Anda di halaman 1dari 34

SISTEM HUKUM

ISLAM
DR. ANASTASIA RENI WIDYASTUTI
I. PENGERTIAN HUKUM ISLAM

 Menurut H. Saidus Syahar, hukum Islam berarti teori Hukum Islam yakni dalil-dalil
ushulu alfiqhincl, dasar dan tujuan syari’at. Hukum Islam sebagai bagian syari’at itu
tidak berwatak sekuler, artinya ia tidak terlepas bahkan dikatakan merupakan kesatuan
dengan agama Islam, karenanya penggunaan ratio dalam menetapkan (menemukan)
hukum tidak selalu bebas, kebebasan akal ada batasnya.
 Menurut Prof H. Muhammad Daud Ali, S.H, Hukum Islam adalah hukum yang
bersumber dari dan menjadi bagian dari agama Islam.
 Dalam memahami Hukum Islam, terdapat beberapa konsep yang menjadi kata kuncinya, yaitu:

1) konsep hukum
2) hukm atau ahkam,
3) Syariah atau Syariat, dan
4) Fiqih atau fiqh.

• Ad. 1 Konsep Hukum


• Hubungan yang diatur dalam hukum Islam adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan
benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya. Interaksi manusia dalam berbagai hubungan itu diatur oleh
seperangkat ukuran tingkah laku yang di dalam bahasa Arab, disebut hukm jamaknya ahkam.
• Ad. 2 hukm atau ahkam
 Perkataan hukum yang kita pergunakan sekarang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata hukm
(tanpa u antara huruf k dan m) dalam bahasa Arab. Artinya Norma atau kaidah yakni ukuran, tolak
ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan-perbuatan
manusia dan benda.
 Dalam sistem hukum Islam ada lima hukm atau kaidah yang dipergunakan sebagai patokan
mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun di lapangan muamalah yaitu:
1) Ja’iz atau mubah atau ibahah (kebebasan memilih untuk melakukan atau tidak melakukan suatu
perbuatan);
2) Sunnat (anjuran untuk dilakukan karena jelas manfaatnya bagi pelaku);
3) Makruh (Kaidah yang seyogyanya tidak dilakukan karena jelas tidak berguna dan akan
merugikan orang yang melakukannya);
4) Wajib (perintah yang harus dilakukan);
5) Haram (larangan untuk dilakukan)
• Ad. 3 Syariah atau Syariat
 Secara terminologis, syariah didefinisikan dengan sebagai aturan-aturan yang ditetapkan
oleh Allah agar digunakan oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhannya, dengan
saudaranya sesama Muslim, dengan saudaranya sesama manusia, dengan alam, dan dalam
kaitannya dengan kehidupannya.
 Dari segi ilmu hukum, syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Alloh, yang
wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam
hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat

• Ad. 4 Fiqih atau fiqh


 Kata ‘fikih’ berasal dari kata al-fiqh yang berarti pemahaman atau pengetahuan tentang sesuatu.
 Secara terminologis fikih didefinisikan sebagai ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat
amaliyah (praktis) yang digali dari dalil-dalil terperinci.
PERBANDINGAN HUKUM DAN SYARIAT

No Aspek yang dibandingkan Hukum Syariat

1. Objek Peraturan-peraturan lahir Meliputi pula peraturan-peraturan


mengenai hubungan manusia lahir mengenai hubungan manusia
dengan sesama manusia dan/atau dengan Tuhan
dengan benda saja (ibadat)

2. Sumber pokok Pikiran/rasio manusia dan Wahyu dan/atau kesimpulan-


kebiasaan- kebiasaan dalam kesimpulan yang diambil dari wahyu
(deduction of wahyu)
masyarakat

3. Sanksi Semua sanksi hukum bersifat Sanksinya “pembalasan Tuhan”, baik di


sekuler/keduniaan. Dengan dunia terutama di akhirat
menunjuk alat perlengkapan
negara, polisi, jaksa, penjara
sebagai
pelaksana sanksinya
PERBANDINGAN ISTILAH SYARIAT DAN FIQIH
No. Syariat Fiqih
1. Syariat, terdapat dalam Alqur’an dan kitab-kitab Fiqih terdapat dalam kitab-kitab fiqih, yang dimaksud adalah
hadist. Kalau kita berbicara syariat yang pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syariat
dimaksud adalah wahyu Allah dan Sunnah Nabi dan hasil pemahaman itu.
Muhammad sebagai Rasul-Nya.

2. Syariat bersifat fundamental dan mempunyai Fiqih bersifat instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada
ruang lingkup yang lebih luas karena ke hukum yang mengatur perbuatan manusia, yang biasanya
dalamnya, oleh banyak ahli, dimasukkan juga disebut sebagai
perbuatan hukum.
akidah dan akhlak.

3. Syariat adalah ketetapan Alloh dan ketentuan fiqih adalah karya manusia yang tidak berlaku abadi, dapat
Rosul-Nya, karena itu berlaku abadi. berubah dari masa-ke masa
4. Syariat hanya satu fiqih’ mungkin lebih dari satu seperti misalnya terlihat pada
aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah mazhab.
5. Syariat menunjukkan kesatuan dalam islam fiqih menunjukkan keragamannya.
PERBANDINGAN ANTARA IDEOLOGI KOMUNISME,
KAPITALISME DAN ISLAM.

1. Dari segi aqidah, ideologi komunis memandang bahwa segala sesuatu berasal dari
materi yang berkembang dan mewujudkan benda-benda lainnya berdasarkan evolusi.
Sedangkan ideologi kapitalis mengharuskan pemisahan agama dari kehidupan sebagai
akibatnya lahirlah ideologi sekuler, yang memisahkan agama dengan negara. Para
kapitalis tidak ingin membahas apakah di sana terdapat pencipta atau tidak. Adapun
Islam memandang bahwa Allah adalah pencipta bagi segala sesuatu. Dialah yang
mengutus para Nabi dan Rasul dengan membawa agamaNya untuk seluruh ummat
manusia; dan bahwa kelak manusia akan dihisab atas perbuatan-perbuatannya di hari
kiamat.
• Dari segi terpancarnya peraturan dari aqidah, ideologi Komunis memandang bahwa peraturan diambil dari alat-alat
produksi. Sebab, pada masyarakat feodal, misalnya, kapaklah yang menjadi alat produksi. Dengan penggunaan kapak ini lalu
ditetapkan sistem foedalisme. Apabila masyarakat berkembang menjadi masyarakat komunis, maka alat mesinlah yang
menjadi sarana produksi. Dengan penggunaan mesin ini terbentuklah sistem Komunisme. Jadi, peraturan itu diambil dari
evolusi materi.
• Lain halnya dengan ideologi kapitalis, yang memandang bahwa manusia karena memisahkan agama dengan kehidupan--
harus membuat peraturan sendiri kehidupan.Karenanya, peraturan dalam sistem kapitalis diambil dari realita dan dinamika
kehidupan manusia, dari sinilah masyarakat kapitalis membuat aturannya sendiri.
• Sedangkan islam memandang bahwa Allah SWT telah menentukan bagi manusia suatu aturan hidup untuk dilaksanakan
dalam kehidupan ini. Dia mengutus Sayyidina Muhammad SAW guna membawa aturanNya untuk disampaikan kepada
manusia. Konsekuensinya, kehidupan ini harus dijalankan sesuai dengan aturan tersebut. Oleh karena itu masyarakat
memecahkan masalah yang dihadapinya berdasarkan kitab dan sunnah.
• Dari segi tolok ukur bagi perbuatan-perbuatan dalam kehidupan, ideologi komunis
memandang bahwa dialektika materialisme -- yaitu aturan materialisme -- merupakan
tolok ukur dalam kehidupan manusia. Dengan berkembangnya aturan materialisme,
berkembang pula tolok ukurnya.
• Sedang ideologi kapitalis memandang bahwa tolok ukur perbuatan-perbuatan dalam
kehidupan adalah “ kemanfaatan”. Dengan asas inilah perbuatan diukur dan ditegakkan.
• Namun, Islam memandang bahwa tolok ukur perbuatan-perbuatan dalam kehidupan
adalah halal dan haram, yakni perintah-perintah Allah dan larangan-laranganNya. Jadi,
yang halal dikerjakan dan yang haram ditinggalkan. Prinsip ini tidak mengalami
perkembangan maupun perubahan. Islam tidak menjadikan manfaat sebagai tolok ukur,
melainkan hanya syarat semata
• Dari segi pandangannya terhadap masyarakat, ideologi komunis berpendapat bahwa masyarakat adalah
kumpulan unsur yang terdiri dari tanah, alat-alat produksi, alam dan manusia.Semua ini merupakan satu kesatuan
yaitu materi.
• Ideologi kapitalis memandang bahwa masyarakat terdiri dari individu-individu. Apabila urusan individu teratur,
maka dengan sendirinya urusan masyarakat akan teratur pula. Titik perhatiannya adalah individu-individu saja.
Sementara tugas negara adalah bekerja untuk kepentingan individu. Dari sinilah, ideologi ini dinamakan
individualisme.
• Sedangkan ideologi Islam memandang bahwa asas tempat masyarakat berpijak adalah aqidah serta pemikiran,
perasaan dan peraturan yang terpancar dari aqidah tersebut. Oleh karena itu apabila pemikiran dan perasaan islam
ini berkembang luas, serta diterapkannya peraturan Islam atas rakyat, maka barulah terbentuk masyarakat Islam.
• Dilihat dari segi penerapan aturan, ideologi Komunis mengajarkan bahwa hanya
negaralah satu-satunya yang menerapkan peraturan melalui kekuataan militer dan undang-
undang.Negaralah yang mengatur dan bertanggung jawab terhadap urusan individu dan
kelompok masyarakat.Negara pula yang berhak mengubah peraturan.
• Sedangkan ideologi Kapitalis memandang bahwa negaralah yang mengontrol kebebasan.
Oleh karena itu , jika seseorang melanggar kebebasan individu lainnya, maka negaralah
yang mencegah tindakan tersebut. Bahkan keberadaan negara adalah untuk menjamin
adanya kebebasan.
• Lain halnya dengan Islam yang memandang bahwa aturan dilaksanakan oleh setiap
individu mukmin dengan dorongan taqwallah yang tumbuh dalam jiwanya, disamping
teknis pelaksanaannya dijalankan oleh negara dengan keadilannya yang dapat dirasakan
oleh jama’ah, dan adanya sikap tolong menolong antara ummat dengan negara dalam
melakukan amar ma’ruf nahi munkar; serta diterapkan dengan kekuatan negara
II. SUMBER HUKUM ISLAM

Sumber Hukum
1. Al Quran

Islam
2. As Sunnah atau Al Hadis

3. Akal Pikiran atau Ijtihad


1. AL-QURAN

 Al-Quran secara etimologis berasal dari kata kerja qara-a artinya (dia telah) membaca. Kata kerja qara-a ini berubah
menjadi kata kerja suruhan iqra artinya bacalah, dan berubah lagi menjadi kata Qur’an.

 Secara terminologis Al Qur’an adalah kitab suci yang memuat wahyu (firman Allah), Tuhan YME, asli seperti disampaikan
oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya sedikitnya 22 tahun 2 bulan 22 Hari, mula-mula di Makkah
kemudian di Madinah untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai
kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat.

 Pada garis-garis besarnya Al-Quran memuat soal-soal yang berkenaan dengan:


(1) akidah,
(2) syariat yang meliputi: ibadah dan muamalah,
(3) akhlak dalam semua ruang lingkupnya,
(4) kisah-kisah umat manusia di masa lalu,
(5) berita-berita tentang zaman yang akan datang (kehidupan akhirat), dan
(6) benih atau prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, dasar-dasar hukum atau hukum-hukum dasar yang berlaku bagi alam
semesta, termasuk manusia di dalamnya.
2. AS SUNNAH (AL HADIS)

 Secara etimologis, kata sunnah berasal dari kata berbahasa Arab al-sunnah yang berarti cara, adat istiadat
(kebiasaan), dan perjalanan hidup (sirah) yang tidak dibedakan antara yang baik danyang buruk.

 Secara terminologis, menurut ahli hadis, Sunnah berarti sesuatu yang berasal dari Nabi SAW, yang berupa
perkataan, perbuatan, penetapan, sifat, dan perjalanan hidup beliau baik pada waktu sebelum diutus menjadi
Nabi maupun sesudahnya.

 As-Sunnah yang dikumpulkan dalam kitab-kitab hadis itu, pada garis-garis besarnya, dapat digolong-
golongkan menurut:
1) jumlah orang yang meriwayatkan atau memberitakannya dan
2) menurut kualitas pribadi (kepribadian) perawinya.
• Dilihat dari kualitas atau integritas pribadi orang-orang yang meriwayatkannya secara
lisan dari generasi ke generasi berikutnya sunnah atau hadis yang terdapat dalam kitab-
kitab hadis, dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok yaitu (1) sahih adalah hadis
yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, yaitu orang yang senantiasa berkata benar dan
menjauhi perbuatan terlarang, mempunyai ketelitian yang sempurna. (2) Hadis hasan
ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil (dapat dipercaya), tetapi kurang
ketelitiannya. (3) Hadis da’if atau lemah adalah hadis yang tidak memenuhi syarat yang
dipunyai oleh hadis sahih dan hadis hasan.
3. AKAL PIKIRAN (IJTIHAD)

 Secara etimologis, kata ijtihad berasal dari kata al-ijtihad yang berarti penumpahan segala
upaya dan kemampuan atau berusaha dengan sungguh-sungguh.

 Secara terminologis, ijtihad berarti mencurahkan kesanggupan dalam mengeluarkan hukum


syara’ yang bersifat ‘amaliyyah dari dalil-dalilnya yang terperinci baik dalam Al-quran
maupun Sunnah.

 Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad dilakukan sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain. Di antara metode atau cara berijtihad adalah: Ijmak,
Qiyas, Istidal, Masalih al-mursalah atau disebut maslahat mursalah, Istihsan, Istisab, Adat-
istiadat atau urf yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dapat dikukuhkan tetap terus
berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan.
• Dasar hukum untuk mempergunakan akal pikiran arau ra’yu untuk berijtihad dalam
pengembangan hukum Islam adalah (1) Al Quran surat Al-Nisa (4) ayat 59 yang
mewajibkan juga orang mengikutiketentuan ulil amri (orang yang mempunyai kekuasaan
atau “penguasa”) mereka, (2) hadis Mu’az bin Jabal yang menjelaskan bahwa Mu’az
sebagai penguasa (ulil amri) di Yaman dibenarkan oleh Nabi mempergunakan ra’yunya
untuk berijtihad, dan (3) contoh yang diberikan oleh ulil amri lain yakni khalifah II Umar
bin Khattab, beberapa tahun setelah Nabi Muhammad wafat, dalam memecahkan masalah
berbagai persoalan hukum yang tumbuh dalam masyarakat, pada awal perkembangan
Islam.
LATIHAN 2

1. Jelaskan pengertian dari Alquran, As-Sunnah dan Ijtihad baik secara


etimologis mapun secara terminologis?
2. Sebutkan dan Jelaskan Penggolongan Sunnah berdasarkan kualitas atau
integritas pribadi orang-orang yang meriwayatkannya!
3. Jelaskan apa yang mendasari bahwa akal pikiran dapat dijadikan sebagai
salah satu sumber hukum Islam?
III. PERKAWINAN DAN WARIS ISLAM

 Pengertian Perkawinan menurut Hukum Islam menurut sebagian ulama hanafiah,


nikah adalah akad yang memberikan faedah kepemilikan untuk bersenang-senang
secara sadar bagi seorang pria dan wanita.
 Pengertian perkawinan menurut peraturan perundang- undangan menurut pasal 1 UU
No. 1/1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
 Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam ajaran Islam, yaitu:
a. Kerelaan, persatuan dan pilihan;
b. Hak dan kewajiban suami istri;
c. Perkawinan untuk selamanya;
d. Asas Monogami dan poligami
Kedudukan Hukum Perkawinan dalam Agama Islam
• Hukum Perkawinan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting,
oleh karena itu peraturan-peraturan tentang perkawinan ini diatur dan diterangkan
dengan jelas dan terperinci.
• Hukum Perkawinan Islam pada dasarnya tidak hanya mengatur tatacara pelaksanaan
perkawinan saja, melainkan juga segala persoalan yang erat hubungannya dengan
perkawinan, misalnya: hak-hak dan kewajiban suami istri, pengaturan harta
kekayaan dalam perkawinan, cara-cara untuk memutuskan perkawinan, biaya hidup
yang harus diadakan sesudah putusnya perkwinan, Pemeliharaan anak, nafkah anak,
pembegian harta perkawinan dan lain-lain.
WARIS DALAM ISLAM

 Menurut Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI),
• Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa
bagiannya masing-masing (Pasal 171 huruf a).

