b. Concursus Realis Heterogenius, beberapa
perbuatan melanggar beberapa peraturan
pidana yang berbeda, co: hari ini mencuri,
besok menganiaya, minggu depan
memperkosa, dst, melanggar Ps. 362, 351, dan
285.

Stelsel Pemidanaan
1. Ps. 65 ayat (1): kejahatan dgn ancaman pidana
pokok sejenis: kumulasi terbatas, seluruh pidana
yg diancamkan secara kumulasi tp tidak boleh
melebihi pidana terberat + 1/3.
2. Ps. 66 ayat (1) : concursus realis berupa
kejahatan dgn ancaman pidana pokok yg tdk
sejenis : kumulasi terbatas;
3. Ps. 66 ayat (2); jo ps. 30 KUHP

Stelsel Pemidanaan
4. Ps. 67 : jika salah satu tindak pidana dijatuhkan
hukuman mati atau penjara seumur hidup, maka
tidak boleh dijatuhkan pidana lainnya kecuali
pencabutan hak-hak tertentu
5. Ps. 69: pidana mati, penjara SU, penjara
sementara waktu (ps. 340) pidana mati
6. Ps. 70 : kejahatan dgn pelanggaran atau
pelanggaran dgn pelanggaran : kumulasi murni.

Pasal 70 bis KUHP


Concursus realis
Kejahatan-kejahatan ringan: psl 302 (1),
psl 352, psl 364, psl 373, psl 379, psl 482
Dianggap sebagai pelanggaran
Tetapi: jika dijatuhkan pidana penjara
maksimal 8 bulan

Pasal 71 KUHP

(Delik yang tertinggal)


Jika seseorang telah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan
bersalah lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran
lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu
diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan
menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai hal
perkara-perkara diadili pada saat yang sama.
Contoh:
A melakukan TP :
- Pencurian (Psl. 362) pada tgl. 1 Mei 98
- Penganiayaan (Psl. 351 (2)) pd tgl. 6 Juni 98
- Penipuan (psl. 378) pd tgl. 4 Juli 98
Tertangkap pada bln Agustus 98, diadili pd bln Desember 98 dan dijatuhi
pidana penjara 6 tahun

Lanjutan
Kemudian diketahui bahwa pada tgl. 15 Juni
1998, A bersama B melakukan pembunuhan (psl.
338) thd. X
Berapa pidana maksimal untuk A atas
pembunuhan thd. X
Rumus:
Pidana maks utk TP yang diketahui belakangan
(P2) = Pidana maks jika diadili sekaligus (Ps)
Pidana yang telah dijatuhkan (P1)

Ruang Lingkup

3. Perbarengan Tindakan Berlanjut


(Voortgezette Handeling), Ps. 64 KUHP :
Suatu tindak pidana yang terdiri dari beberapa
perbuatan, di mana perbuatan tsb terdapat hubungan
sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan
berlanjut.
(Absorbsi murni)

Menurut MvT ada 3 syarat :


Tindakan2 tsb harus timbul dari suatu kehendak jahat
Masing2 tindakan itu haruslah sejenis
Tenggang waktu antara masing2 tindak pidana tidak terlalu
lama.

Perbuatan Berlanjut
(Pasal 64 KUHP)
seseorang melakukan beberapa
perbuatan
Perbuatan tsb. masing-masing
merupakan kejahatan atau pelanggaran
Antara perbuatan2 itu ada hubungan
sedemikian rupa shg harus dipandang
sbg satu perbuatan berlanjut.

Makna:
ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus
dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut
Menurut MvT harus dipenuhi 3 syarat:

1. Harus ada 1 keputusan kehendak


2. Masing-masing perbuatan harus sejenis
3. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan
itu tidak terlalu lama

Pemidanaan Perbuatan Berlanjut


Pasal 64 (1): prinsipnya sistem absorpsi
Pasal 64 (2): ketentuan khusus untuk pemalsuan
dan perusakan mata uang
Pasal 64 (3): ketentuan khusus untuk kejahatan
ringan
co. 3X penipuan ringan sbg perbuatan berlanjut;
tidak diancam pidana 3 bln penjara (psl. 379), ttp. 4
th penjara (psl 378)

Dasar penghapus
penuntutan.
Gugurnya Hak Menuntut
(dasar2 utk menghapus
penuntutan)

Vervolgingsuitsluitingsgronden

Pengantar
Apabila tjd TP maka negara mpy hak utk menuntut seseorang ke
Pengadilan. Hak utk menuntut itu dpt gugur/hapus krn bbrp hal:
A.Hal yg diatur di dalam KUHP
Umum
1.Ne bis in idem Psl. 76
2.Meninggalnya tsk/tdkw Psl 77
3.Daluwarsa penuntutan psl. 78-81
4.Penyelesaian di luar sidang ps. 82
Khusus
Tdk adanya aduan dlm delik aduan (delik aduan ada jangka
waktunya) psl. 72-75

B. Di luar KUHP:
1.Abolisi
2.Amnesti

Bab VIII Buku I KUHP

gugurnya hak menuntut pidana


1. Telah ada putusan hakim yang berkekuatan
hukum tetap-BKHT (de kracht van een rechterlijk
gewijsde) mengenai tindakan (feit) yang sama ne bis
in idem (Pasal 76 KUHP);
2. Tersangka/terdakwa meninggal dunia (Pasal 77
KUHP);
3. Perkara telah daluwarsa (Pasal 78 KUHP);
4.Terjadi penyelesaian perkara di luar persidangan
afdoening buiten proces (Pasal 82 KUHP).

nebis in idem
Pasal 76 KUHP

Kracht van gewijsde zaak (KGZ)


Nemo debet bis vexari orang tidak dapat dituntut
untuk kali keduanya karena satu perbuatan (feit)
yang telah dilakukannya dan terhadap perbuatan
itu telah dijatuhkan Putusan hakim* yang tidak lagi
dapat diubah atau ditiadakan (ooherroepelijk)
Putusan hakim di sini mrpk keputusan hakim yg
menyangkut pokok perkara, bukan Putusan Sela

Ne Bis In Idem
seseorang tidak dapat dituntut untuk
kedua kalinya berdasarkan suatu
perbuatan; apabila terhadap
perbuatan tsb telah ada putusan
hakim yang berkekuatan hukum
tetap.

3 syarat Ne Bis in Idem


1. Perbuatannya adalah satu perbuatan
2. Orangnya adalah satu orang tertentu
3. Sudah ada putusan hakim yang sudah
berkekuatan hukum tetap

Putusan hakim
1.Penghukuman (veroordeling) jika semua unsur tindak
pidana terpenuhi dan tidak ada dasar penghapus
pidana.
2.Pembebasan (keputusan bebas, vrijspraak) tidak
terbukti/tidak terpenuhi sebagian atau semua unsur.
3.Lepas dari segala tuntutan (ontslag van alle
rechtsvervolging):
- terbukti tapi bukan merupakan suatu tindak pidana
(menurut KUHAP)

Apakah perbuatan atau feit itu?


1. Perbuatan dalam arti peristiwa jahat
yang telah terjadi (misdadig voorval);
2. Perbuatan dalam arti perbuatan yang
menjadi pokok dakwaan (de handeling
zoals die is te laste gelegd);
3. Perbuatan dalam arti perbuatan materiil
(Materiele handeling).

Van Bemmelen

Diganggunya satu
kepentingan hukum yang
sama dengan cara yang
sama

Ne bis in idem dalam penyertaan

Dalam hal penyertaan apabila salah


seorang peserta sdh dijatuhi pidana, maka
peserta lain yg belum dipidana masih dapat
dituntut dan tdk melanggar asas ne bis in
idem. Jadi asas ini hanya berlaku untuk
peserta yang telah dituntut.
Lihat kasus hal. 218 (buku II Utrecht)
HR 23 Juli 1935, NJ 1936, hal. 173, W Nr.
12987 dan tertanggal 3 Juni 1935, Nj 1936, Nr. 57.

DALUWARSA PENUNTUTAN
Daluwarsa penuntutan
Dasar hukum: Psl. 78 dan 79 KUHP
Psl. 78 KUHP
Tenggang daluwarsa:
1.
Pelanggaran dan Kejahatan dgn cetak: sesudah 1 tahun;
2. Kejahatan dgn sanksi denda, kurungan atau pidana penjara
=/<3 tahun: sesudah 6 tahun
3.
Kejahatan dgn sanksi penjara > 3 tahun: sesudah 12 tahun
4.
Kejahatan dgn sanksi mati atau seumur hidup: sesudah 18
tahun;
5.
Anak < 18 tahun saat melakukan Tindakpidana 2/3

Mulai menghitung daluwarsa


Psl. 79 KUHP:
1.Tenggang daluarsa dihitung sejak sehari sesudah perbuatan
dilakukan (delik formil dan materiil sama);
Tenggang jangka waktu di mana pelaku masih bisa
dituntut/dimintai pertanggung jawaban pidana. Jika tenggang
waktu itu telah lewat maka ia tdk dapat dituntut.
2.Kecuali:
Pemalsuan dan
perusakan uang sehari setelah penggunaannya;
Psl. 328, 329, 330 dan 333 sehari setelah dibebaskan atau meninggal;
Psl. 556 558a hari sesudah daftar-daftar dipindah ke kantor tsb.

Mulai penghitungan DP
Pasal 79
Tenggang Daluwarsa (TD) mulai berlaku
pada hari sesudah perbuatan dilakukan.
TD + 1 hari
Pasal 78
1. Kewenangan menuntut pidana hapus
karena daluwarsa:
sesudah 1/6/12/18 (- 2/3 u <18 tahun)...;
M D + 1 hari

Makna sesudah perbuatan dilakukan.


Ada 2 pendapat:
1.Sesudah perbuatan dilakukan
2.Sesuai dgn deliknya.
Mempersoalkan waktu terjadinya tindak pidana
tempus delichtie
Antara Delik Formil dengan Delik Materiil adalah
berbeda;
Harus diartikan sesudah tindak pidana selesai atau
sempurna sehingga berbeda antara delik formil dengan
delik materiil.
Catatan:
tambahkan catatan dr Remmelink hal. 437 dan Utrecht
hal. 240-dst

Sehingga
Tempus Delicti (TD) + 1 hari + Masa Daluwarsa
(MD) + 1 hari = Daluwarsa Penuntutan (DP)

Contoh :
1961

A mengedarkan uang palsu (Psl 245 KUHP) 1 1


TD 1 1 1961
awal menghitung :
Pasal 79 KUHP : 1 1 1961 + 1 hari = 2 1 1961
Pasal 78 : ancaman > 3 tahun sesudah 12 tahun
2 1 1961 + 12 tahun = 2 1 1961
DP = 2 1 1961 + 1 hari = 3 1 - 1961

PENGHENTIAN DALUWARSA
STUITING

Pasal 80
1. Tiap-tiap tindakan penuntutan
menghentikan stuiten daluwarsa, asal
tindakan itu diketahui oleh orang yang
dituntut, atau telah diberitahukan kepadanya
menurut cara yang ditentukan dalam aturanaturan umum.
2. Sesudah dihentikan, dimulai tenggang
daluwarsa baru.

Tindakan Penuntutan
Perhatikan Pasal 14 UU Nomor 8 Tahun 1981
Penuntut umum mempunyai wewenang :
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari
penyidik atau penyidik pembantu;
b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada
penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat
(3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka
penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah
status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
d. membuat surat dakwaan;

e. melimpahkan perkara ke pengadilan;


f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa
tentang ketentuan hari dan waktu perkara
disidangkan yang disertai surat panggilan, baik
kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk
datang pada sidang yang telah ditentukan;
g. melakukan penuntutan;
h. menutup perkara demi kepentingan hukum;
i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan
tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut
ketentuan undang-undang ini;
j. melaksanakan penetapan hakim.

Tindakan Penuntutan
Tindakan penuntutan dalam arti luas
Tindakan penuntutan dalam arti sempit:
Pelimpahan berkas perkara ke pengadilan
beserta terdakwa dan alat bukti kepada
pengadilan untuk diadili.

PENANGGUHAN DALUWARSA
- SCHORSING -

Pasal 81
Penundaan penuntutan pidana
berhubung dengan adanya perselisihan
prayudisial, menunda daluwarsa.

Penyelesaian di Luar Sidang


(Afdoening buiten Process)
Pasal 82 KUHP

(1) Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan pidana


denda saja menjadi hapus, kalau dengan suka rela dibayar maksimum
denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah
dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan
umum , dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya.
(2) Jika di samping pidana denda ditentukan perampasan, maka barang
yang dikenai perampasan harus diserahkan pula, atau harganya harus
dibayar menurut taksiran pejabat dalam ayat 1.
(3) Dalam hal-hal pidana diperberat karena pengulangan, pemberatan
itu tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap
pelanggaran yang dilakukan lebih dahulu telah hapus berdasarkan ayat
1 dan ayat 2 pasal ini.

Penyelesaian di Luar Sidang


(Afdoening buiten Process)
Pasal 82 KUHP

Hanya dapat dilakukan apabila:


Tindak Pidananya adalah pelanggaran
Hanya diancam pidana denda
Caranya:
-Bayar denda maksimal (+ ongkos perkara bila tuntutan
telah dilakukan)
-Kepada Pejabat berwenang (JPU)

.lanjutan penyelesaian di luar sidang


Dasar Residive
Pasal 82 ayat (1) TIDAK BERLAKU bagi
Pelaku yang belum dewasa ( kurang dari
16 tahun)

ABOLISI
Hak untuk menyatakan bahwa tuntutan
pidana terhadap seseorang harus
digugurkan atau suatu tuntutan pidana
yang telah dimulai harus dihentikan

AMNESTI
Hak untuk mengeluarkan pernyataan
umum bahwa UU Pidana tidak akan
menerbitkan akibat-akibat hukum apapun
juga bagi orang-orang tertentu yang
bersalah melakukan suatu atau beberapa
tindak pidana tertentu

Hal-hal Yang Menyebabkan


Hapusnya Kewenangan
Menjalankan Pidana

Dalam KUHP
1. Matinya Terdakwa/Terpidana (Psl. 83)
2. Daluwarsa (Psl. 84, Psl. 85)

Di luar KUHP
1. Amnesti
2. Grasi
Dasar hukum: Pasal 14 UUD45

DALUWARSA
Lewatnya tenggang waktu tertentu untuk
menjalankan pidana; sehingga
kewenangan jaksa untuk menjalankannya
menjadi hapus.

Tenggang waktu (Psl. 84(2) KUHP)


Untuk semua pelanggaran: 2 tahun
Untuk Kejahatan percetakan: 5 tahun
Untuk kejahatan lainnya: daluwarsa
penuntutan + 1/3-nya
Tidak ada daluwarsa untuk menjalankan
pidana mati (Pasal 84 ayat (3))

Saat penghitungan tenggang daluwarsa


Mulai pada keesokan hari sesudah putusan
hakim dapat dijalankan (Psl. 85 ayat (1))
Putusan hakim dapat dijalankan:
Saat putusan hakim BHT; tetapi
mungkin ada putusan hakim yang
perintahkan terdakwa untuk segera jalani
pidananya, walaupun terdakwa ajukan
upaya hukum biasa (banding, kasasi)

Pencegahan (stuiting)
1. Terpidana melarikan diri ketika jalani pidana:
- tenggang waktu daluwarsa baru dihitung pada
keesokan hari setelah melarikan diri
2. Pelepasan bersyarat dicabut:
- keesokan hari setelah dicabut, mulai tenggang
waktu daluwarsa baru
TENGGANG WAKTU YANG TELAH DILALUI,
HILANG SAMA SEKALI (TIDAK DIHITUNG)

Penundaan (schorsing)
Penjalanan pidana ditunda menurut UU
Selama terpidana dirampas
kemerdekaannya (ada dalam tahanan)
TENGGANG WAKTU SELAMA DITUNDA
TIDAK DIHITUNG

GRASI
Pengampunan berupa perubahan, peringanan,
pengurangan atau penghapusan pelaksanaan
pidana kepada terpidana yang diberikan oleh
Presiden
Diatur UU No. 05 tahun 2010
Putusan Pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi:
1. Pidana mati
2. Penjara seumur hidup
3. Penjara paling rendah 2 tahun

Anda mungkin juga menyukai