Anda di halaman 1dari 30

LANJUTAN

UNSUR-UNSUR
TINDAK PIDANA
Unsur Rumusan Tindak Pidana Dalam UU

1. Unsur tingkah laku;


2. Unsur melawan hukum (unsur subyektif);
3. Unsur kesalahan (unsur subyektif);
4. Unsur akibat konstitutif;
5. Unsur keadaan yang menyertai;
6. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana;
LANJUTAN

7. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana;


8. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana;
9. Unsur objek hukum tindak pidana;
10. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana;
11. Unsur syarat tambahan untuk memperingan
pidana;
 Dari 11 unsur itu, dua diantaranya yaitu
melawan hokum dan kesalahan termasuk
dalam unsur subyektif, sedangkan yang lainnya
merupakan unsur obyektif.
 Unsur objektif adalah unsur yg terdapat di luar
si pelaku.
 Terdiri dari:
1. Sifat melanggar hukum
2. Kualitas dari si pelaku
3. Kausalitas
Unsur subjektif: adalah unsur yg terdapat atau melekat
pada diri si pelaku.
Terdiri dari:
1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan.
2. Maksud pada suatu percobaan.
3. Macam-macam maksud.
4. Merencanakan terlebih dahulu.
5. Perasaan takut.
1. Unsur Tingkah Laku

 Tindak pidana adalah mengenai larangan berbuat.


Oki perbuatan atau tk laku harus disebutkan dlm
rumusan. Tingkah laku merupakan unsur mutlak
tindak pidana.
 Tingkah laku dlm tindak pidana terdiri dari tingkah
laku aktif atau positif, juga disebut perbt materiil
dan tingkah laku pasif atau negatif.
2. Unsur Sifat Melawan Hk

Melawan hk merupakan sifat tercela


nya atau terlarangnya suatu perbuatan,
dimana sifat tercela tsb dapat
bersumber pada uu (melawan hk
formil) dan dapat bersumber pada
masyarakat (melawan hukum materiil).
3. Unsur Kesalahan
 Kesalahan (schuld) adalah unsur mengenai
keadaan atau gambaran batin orang sebelum atau
pada saat memulai perbuatan.
 Istilah kesalahan (schuld) dalam hukum pidana
berhubungan dengan pertanggungan jawab, yang
terdiri atas kesengajaan (dolus atau opzet) dan
kelalaian (culpa).
4. Unsur akibat konstitutif

terdapat pada :
1). tindak pidana materiil;
2). tindak pidana Yg mengandung unsur akibat sbg syarat
pemberat pidana;
3). tindak pidana Dimana akibat merupakan syarat
dipidananya pembuat.
 Akibat konstitutif ada 2, yaitu:
1. Akibat konstitutif yang disebutkan secara tegas
dalam rumusan tindak pidana, misal: pasal
285, 289, 368, 369, 378.
2. Akibat konstitutif yg tdk secara tegas
dirumuskan dlm tindak pidana, tetapi akibat tsb
sudah melekat pada unsur tingkah lakunya,
misal: pasal 338, 406.
5. Unsur keadaan yang menyertai

 Adalah unsur tindak pidana berupa semua keadaan


yang ada dan berlaku dalam mana perbuatan
dilakukan, a.l.:
a. Cara melakukan perbuatan;
b. Cara untuk dapat dilakukannya perbt;
c. Mengenai objek tindak pidana;
d. Mengenai subjek tindak pidana;
e. Mengenai tempat dilakukannya t.pdn;
f. Mengenai waktu dilakukannya t.pdn.
6. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya
dituntut pidana
 Unsur ini hanya terdapat pada tindak pidana
aduan. Tindak pidana aduan adalah tindak
pidana yang hanya dapat dituntut jika ada
pengaduan dari yang berhak mengadu.
7. Unsur syarat tambahan untuk
memperberat pidana
 Unsur ini berupa alasan untuk diperberatnya pidana,
bukan merupakan unsur pokok tindak pidana ybst.,
yaitu:
1. Pada akibat yg timbul;
2. Pada objek tindak pidananya;
3. Pada cara melakukan perbuatan;
4. Pada subjek hukum tindak pidana;
5. Pada waktu dilakukannya tindak pidana;
6. Pada berulangnya perbuatan.
8. Unsur syarat tambahan untuk
dapatnya dipidana

 Adalah unsur keadaan2 tertentu yang timbul setelah


perbuatan dilakukan, yang menentukan untuk dapat
dipidananya perbuatan.
 Artinya, bila setelah perbuatan dilakukan keadaan ini
tidak timbul, maka perbuatan itu tidak bersifat melawan
hukum dan si pembuat tidak dapat dipidana.
9. Unsur objek hukum tindak pidana

 Unsur objek hukum seringkali diletakkan di


belakang/sesudah unsur perbuatan, misal: unsur
menghilangkan nyawa orang lain pada pembunuhan
(338). Menghilangkan merupakan unsur perbuatan,
dan nyawa orang lain adalah objek tindak pidana.
 Contoh lain: pasal 378, 368, 369 KUHP.
10. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana

 Adalah unsur kepada siapa rumusan tindak pidana itu


ditujukan.
 Misal:kualitas pegawai negeri pada kejahatan jabatan
(Bab XXVIII), orang dewasa (292), seorang dokter (267),
seorang ibu (308, 341, 342) dll.
11. Unsur syarat tambahan untuk
memperingan pidana

 Bukan berupa unsur pokok yang membentuk tindak


pidana.
 Ada 2 macam:
1. bersifat obyektif (373, 379, 352)
2. bersifat subjektif (409).
CARA
MERUMUSKAN
TINDAK PIDANA
Dasar pembedaan cara dalam
merumuskan tindak pidana dlm KUHP:

1. Cara pencantuman unsur2 dan kualifikasi


tindak pidana.
2. Dari sudut titik beratnya larangan.
3. Dari sudut pembedaan tindak pidana antara
bentuk pokok, bentuk yang lebih berat dan
yang lebih ringan.
1. Cara pencantuman unsur2 dan
kualifikasi tindak pidana:
a. Dengan mencantumkan semua unsur pokok,
kualifikasi dan ancaman pidana,
b. Dengan mencantumkan semua unsur pokok
tanpa kualifikasi dan mencantumkan ancaman
pidana,
c. Sekadar mencantumkan kualifikasinya saja
tanpa unsur-unsur dan mencantumkan ancaman
pidana.
a. Mencantumkan unsur pokok,
kualifikasi dan ancaman pidana

Cara yg pertama ini merupakan cara


yg paling sempurna. Digunakan
terutama dlm merumus kan tindak
pidana dlm bentuk pokok/standar, dg
mencantumkan unsur2 objektif
maupun subjektif, misal Pasal 338,
362, 368, 369, 372, 378 & 406.
Contoh Pasal 368 (pemerasan)

 Unsur obyektif, terdiri:


a) memaksa (tingkah laku)
b) seseorang (yg dipaksa)
c) dengan (1) kekerasan;
(2) ancaman kekerasan;
d) agar orang: (1) menyerahkan benda
(2) memberi utang
(3) menghapuskan piutang
Unsur Subyektif, berupa:
e) dengan maksud untuk
menguntungkan:
(1) diri sendiri, atau
(2) orang lain.
f) dengan melawan hukum.
b. Mencantumkan semua unsur pokok tanpa
kualifikasi dan mencantumkan ancaman pidana.
 Cara ini yg paling banyak digunakan dalam
merumuskan tindak pidana dlm KUHP. Tindak
pidana yg menyebut unsur2 pokok tanpa
menyebut kualifikasi dlm praktek kadang-2 thd
suatu rumusan diberi kualifikasi tertentu, misal
t.pdn. Pasal 242 diberi kualifikasi sumpah palsu,
stellionaat (385), penghasutan (160), laporan
palsu (220), membuang anak (305), pembunuhan
anak (341), penggelapan pegawai negeri (415).
c. Mencantumkan kualifikasi dan
ancaman pidana
 Tindakpidana yg dirumuskan dg cara ini
mrpkan yg paling sedikit. Hanya dijumpai
pada pasal ttt saja. Misal penganiayaan
(351).
 Pasal 351 (1) dirumuskan dg sangat
singkat: penganiayaan diancam dg pdn
penjara paling lama 2 tahun delapan bulan
atau ...........”
2. Dari Sudut Titik Beratnya Larangan

a. Dengan cara formil. Dalam rumusan


dicantumkan secara tegas perihal larangan
melakukan perbt tertentu.
misalnya Pasal 362, Pasal 263.
Tindak pidana yg dirumuskan secara formil ini
disebut dgn tindak pidana formil.
b. Dengan cara materiil.
Perumusan dgn cara materiil maksudnya ialah yg
menjadi pokok larangan tindak pidana yg dirumuskan
itu adalah pada menimbulkan akibat ttt, disebut dg
akibat yg dilarang atau akibat konstitutif. Titik beratnya
larangan adalah pada menimbulkan akibat, sedangkan
wujud perbtnya tidak menjadi persoalan. Misal pasal
338 (pembunuhan). Tindak pidana ini disebut tindak
pidana materiil.
3. Dari Sudut Pembedaan Tindak Pidana antara
bentuk Pokok, bentuk yg lebih berat dan yg
lebih ringan

a. Perumusan dlm bentuk Pokok


pembentuk UU selalu merumuskan secara
sempurna, yaitu dengan mencantumkan semua
unsur-unsurnya secara lengkap.
Misal: Pasal 338, 362, 372, 378, 369, 406 KUHP.
b. Perumusan dlm bentuk yg diperingan dan yg
diperberat.
Unsur-unsur bentuk pokoknya tidak diulang
kembali atau dirumuskan kembali, melainkan
menyebut saja pasal bentuk pokok (misal: 364, 373,
379) atau kualifikasi bentuk pokok (misal: 339, 363,
365). Kemudian menyebutkan unsur2 yg
menyebabkan diperingan atau diperberatnya tindak
pidana itu.
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai