Anda di halaman 1dari 44

2.

ASAS LEGALITAS
BERLAKUNYA HUKUM PIDANA

• Berlakunya Hukum Pidana Menurut


Waktu
• Berlakunya Hukum Pidana Menurut
Tempat
Pasal 1 KUHP

(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana,


kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah
ada sebelumnya.
(2) Jika ada perubahan dalam perundang-
undangan sesudah perbuatan dilakukan,
maka terhadap terdakwa diterapkan
ketentuan yang paling menguntungkan .
ASAS YG TERCAKUP
DLM PASAL 1 (1) KUHP
• Nullum delictum, nulla poena sine praevia
lege poenali :
• Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu
peraturan yg terlebih dahulu menyebut
perbuatan yang bersangkutan sebagai
suatu delik dan yang memuat suatu
hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik itu
• 3 prinsip, sbb:
Asas legalitas mengandung 3 prinsip:

1. Aturan hukum pidana harus tertulis


2. Larangan berlaku surut
3. Larangan penggunaan Analogi
1. Aturan hukum pidana harus tertulis
(lex scripta)

• Aturan hukum pidana harus mrpkn aturan yg


dibuat oleh badan legislatif (produk legislatif)
• Produk legislatif yg dimaksud adl dlm bentuk
UU atau Perda
• Aturan tsb harus jelas rumusannya (lex certa)
dan tdk multi tafsir
• Hukum adat ? Merupakan pengecualian ?
Lihat UU Drt No.1/1951 dan R-KUHP Ps. 1
ayat (3)
2. LARANGAN BERLAKU SURUT
(non retroaktif)

•Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak ke


belakang :

X mundur (ke belakang) harus ke depan (maju)

(Dilarang) ß---------- UU Pidana ---------------à

Perlu diketahui kapan suatu tindak pidana terjadi (wkt


terjadinya tindap pidana = tempus delicti.
Teori2 Tempus Delicti
1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de
lichamelijke daad)
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan
(de leer van het instrument)
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
4. Teori waktu yg jamak (de leer van de
meervoudige tijd)
Tempus delicti penting diketahui dalam
hal2 :

• Kaitannya dg Ps 1 KUHP
• Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa
• Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku
tindak pidana anak : UU Pengadilan Anak
Larangan berlaku surut dalam berbagai ketentuan
selain yang diatur dalam Ps. 1 ayat (1) KUHP

Internasional:
•Ps 15 (1) ICCPR: hukum tidak berlaku surut
•Ps 15 (2) ICCPR àpengecualian, untuk kejahatan
menurut hukum kebiasaan international: boleh
berlaku surut
•Ps 22, 23, dan 24 ICC (Statuta Roma)

Nasional
•Ps 28i UUD 1945
•Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999
Ps 28i UUD 1945
• Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun.”
UU No. 39/ 1999 ttg HAM
•Ps 18 (2) •Ps 18 (3)
Setiap orang tidak Setiap ada
boleh dituntut untuk perubahan dalam
dihukum atau dijatuhi peraturan perundang-
pidana, kecuali undangan maka berlaku
berdasarkan suatu
ketentuan yang paling
peraturan perundang-
undangan yang sudah menguntungkan bagi
ada sebelum tindak tersangka
pidana itu dilakukan
Pengecualian Larangan Berlaku Surut

• Ps 1 ayat (2) KUHP à dalam hal tjd perubahan


UU yg meringankan bagi tdkw, digunakan UU yg
baru
• Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000 (UU Pengadilan
HAM) à diperlukan syarat2 ttt, al: pembentukan
pengadilan HAM ad hoc dgn persetujuan DPR
• Perpu 1/2002 & 2/2002 à UU 15/2003 (UU
Pemberantasan TP Terorisme) ; UU 16/2003 yang
memberlakukan UU No. 15/2003 untuk kasus Bom
Bali (UU No. 16/2003 dibatalkan oleh MK)
UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan HAM
(bisa berlaku surut )

(1) Pelanggaran hak asasi Penjelasan Ps 43 (2)


manusia yg. Berat yg. terjadi “Dalam hal DPR Indonesia
sebelum diundangkannya UU
ini, diperiksa dan diputus oleh mengusulkan dibentuknya
pengadilan HAM ad hoc. Pengadilan HAM ad hoc,
(2) Pengadilan HAM ad hoc DPR Indonesia mendasarkan
sebagaimana dimaksud dalam pada dugaan telah terjadinya
ayat (1) dibentuk atas usul pelanggaran HAM yang berat
DPR Indonesia berdasarkan
peristiwa tertentu dg. yg dibatasi pada locus dan
Keputusan presiden. tempus delicti tertentu yg
terjadi sebelum
diundangkannya undang-
undang ini.
UU Pemberantasan TP Terorisme
dan Putusan MK

• MK membatalkan ketentuan berlaku surut


dalam UU Pemberantasan TP Terorisme
(UU No.16/2003) karena bertentangan
dengan UUD 1945
3. Larangan penggunaan analogi
1. Penafsiran diperbolehkan dalam hukum
pidana karena diperlukan utk
memahami UU hukum pidana yang tidak
selalu jelas rumusannya
2. Analogi tdk diperbolehkan krn analogi
bukan penafsiran melainkan metode
konstruksi
3. Penafsiran yg dikenal dalam huk
pidana, sbb:
JENIS-JENIS PENAFSIRAN

- Otentik
- Sistematis
- Gramatikal
- Historis
- Sosiologis
- Teleologis
- Ekstensif
Penafsiran Ekstensif Vs Analogi ?

