Anda di halaman 1dari 5

RESUME MATERI PERTEMUAN 1 SAMPAI 4 HUKUM ACARA PERDATA

NAMA: Muhamad Aryasandha Balapradana


NPM: 10040021137
KELAS: A

PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA


Hukum acara perdata adalah seluruh aturan yang bersifat formil yang memiliki fungsi untuk
menjamin keberlangsungannya hukum materiil yaitu hukum perdata di mata pengadilan,
dapatlah dikatakan bahwa hukum acara perdata mengatur bagaimana caranya mengajukan
tuntutan hak, memeriksa, serta memutusnya dan pelaksanaan daripada putusannya. Secara
teoritis, dapat dirumuskan bahwa hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang berfungsi
untuk mempertahankan berlakunya hukum perdata Karena tujuannya memintakan keadilan lewat
hakim, hukum acara perdata dirumuskan sebagai peraturan hukum yang mengatur proses
penyelesaian perkara perdata lewat hakim (pengadilan) sejak dimajukannya gugatan sampai
dengan pelaksanaan putusan hakim.
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
Sumber-Sumber Hukum Acara Perdata
Belum terhimpun hukum acara perdata yang berlaku hingga sekarang dalamlingkungan peradilan
umum dalam satu kodifikasi. Tetapi tersebar dalam berbagai peraturan perundangundangan, baik
produk nasional setelah Indonesia merdeka, di antara yang paling utama adalah sebagai berikut:
1. HIR (Herziene Inlandsch Reglement)
HIR, yaitu hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah Jawa dan Madura, tidak hanya
memuat ketentuan-ketentuan hukum acara perdata, tetapi juga memuat ketentuan
ketentuan hukum acara pidana (yang kemudian diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun
1981, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang berlaku untuk seluruh
Indonesia).
2. RBg (Rechtsreglement voor Buitengewesten)
RBg, yaitu hukum acara perdata yang berlaku diluar Jawa dan Madura, juga tidak hanya
memuat ketentuan-ketentuan hukum acara perdata, tetapi juga memuat ketentuanketentuan
hukum acara pidana.
3. R.v (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering)
Rv adalah ketentuan hukum acara perdata yang berlaku pada R.v.J (Raad vanJustitie) dan
(Hooggerechtshof), yaitu peradilan bagi golongan Eropa pada jaman Hindia Belanda.
Menurut Pasal 3 ayat (2) HIR, peraturan tuntutan hukum perdata dihadapan pengadilan
Eropa, dipergunakan di pengadilan negeri yang lain jika sangat diperlukan.
Aturan – aturan diatas berlaku karena UU no 1 tahun 1951 tentang Tindakan Tindakan sementara
untuk menyelenggarakan kesatuan susunan kekuasaan dan acara pengadilan.
Adapun beberapa sumber hukum lainnya yang berlaku di Indonesia antara lain adalah
1. B.W (Burgerlijk Wetboek)
BW, adalah kodifikasi hukum perdata material, yang juga memuat hukum acara perdata
(formal), terutama dalam Buku IV tentang pembuktian dan daluwarsa juga dalam Buku I,
II dan III.
2. Ordonansi Tahun 1867 No.29
Ordonansi ini memuat ketentuan-ketentuan tentang pembuktian tulisan-tulisan dibawah
tangan dari orang-orang Indonesia (Bumiputera).
3. W.v.K (Wetboek van Koophandel)
WvK adalah kodifikasi hukum perdata material tentang perdagangan tetapi juga memuat
ketentuan-ketentuan hukum acara perdata.
4. R.O. (Reglement of de Rechterlijke Ordornantie in het beleid der Justitie in Indonesie)
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan (hukum acara perdata
yg mengatur banding untuk daerah Jawa & Madura).
6. Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004 jo.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
7. Undang-Undang No. 2 tahun 1986, jo Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 jo
UndangUndang No 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum
8. Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
9. Peraturan/Surat Edaran Mahkamah Agung R.I.
Mahkamah Agung R.I. dapat mengeluarkan Peraturan-peraturan/Instruksi yang diperlukan
bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan
10. Yurisprudensi
Yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan Mahkamah Agung R.I. juga memuat ketentuan
hukum acara perdata, Yurisprudensi-yurisprudensi yang sama atas perkaraperkara yang
sama disebut yurisprudensi tetap.
ASAS HUKUM ACARA PERDATA
Seperti halnya dengan hukum-hukum pada bidang yang lain, hukum acara perdata juga
mempunyai beberapa asas yang menjadi dasar dari ketentuan-ketentuan dalam hukum acara
perdata tersebut. Berikut ini beberapa asas penting dalam hukum acara perdata.
1. Hakim Bersifat Menunggu
Asas dari hukum acara perdata bahwa pelaksanaannya, yaitu inisiatif untuk mengajukan
gugatan, sepenuhnya diserahkan kepada mereka yang berkepentingan. Kalau tidak ada gugatan
atau penuntutan, tidak ada hakim. Ini berarti bahwa hakim tidak boleh aktif mencari-cari perkara
di masyarakat, sedangkan yang menyelenggarakan proses adalah negara.
2. Hakim Pasif
Hakim dalam memeriksa suatu perkara bersikap pasif. Maksudnya uang lingkup atau luas
pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh
pihak-pihak yang beperkara dan bukan oleh hakim. Hakim terikat pada peristiwa yang diajukan
oleh para pihak . Dalam pembuktian para pihaklah yang diwajibkan membuktikan dan bukan
hakim, hakim hanya menilai siapa di antara para pihak yang berhasil membuktikan kebenaran
dalilnya dan apa yang benar dari dalil yang dikemukakan pihak tersebut.
3. Sidang Pengadilan Terbuka untuk Umum
Sidang pemeriksaan perkara di pengadilan pada asasnya adalah terbuka untuk umum. Ini
berarti bahwa setiap orang dibolehkan menghadiri dan mendengarkan pemeriksaan perkara di
persidangan. Adapun tujuan asas ini tidak lain adalah memberikan perlindungan hakhak asasi
manusia dalam bidang peradilan serta menjamin objektivitas peradilan dengan
mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair, tidak memihak, serta putusan yang adil
kepada masyarakat. Dalam praktiknya, meskipun hakim tidak menyatakan persidangan terbuka
untuk umum, kalau dalam berita acara persidangan dicatat bahwa persidangan dinyatakan
terbuka untuk umum, putusan yang telah dijatuhkan tetap sah. Kecuali, ditentukan lain oleh
undang-undang atau apabila berdasarkan alasan-alasan yang penting dan yang dimuat dalam
berita acara yang diperintahkan oleh hakim maka persidangan dapat dilakukan dengan pintu
tertutup.
4. Mendengar Kedua Belah Pihak
Dalam hukum acara perdata, kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak
memihak, dan didengar bersama-sama. Hal tersebut mengandung arti bahwa dalam hukum acara
perdata, pihak-pihak beperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama
dan adil, serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberikan pendapatnya. Halini
berarti bahwa hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar
apabila pihak lawan tidak didengar atau tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan
pendapatnya.
5. Putusan Harus Disertai Alasan-alasan
Semua putusan hakim harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk
mengadili Pasal 23 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, Pasal 184 ayat . Putusan yang tidak
lengkap atau kurang pertimbangannya merupakan alasan untuk kasasi dan putusan demikian
harus dibatalkan . Untuk lebih dapat mempertanggungjawabkan suatu putusan, sering juga
alasan-alasan yang dikemukakan dalam putusan tersebut didukung yurisprudensi dan doktrin
atau ilmu pengetahuan. Karena itu, hakim harus berani meninggalkan yurisprudensi atau undang-
undang yang sudah tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.
6. Hakim Harus Menunjuk Dasar Hukum Putusannya
Meskipun hakim tidak harus mencari-cari perkara di dalam masyarakat, sekali suatu
perkara diajukan kepada hakim, hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadilinya
dengan alasan apa pun Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.36 Larangan untuk menolak memeriksa perkara disebabkan adanya anggapan bahwa
hakim tahu akan hukumnya (ius curia novit). Seandainya dalam memeriksa suatu perkara hakim
tidak dapat menemukan hukum tertulis, hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-
nilai hukum yang hidup dalam masyarakat (Pasal 27 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970).
Hal ini didasarkan pada Pasl 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang menentukan
bahwa hakim harus mengadili menurut hukum. Ketentuan demikian itu didasarkan pada
ketentuan yang berada dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman37 dan juga dalam HIR
ataupun RBg. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kewajibannya yang demikian itu, dituntut
keterampilan dan intelektualitas seorang hakim.
7. Beracara Dikenakan Biaya
Seseorang yang akan beperkara di pengadilan pada asasnya dikenakan biaya (Pasal 182,
183 HIR, 145 ayat (4), 192—194 RBg). Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan dan biaya
untuk panggilan, pemberitahuan para pihak, serta biaya materai. Di samping itu, apabila diminta
bantuan seorang pengacara, harus dikeluarkan biaya. Sebagai contoh, Pengadilan Negeri
Baturaja dalam putusannya pada 6 Juni 1971 Nomor 6/1971/Pdt menggugurkan gugatan
penggugat karena penggugat tidak menambah uang muka biaya perkaranya sehingga penggugat
tidak lagi meneruskan gugatannya. Akan tetapi, mereka yang memang benar-benar tidak mampu
membayar biaya perkara dapat mengajukan perkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan
mendapatkan izin untuk dibebaskan dari membayar biaya perkara42 dan dengan melampirkan
surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh pejabat setempat. Adapun yang dimaksud
dengan pejabat setempat dalam praktik adalah camat yang membawahkan daerah tempat tinggal
dari orang yang berkepentingan. Permohonan akan ditolak oleh ketua pengadilan negeri apabila
pihak yang berkepentingan bukan orang yang tidak mampu.
8. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan
HIR tidak mewajibkan orang untuk mewakilkan kepada orang lain apabila hendak
beperkara di muka pengadilan, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat, sehingga
pemeriksaan di persidangan dapat terjadi secara langsung terhadap para pihak yang
berkepentingan. Namun demikian, para pihak dapat juga dibantu atau diwakili oleh kuasanya
apabila dikehendaki (Pasal 123 HIR/ Pasal 147 RBg). Dengan demikian, hakim tetap wajib
memeriksa perkara yang diajukan kepadanya meskipun para pihak tidak mewakilkannya kepada
seorang kuasa.
ORGAN PELAKSANA PERSIDANGAN
1. Hakim
2. Juru sumpah= membantu hakim dalam menarik sumpah dari para pihak.
3. Panitera= membantu hakim dalam membuat berita acara persidangan, membantu hakim
menentukan jadwal sidang.
4. Principal (penggugat/tergugat)= orang yang secara langsung memiliki kepentingan
hukum atau orang yang mengalamai/menyebabkan kerugian.
5. Jurusita= menyita/mengambil secara paksa objek-objek yang ditetapkan oleh dan hanya
melalui Majelis Hakim dalam sebuah perkara yang di persidangankan.
6. Kuasa Hukum= sebagai perwakilan atas kepentingan hak hukum dari para pihak dan
membela hak hukum kliennya.
KOMPETENSI PENGADILAN
1. Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut adalah yang pertama kali akan di uji di pengadilan, Adapun
prosedurnya adalah: mengkategorisasikan dulu jenis perkaranya lalu menentukan
pengadilan yang berkompetensi seperti contoh jika perkaranya merupakan perkara pidana
umum maka pengadilan yang berkompetennya adalah pengadilan negeri jika bukan
termasuk dalam oerkara perdata umum atau yang ada di luar BW maka bisa di pengadilan
niaga.

2. Kompetensi Relatif
Kompetensi relative adalah dimana kewenangan terkait wilayah hukum suatu pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai