Anda di halaman 1dari 182

MATERI KULIAH

HUKUM ACARA PERDATA


ISTILAH & PENGERTIAN
HUKUM ACARA PERDATA
1. ISTILAH
 Hukum Acara Perdata merupakan
bagian dari hukum perdata.
 Hukum Acara Perdata disebut juga
dengan istilah Hukum Perdata Formil,
sebagai konsekwensi penggunaan
istilah hukum perdata materiil untuk
menyebut hukum perdata.
 Hukum Acara Perdata = Hukum
Perdata Formil.
 Hukum Perdata = Hukum Perdata
Materiil
2. Pengertian
 Rangkaian peraturan-peraturan yang
memuat cara bagaimana orang
harus bertindak terhadap dan di
muka pengadilan dan bagaimana
cara pengadilan itu harus bertindak,
satu sama lain untuk melaksanakan
berjalannya peraturan-peraturan
hukum perdata. (Wirjono Prodjodikoro,
Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur
bandung, 1975, h. 15, dikutip dari Riduan
Syahrani, Hukum Acara Perdata di
Lingkungan Peradilan Umum, Pustaka
Peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya menjamin
ditaatinya hukum perdata materiil
dengan perantaraan hakim (Sudikno
Mertokusumo, Hukum Acara Perdata
Indonesia, Liberty, 1979, h. 2, Ibid )
Hukum yang mempertahankan
tatahukum perdata (burgerlijke rechts
orde) dan menetapkan apa yang ditentukan
hukum dalam suatu perkara (Supomo, Hukum
Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya
Paramita, 1972, h. 12, Ibid)
Kesemuanya Kaidah yang
menentukan dan mengatur cara
bagaimana melaksanakan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban perdata
sebagaimana yang diatur dalam
hukum perdata materiil (Retnowulan
Sutanto & Iskandar Oeripkartawinata, Hukum
Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek,
Mandar Maju, 1995, h.1)
Hukum yang berfungsi untuk
mempertahankan atau menegakkan
hukum perdata (M. Nursaid, Hukum acara
Perdata, Sinar Grafika, 1999, h. 3)
• Dari sejumlah pengertian di
atas, maka dapat disimpulkan
bahwa hukum acara perdata
adalah :
 Keseluruhan peraturan/ketentuan
hukum positip (hukum yang
berlaku, tertulis dan tidak tertulis)
di bidang perdata yang
dipergunakan untuk
mempertahankan dan menegakkan
 Hukum yang mengatur bagaimana
tata cara seseorang
mempertahankan atau
mengembalikan/memulihkan hak-
haknya yang dilanggar/diganggu
oleh orang lain.
 Hukum yang berfungsi untuk
mempertahankan, melindungi, dan
menegakkan hak-hak keperdataan
di pengadilan.
 Hukum yang bertujuan menjamin
dan menjaga pelaksanaan &
SUMBER-SUMBER
HUKUM ACARA PERDATA
• Sumber hukum acara perdata, sampai sekarang
belum terhimpun dan terkodifikasi dalam suatu
undang-undang tertentu (khusus).
• Sumber hukum acara perdata masih tersebar dalam
berbagai peraturan perundang-undangan, baik
produk peninggalan kolonial Hindia Belanda
maupun produk nasional pasca kemerdekaan
Indonesia.
• Sumber hukum acara perdata berasal dari
peraturan perundang-undangan produk kolonial
Belanda dan produk nasional Indonesia.
 Jenis Sumber Hukum Acara
Perdata :
a) Peraturan Perundang-undangan
b) Yurisprudensi
c) Doktrin
d) Peraturan Mahkamah Agung
a) Peraturan Perundang-undangan :
1) Produk Kolonial Belanda
2) Produk Nasional Indonesia

 Peraturan Perundang-undangan
produk kolonial Belanda :
 Herzeine Inlandsch Reglement (HIR)---
ketentuan hukum acara perdata yang
berlaku untuk daerah Pulau Jawa &
Madura. Selain berisi ketentuan hukum
acara perdata dalam HIR juga diatur
ketentuan hukum acara pidana. Ketentua
hukum Acara Perdata diatur dalam Pasal
 Rechtsreglement voor de Buitengewesten
(RBg)---ketentuan hukum acara perdata
yang berlaku untuk daerah luar Pulau
Jawa dan Madura. Dalam RBg diatur
ketentuan hukum acara pidana dan
perdata. Namun dengan Undang-Undang
Darurat Nomor 1 Tahun 1951, ketentuan
dalam Bab I, III, IV, dan V tentang
pengadilan pada umumnya dan hukum
acara pidana menjadi tidak berlaku.
Ketentuan hukum acara perdata yang
masih berlaku diatur dalam Bab II Pasal
104 s/d 323.
 Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata)---merupakan kodifikasi
… Buku II dan III (misal : pasal 533, 535, 1244,
dan 1365).

Ordonansi tahun 1867 Nomor 29


(Stb. 1916 Nomor 44)--- ketentuan
hukum acara perdata tentang
pembuktian tulisan di bawah
tangan dari orang-orang Indonesia
(Bumiputera) atau yang
dipersamakan dengan mereka.
 Wetboek van koophandel (WvK)--- Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, beberapa
pasal mengatur tentang hukum acara perdata
(misal : pasal 7, 8, 9, 22, 23, 32, 255, 258, 272
s/d 275).
 Peraturan Perundang-undangan Produk
Nasional Indonesia.
 Undang Undang 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan---ketentuan hukum acara khusus
mengenai perkara perdata perkawinan (Pasal 4
s/d 7, 9, 17, 18, 25, 28, 38, 39, 40, 55, 60, 63,
65, dan 66)
 Undang-Undang Peradilan Agama (UU Nomor
3/2006 jo UU Nomor 7/1989)
 Undang-Undang Nomor 4/2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman --- dicabut oleh UU
Nomor 48 Tahun 2009
 Undang-Undang Nomor 5/2004 jo UU Nomor
14/1985 tentang Mahkamah Agung
 Undang-Undang Nomor 8/2004 tentang
Peradilan Umum
 Undang-Undang Kepailitan
 Peraturan Perundang-undangan terkait
b) Jurisprudensi---putusan Mahkamah
Agung mengenai hukum acara perdata
yang telah berkekuatan hukum tetap .
Jurisprudensi merupakan sumber
hukum acara perdata yang penting
guna mengisi kekosongan, kekurangan,
dan kelemahan produk perundang-
undangan peninggalan kolonial
Belanda.
c) Doktrin --- pendapat ahli hukum terhadap
suatu perkara tertentu di bidang perdata
yang dapat menjadi dasar pertimbangan
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara.
d) Peraturan Mahkamah Agung --- peraturan
yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung
tentang ketentuan yang tidak diatur dalam
undang-undang demi kelancaran
penyelenggaraan peradilan. Dasar hukum
Peraturan Mahkamah Agung sebagai
sumber hukum acara perdata diatur dalam
Pasal 79 UU No.14/1985.
Pasal 79 UU Nomor 14/1985
“Mahkamah Agung dapat
mengatur lebih lanjut hal- hal
yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan
peradilan apabila terdapat hal-
hal yang belum cukup diatur
dalam undang-undang ini”
SIFAT HUKUM ACARA
PERDATA
 Inisiatif penegakan hukum acara perdata
bergantung pada seseorang (suatu pihak)
yang merasa hak-haknya dilanggar oleh
orang lain (pihak lain).
 Pengajuan gugatan ke pengadilan
ditentukan oleh
inisiatif/kehendak/kemauan pihak yang
merasa menderita kerugian atas adanya
pelanggaran hak oleh pihak lain.
 Pada pokoknya para pihak dalam perkara
perdata terdiri dari PENGGUGAT &
TERGUGAT.
 PENGGUGAT adalah seorang yang merasa haknya
dilanggar dan menarik orang yang dianggap
melanggar haknya ke hadapan sidang pengadilan.
 TERGUGAT adalah seorang yang ditarik dalam
sidang pengadilan oleh karena dianggap melanggar
atau merugikan hak.
 Dalam hukum acara perdata, inisiatif ada tidaknya
suatu perkara di pengadilan ditentukan oleh
kehendak/kemauan PENGGUGAT.
 Sesudah perkara diajukakan ke pengadilan,
PENGGUGAT & TERGUGAT terikat ketentuan
hukum yang berlaku dalam proses pemeriksaan
perkara.
 Hukum acara perdata pada mulanya bersifat
mengatur, namun setelah digunakan/diikuti
prosesnya maka berubah sifatnya menjadi
mengikat & memaksa --- dari regellendrecht
berubah dwingendrecht.
 Berbeda dengan sifat penegakan hukum acara
pidana yang tidak bergantung pada ada atau
tidaknya inisiatif orang yang menderita kerugian
(korban). Lembaga penegak hukum (kepolisian)
selalu berusaha dan mencari serta mengajukan
pelaku kejahatan atau pelanggaran ke pengadilan,
kecuali kasus mengenai delik aduan (tanpa adanya
pengaduan korban/pihak yang dirugikan, tidak
dapat dilakukan penuntutan).
ALUR PERKARA PERDATA
DI PENGADILAN
1. PENDAFTARAN GUGATAN KE PN
2. PANITERA MEREGISTER PERKARA
(PERKARA DI BERI NOMOR)
3. KPN MENUNJUK MAJELIS HAKIM
4. MAJELIS HAKIM MUSYAWARAH
TENTUKAN HARI SIDANG
PERTAMA
5. PEMANGGILAN PARA PIHAK OLEH
JURUSITA PN
6. SIDANG PERTAMA
 PEMERIKSAAN IDENTITAS (KUASA
HUKUM)
 PARA PIHAK HADIR --- UPAYA
PERDAMAIAN (MEDIASI) ---
BERHASIL ATAU GAGAL (SIDANG
DITUNDA)
 PARA PIHAK TIDAK HADIR ----
PEMANGGILAN ULANG (BIASANYA
SAMAPAI 3 KALI)
7. SIDANG LANJUTAN--- PEMBACAAN
GUGATAN (DALAM HAL MEDIASI BELUM
BERHASIL/GAGAL)
8. SIDANG LANJUTAN --- JAWABAN
TERGUGAT
9. SIDANG LANJUTAN --- REPLIK
PENGGUGAT
10. SIDANG LANJUTAN --- DUPLIK
TERGUGAT
11. PUTUSAN SELA (DALAM HAL ADA
EKSEPSI ATAU PERMOHONAN SITA
JAMINAN)
12. SIDANG LANJUTAN --- PEMBUKTIAN
(PENGGUGAT DAHULU, KEMUDIAN
TERGUGAT. BUKTI TERTULIS DAHULU,
KEMUDIAN SAKSI)
13. SIDANG LANJUTAN --- KESIMPULAN
PENGGUGAT & TERGUGAT
14. PEMBACAAN PUTUSAN
SURAT KUASA KHUSUS

1. MAKNA DAN FUNGSI PEMBERIAN KUASA

• BERPERKARA DI PENGADILAN DAPAT


DILAKUKAN SENDIRI ATAU MEWAKILKAN
KEPADA PIHAK LAIN
• DALAM HAL BERPERKARA DIWAKILKAN
KEPADA PIHAK LAIN, MAKA HARUS
DIADAKAN/DIBUAT KUASA DENGAN SURAT
KUASA KHUSUS.
• DENGAN SURAT KUASA KHUSUS
MENIMBULKAN KONSEKWENSI BAHWA
PENERIMA KUASA BERTINDAK DI DALAM DAN
LUAR PENGADILAN ADALAH DALAM KAPASITAS
UNTUK DAN ATAS NAMA SERTA MEWAKILI
KEPENINGAN PEMBERI KUASA.
• JIKA SUATU PERKARA TELAH DIKUASAKAN
KEPADA PIHAK LAIN, MAKA PEMBERI KUASA
TIDAK ADA KEWAJIBAN HADIR DALAM SIDANG
PENGADILAN.
• Dengan pemberian kuasa atas suatu perkara
perdata tertentu, maka pemberi kuasa disebut
sebagai pihak materiil (pihak yang memiliki
kepentingan langsung dengan perkara yang
disengketakan), sedang penerima kuasa disebut
sebagai pihak formil (pihak yang bertindak untuk
dan atas nama serta mewakili kepentingan/hak
orang lain, yaitu pemberi kuasa)
• KEDUDUKAN & PERAN PENERIMA KUASA
DALAM PERKARA PERDATA BERBEDA
DENGAN PERKARA PIDANA.
• DALAM PERKARA PIDANA, PENERIMA
KUASA MEMILIKI PERAN DAN POSISI
SEBAGAI PENDAMPING (PENASEHAT
HUKUM) PEMBERI KUASA,
KONSEKWENSINYA PEMBERI KUASA
TETAP BERKEWAJIBAN MENGHADIRI
SIDANG PEMRIKSAAN PERKARA.
2. Ketentuan Hukum & Defenisi Kuasa
 Diatur dalam Buku III BW Bab XVI
(Aturan umum) dan HIR/RBg. (aturan
khusus)
 Pasal 1792 BW : Suatu persetujuan
degan mana seorang memberikan
kekuasaan kepada seorang lain,
yang menerimanya, untuk dan atas
namanyamenyelenggarakan suatu
urusan.
 Dalam perjanjian kuasa ada 2 (dua)
pihak, yaitu :
1) Pemberi kuasa (lastgever)
2) Penerima kuasa (lasthebber/mandatory)

 Obyek perjanjian kuasa adalah


Urusan/kepentingan sebagaimana
yang diuraikan dalam perjanjian
kuasa.
 Pemberi kuasa bertanggung jawab
atas segala perbuatan yang dilakukan
penerima kuasa selama sesuai
dengan obyek perjanjian kuasa.
3. Jenis Perjanjian Kuasa
1) Kuasa Umum
2) Kuasa Khusus

 Kuasa Umum diatur dalam Pasal 1795


BW, yaitu kuasa yang bertujuan untuk
mengurus segala sesuatu mengenai
kekayaan pemberi kuasa (berherder,
manager/mangatur kepentingan pemberi
kuasa, secara yuridis tidak dapt
dipergunakan mewakili kepentingan
pemberi kuasa di muka pengadilan.
 Kuasa Khusus , didasarkan pada
ketentuan pasal 1795 BW jo pasal 123
HIR, yaitu kuasa yang bertujuan untuk
melakukan tindakan/perbuatan
tertentu atau mengurus suatu
kepentingan/perkara tertentu (kusus),
misal: kuasa untuk mewakili
kepentingan di depan pengadilan,
kuasa untuk menjual sebuah
rumah/tanah.
4. Bentuk Perjanjian Kuasa
 Menurut Pasal 123 (1) HIR /Pasal 147 (1)
RBg. Jo Pasal 120 HIR --- dapat diberikan
secara lisan dalam persidangan, dalam hal
Penggugat/Tergugat buta huruf (disampaikan
secara langsung dan tegas saat pengajuan
gugatan --- Ketua PN wajib memformulasikan
dalam bentuk tertulis)
 Dala bentuk tertulis ---Surat Kuasa Khusus
5. Unsur2 (Syarat2) Surat Kuasa Khusus
 SEMA 2/1959, 19 Januari 1959 :
• Menguraikan kompetensi relatif PN
• Identitas & kedudukan para pihak (P&T)
• Uraian konkret & ringkas pokok perkara (obyek sengketa)
 Bersifat komulatif, jika salah satu tidak ada berakibat
hukum SKK cacat formal ---penerima kuasa tidak
sah mewakili pemberi kuasa, gugatan yang
ditandatangani penerima kuasa dan segala tindakan
hukum yang dlakukan menjadi tidak sah /tidak
mengikat dan gugatan tidak dapat diterima
SEMA Nomor 5/1962, tanggal 30 Juli 1962 :
• Penyempurnaan SEMA No.2/1959
• PN & PT dapat menyempurnakan SKK yang tidak/kurang
memenuhi unsur/syarat sebagaimana diatur dalam SEMA
No.2/1959 ---memanggil pemberi kuasa tentang
kebenaran pemberian kuasa kepada penerima kuasa.
Dalam hal pemberi kuasa telah meninggal dunia,
pemanggilan dilakukan terhadap ahli waris.
SEMA Nomor 6 Tahun 1994, tanggal 14 Oktober
1994 :
• Subtansi senada dengan jiwa SEMA 2/1959 & SEMA
01/1971.
• Mempertegas syarat/unsur SKK sebagaimana dimaksud
dalam SEMA 2/1959 & SEMA 01/1971.
• Unsur SKK meliputi : Uraian jelas & spesifik untuk
mewakili di pengadilan, uraian kompetensi relatif PN,
Identitas & kedudukan para pihak, Uraian singkat &
konkrit pokok perkara & obyek sengketa
• Unsur-Unsur SKK :
1. Identitas & Kedudukan para pihak (Pemberi
& Penerima Kuasa)
2. Kata “Khusus” --- uraian singkat pokok
perkara perdata yang dikuasakan.
3. Daya kerja wilayah pemberian kuasa
(kompetensi relatif pengadilan)
4. Uraian hak/kewenangan penerima kuasa
5. Tanda tangan penerima & pemberi kuasa
6. Bentuk Resmi SKK
 Istilah surat=akta --- apa arti surat akta ? ,yaitu tulisan
yang secara seangaja dibuat untuk dipergnakan
sebagai bukti adanya perbuatan/hubungan hukum
 Bentuk harus sesuai arti akta secara luas:
 Akta notaris
 Akta yang dibuat di depan panitera
 Akta di bawah tangan (tidak memerlukan legalisasi
pengadilan --- Putusan MA Nomor 779 K/Pdt/1992)
7. Surat Kuasa Substitusi
 Klausul yang biasa ada dalam SKK
 Wajib dinyatakan secara eksplisit/tegas oleh pemberi
kuasa
 Menimbulkan konsekwensi yuridis kepada penerima
kuasa untuk berhak melimpahkan/mensubtitusikan
penanganan perkara kepada pihak lain
 Dapat bersifat tetap (permanen) atau tidak tetatp
insidentil (temporer)
8. Berakhirnya Perjanjian Kuasa
 Menurut Pasal 1813 ada beberapa cara berakhirnya perjanjian
kuasa, yaitu :
1) Pemberi kuasa menarik kembali/mencabut kuasa;
2) Pemberi kuasa memberitahukan penghentian
penerima kuasa atas pemberian kuasa;
3) Pemberi atau penerima kuasa meninggal dunia, berada dalam
pengampuan atau pailit;
4) Pemberi atau penerima kuasa perempuan telah kawin
9. Contoh Model Surat Kuasa Khusus

SURAT KUASA KHUSUS


Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Pekerjaan :
Tempat Tinggal :
Selanjutnya disebut Pemberi Kuasa
Dengan ini memberi kuasa kepada
Nama :
Pekerjaan :
Tempat Tinggal :
Selanjutnya disebut Penerima Kuasa

KHUSUS
Dalam perkara perdata mengenai hutang piutang berhadapan dengan … pada tingkat Pengadilan Negeri Surabaya sebagaimana terdaftar dalam register
No.Perkara …
Untuk itu penerima kuasa berhak untuk melakukan :
-
-
-
Surat kuasa ini diberikan dengan hak substitusi

Surabaya, ….

Pemberi kuasa Penerima Kuasa


JENIS PERKARA PERDATA
DI PERADILAN UMUM
1. PERMOHONAN (GUGATAN VOLUNTAIR)
2. GUGATAN (CONTENTIOSA)

 Permohonan : perkara perdata yang bersifat sepihak


tanpa didasari sengketa, diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh penetapan.
 Gugatan :perkara perdata yang bersifat timbal balik(dua
pihak yang didahulu/didasari sengketa, diajukan untuk
memperoleh putusan
• KARAKTER PERMOHONAN :
 BERSIFAT SEPIHAK/KEPENTINGAN SEPIHAK DIRI PEMOHON (FOR
THE BENEFIT OF ONE PARTY ONLY)
 TIDAK DIDASARI SENGKETA DENGAN PIHAK LAIN (WITHOUT
DISPUTES OR DIFFERENCES WITH ANOTHER PARTY)
 TIDAK ADA PIHAK LAIN/PIHAK KETIGA YANG DITARIK SEBAGAI
LAWAN PRODUK (OUT PUT) BERUPA PENETAPAN (BESCHIKKING,
DECREE)
 DIKTUM PENETAPAN BERSIFAT DEKLARATOR (PERNYATAAN
HUKUM ATAS PERMINTAAN PEMOHON)
• KARAKTER GUGATAN
 BERSIFAT TIMBAL BALIK/DUA PIHAK , PENGGUGAT &
TERGUGAT (FOR THE BENEFIT OF TWO PARTY)
 DIDASARI SENGKETA DENGAN PIHAK LAIN (THERE ARE
DISPUTES OR DIFFERENCES WITH ANOTHER PARTY)
 ADA PIHAK LAIN YANG DITARIK SEBAGAI LAWAN
PRODUK (OUT PUT) BERUPA PUTUSAN (BESCHIKKING,
DECREE)
 DIKTUM BERSIFAT
DECLARATOIR/COSNTITUTIF/CONDEMNATOIR
 UNSUR GUGATAN
• HIR dan RBg. tidak mengatur syarat (unsur) isi
gugatan.
• Putusan MA Nomor 547 K/Sip/1970, tanggal 21
Nopember: Gugatan yang tidak menyebutkan
dengan jelas apa yang dituntut --- gugatan tidak
sempurna, harus dinyatakan tidak diterima.
• Putusan MA Nomor 547 K/Sip/1972 : Gugatan harus
memberikan gambaran tentang kejadian material
yang menjadi dasar tuntutan.
• Dalam pasal 8 RV (Reglement of de Rechtsvordering,
hukum acara perdata yang berlaku pada Raad van
Justice --- pengadilan perdata untuk gologan Eropa
dan Timur Asing) diatur bahwa surat gugatan harus
memenuhi syarat/memuat unsur :
1) Identitas para pihak
2) Fundamentum petendie (posita)
3) Petitum
1) Identitas --- keterangan lengkap pihak-pihak yang berperkara
( Nama, tempat tinggal, pekerjaan ---IDENTITAS POKOK ---
Agama, Umur, dan Status Perkawinan --- IDENTITAS
TAMBAHAN).
2) Fundamentum Petendie (Posita) --- dasar gugatan berisi
uraian hubungan hukum para pihak, terdiri dari dua bagian :
a) Uraian kejadian/peristiwa/faktanya (feitelijke gronden) ---
Penjelasan duduk perkara (posisi perkara).
b) Uraian hukumnya (rechtsgronden) --- uraian adanya hak atau
hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis gugatan.
3) Petitum --- hal-hal yang dimohon/diminta/dituntut agar
diputuskan oleh pengadilan. Harus diuraikan dengan
rumusan yang jelas dan tegas, jika tidak maka dapat
berakibat gugatan dinyatakan kabur atau tidak dapat
diterima --- Pengadilan menjawab petitum gugatan
dalam amar putusannya.
 Dalam praktek sering diajukan petitum pokok (primair) dan petitum
subsidair (tambahan).
 Contoh petitum subsidair : menghukum tergugat membayar biaya
perkara, membayar uang paksa, menmbayar nafkah isteri dalam
gugatan perceraian.
• Unsur lain yang (harus) ada dalam gugatan :
Tanggal gugatan diajukan
Ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
berkompeten
Tanda tangan penggugat atau kuasanya
WEWENANG (KOMPETENSI) MENGADILI

• Kompetensi adalah wewenang pengadilan untuk


mengadili perkara tertentu sesuai dengan ketentuan
undang-undang atau hukum acara.
• Kompetensi pengadilan dibedakan menjadi kompetensi
absolut (mutlak) & kompetensi relatif (nisbi).
• Setiap badan peradilan memiliki kompetensi absolut
yang berbeda sesuai dengan ketentuan yang diatur
undang-undang
• Pasal 18 UU Nomor 48/2009 menyebutkan :
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradlan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
• Kompetensi Absolut : Wewenang masing-masing badan peradilan untuk
menerima, memeriksa, dan mengadili perkara tertentu sesuai dengan
ketentuan undang-undang --- Wewenang mengadili di antara badan peradilan
yang berbeda -- badan peradilan atau pengadilan apa ?
 Kompetensi Absolut Peradilan Umum (PN/PT) --- UU Nomor 8/2004
 Kompetensi Absolut Peradilan Agama --- (PA/PTA) --- UU Nomor 3/2006 jo UU
Nomor 7/1989 jo UU Nomor …/2010
 Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara --- UU Nomor ../
 Kompetensi Absolut Peradilan Militer --- UU nomor …/…
 Kompetensi Absolut Pengadilan Niaga --- UU Nomor 37/2004
 Kompetensi Absolut Pengadilan Arbitrase --- UU Nomor 30/1999
 Kompetensi Absolut Pengadilan Hubungan Industrial --- UU Nomor 2/2004
• Konsekwensi gugatan yang diajukan kepada badan
peradilan yang tidak memiliki kompetensi absolut atas
perkara tersebut --- Pasal 134 HIR, pengadilan
menjatuhkan putusannya (sela) menyatakan bahwa
pengadilan absolut tidak berwenang mengadili ---
gugatan tidak dapat diterima (Niet onvangkelijk
Verklaard) dan pemeriksaan dihentikan.
• Kompetensi relatif (nisbi) : Wewenang badan peradilan
(PN, PA, PTUN, PM) untuk mengadili perkara
berdasarkan daerah/wilayah hukum masing-masing
• Kompetensi relatif pengadilan negeri : wewenang
pengadilan negeri untuk mengadili perkara perdata
berdasarkan asas actor secuitor forum rei dengan
beberapa perkecualian sesuai ketentuan undang-
undang --- wewenang mengadili di antara badan
peradilan yang sejenis --- pengadilan negeri mana
• Kompetensi relatif pengadilan negeri diatur dalam
pasala 118 HIR/142 RBg:
 Ayat (1) --- Wewenang PN mengadili ditentukan oleh tempat tinggal T
(gugatan diajukan ke pengadilan negeri dimana T bertempat tinggal) ---
*Asas Actor Sequitor Forum Rei.
 Ayat (2) --- Apabila T lebih dari seorang (dalam posisi sama) , bertempat
tinggal di daerah PN berlainan, P dapat memilih salah satu PN dimaksud.
 Ayat (2) --- Apabila T lebih dari seorang, salah satu T sebagai debitor
utama , lainnya sebagai penjamin, maka gugatan diajukan ke pengadilan
negeri dimana debitur utama bertempat tinggal.
 Ayat (3) --- Apabila tempat tinggal/tempat kediaman T tidak diketahui
maka PN yang berwenang mengadili adalah PN tempat tinggal P.
Ayat (3) --- Apabila obyek sengketa merupakan
benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan ke PN
daerah hukum benda bergerak berada.
Ayat (4) --- Apabila para pihak telah sepakat memilih
domisili PN tertentu dalam akta perjanjian, maka PN
dimaksud yang berwenang mengadili.
 ACARA ISTIMEWA
PEMANGGILAN PARA PIHAK
PUTUSAN VERSTEK
JAWABAN TERGUGAT
GUGATAN REKONPENSI
Acara Istimewa
• Panitera PN mencatat gugatan penggugat --- meregister dengan
Nomor Perkara Perdata, Contoh: No.05/Pdt/G/2006/PN.Sby.
• Ketua Pengadilan Negeri menetapkan/menunjuk majelis hakim
pemeriksa perkara perdata dimaksud.
• Majelis hakim mempelajari perkara dimaksud
• Majelis hakim bermusyawarah menentukan/menetapkan
hari/tanggal/waktu sidang atas perkara dimaksud.
• KPN/Majelis hakil memerintahkan jurusita pengganti untuk
memanggil para pihak untuk hadir pada hari/tanggal/waktu
sidang sebagaimanan ditentukan dalam surat panggilan sidang.
• Dalam hal para pihak (P & T) menghadiri sidang
pertama sebagaimana dimaksud dalam surat panggilan
sidang dari PN --- Majelis hakim memeriksa perkara
dengan acara biasa.
• Dalam hal salah satu pihak ( P atau T) tidak hadir pada
sidang pertama atau tidak menunjuk kuasa/wakilnya ---
Perkara perdata diperiksa dengan acara istimewa.
• Syarat/Prosedur pemanggilan secara patut :
 Sesuai ketentuan UU
 Secara resmi/tertulis --- relaas panggilan sidang
 Dilakukan oleh jurusita atas perintah Ketua (Majelis Hakim)
--- Pasal 388, 390 (1), 121 (1) HIR
 Disampaikan secara langsung kepada para pihak berpekara
atau wakilnya
 Berita acara pemanggilan
 Dalam tenggang waktu yang cukup --- antara saat panggilan
sampai/diterima para pihak dengan jadwal sidang, minimal 3
hari, kecuali daerah2 tertentu yang secara geografis sulit
dijangkau sarana transportasi --- PASAL 122 HIR
• Situasi Dala Sidang Pertama :
1) P (Kuasanya) & T (Kuasanya) hadir;
2) P (Kuasanya) hadir, T (Kuasanya) tidak hadir;
3) P (Kuasanya) tidak hadir, T (Kuasanya) hadir;
4) P (Kuasanya) & T (Kuasanya) tidak hadir
• RUANG LINGKUP PANGGILAN DALAM
PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA :
 Sempit : panggilan perintah menghadiri sidang
pada hari yang ditentukan dalam reelas panggilan.
 Luas : Panggilan kepada P & T untuk hadir
pada sidang pertama; panggilan untuk hadir
dalam sidang lanjutan (dalam hal P atau T ) tidak
hadir tanpa alasan yang sah; panggilan terhadap
saksi atas permintaan P dan/atau T ;
Pemberitahuan --- putusan PT & MA, permintaan
banding/memori banding dan kontra memori
banding, kasasi dan memori kasasi.
• Unsur/isi Surat Panggilan Sidang Pertama
kepada Tergugat :
 Identitas yang dipanggil
 Hari, waktu, tampat sidang
 Perintah membawa dokumen (surat2)/ saksi2
yang diperlukan
 Penegasan jawaban tertulis atas gugatan
• Bila situasi 1 --- Majelis Hakim mengupayakan
perdamaian melalui proses MEDIASI , Pasal 130 HIR jo
PERMA 01/2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan.
• Bila situasi 2 --- Majelis hakim dapat memerintahkan
jurusita untuk memanggil tergugat lagi atau
pemeriksaan dilanjutkan dan menjatuhkan PUTUSAN
VERSTEK (PASAL 125 HIR/ 149 RBg.)
• Bila situasi 3 --- Majelis hakim memerintahkan jurusita
untuk memanggil penggugat lagi atau melanjutkan
pemeriksaan perkara tanpa kehadiran penggugat
kemudian menjatuhkan putusan yang menyatakan
gugatan penggugat gugur (PASAL 124 HIR/ 148 RBg.)
• Bila situasi 4 --- Majelis hakim memerintahkan jurusita
untuk memanggil penggugat & tergugat lagi atau
melanjutkan pemeriksaan perkara dan menjatuhkan
putusan yang menyatakan gugatan penggugat gugur.
JAWABAN TERGUGAT

• EKSEPSI
• POKOK PERKARA
• GUGATAN REKONPENSI
• Menjawab gugatab bukan merupakan kewajiban, akan
tetapi menjadi kesempatan TERGUGAT untuk
menanggapi dalil2 gugatan penggugat.
• Tidak menjawab gugatan PENGGUGAT berarti
mengakui kebenaran gugatan penggugat---
konsekwensinya, merugikan kepentingan TERGUGAT.
• Jawaban TERGUGAT dapat disampaikan secara lisan
maupun tertulis.
• Jawaban TERGUGAT dapat
berisi pengakuan dan/atau
bantahan terhadap dalil-dalil
gugatan penggugat.
• Pengakuan berarti
PERDAMAIAN
• Perdamaian merupakan metode penyelesaian sengketa guna
mencapai keuntungan/kemenangan bersama atas dasar
kesadaran/kehendak bersama dengan prinsip take and give.
• Jenis Perdamaian dalam perkara perdata :
1) Di luar sidang --- sebelum atau selama proses
pemeriksaan perkara berlangsung dalam sidang
pengadilan. Kelemahannya, berpotensi terjadi sengketa
kembali di kemudian hari --- tidak mengikat para pihak,
tidak dapat diajukan eksekusi.
2) Di dalam sidang --- Selama perkara dalam proses
pemeriksaan sidang pengadilan --- Keuntunganya, dapat
mencegah sengketa di kemudian hari --- mengikat para
pihak, dapat diajukan eksekusi.
• Manfaat/Keuntungan Perdamaian :
1) Sengketa selesai secara tuntas;
2) Menghapus/mencegah sifat permusuhan/dendam;
3) Menghemat waktu, biaya, dan tenaga.
4) Para pihak tidak ada yang kalah, keduanya menjadi
pemenang.
5) Menumbuhkan hubungan persaudaraan guna membina
hubungan yang lebih baik di kemudian hari.
• Perdamaian dalam sidang
 Pasal 130 HIR ayat (1), Pasal 154 ayat (1) RBg. ---
Hakim wajib berusaha mendamaikan para pihak
yang bersengketa --- MEDIASI, sebagai salah satu
cara perdamaian.
 PERMA Nomor 01/2008 Tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan
• Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan
--- menjadi instrumen efektif untuk mencegah penumpukan
perkara di pengadilan.
• Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan
dibantu oleh mediator --- PERMA 01/2008 PASAL 1 angka 7.
• Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi kesepakatan
perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan
perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa
maupun luar biasa --- PERMA 01/2008 PASAL 1 angka 2.
• Kesepatan Perdamaian adalah dokumen yang memuat syarat-
syarat yang disepakati oleh para pihak guna mengakhiri
sengketa yang merupakan hasil dari upaya perdamaian dengan
bantuan seorang mediator atau lebih --- PERMA 01/2008 PASAL
1 Angka 5.
• Hakim dalam memeriksa, menyelesaikan, dan memutus perkara
WAJIB menempuh prosedur MEDIASI.
• Mengabaikan prosedur mediasi dalam menyelesaikan sengketa
merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan
atau 154 RBg. --- Akibat hukumnya, PUTUSAN BATAL DEMI
HUKUM (Pasal 2 ayat (3) PERMA 01/2006).
• Perkara perdata yang tidak tidak wajib
didahului dengan penyelesaian melalui
perdamaian --- PERMA 01/2008, PASAL 4 :
1) Perkara yang diselesaiakn melalui pengadilan niaga;
2) Perkara yang diselesaikan melalui pengadilan
hubungan industrial;
3) Perkara keberatan atas putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen;
4) Perkara keberatan atas putusan Komisi pengawas
Persaingan Usaha.
• Para pihak memiliki kebebasan untuk memilih mediator, yaitu :
a) Hakim bukam pemeriksa perkara pada pengadilan yang
bersangkutan;
b) Advokat atau akademisi hukum;
c) Profesi bukan hukum yang dianggap
menguasai/berpengalaman dalam pokok sengketa;
d) Hakim majelis pemeriksa perkara;
e) Gabungan mediator dalam butir a & d, atau butir b & d,
atau butir c & d.
• Mediator hakim tidak dipungut biaya --- PERMA 01/2008 PASAL
10 ayat (1).
• Mediator bukan hakim, biaya ditanggung para pihak sesuai
kesepakatan PERMA 01/2008 PASAL 10 ayat (2).
• Batas waktu memilih mediator --- 2 (dua) hari kerja setelah
sidang pertama.
• Tahap proses mediasi --- PERMA 01/2008 Pasal 13.
• Jangka waktu proses mediasi --- 40 hari kerja (sejak
ditunjuk/dipilih mediator), dapat diperpanjang maximal 14 hari
kerja.
• Tugas/Kewajiban Mediator --- PERMA 01/2008
Pasal 15 :
Menjadwal pertemuan mediasi
Mendorong para pihak berperan aktif dalam proses
mediasi
Melakukan kaukus (bila perlu), yaitu pertemuan
mediator dengan salah satu pihak yang berperkara
Mencari pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para
pihak.
• Hasil Mediasi berupa kesepakatan perdamain --- wajib
dirumuskan secara tertulis.
• Kesepakatan perdamaian dapat diajukan kepada hakim
untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.
• Bila kesepakatan perdamaian tidak dikuatkan dengan
akta perdamaian, maka kesepakatan perdamaian harus
memuat klausula pencabutan gugatan dan atau yang
menyatakan perkara telah selesai.
• Jika jangka waktu mediasi berakhir tanpa menghasilkan
kesepakatan --- mediator WAJIB menyatakan mediasi
telah gagal --- kemudian memberitahukannya kepada
hakim --- HAKIM MELANJUTKAN PEMERIKSAAN
PERKARA SESUAI KETENTUAN HUKUM ACARA
YANG BERLAKU, dan berusaha mendorong/membuka
peluang atau mengusahakan perdamaian ( sebelum
penjatuhan PUTUSAN.
• Dalam hal upaya perdamaian gagal, maka pernyataan
dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi
TIDAK DAPAT menjadi ALAT BUKTI dalam proses
pemeriksaan perkara tersebut.
• Catatan mediator selama mediasi wajib dimusnahkan
• Mediator tidak boleh menjadi saksi dalam perkara yang
dimediatori
• Mediator bebas dari tanaggung jawab pidana/perdata
atas perkara yang dimediatori.
• Upaya perdamaian terbuka pada setiap tingkat
pemeriksaan (banding, kasasi, dan peninjauan
kembali) selama perkara belum diputus ---
PERMA 01/2008 Pasal 21, 22.
• Perdamaian yang dituangkan dalam putusan
pengadilan (acte van vergelijk) ---mengikat para pihak,
memiliki kekuatan sebagai putusan yang IN KRACHT
( PASAL 13O (2) HIR / 154 (2) RBg./1858 (1) BW )---
tidak dapat diajukan permohonan banding (PASAL 130
(3) HIR/154 (3) RBg. --- Bila tidak dilaksanakan secara
sukarela dapat diajukan eksekusi (upaya paksa).
PEMBUKTIAN
• Pembuktian merupakan tahap yang sangat penting dan
strategis dalam proses pemeriksaan perkara perdata di
pengadilan.
• Pembuktian yang dilakukan dalam proses persidangan
merupakan tahap penentu terhadap warna (substansi)
putusan pengadlan.
• Hakim berkwajiban memeriksa, menyelesaikan, dan
memutus perkara berdasar pembuktian para pihak.
• Hubungan hukum para pihak sebagai dasar gugatan
penggugat harus dibuktikan.
• Pembuktian adalah upaya para pihak untuk meyakinkan hakim
atas kebenaran dalil dan argumentasi (gugatan/jawaban) .
• Pembuktian adalah upaya merekonstruksi
peristiwa/kejadian/perbuatan pada masa lampau (past event)
sebagai suatu kebenaran .
• Pembuktian terhadap peristiw/kejadian/perbuatan pada masa
lampau harus dilandasi dengan argumentasi dan alat bukti yang
sah.
• Gugatan terbukti --- Gugatan dikabulkan (Penggugat menang)
• Gugatan tidak terbukti --- Gugatan ditolak (Penggugat kalah)
• Prinsip Pembuktian
1) Obyektifitas ( tidak memihak salah satu pihak) ---
berpihak pada kebenaran.
2) Membagi beban pembuktian secara proposional (patut)
dan memberikan kesempatan yang sama kepada para
pihak --- 163 HIR/283 RBg./1865 BW.
3) Para pihak wajib membuktikan kebenaran fakta hukum
--- bukan hukumnya (hakim yang dianggap paling
mengetahui tentang hukumnya untuk diterapkan
terhadap perkara yang diperiksa)
4) Fakta yang dianggap diketahui oleh umum
(notoirefeiten) tidak memerlukan pembuktian .
5) Fakta hukum yang kebenarannya diakui secara
tegas tidak memerlukan pembuktian.
6) Fakta yang dilihat hakim dalam persidangan tidak
memerlukan pembuktian.
7) Fakta yang diketahui hakim karena
pengetahuannya tidak memrlukan pembuktian.
• Macam Alat Bukti Dalam Perkara Perdata ---
164 HIR/284 RBg./1866 BW :
1) Tulisan
2) Saksi
3) Persangkaan
4) Pengakuan
5) Sumpah
• Macam Alat Bukti Dalam Perkara Pidana ---
Pasal 184 KUHAP:
1) Keterangan Saksi
2) Keterangan Ahli
3) Surat
4) Petunjuk
5) Keterangan Terdakwa
• Bukti Tulisan/Surat
 Diatur dalam pasal 138, 165, 167 HIR , pasal 164, 285, 305
RBg., 1867 s/d 1894 BW.
 Tulisan adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda
baca yang dapat dimengerti untuk mencurahkan isi hati dan
pikiran seseorang. --- Tanda baca yang dimaksud adalah :
huruf latin, kanji, huruf arab, dll.
 Potret/gambar/peta bukan merupakan alat bukti tulisan ,
karena tidak memuat tanda baca atau memuat tanda baca
tetapi tidak mengandung suatu pikiran .--- fungsinya hanya
menambah keyakinan hakim.
 Macam Bukti Tulisan/Surat :
1) Tulisan lain bukan Akta
2) Akta, dibedakan menjadi :
a) Akta Otentik
b) Akta di bawah tangan
• Tulisan lain Bukan Akta
 Setiap tulisan yang tidak sengaja dijadikan sebagai bukti tentang suatu
peristiwa dan/atau tidak ditandatangani oleh pembuatnya.
 Bukan merupakan bukti adanya hubungan hukum para pihak.
 HIR/RBg./BW tidak mengatur kedudukan dan kekuatan pembuktian
tulisanlain bukan akta.
 Para sarjana berpendapat bahwa kekuatan tulisan lain bukan akta adalah
sebagai alat bukti bebas (Retnowulan & Iskandar Oeripkartawinata,
Hukum Acara Perdata Dalam Teori & Praktek, Alumni, Bandung, Cet.
Ketujuh, 1995, h. 69) --- hakim memiliki kebebasan untuk mempercayai
atau tidak
• Ada beberapa tulisan lain bukan akta yang memiliki kekuatan
mengikat sebagai alat bukti --- pasal 1881 ayat (1) sub 1 & 2
serta pasal 1883 BW. --- yaitu :
a. Surat yang menyatkan secara tegas mengenai
pembayaran yang telah diterima
b. Surat yang menyebutkan secara tegas bahwa catatan
yang telah dibuat adala untuk memperbaiki suatu
kekurangan dalam suatu alas hak (titel) bagi seseorang
untuk keuntungan siapa surat itu menyebutkan suatu
perikatan
c.
• Akta : Suatu tulisan yang sengaja dibuat sebagai bukti
adanya hubungan hukum/perbuatan/peristiwa hukum
dan ditanda tangani oleh pembuatnya.
 Akta otentik : Akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat
yang berwenang untuk itu menurut ketentuan undang-
undang. --- Kalimat “dibuat oleh” mengandung makna bahwa
yang membuat akta itu adalah pejabat yang bersangkutan.
Adapun kalimat “dibuat hadapan” mengandung pengertian
bahwa yang membuat akta itu adalah para pihak sendiri
tetapi disaksikan oleh pejabat tersebut.
… Oleh karena itu ada 2 (dua) jenis akta otentik :
Akta otentik yang dibuat pejabat (akte pejabat ---
acte ambtelijk)
Akta Otentik yang dibuat di hadapan pejabat ( akta
partai ---acte partij).
Contoh Akta otentik yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang : Berita acara sidang pengadilan (panitera),
berita penyitaan & pelelangan barang tergugat (juru sita ),
berita acara pelanggaran lau lintas (polisi).
• … akta jual beli tanah yang dibuat di hadapan camat
atau notaris termasuk akta otentik yang dibuat di
hadapan pejabat umum yang berwenang selaku
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
• Inisiatif pembuatan akta partij berasal dari para pihak.
• Inisiati pembuatan akta ambtelijk berasal dari pejabat
yang berwenang.
 Kekuatan Akta Otentik sebagai Alat Bukti ---
merupakan alat bukti yang mengikat & sempurna
(Pasal 165 HIR/285 RBg/1870 BW :
a) Kekuatan pembuktian keluar : Pihak ketiga/siapapun wajib
mengakui kebenaran akta tersebut sampai ada bukti sebaliknya.
b) Kekuatan pembuktian formil : apa yang tertuang (diucapkan)
dalam akta otentik adalah ucapan para pihak sendiri di hadapan
notaris/pegawai umum.
c) Kekuatan pembuktian materiil : apa yang diucapkan para pihak di
depan pejabat umum sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Akta di bawah tangan : Akta yang dibuat sendiri
oleh pihak-pihak yang berkepentingan tanpa
bantuan pejabat umum. --- tidak diatur dalam HIR,
diatur dalam Stb. 1867 Nomor 29, dalam RBg. ,
pasal 286 s/d 305.
• Keterangan Saksi
 Alat bukti yang sah menurut hukum
 Sangat penting fungsi & manfaatnya dalam hal
perkara perdata tidak dapat dibuktikan dengan
tulisan.
 Bukti saksi sangat diperlukan dalam bukti tulisan
tidak mencukupi --- karena sebatas permulaan
bukti tulisan
• Saksi : Orang yang melihat, mendengar, atau
mengetahui secara langsung
peristiwa/perbuatan hukum yang menjadi
dasar sengketa.
• Alat bukti saksi menjangkau semua bidang
dan jenis sengketa perdata, kecuali bidang
dan jenis sengketa tertentu yang hanya dapat
dibuktikan dengan tulisan.
• Contoh : Pendirian Perseroan Terbatas --- harus
dibuktikan dengan akta resmi dalam bentuk akta
notaris ( Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas. --- Perseroan didirikan
ole 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris
yang dibuat dalam bahsa Indonesi.
• Menjadi saksi merupakan kewajiban hukum
• Menjadi saksi dalam perkara pidana --- kewajiban
hukum imperatif, menolak menjadi saksi dapat
dipaksa untuk hadir dalam persidangan
• Menjadi saksi dalam perkara perdata --- kewajiban
hukum yang tidak bersifat imperatif (bukan absolut),
seseorang tidak dapat dipaksa (compellable) menjadi
saksi dalam perkara perdata.
• Menjadi saksi dalam perkara perdata bersifat
sukarela (voluntarry) --- Pasal 139 – 143 HIR, 165 -
170 RBG
• Dalam perkara perdata, kewajiban menyediakan
saksi ada pada pihak yang berperkara.
• Pemahaman a contrarioPasal 139 (1) HIR ---
Seseorang tidak memiliki kewajiban hukum sebagai
saksi apabila kesaksiannya tidak penting atau
dianggap tidak dapat menguatkan dalil penggugat
atau tergugat.
• Pasal 143 HIR : seseorang tidak dapat dipaksa
menghadap ke PN untuk memberikan kesaksian
dalam perkara perdata, jika tempat kediamannya
berada di luar wilayah PN ybs. --- HAK INGKAR
SAKSI--
• TESTIMONIUM DE AUDITO (kesaksian dari
pendengaran) --- Keterangan saksi ayang
diperoleh dari orang lain, saksi tidak
mendengar atau mengalami sendiri
• Pendapat I : testimonium de audito --- kesaksian
yang tidak berharga sama sekali, tidak memiliki
nilai sebagai pembuktian.
• Pendapat II : testimonium de audito --- dapat
menjadi sumber dalam menyusun persangkaan.
• UNUS TESTIS NULLUS TESTIS (SATU
SAKSI BUKAN SAKSI) --- keterangan
seorang saksi tanpa didukung bukti lain ,
tidak cukup untuk membuktikan.
• PERSANGKAAN
 Alat bukti persangkaan dapat dipergunakan dalam
hal perkara perdata yang disengketakan tidak
dapat dibuktikan dengan tulisan maupun
kesaksian.
 Persangkaan bukan merupakan alat bukti yang
berdiri sendiri (harus ada beberapa persangkaan)
 Diatur dalam pasal 173 HIR, 310 RBG,1922 BW
 Persangkaan mirip dengan alat bukti petunjuk
dalam perkara pidana
• Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik
dari suatu rangkaian peristiwa yang telah
dianggap terbukti, atau perstiwa yang
dikenal, ke arah peristiwa yang belum
terbukti.
• Kesimpulan atas peristiwa itu dilakukan oleh
hakim atau atas dasar undang-undang.
• Persangkaan hakim berstatus sebagai alat
bukti bebas --- terserah pada penilaian hakim
, sebagai bukti sempurna atau permulaan
atau bahkan tidak memiliki kekuatan apapun
• Metode Menarik Bukti Persangkaan
:
 Berpijak pada data atau fakta yang telah
terbukti dalam persidangan;
 Mengunkap fakta yang belum diketahui
kebenarnya;
 Menarik kesimpulan terhadap fakta yang
hendak diungkap berdasarkan pada fakta
yang telah terbukti
• Persangkaan menurut undang-undang --- Pasal 1916
BW--- berdasarkan ketentuan khusus dalam undang-
undang dikaitkan dengan perbuatan atau peristiwa
tertentu, meliputi :
 Perbuatan yang oleh UU dinyatakan batal
 Hal hal yang menurut UU bahwa hak milik atau
pembebasan utang disimpulkan dari keadaan
tertentu.
 Kekuatan yang diberikan oleh UU terhadap
putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap
 Kekuatan yang diberikan UU terhadap pengakuan
atau sumpah salah satu pihak.
• PENGAKUAN
 Diatur dalam pasal 174, 175, 176 HIR, 311 s/d
313 RBG, 1923 s/d 1928 BW.
 Kurang tepat menggolongkan pengakuan
sebagai alat bukti, karena dalil salah satu pihak
yang telah diakui oleh pihak lain tidak perlu
dibuktikan lagi.
 Dalil yang wajib dibuktikan adalah dalil yang
disangkal/dibantah pihak lain
 Ada 2 (dua) pengakuan :
a) Di depan sidang
b) Di luar sidang
 Pasal 174 HIR --- Pengakuan di depan hakim
(pesidangan), menjadi bukti yang memberatkan
bagi pihak yang memberikan pengakuan (bukti
yang sempurna).
 Pasal 175 --- Pengakuan di luar sidang, terserah
kepada pertimbangan hakim untuk menentukan
kekuatannya (sebagai bukti bebas).
 Hakim harus menganggap benar dalil yang telah
diakui , meskipun belum sesungguhnyatentu
benar.
Pengakuan yang telah diucapkan dalam
sidang tidak boleh ditarik kembali, kecuali
bila terjadi karena kekhilafan.
Pengakuan dalam proses tertulis terjadi
dalam proses jawaban gugatan --- sama
kekuatannya dengan pengakuan lisan di
depan persidangan.
Pengakuan dengan klausula --- contoh
benar saya berhutang, tetapi telah saya
bayar.
Pengakuan dengan kwalifikasi --- contoh :
benar saya membelinya, akan tetapi
setelah dicoba dan saya setuju (syarat
tangguh).
• BUKTI SUMPAH
Memposisikan sumpah sebagai alat bukti
pada urutan terakhir, terkesan bahwa bukti
sumpah tidak penting dalam hukum acara
perdata.
Pasal 155, 156, 157, 158,177 HIR ; 182,
183, 184, 185, 314 RBG ; 1929 s/d 1945
BW.
 Sumpah adalah suatu keterangan atau
pernyataan yang dikuatkan atas nama Tuhan
(Sudikno), dengan tujuan agar orang memberikan
sumpah dalam memberikan keterangan atau
pernyataan itu takut atas murka Tuhan apabila ia
berbohong.
 Tidak ada yang dapat menjamin kebenaran atau
kebohongan sumpah sebagai alat bakti --- Tuhan
sebagai penilai benar atau bohong.
• SYARAT FORMIL SUMPAH
1) Ikrar secara lisan – bila dibuat dalam bentuk
tertulis, maka tidak sah;
2) Ikrar di depan hakim dalam persidangan ---
Pasal 1929, 1944 BW --- bila ada halangan
yang sah dapat dilakukan di rumah dengan
prosedur tertentu;
3) Dilaksanakan di hadapan lawan --- 1945 (4)
BW
4) Tidak ada alat bukti lain --- 1930 (2) dan 1941
BW, Pasal 156 (1) HIR.
• Ada 2 (dua) Macam Sumpah :
1) Sumpah yang dibebankan oleh hakim
2) Sumpah yang dimohonkan pihak lawan
SITA (BESLAG)
• PENGERTIAN
 Menempatkan/memposisikan barang obyek
sengketa berada dalam pengawasan pengadilan
selama proses pemeriksaan perkara perdata.
 Tindakan persiapan untuk menyimpan
(menahan/menaruh) barang obyek sengketa dalam
pengawasan pengadilan demi menjamin
pelaksanaan putusan pengadilan
• TUJUAN
 Memberikan jaminan bagi pelaksanaan putusan
yang mengabulkan gugatan penggugat.
 Mencegah perbuatan tergugat untuk
mengasingkan/memindahkan hak milik atas
barang/obyek sengketa kepada pihak lain
 Memberikan informasi kepada publik (masyarakat)
agar tidak melakukan tindakan hukum apapun
terhadap barang/obyek sengketa.
• MAKNA
 Mempermudah dan mengamankan pelaksanaan
putusan.
 Memberikan perlindugan hukum secara optimal
terhadap upaya penggugat memulihkan kembali
haknya.
 Melindungi dan menjamin penggugat untuk
memperoleh kemenangan hakiki (bukan sekedar
kemenangan di atas kertas).
• ALASAN
Kekhawatiran penggugat bahwa tergugat berusaha
untuk mengasingkan barang/obyek sengketa
Ada tindakan nyata tergugat yang berupaya untuk
memindahkan hak milik atas barang/sengketa
kepada pihak lain
• JENIS & DASAR HUKUM
a) Conservatoir Beslag (CB) --- Pasal 227 (1) HIR, 261
RBg., 720 RV --- Obyek : barang bergerak & tidak
bergerak milik Tergugat.
b) Revindicatoir Beslag (RB) --- Pasal 226 HIR, 714 RV ---
Obyek : barang bergerak milik penggugat yang berada
dalam kekuasaan tergugat.
c) Marital Beslag (MB) --- Pasal 190 BW, 79 UU 7/1989,
24 (2) huruf “c” PP 9/1975. --- Obyek : harta bersama
terkait dengan gugat cerai
• PRINSIP/ASAS
1) Diajukan berdasarkan permohonan para pihak
berperkara
2) Keseimbangan (proposional) antara besar
(jumlah) petitum (tuntutan) dengan nilai
obyek/barang sita
3) Pengadilan mengabulkan/menolak permohonan
sita berdasarkan pertimbangan dan alasan
yang tepat, serta urgensinya.
4) Obyek sita harus dilakukan lebih dahulu terhadap
barang bergerak.
5) Harta Milik Negara tidak boleh menjadi obyek sita (UU
Nomor 1/2004 pasal 50 (1) tentang Perbendaharaan
Negara).
6) Barang milik pihak ketiga yang tidak ada hubungan
dengan sengketa tidak boleh menjadi obyek sita.
7) Hewan & perkakas sebagai sarana mencari nafkah
sehari-hari tidak boleh menjadi obyek sita
• PROSEDUR PERMOHONAN
1) Diajukan Penggugat bersama dengan gugatan atau
selama proses persidangan berlangsung kepada KPN
pemeriksa perkara.
2) Menguraikan secara jelas & terperinci tentang obyek
yang dimohonkan sita
3) Menguraikan alasan secara terperinci, jelas, dan benar.
4) Permohonan dikabulkan --- Pengadilan mengeluarkan
penetapan, dijalankan oleh juru sita di tempat obyek
sita, pemohon wajib membayar biaya sita.
5) Pemberitahuan kepada pemilik/pihak lain yang
menguasai barang barang mengenai
dikabulkannya sita.
6) Pelaksanaan sita dituangkan dalam berita acara
sita, ditanda tangani jurusita & saksi2.
7) Pendaftaran salinan berita acara sita.
• AKIBAT HUKUM
Barang/obyek sita tidak boleh dijadikan sebagai
obyek perjanjian.
Perjanjian yang dibuat atas obyek barang sita batal
demi hukum --- 199 HIR
Pelaku para pihak pembuat perjanjian atas obyek
sita dapat dipidana --- 231 KUHP.
PUTUSAN
• PENGERTIAN
 Pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan
yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau
mengakhiri perkara perdata .
 Pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan
yang terbuka untuk umum guna menentukan proses
pemeriksaan/penyelesaian perkara perdata atau status hak
dan kewajiban para pihak yang bersengketa.
• TUJUAN
Menyelesaikan/mengakhiri sengketa perdata.
Menentukan titik terang/kejelasan hak & kewajiban
para pihak atas obyek sengketa.
• DASAR HUKUM
 Pasal 178 HIR
 Pasal 189 RBG
• Pasa 178 HIR :
• ASAS/PRINSIP
1) Menguaraikan dasar/alasan/pertimbangan --- memuat
pasal2, hukum kebiasaan, yurisprudensi, doktrin hukum
2) Mengadili seluruh bagian gugatan --- pasal 178 (2) HIR,
189 (2) RBg
3) Tidak boleh mengabulkan melebihi petitum gugatan ---
178 (3) HIR, 189 (3) HIR --- Ultra petitum partium---
hakim dianggap melampaui wewenang (ultra vires)
4) Diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
UPAYA HUKUM
• PENGERTIAN
 Lembaga yang disediakan oleh hukum untuk dipergunakan
para pihak dalam memperoleh putusan yang lebih baik,
benar, dan adil.
 Lembaga untuk melawan putusan pengadilan guna
memperoleh putusan yang lebih baik, menguntungkan, dan
adil.
 Lembaga untuk mengoreksi kebenaran putusan lembaga
peradilan yang berada pada tingkat di bawahnya
• JENIS
1) Upaya hukum biasa : Upaya hukum yang
dilakukan untuk melawan atau memperbaiki
putusan pengadilan yang belum berkekuatan
hukum tetap.
2) Upaya hukum luar biasa : Upaya hukum yang
dilakukan untuk melawan atau memperbaiki
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap.
• Macam Upaya Hukum Biasa
1) Banding
2) Kasasi
3) Perlawanan (verzet)
• Macam upaya Hukum Luar Biasa
1) Peninjauan Kembali
2) Derden Verzet (Perlawanan pihak ketiga)
• BANDING
 Banding adalah upaya hukum yang dilakukan untuk melawan
atau memperbaiki putusan pengadilan negeri.
 Pengajuan permohonan banding yang dilakukan para pihak
menimbulkan konsekwensi bahwa perkara perdata yang telah
diputus pengadilan negeri menjadi mentah kembali – belum
dapat dilaksanakan, karena harus diperiksa dan diputus oleh
pengadilan banding (pengadilan tinggi).
 Pengadilan Tinggi memeriksa permohonan banding, lazimnya
hanya memeriksa surat (berkas), jarang dilakukan
pemeriksaan langsung terhadap para pihak, kecuali bila
pengadilan banding menganggap pemeriksaan belum
sempurna.
 Diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang
Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa & Madura (semula
hukum acara dalam pemeriksaan banding diatur dalam pasal
188 s/d 194 HIR & 199 s/d 205 RBg.)
 Keberadaan UU Nomor 20/1947 melahirkan dua pendapat
terhadap eksistensi pasal 199 s/d 205 RBg., yaitu :
 Pendapat I : Pasal 199 s/d 205 tidak berlaku --- UU
Darurat Nomor 1/1951 ---Hukum acara pemeriksaan
banding di seluruh Indonesia adalah mendasarkan pada
ketentuan UU Nomor 20/1947 (SUBEKTI)
 Pendapat II : Pasal 199 s/d 205 RBg. Masih
tetap berlaku, karena UU Darurat Nomor 1/1951
hanya dimaksudkan pada hukum acara pidana ---
“HIR seberapa mungkin harus diambil sebagai
pedoman dalam acara pidana untuk seluruh
Indonesia. Sedangkan bagian hukum acara
perdata baik yang termuat dalam HIR maupun
RBg. Tetap berlaku penuh (Pasal 6 Ayat 1 UU
Darurat Nomor 1 tahun 1951)” --- (Sudikno
Mertokusumo)
• PROSEDUR PENGAJUAN BANDING
 Diajukan secara tertulis (dapat juga lisan) oleh pihak yang
berperkara (ahli waris) atau melalui kuasa hukumnya
 Ditujukan kepada Pengadilan Tinggi dan diajukan melalui
panitera pengadilan negeri pemutus perkara.
 Diajukan dalam tenggang 14 hari setelah putusan dibacakan
(dalam hal kedua belah pihak hadir saat pembacaan putusan)
atau 14 hari setelah putusan diberitahukan (dalam hal para
pihak tidak hadir saat pembacaan putusan)
Membayar biaya permohonan banding
Panitera PN membuat akta banding dengan uraian hari &
tanggal penerimaan permohonan banding.
Panitera memberitahukan kepada terbanding perihal
permohonan banding pembanding --- selambatnya 14 hari
setelah permohonan banding diterima
Pembanding menyampaikan memori banding (tidak
wajib) yang berisi alasan permohonan banding,
dengan/tanpa bukti baru - - - tidak ada batas waktu.
Terbanding menyampaikan kontra memori banding (tidak
wajib). - - - tidak ada batas waktu.
Berkas perkara banding dikirim oleh Panitera PN ke PT
setempat
PT setempat mendaftar perkara pada register perkara di
PT
KPT membentuk majelis hakim banding.
• KASASI
 Kasasi adalah upaya hukum yang dilakukan untuk melawan
atau memperbaiki putusan pengadilan tinggi.
 Pengajuan permohonan kasasi menimbulkan konsekwensi
bahwa perkara yang telah diputus PN & PT menjadi mentah
kembali - belum dapat dilaksanakan, masih harus menunggu
Putusan kasasi Mahkamah Agung.
 Mahkamah Agung memeriksa perkara pada tingkat kasasi
mengenai ada/tidaknya kesalahan PN & PT dalam
menerapkan hukum. Pada tingkat kasasi Mahkamah Agung
tidak memeriksa fakta (judex factie)
Diatur dalam UU Mahkamah Agung --- UU Nomor
14/1985 Pasal 43 s/d 53 ; UU Nomor 5/2004 Pasal 30,
45A ; UU Nomor 3/2009 (tidak ada perubahaan perihal
pemeriksaan pada tingkat kasasi.
Pemeriksaan pada tingkat kasasi harus didasarkan pada
alasan hukum sebagaimana ditentukan dalam UU MA.
Namun MA tidak sebatas terikat pada alasan kasasi yang
diajukan pemohon.Mahkamah Agung dapat
menggunakan alasan hukum lain dalam mengambil
putusan) --- Pasal 52 UU Nomor 14/1985 .
• KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG
 Pasal 28 (1) UU Nomor 14/1985 ---, memeriksa dan
memutus :
a) Permohonan kasasi
b) Sengketa tentang kewenangan mengadili (pasal 33 UU
14/1985)
c) Permohonan peninjauan kembali
 Pada tingkat kasasi, MA memutus permohonan kasasi
terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat
terakhir dari semua lingkungan peradilan.
 Pasal 31 UU Nomor 5/2004, MA berwenang :
Menguji Peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang.
Menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan ynag lebih tinggi atau
pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku
- - - berkaitan dengan pemeriksaan kasasi atau
permohonan langsung ke MA.
 Pasal 35 UU Nomor 5/2004, Mahkamah Agung berwenang
memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam
permohonan grasi & rehabilitasi.
• PROSEDUR PERMOHONAN KASASI
 Diajukan/dimohonkan oleh pihak berperkara atau ahli
warisnya atau kuasanya (pasal 44 UU Nomor 14/1985)
 Ditujukan kepada MARI disampaikan melalui panitera
pengadilan pemutus perkara dalam tingkat pertama (pasal 46
ayat 1 UU Nomor 14/1985)
 Diajukan masih dalam tenggang waktu 14 hari sesudah
putusan/penetapan pengadilan yang dimaksud diberitahukan
kepada pemohon((pasal 46 ayat 1 UU Nomor 14/1985).
 Pemohon membayar biaya permohonan kasasi
 Panitera mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar
untuk kemudian pada waktu yang sama dibuat akta
permohonan kasasi yang dilampiri berkas perkara
 Panitera pengadilan tingkat pertama pemutus perkara
dimaksud memberitahukan secara tertulis perihal
permohonan kepada pihak lawan (termohon kasasi)
selambatnya 7 hari setelah permohonan didaftar.
 Pemohon wajib menyampaikan memori kasasi yang memuat
alasan2nya dalam tenggang waktu 14 hari setelah
perhohonan kasasi dicatat dalam buku daftar.
Panitera memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi &
selambatnya dalam waktu 30 hari menyampaikan salinan memori
kasasi dimaksud kepada termohon kasasi.
Termohon kasasi berhak menjawab memori kasasi dengan kontra
memori kasasi dalam tenggang wktu 14 hari sejak tanggal
penerimaan salinan memori kasasi.
Setelah memori & kontra memori kasasi diterima panitera pengadilan
pemutus perkara tingkat pertama mengirimkan permohonan kasasi,
memori & kontra memori kasasi beserta berkas perkara kepada MA
dalam waktu selambatnya 30 hari.
Panitera MA mencatat permohonan kasasi dalam buku
daftar dengan membubukan nomor urut sesuai tanggal
penerimaan, membuat catatan singkat tentang isi,
melaporkan semuanya ke MA
MA memeriksa pada tingkat kasasi berdasarkan surat2
yang masuk, kecuali dipandang perlu MA mendengar
sendiri para pihak atau saksi.
MA membatalkan putusan pengadilan & mengadili sendiri
perkara --- menggunakan hukum pembuktian yang
berlaku bagi pengadilan tingkat pertama.
MA mengabulkan permohonan kasasi berdasarkan pasal 30 huruf a
--- MA menyerahkan perkara kepada pengadilan yang berkompeten
untuk memeriksa & memutusnya.
MA mengabulkan permohonan kasasi berdasarkan pasal 30 huruf b
& c --- MA memutus sendiri perkara yang dimohokan kasasi.
Salinan putusan dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Tingkat
Pertama yang memutus perkara.
Putusan MA diberitahukan oleh Pengadilan Tingkat Pertama kepada
para pihak selambatnya 30 hari setelah putusan & berkas perkara
diterima oleh pengadilan Tingkat Pertama.
 Putusan MA diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk
umum (Pasal 40 ayat (2) UU 14/1985) .
 Putusan MA dalam perkara kasasi dapat berupa :
 Permohonan kasasi tidak dapat diterima --- Permohonan
kasasi melampau jangka waktu yang telah ditentukan,
pemohon tidak menyampaikan memori kasasi, pemohon
menyampaikan memori kasasi tetapi terlambat, pemohon
belum melakukan upaya hukum lain (verzet atau banding.
 Permohonan kasasi ditolak --- alasan memori kasasi
mengenai penilaian pembuktian (fakta-fakta) yang bukan
kewenangan MA atau keberatan penerapan hukum ...
…keberatan penerapan hukum yang tidak kaitan dengan
obyek/perkara yang disengketakan.
 Permohonan kasasi dikabulkan --- MA membenarkan
alasan alasan (keberatan) pemohon kasasi yang
dikemukakan dalam memori kasasi, dan MA
membatalkan putusan yang dimohonkan kasasi.
• ALASAN PERMOHONAN KASASI --- pasal 30 ayat (1) UU
5/2004 :
a. Pengadilan tidak berwenang atau melampau batas
wewenang.
b. Pengadilan salah menerapkan atau melanggar hukum
yang berlaku
c. Pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan
• VERZET (PERLAWANAN)
 Verzet adalah upaya hukum terhadap putusan verstek
(putusan yang dijatuhkan PN karena tergugat tidak hadir
pada persidangan pertama).
 Diperuntukkan terutama bagi tergugat, karena pada
umumnya putusan verstek mengabulkan/memenangkan
gugatan penggugat.
 Diatur dalam pasal 125, 129 HIR, 149, 153 RBg.
• PROSEDUR PENGAJUAN VERZET
 Diajukan dalam tenggang waktu 14 hari setelah
pemberitahuan putusan verstek diterima tergugat secara
langsung.
 Dalam hal pemberitahuan putusan verstek tidak diterima oleh
tergugat, maka verzet dapat diajukan sampai dengan hari
kedelapan setelah tegoran untuk pelaksanaan putusan
verstek.
 Diajukan oleh para pihak yang berperkara (terutama
tergugat) --- Putusan MA Nomor 524 K/Sip/1975, 7 Pebruari
1980
 Diajukan dalam bentuk sebagaimana surat gugatan biasa
dan ditujukan kepada pengadilan negeri yang menjatuhkan
putusan verstek.
 Tergugat disebut sebagai pelawan, penggugat sebagai
terlawan. Jadi para pihak dalam verzet terdiri dari pelawan
dan terlawan.
 Pemeriksaan terhadap perkara verzet dilakukan
sebagaimana perkara biasa.
 Setelah perkara verzet didaftar dalam register perkara,
pengadilan memanggil para pihak (pelawan/tergugat &
terlawan/penggugat).
 Dalam hal setelah dipanggil secara patut, terlawan/penggugat
tidak hadir dalam sidang, maka pengadilan memerintahkan
untuk memanggil sekali lagi. Apabila tetap tidak datang, maka
pemeriksaan perkara dilanjutkan dan diputus secara
contradictoir, membatalkan putusan verstek, mengadili lagi
menolak gugatan penggugat. --- PENGGUGAT DAPAT
MENGAJUKAN UPAYA HUKUM BANDING.
 Dalam hal tergugat/pelawan telah dipanggil secara patut,
akan tetapi tidak hadir dalam persidangan, maka pengadilan
menjatuhkan putusan verstek untuk kedua kali --- akibat
hukumnya, tergugat tidak dapat mengajukan upaya hukum
verzet lagi, akan tetapi dapat mengajukan banding.
• PENINJAUAN KEMBALI (REQUESTCIVIL)
 Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang
diajukan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap.
 Dahulu diatur dalam RV, namun sekarang telah diatur dalam
Undang-Undang Mahkamah Agung--- Undang-Undang
Nomor 14/1985 Pasal 28 (1) huruf “c”, Pasal 34 dan Pasal 66
s/d 77.
 Diajukan berdasarkan alasan yang telah ditentukan secara
limitatif & digunakan secara alternatif.
 Upaya hukum peninjauan kembali tidak
menunda/menghalangi/menghentikan pelaksanaan
putusan/eksekusi.
 Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan 1
(satu) kali.
 Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali
adalah 180 hari sejak pemohon mengetahui alasan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 67 UU 14/1985 .
• ALASAN PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI
 Alasan PK ditentukan secara limitatif dalam pasal 67 UU
Nomor 14/1985, yaitu :
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus
atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim
pidana dinyatakan palsu.
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti baru
yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak
dapat ditemukan.
c. Apabila teah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih
daripada yang dituntut.
d. Apabila mengenai bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebabnya
e. Apabila mengenai pihak-pihak yang sama mengenai suatu
soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang
sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang
bertentangan satu dengan yang lain.
f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim
atau suatu kekeliruan yang nyata.
 Alasan pengajuan permohonan peninjauan kembali
sebagaimana ditentukan dalam pasal 67 UU Nomor 14/1985
dipergunakan secara alternatif.
 Penggunaan alasan PK secara alternatif mengandung makna
bahwa pemohon bebas untuk memilih dan menentukan salah
satu alasa yang telah ditentukan secara limitatif dalam pasal
67 UU Nomor 14/1985.
 Alasan PK bersifat limitatif mengandung pengertian bahwa
pemohon tidak boleh menggunakan alasan selain dari yang
telag ditentukan dalam pasal 67 UU Nomor 14/1985.
• PROSEDUR PENGAJUAN PK
 Diajukan oleh pihak yang berperkara sendiri/ahli
waris/kuasanya.
 Diajukan dalam tenggang waktu
 Diajukan secara tertulis dengan menguraikan alasan yang
jelas sebagi dasar permohonan PK. --- Bila pemohon tidak
dapat menulis, maka dapat disampaikan secara lisan di
hadapan KPN pemutus perkara
 Permohonan diajukan kepada MA melalui PN pemutus
perkara
 Pemohon membayar biaya permohonan PK.
Setelah PN pemutus`perkara menerima permohonan PK,
maka selambatnya dalam waktu 14 hari wajib
memberikan atau menyampaikan salinan permohonan PK
kepada Termohon.
Termohon PK dapat menyampaikan kontra memori PK
dalam waktu 30 hari setelah menerima salinan PK.
PN mengirimkan berkas pemohonan PK paling lambat
dalam waktu 30 hari
MA mencatat register permohonan PK
Ketua MA/Wakil Ketua MA membentuk majelis hakim PK
MA berwenang memerintahkan PN/PT
pemeriksa/pemutus perkara untuk mengadakan
pemeriksaan tambahan, atau meminta keterangan serta
pertimbangan dari pengadilan tersebut.
Setelah PN/PT pemeriksa/pemutus perkara mengadakan
pemeriksaan tambahan, atau memberikan pertimbangan,
maka hal itu harus dibuat dalam berita acara untuk
selanjutnya dikirim kepada MA.
Putusan MA atas permohonan PK dapat bersifat
mengabulkan, menolak, Putusan PK disertai
pertimbangan2.
Dalam hal putusan PK mengabulkan permohonan PK,
maka MA membatalkan putusan yang dimohonkan PK,
selanjutnya memeriksa/ memutus sendiri perkara
tersebut.
Dalam hal putusan PK menolak permohonan PK, berarti
permohonan PK dinilai tidak beralasan.
MA mengirimkan salian putusan permohonan PK beserta
berkas perkara tersebut kepada PN pemeriksa/pemutus
perkara untuk selanjutnya diberitahukan kepada pemohon
dan termohon selambatnya dalam waktu 30 hari.
• DERDEN VERZET (PERLAWANAN PIHAK KETIGA)
 Derden verzet adalah upaya hukum yang disediakan kepada pihak ketiga
untuk melindungi dirinya dari kerugian akibat adanya suatu putusan
pengadilan.--- Contoh : barang yang diletakkan dalam sita bukan milik
tergugat, akan tetapi milik pihak ketiga.
 Derden verzen adalah upaya hukum bagi pihak ketiga untuk
mempertahankan haknya guna melawan putusan pengadilan yang
merugikan.
 Apabila pihak ketiga terlambat melakuka upaya derden verzet, maka
dianggap dia merelakan barang miliknya disita pengadilan.
 Derden verzet terhadap sita eksekusi (executoir beslag)
dalam pasal 208 jo 207 HIR/228 jo 227 RBg.
 .Derden verzet terhadap sita jaminan (conservatoir beslag)
dan sita revindikasi (revindicatoir beslag) tidak diatur dalam
HIR/RBG, akan tetapi ada dalam praktek.
• PROSEDUR DERDEN VERZET
 Diajukan oleh pihak ketiga/kuasanya kepada PN yang melakukan sita.
 Pihak ketiga mengajukan gugatan terhadap pihak2 yang berperkara
sebagaimana lazimnya gugatan biasa. --- Pihak ketiga disebut pelawan,
pihak yang digugat disebut terlawan.
 Gugatan perlawanan pihak ketiga harus didasarkan pada alasan bahwa
pihak ketiga menderita kerugian hak perdata/hak milik atas barang yang
disita oleh pengadilan.
 Perlawanan pihak ketiga tidak dapat mencegah/menghentikan
pelaksanaan putusan (eksekusi), kecuali KPN memerintahkan penundaan
eksekusi sampai ada putusan perkara derden verzet.
 Putusan PN atas upaya hukum derden verzet :
Mengabulkan --- derden verzet didasarkan pada alasan
hukm yang benar --- konsekwensi hukumnya, sita
(jaminan/eksekusi) harus diangkat kembali karena tidak
relevan untuk dipertahankan.
Menolak --- derden verzet tidak didasarkan pada alasan
hukum yang benar --- konsekwensi hukumnya, sita
(jaminan/eksekusi) harus dipertahankan.
 Atas putusan PN tentang derden verzet, apabila para pihak
tidak puas dapat mengajukan upaya hukum banding.
PELAKSANAAN PUTUSAN (EKSEKUSI)

• Para pihak menyerahkan perkara perdata kepada pengadilan


memiliki tujuan agar memperoleh penyelesaian secara tuntas
dengan putusan pengadilan.
• Putusan pengadilan belum dapat menuntaskan secara konkrit
atas perkara perdata yang diajukan apabila pihak yang kalah
tidak bersedia memenuhi/melaksanakan putusan pengadilan
secara sukarela.
• Eksekusi merupakan bagian dari tahap proses peradilan yang
dimaksudkan untuk membantu,mengawal, dan menyelesaikan
secara tuntas perkara perdata yang telah diputus.
• Eksekusi adalah tindakan/upaya paksa terhadap pihak yang
kalah untuk memenuhi/melaksanakan putusan pengadilan.
• Putusan pengadilan yang dapat dieksekusi :
 Putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht
van gewijsde);
 Putusan yang bersifat serta merta/dapat dilaksanakan
terlebih dahulu (uit voerbaar bij voorraad);
 Putusan arbitrase
• Kriteria putusan telah memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht
van gewijsde) :
 Para pihak tidak menempuh Upaya hukum biasa (banding, kasasi,verzet)
 Para pihak telah menempuh semua upaya hukum biasa.
• Prinsip2/Asas Eksekusi :
a) Eksekusi sebagai tindakan paksa terhadap pihak yang
kalah dengan menggunakan alat-alat negara.
b) Eksekusi sebagai lembaga untuk memenuhi kepastian
hukum dan keadilan.
c) Eksekusi merupakan pranata hukum acara perdata
untuk mencegak tindakan main hakim sendiri oleh pihak
yang menang dalam suatu perkara.
d) Eksekusi putusan pengadilan merupakan wewenang
ketua pengadilan.
j) Eksekusi tidak dapat dihalangi oleh lembaga/siapa pun.
k) Penentang/penghalang pelaksanaan eksekusi dapat
dipidana (pasal 211 jo 214 KUHP)
• Macam2 Eksekusi:
1) Pembayaran sejumlah uang.
2) Melakukan perbuatan tertentu.
3) Pengosongan barang tetap (rumah/bangunan) ---
eksekusi riil)
e) Eksekusi dilaksanakan oleh juru sita dan panitera
pengadilan atas perintah KPN.
f) Eksekusi dilaksanakan berdasarkan permohonan dari
pihak yang menang kepada KPN pemutus perkara.
g) Eksekusi harus didahului peringatan/tegoran
(aanmaning) kepada pihak yang kalah.
h) Pelaksanaan eksekusi harus dengan penetapan
pengadilan.
i) Eksekusi hanya dilakukan terhadap putusan yang
bersifat condemnatoir.
• Ekskusi pembayaran sejumlah uang
 Diatur dalam pasal 197 HIR/208 RBG.
 Dilakukan dengan penjualan lelang barang2 milik tereksekusi
dalam jumlah yang cukup sesuai kewajiban pembayaran
tereksekusi kepada pemohon eksekusi.
 Sebelum dilelang barang2 yang hendak dieksekusi terlebih
dahulu harus disita.
• Eksekusi menghukum melakukan perbuatan
 Diatur dalam pasal 225 HIR/259 RBg.
 Dalam hal tereksekusi tidak bersedia melakukan perbuatan
yang telah ditentukan dalam putusan, maka hal itu diganti
dengan sejumlah uang.
 Dalam hal eksekusi melakukan perbuatan telah dinilai
dengan sejumlah uang, namun tereksekusi masih belum
memenuhinya, maka eksekusi dilaksanakan dengan
melakukan sita eksekusi & pelelangan barang2 milik
tereksekusi.
• Eksekusi pengosongan barang tetap
(tanah/rumah/bangunan)
 Tidak ada aturan dalam HIR/RBg., akan tetapi dilakukan
dalam praktek.
 Pasal 200 (11) /RBg. (2) hanya mengatur penjualan lelang
eksekusi riil
 Dilakukan dengan surat perintah kepada petugas eksekusi
dengan bantuan polisi untuk melakukan pengosongan barang
tetap dari penguasaan tereksekusi, keluarga & barang-
barang miliknya.
 Lebih jelas ada diatur dalam pasal 1033 RV
• GUGATAN KHUSUS
• 1. Gugatan Class Action
• 2. Gugatan Citizen lawsuit
• 3. Gugatan Sederhana
 Dasar Pengaturan
 Latar Belakang
 Para Pihak
 Dasar Gugatan
 Petitum
 Mekanisme
 Contoh masing masing

Anda mungkin juga menyukai