 Sistem hukum kewarisan Islam adalah individual patrilinial dan mengandung tiga sifat tersendiri
yaitu:
1. Memberikan bagian-bagian tertentu pada individu-individu tertentu.
2. Sisanya diberikan pada ahli waris yang merupakan keluarga pada garis bapa. Dan seandainya
kepada mereka tidak dapat diberikan, maka akan diberikan pada ahli waris seibu.
3. Wasiat dibatasi pada 1/3 dari jumlah harta peninggalan.
 Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dimana kekuasaan
Pengadilan Agama untuk memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan sengketa waris dipulihkan
kembali.
 Seseorang akan mewaris, yaitu menerima bagian warisan dari harta peninggalan seseorang yang meninggal,
dimungkinkan oleh salah satu dari sebab:
1. Hubungan darah dekat (nasab)
2. Hubungan Perkawinan.
3. Wala’ (perjanjian pertolongan memerdekakan perbudakan)

 Pembagian warisan menurut Islam sebagai berikut:

1) Anak laki-laki mendapat dua kali bagian anak perempuan.


2) Ayah atau ibu mendapat seperenam bagian
3) Kalau yang meninggal tidak mempunyai anak laki-laki, maka ibu mendapat seperenam bagian.
4) Jika yang meninggal mempunyai saudara, maka ibu mendapat seperenam bagian.
5) Jika yang meninggal tidak mempunyai saudara, maka ibu mendapat seperdelapan bagian.
6) Jika istri yang meninggal, dan tidak meninggalkan anak, maka suami mendapat seperdua bagian.
7) Jika istri yang meninggal, tetapi mempunyai anak, maka suami hanya mendapat seperempat bagian.
IV. ZAKAT, WAKAF, DAN EKONOMI SYARIAH

A. ZAKAT
• Zakat secara etimologis berasal dari kata “al-zaka”, artinya: menumbuhkan dan berkembang
(QS.al-Baqarah [2]: 276), memberi keberkahan (QS. Saba’ [34]:39), dan menyucikan (QS. al-
Taubah [9]:103).
• Pada dasarnya, zakat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: zakat nafs (jiwa) atau lazim disebut
zakat fitri (fitrah) dan zakat mal (harta). Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan
setiap Muslim sebelum hari raya Idul Fitri. Jumlah yang dikeluarkan sebanyak 2,5 kilogram
atau 3,5 liter makanan pokok masyarakat setempat. Sedangkan zakat mal adalah zakat yang
dikeluarkan untuk hasil-hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, ternak, harta
temuan, emas dan perak, dan hasil kerja (profesi), yang masing-masing memiliki perhitungan
tersendiri.
• Untuk melegitimasi zakat tersebut agar penerimaan dan pendistribusian zakat dikelola secara
profesional dan bertanggung jawab, maka pemerintah mengeluarkan UU No. 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat.
 Dalam perkembangannya, posisi amil zakat di Indonesia diambil alih oleh penguasa melalui
organisasi pengelolaan zakat yang dikelompokkan menjadi dua lembaga, yaitu :
1) Badan Amil Zakat (Baznas) yang dibentuk oleh pemerintah
2) Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atas prakarsa masyarakat.
 Dalam menjalankan tugas tersebut Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat
bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatnya.
 Dalam melaksanakan tugasnya, tingkat badan amil zakat tersebut memiliki hubungan kerja
yang bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif.
B. WAKAF

• Dalam Kamus istilah Fiqih, wakaf adalah memindahkan hak milik pribadi yang menjadi milik
suatu badan yang memberi manfaat bagi masyarakat. Hal ini berdasarkan ketentuan agama dan
tujuan taqarub kepada Allah SWT, untuk mendapatkan kebaikan dan keridloan-nya.
• Menurut Mohammad Daud Ali dalam bukunya Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf,
disebutkan kata waqf dalam Bahasa Indonesia menjadi wakaf, berasal dari kata kerja bahasa
Arab waqafa yang berarti menghentikan, berdiam di tempat atau menahan. Pengertian menahan
(sesuatu) dihubungkan dengan kekayaan, jadi wakaf adalah menahan suatu benda untuk
diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran Islam.
• Wakaf juga diartikan sebagai salah satu bentuk realisasi dari pelaksanaan perintah Allah dalam
Al-quran, agar seseorang menafkahkan sebagian hartanya ke jalan Allah SWT, karena harta
dalam pandangan Islam mempunyai fungsi sosial dan bukan merupakan milik mutlak
seseorang. Harta benda yang ada pada diri seseorang adalah sesuatu yang dipercayakan Allah
yang harus digunakan sesuai dengan ajaran-Nya
• Secara yuridis wakaf merupakan perbuatan hukum yang menimbulkan atau mengakibatkan
adanya harta yang terpisah dan bertujuan serta adanya nazhir yang mengelola harta tersebut.
• Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), menyebutkan
bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian benda dari miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna
kepentingan ibadat atau keperluan lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
• Sedangkan menurut UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf dijelaskan bahwa wakaf adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
 Dalam melaksanakan wakaf tersebut harus dilakukan ikrar wakaf yaitu pernyataan kehendak wakif
yang diucapkan secara lisan dan atau tulisan kepada nadzir untuk mewakafkan harta benda miliknya.

• Penyelesaian Perselisihan mengenai Benda Wakaf dan Nadzir:


o Jika terjadi perselisihan mengenai benda wakaf dan Nadzir, maka Pasal 226 KHI menyebutkan
"Penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut benda wakaf dan Nadzir diajukan kepada
Pengadilan Agama setempat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.“
o Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomo 41 Tahun 2004 menyebutkan penyelesaian sengketa
perwakafan dilakukan dengan cara: musyawarah untuk mufakat, mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
o Dalam hal badan arbitrase syari’ah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut
dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syar’iyah.
C. EKONOMI SYARIAH

 Berdasarkan penjelasan Pasal 49 Huruf i Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama , yang dimaksud
dengan Ekonomi Syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah yang lingkupnya
meliputi:
1) bank syariah;
2) asuransi syariah;
3) reasuransi syariah;
4) reksa dana syariah;
5) obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah;
6) sekuritas syariah,
7) pembiayaan syariah;
8) pegadaian syariah;
9) dana pensiun lembaga keuangan syariah;
10) bisnis – syariah; dan
11) lembaga keuangan mikro syariah.
V. PERADILAN AGAMA

 Peradilan agama dapat dirumuskan sebagai: kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa,
mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang
beragama Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan.
 Cakupan dan batasan Peradilan Agama meliputi komponen-komponen sebagai berikut.
1) Kekuasaan negara;
2) Badan peradilan agama;
3) Prosedur berperkara di pengadilan;
4) Perkara-perkara;
5) Orang-orang yang beragama Islam;
6) Hukum Islam;
7) Penegakan hukum dan keadilan sebagai tujuan.
 Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara-perkara tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

• Perkawinan, • Surat Berharga Berjangka Menengah


• Kewarisan, Syari’ah,
• wasiat dan hibah, • Sekuritas Syari’ah,
• Waqaf dan sedekah, • Pengadilan Syari’ah,
• Bank Syari’ah, • Dana Pensiun Lembaga Keuangan
• Asuaransi, (DPLK) Syari’ah,
• Asuransi Syari’ah, • Bisnis Syari’ah dan
• Reasuransi Syari’ah dan • Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah.
 Kewenangan lain yang dimiliki oleh Peradilan Agama adalah berwenang memeriksa dan
memutus sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa yang
diatur Pasal 49 UU No. 3 tahun 2006 , apabila subjek sengketa orang-orang yang
beragama Islam.
 Tambahan lain tentang kewenangan Peradilan Agama adalah bahwa:
o Pengadilan Agama memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan
awal bulan pada tahun Hijriyah.
o Pengadilan Agama juga dapat memberikan keterangan atau nasehat mengenai
perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat.
• Menurut Daniel S. Lev, eksistensi Peradilan Agama di Indonesia
dapat dilihat sebagai penyempurnaan fungsi “haratsah al-din”
yaitu memelihara agama yang dilaksanakan oleh Pemerintah RI
melalui Departemen Agama, disamping “siyasah al-dun-ya”
atau mengatur dunia yang dilaksanakan oleh departemen-
departemen lain.
•SEKIAN &
•TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai