HUKUM ADAT
(LANJUTAN)
4. BEBERAPA BAGIAN HUKUM ADAT INDONESIA
A. HUKUM PERORANGAN
Dalam hukum adat yang termasuk dalam subyek hukum adalah manusia dan badan hukum.
1. Manusia Sebagai Subjek Hukum (Subjektum Yuris)
Menurut hukurn adat yang cakap melakukan perbuatan hukum adalah seseorang (baik pria
maupun wanita) yang sudah dewasa. Adapun kriteria dewasa dalam hukum adat menurut
Prof. Soeporno adalah:
a. Kuwat gawe yaitu dapat atau mampu bekerja sendiri.
b. Cakap mengurus harta bendanya serta lain keperluan sendiri.
Raad van Justitie (Pengadilan Tinggi) Jakarta dalam putusannya tanggal 16 Oktober 1908
menetapkan khusus bagi kaum wanita untuk dianggap cakap menyatakan kehendaknya sendiri
atau mondigheid ialah sebagai berikut:
c. umur 15 tahun;
d. masak untuk hidup sebagai istri;
e. cakap untuk melakukan perbuatan-perbuatan sendiri.
2. Badan Hukum Sebagai Subyek Hukum (Subyektum Yuris)
a. Wakaf, Yaitu suatu lembaga/badan yang bertugas untuk mengurus harta kekayaan yang oleh
pemiliknya diserahkan kepada masyarakat untuk digunakan bagi kepentingan umum
masyarakat, yang biasanya digunakan untuk keperluan yang ada hubungannya dengan bidang
keagamaan.
Dalam adat yang sering terlihat adalah dua macam wakaf, yaitu:
1). mencadangkan suatu pekarangan atau sebidang tanah untuk mesjid atau langgar.
2). menentukan sebagian dari harta benda yang dimiliki sebagai benda yang tidak dapat
dijual demi kepentingan keturunannya yang berhak memungut penghasilannya.
b. Yayasan, Yaitu badan hukum orang melakukan kegiatan dalam bidang sosial. Yayasan yang
demikian dapat dibentuk dengan akta pembentukan
c. Koperasi, Yaitu badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan (UU No. 25/1992).
B. HUKUM KEKELUARGAAN
1. Keturunan
Keturunan ini mempunyai akibat-akibat kemasyarakatan, pada umumnya kita
melihat adanya hubungan hukum yang didasarkan kepada hubungan
kekeluargaan antara orang tua dengan anak-anaknya
Dalam hubungan kekeluargaan ini faktor yang sangat penting adalah:
a. masalah perkawinan, yaitu untuk meyakinkan apakah ada hubungan
kekeluargaan yang merupakan larangan untuk menjadi suami-istri;
b. masalah waris, hubungan keluargaan merupakan dasar pembagian harta
peninggalan
Hubungan Anak Dan Orang Tuanya
a. Anak lahir di luar perkawinan
b. Anak lahir karena perbuatan zinah
c. Anak lahir setelah perceraian
2. Hubungan Anak dan Orang Tuanya
Anak kandung memiliki kedudukan yang terpenting dalam tiap somah masyarakat adat. Oleh karena itu,
sejak anak berada dalam kandungan hingga ia dilahirkan, bahkan kemudian dalam pertumbuhannya,
dalam masyarakat adat terdapat upacara-upacara acara adat yang sifatnya religious.
Kita melihat dalam masyarakat adat adanya kejadian-kejadian yang abnormal, yaitu berikut ini.
a. Anak lahir di luar perkawinan
• Di Mentawai, Timor, Minahasa dan Ambon misalnya wanita yang melahirkan anak itu dianggap sebagai
ibu anak yang bersangkutan, jadi seperti kejadian biasa seorang wanita melahirkan anak dalam
perkawinan yang sah
b. Anak lahir karena perbuatan zinah
• Apabila seorang istri melahirkan seorang anak karena melakukan hubungan gelap dengan seorang pria
lain yang bukan suaminya, maka menurut hukum adat suaminya menjadi ayah dari anak yang dilahirkan
kecuali bila suami menolak dengan alasan-alasan tertentu.
c. Anak lahir setelah perceraian
• Anak yang dilahirkan setelai bercerai, menurut hukum adat mempunyai bapak bekas suami si ibu yang
melahirkan tersebut, apabila terjadi masih dalam batas-batas mengandung.
3. Hubungan Anak dengan Keluarga
• Pada umumnya hubungan anak dengan keluarga ini sangat dipengaruhi oleh keadaan sosial
dalam masyarakat yang bersangkutan. Persekutuan- persekutuan yang susunannya
berlandaskan tiga macam garis keturunan; adanya garis keturunan bapak, garis keturunan
ibu, dan garis keturunan bapak- ibu.
• Dalam garis keturunan bapak-ibu, maka hubungan keluarga dari pihak bapak ataupun dengan
keluarga ibu sama eratnya atau derajatnya. Lain halnya dengan persekutujuan yang sifat
susunan kekeluargaannya adalah unilateral, yaitu patrilineal dan matrilineal maka hubungan-
hubungan kekeluargaannya antara anak dan keluarga dari kedua belah pihak tidak sama
eratnya dan derajatnya.
• Perlu ditegaskan bahwa hubungan kekeluargaan unilateral ini, yaitu bahwa hubungan
kekeluargaan keluarga kedua belah pihak diakui adanya, hanya karena sifat susunan
masyarakatnya yang unilateral itu menyebabkan hubungan keluarga dengan salah satu pihak
menjadi 1ebih erat dan lebih penting.
C. HUKUM PERKAWINAN
1. Arti Perkawinan
Perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam penghidupan
masyarakat kita, sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut pria dan wanita
bakal mempelai saja, tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-
saudaranya, bahkan keluarga-keluarga mereka masing-masing.
A van Genep seorang ahli sosiologi Perancis menamakan semua upacara itu “rites de
passage” (upacara--upacara peralihan). Upacara-upacara peralihan itu
melambangkan peralihan atau perubahan status dari mempelai berdua, yang
tadinya hidup terpisah, setelah melalui upacara-upacara yang dimaksud menjadi
hidup bersatu dalam suatu kehidupan bersama sebagai suami-istri. "Rites de
passage" ini menurut A van Genep terdiri atas tiga stadia yaitu:
a. Rites de separation upacara perpisahan dari status semula.
b. Rites de marge, upacara perjalanan ke status yang baru.
c. Rites de agregation, upacara penerimaan dalam status yang baru.
2. Dasar Perkawinan
a. Tujuan perkawinan
Tujuan perkawinan bagi masyarakat hukum adat yang bersifat kekerabatan
ialah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut garis
kebapakan dan keibuan atau keibu-bapakan, untuk kebahagiaan rumah
tangga keluarga/kerabat untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan
kedamaian dan untuk memperoleh kewarisan.
b. Sahnya perkawinan
Sahnya perkawinan menurut hukum adat bagi masyarakat hukum adat di
Indonesia, pada umumnya bagi penganut agama tergantung pada a gama
yang dianut masyarakat adat yang bersangkutan. Maksudnya jika telah
dilaksanakan menurut tata tertib hukum agamanya, maka perkawinan itu
sudah sah menurut hukum adat.
3. Batas Umur Perkawinan
Hukum adat pada umumnya tidak mengatur tentang batas umur untuk
melangsungkan perkawinan. Hal ini berarti hukum adat membolehkan
perkawinan semua umur. Dalam rangka memenuhi maksud dari Undang-
Undang No. 1 tahun 1974 mengenai perizinan orang tua terhadap perkawinan
di bawah umur yang memungkinkan timbulnya perbedaan pendapat adalah
dikarenakan struktur ke-kerabatan dalam masyarakat adat yang satu dan yang
lain berbeda-beda yaitu yang menganut adat patrilineal, matrilineal dan
parental yang satu sama lain dipengaruhi pula oleh bentuk perkawinan yang
berlaku
4. Perjanjian Perkawinan
Perjanjian yang dilakukan sebelum atau pada waktu perkawinan berlaku dalam
hukum adat, bukan saja antara kedua calon mempelai tetapi juga termasuk
keluarga/kerabat mereka.
5. Sistem Perkawinan
Di Indonesia dikenal 3 macam sistem perkawinan.
a. Sistem Endogani: hanya diperbolehkan kawin dengan seorang dari suku keluarga sendiri.
b. Sistem Exogami: diharuskan menikah dengan orang di luar suku keluarganya.
c. Sistem Eleutherogami: tidak mengenal larangan/keharusan seperti sistem endogami dan
eksogami
6. Pertunangan
Pertunangan adalah suatu stadium (keadaan) yang bersifat khusus yang di Indonesia ini
biasanya mendahului dilangsungkannya perkawinan.
Dasar alasan pertunangan ini adalah tidak sama di semua daerah, lazimnya adalah:
d. karena ingin perkawinan yang dikehendaki itu dapat dilangsungkan dalam waktu dekat;
e. sekedar untuk membatasi pergaulan kedua belah pihak yang telah diikat oleh pertunangan;
f. memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk lebih saling mengenal.
7. Perkawinan dalam Perbagai Sifat Kekeluargaan
Kedudukan janda
Raad Justisi tanggal 26 Mei 1939 memutuskan bahwa janda tidak dapat dianggap sebagai ahli waris
almarhum suaminya akan tetapi ia berhak menerima penghasilan dari peninggalan harta suaminya, jika
ternyata bahwa harta gono gini tidak mencukupi. Janda behak untuk terus hidup sedapat- dapatnya seperti
keadaannya pada waktu perkawinan.
Kedudukan janda laki-laki atau duda
Apabila seorang janda laki-laki itu nyata-nyata memerlukan nafkah dari harta peninggalan istrinya, misalnya
karena ia tidak kuat bekerja lagi atau dalam keadaan kekurangan, maka ia dapat menuntut supaya harta itu
disediakan bagi kehidupan (putusan Landraad Purworejo tanggal 22 September 1937 dalam Indisch van
het recht).
Ahli-ahli waris lainnya
Ahli waris-ahli waris lain baru berhak atas harta peninggalan apabila yang meninggal itu tidak mempunyai
anak.
F. HUKUM TANAH ADAT
1. Kedudukan Tanah dalam Hukum Adat Sangat Penting
a. Karena sifatnya
Yakni merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meski mengalami keadaan yang bagaimanapun juga,
masih bersifat tetap dalam keadaannya, bahkan kadang-kadang malah menjadi lebih menguntungkan.
b. Karena fakta
Yaitu suatu kenyataan bahwa tanah itu:
1) merupakan tempat tinggal persekutuan;
2) memberikan penghidupan kepada persekutuan;
3) merupakan tempat tinggal kepada dayang-dayang pelindung persekutuan kepada roh para leluhur
persekutuan;
4) merupakan tempat di mana para warga persekutuan yang meninggal dunia
2. Hak Persekutuan atas Tanah
Hubungan yang erat dan bersifat religio-magis menyebabkan persekutuan
memperoleh hak untuk menguasai tanah dimaksud, memanfaatkan tanah itu,
memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas tanah itu, juga
berburu terhadap binatang-binatang yang hidup di situ.
Yang menjadi hak ulayat/objek ulayat adalah:
a. tanah,
b. air,
c. tumbuh-tumbuhan yang hidup secara liar,
d. binatang yang hidup liar.
G. HUKUM HUTANG PIUTANG
Dalam suasana hukum adat, hukum hutang pihutang atau hukum perutangan merupakan
kaidah-kaidah atau norma yang mengatur hak-hak anggota-anggota persekutuan atas benda-
benda yang bukan tanah. Hak-hak tersebut ditandaskan dalam hukun perseorangan sebagai hak
milik. Pada unumnya persekutuan tidak dapat melakukan hal-hal yang dapat menghalangi hak-
hak perseorangan sepanjang hak-hak tersebut mengenai benda-benda yang bukan tanah.
Dalam adat hukum hutang piutang tidak hanya meliputi atau mengatur perbuatan-perbuatan
hukum yang menyangkutkan masalah perkreditan perseorangan saja, tetapi juga masalah yang
menyangkut tentang:
1. hak atas perumahan, tunbuh-tumbuhan, ternak dan barang;
2. sumbang-menyumbang, sambat-sinambat, tolong menolong;
3. panjer;
4. kredit perseorangan.
H. HUKUM ADAT DELIK