•Putusan HR 23 Mei 1921 (kasus pencurian


listrik di Gravenhage)
•Putusan Rechtbank Leeuwarden, 10 Des
1919 (pencurian sapi)
Taverne Vs para sarjana pidana lainnya (Van
Hattum, Simons, Zevenbergen, Van Hamel)
Pendapat Scholten
(dan juga Utrecht)
•Pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara penafsiran
ekstensif dan analogi. Dalam kedua hal itu hakim membuat
konstruksi , yaitu membuat (mencari) suatu pengertian
hukum yang lebih tinggi. Hakim membuat suatu kaidah
yang lebih tinggi dan yang dapat dijadikan dasar beberapa
ketentuan yang mempunyai kesamaan.

Mis.
•Mengambil = mengadakan suatu perbuatan yang bermaksud
memindahkan sesuatu benda dari tangan yang satu ke tangan yang
lain
Pendapat Scholten
(dan Utrecht)

•PENAFSIRAN •ANALOGI
EKSTENSIF Hakim membawa
Hakim meluaskan perkara yang harus
lingkungan kaidah yang diselesaikan ke dalam
lebih tinggi sehingga lingkungan kaidah yang
perkara yang lebih tinggi
bersangkutan termasuk
juga di dalamnya
Pasal 1 Ayat (2) KUHP
1.UU dimungkinkan utk berlaku surut
2.3 syarat memberlakukan surut suatu UU
a. terjadi perubahan UU
b. perubahan tjd setelah tindak pidana
dilakukan
c. perubahan menguntungkan bg
TSK/TDW
3. Disebut sbg hukum transitoir
Pasal 1 ayat (2) KUHP

-+-----------+---------------+---->
UU Perbuatan Perubahan UU

• Apa yg dimaksud dgn Perubahan UU ?


Teori : (1) Teori formil (2) Teori materiil
terbatas (3) Teori materiil tidak terbatas

•Apa yg dimaksud dgn Paling


menguntungkan bg tersangka/terdakwa?
Yg menguntungkan bg TSK/TDKW

•Hal ini tidak dapat ditentukan sec. Umum


(in abstracto), dan hanya dapat ditentukan untuk
masing2 perkara sendiri (in concreto).

Yang menguntungkan bagi TSK/TDKW:


sanksi menjadi lebih ringan, diubah menjadi delik
aduan, unsur- unsur pokok delik menjadi lebih
banyak (ditambah)
(Periksa : Utrecht h.228)
Perubahan UU yg dimaksud
Pasal 1 ayat (2) KUHP

•Teori Formil :Ada perubahan undang-undang kalau redaksi undang-


undang pidana berubah (Simons)
à ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps 295 sub 2 KUHP, batas
dewasa 23 à 21 tahun dlm BW

•Teori Materiil Terbatas : Tiap perubahan sesuai dg suatu perubahan


perasaan (keyakinan) hukum pada pembuat undang-undang (jadi tidak
boleh diperhatikan perubahan keadaan karena waktu)

•Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan – baik dalam perasaan


hukum dari pembuat undang-undang maupun dalam keadaan karena
waktu – boleh diterima sebagai suatu perubahan dalam undang-undang
à Sesuai HR 5 Des 1921
Perubahan kesadaran/perasaan
hukum
• Menjadi tidak dapatnya dihukum suatu
perbuatan
• Menjadi dapat dihukumnya suatu perbuatan
• Diperberat/diperingan pidana atas suatu
perbuatan.

• (Baca lebih lanjut dalam buku Lamintang Putusan MA,


dalam bag. Berlakunya UU Pidana Menurut Waktu)
Perubahan UU terjadi setelah tindak
pidana dilakukan

Yang harus diperhatikan:


1.Waktu terjadinya tindak pidana (tempus
delictie)
2.Teori2 tempus delicti
Berlakunya Hukum Pidana
menurut tempat
Berlakunya Hukum Pidana menurut
Tempat

Untuk mengetahui hukum pidana


negara mana yang digunakan: hukum
pidana Indonesia atau hukum pidana
negara lain.
Asas2 Berlakunya Hukum Pidana menurut tempat (1)

Indonesia menganut asas2 di bawah dibuktikan dgn dasar


hukum yg terdapat dalam KUHP:
•Asas Teritorialitas/ wilayah :
Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976
•Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2 dan 4 --> Ps 8
KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16
UU 31/1999
•Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif :
Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP
•Asas Universalitas :
Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
“melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas negara
atau uang kertas Bank”
Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana
Menurut Tempat

1.Asas teritorial/wilayah
berlakunya hukum pidana sesuai tempat
terjadinya tindak pidana
Pasal 2 dan 3 KUHP
– KUHP Indonesia
– TP terjadi di Indonesia
– Pelaku WNA/WNI
– Berlaku teori2 locus delicti
UU No.43/2008 tentang Wilayah Negara

Wilayah Negara Kesatuan Republik


Indonesia, yang selanjutnya disebut dengan
Wilayah Negara adalah salah satu unsur
negara yang merupakan satu kesatuan
wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan
kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut
dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di
atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan
yang terkandung di dalamnya.
Batas Wilayah

Pasal 5
•Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta
ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral dan/atau trilateral
mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional.

Pasal 6
•(1) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, meliputi:
a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, dan Timor
Leste;
•b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, Singapura,
dan Timor Leste; dan
•c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya
dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasional.
•(2) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk titik-titik
koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral.
•(3) Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara lain, Indonesia
menetapkan Batas Wilayah Negara secara unilateral berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional.
Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana

2. Asas Nasionalitas Aktif/Personalitas


Pasal 5 – 6 (perluasan Ps. 5) & 7 KUHP
– KUHP Indonesia
– TP terjadi di luar Indonesia
– Pelaku WNI (perlindungan terhadap WNI)
– Utk jenis delik kejahatan ( ..?..)
Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana

3. Asas Nasionalitas Pasif/Perlindungan


Pasal 4 dan 8 KUHP
– KUHP Indonesia
– TP terjadi di mana saja (di luar Ind)
– Pelaku WNA/WNI
– Melindungi kepentingan negara/nasional
4. Asas universal
• Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
“melakukan kejahatan ttg mata uang, uang
kertas negara atau uang kertas Bank”
• Untuk melindungi kepentingan dunia
Teori2 Locus Delicti

1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de


lichamelijke daad)
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de
leer van het instrument)
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de
meervoudige tijd)
Locus delicti penting diketahui dalam hal2
:

•Hukum pidana mana yang akan


diberlakukan?
- Hukum Indonesia atau Hukum negara lain
•Kompetensi relatif suatu pengadilan
- contoh : PN Jakarta Selatan atau PN
Bogor
Teori mana yg dipilih ?
•Van Hamel, Simons :
Bergantung sifat dan corak perkara konkret
yang hendak diselesaikan

•Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen,
Noyon-Langemejer :
Mempergunakan 3 teori secara teleologis

•Periksa buku Utrecht hal 239


Surabaya Semarang Cirebon
---- racun --> ----diminum ---> ----- mati
A --> B B B

• Meervoudige locus delicti


• Hakim diberi kemerdekaan memilih di
antara 3 locus delicti ini
Asas2 berlakunya H. Pidana : Beberapa masalah

•Kapal :
a) kapal Indonesia
b) kapal perang
c) kapal dagang
•Prinsip ius passagii innoxii (thdp kapal, maka
berlaku hk pidana di wilayah mana kapal
melintas/lewat)
•Asas Universalitas :
- Kejahatan Terorisme ?
- Kejahatan HAM berat ?
-tindak pidana terjadi di ZEE dan landas
kontinen ?
Asas2 Berlakunya H. Pidana : Pengecualian (2)

•Ps 9 KUHP : Hukum publik internasional


membatasi berlakunya Ps 2,3,4,5, 7, dan 8 KUHP
•Termasuk yg memiliki imunitas h.pidana : Sesuai
perjanjian Wina 18/4/1961
•Yg memiliki imunitas :
1) Kepala-kepala negara & keluarganya (sec.
resmi, bukan incognito/singgah)
2) Duta negara asing & keluarganya --> konsul :
tergantung traktat antar negara.
3) Anak buah kapal perang asing : termasuk awak
kapal terbang militer
4) Pasukan negara sahabat yg berada di wilayah
negara atas persetujuan negara
• Menurut perjanjian Wina
18/4/1961, maka keluarga
termasuk memiliki imunitas (hak
eksteritorial)
• Untuk ketua organisasi
internasional biasanya dilindungi
(tergantung traktat antar negara).
Latihan Soal
1. Jelaskan asas legalitas dan dimana diatur?
2. Apakah tujuan dari asas legalitas?
3. Jelaskan pengertian dasar yang terkandung
dalam asas legalitas!
4. Jelaskan maksud dari Pasal 1 ayat 2 KUHP dan
asas apa yang terkandung?
5. Sebutkan syarat untuk dapat melakukan
penyimpangan dari asas legalitas!
6. Sebut dan jelaskan teori tempus delicti dan
locus delicti!
Lanjutan:
7. Apakah arti “ketentuan yang paling
menguntungkan” dalam pasal 1 (2) ?
8. Jelaskan putusan HR 23 Mei 1921 (kasus
pencurian listrik di Gravenhage) dan putusan
Rechtbank Leeuwarden, 10 Des 1919
(pencurian sapi)
9. Jelaskan pengertian asas teritorial dan asas
universal!
10. Jelaskan asas nasional pasif dan aktif!

Anda mungkin juga menyukai